Anda di halaman 1dari 4

Pelaksanaan Program Afirmasi Pendidikan Menengah di SMKN 13 Malang

Beberapa tahun silam, ada lembaga di Papua yang menangani anak-anak Papua, yaitu
OAP (Orang Asli Papua), untuk menangani pendidikan, pertukaran guru, dan lain-lain. Tapi
banyak guru yang tidak bersedia ditugaskan ke daerah-daerah, sehingga pemerintah membuat
dua program afirmasi yakni ADeM di tingkat SMA dan ADIk di tingkat perguruan tinggi.
Melalui program tersebut para pelajar di Papua dan daerah 3T (Terluar, Terpencil, dan
Tertinggal) yang lain difasilitasi untuk mengenyam pendidikan di kota-kota dengan standard
pendidikan yang lebih baik.
ADeM (Afirmasi Pendidikan Menengah), program ini menawarkan kepada sekolahsekolah di Jawa, Bali, dan beberapa kota lain untuk menerima murid-murid dari Papua. Program
ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mempercepat pembangunan di Papua dan
Papua Barat dalam bidang pendidikan di tingkat SMA dan sederajat. Tujuan dari program ini
antara lain untuk mempercepat transfer pengetahuan dan keterampilan guna meningkatkan SDM
masyarakat Papua, meningkatkan nasionalisme, dan pembentukan karakter dalam kebhinekaan.
Kota Malang merupakan salah satu destinasi program afirmasi di Jawa Timur baik untuk
tingkat menengah maupun perguruan tinggi. Untuk tingkat menengah, para pelajar dari Papua
tersebut akan belajar di sekolah sekolah berikut, SMAN 3, 4, 6, 8, 9, dan 10. Sedangkan untuk
pendidikan kejuruan ada di SMKN 1, 7, 6, 8, dan 13.
SMK Negeri 13 Kota Malang berlokasi di Perumahan Vila Bukit Tidar blok A2 no. 13,
Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, dan menempati lahan seluas 3
hektar. Sekolah ini memiliki visi: Unggul Spiritual, Iptek, Berbudaya Nusantara, dan
Berwawasan Global. Sekolah ini memiliki tiga ciri khas yaitu: berbasis Taruna, berbasis Imtaq,
dan berbasis Lesson Study.
SMKN 13 Malang mulai menerima peserta didik baru pada tahun ajaran 2012/2013
dengan tiga program keahlian yakni: Nautika Kapal Niaga, Keperawatan, dan Teknologi
Pengolahan Hasil Pertanian. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum dari Kementrian
Pendidikan

dan

Kebudayaan,

serta

kurikulum

IMO

(International

Maritime

Organization). Kurikulum IMO adalah suatu kurikulum internasional yang disusun berdasarkan
Konvensi Manila 2010 untuk jurusan Nautika Kapal Niaga.

Syarat penerimaan siswa dan uang sekolah yang harus dipenuhi, sebagian besar ditangani
oleh pemerintah daerah Papua melalui program afirmasi tersebut. Seleksi dilakukan mulai dari
tingkat kota/kabupaten, provinsi, dan pusat. Proses seleksinya mulai dari administrasi, dimana
mereka harus tercatat sebagai orang asli Papua dan Papua Barat, tes kesehatan, nilai selama
bersekolah di SLTP, dan latar belakang ekonomi keluarga. Jumlah peserta didik yang lolos
seleksi ini beragam dari tahun ke tahun. Semua siswa ini akan mendapatkan beasiswa
pendidikan, biaya akomodasi untuk menyewa tempat tinggal, dan biaya hidup tiap bulan selama
berada di daerah tujuan. Namun di sekolah ini mereka tidak perlu menyewa kamar kos atau
mengontrak rumah, karena telah disediakan asrama.
Para siswa tersebut berasal dari Kabupaten Merauke, Bouven Digoel, Puncak,
Pegunungan Bintan, dan Asmat. Tahun lalu ada siswa yang berasal dari Kalimantan, tetapi hanya
sampai semester kedua, dan pada kelas XI ia pindah kembali ke Kalimantan. Sebagian besar
orangtua mereka berprofesi sebagai petani, dan petani kebun.
Guru-guru yang mengajar di SMKN 13 Malang sebagian besar berasal dari Jawa Timur
termasuk Madura. Sedangkan bahasa yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM)
adalah Bahasa Indonesia. Hal ini menjadi salah satu kendala bagi para pelajar Papua, dimana
mereka memiliki beragam Bahasa daerah, serta tidak terlalu menguasai Bahasa nasional.
Kendala Bahasa dalam proses belajar siswa afirmasi ini mencakup kesulitan memahami
pertanyaan, kesulitan mengatur jawaban, serta penggunaan Bahasa Indonesia dengan artikulasi
yang kurang tepat dan bercampur dengan dialek daerah. Hal ini merupakan indikator rendahnya
kemampuan komunikasi mereka di sekolah.
Selain perbedaan Bahasa, para siswa ini memiliki kemampuan menulis yang rendah,
kurang lancar dalam membaca, atau cenderung mengalami kesulitan baca-tulis. Pada awal tahun
pelajaran di SMK, para siswa ini digolongkan pada kemampuan akademik di bawah rata-rata
dengan skor tes IQ antara 70-90. Mereka sulit berkonsentrasi dan terkadang berjalan-jalan
keliling kelas pada saat pelajaran berlangsung.
Untuk mengatasi kesenjangan antara standar pendidikan dan kemampuan peserta didik
tersebut, guru perlu memiliki strategi dalam mengajar. Guru membantu mereka berkomunikas
menggunakan Bahasa Indonesia yang benar dengan cara mengajak berdiskusi atau memberikan

pertanyaan, dan kemudian mengulang kembali jawaban mereka. Dalam menjelaskan materi,
guru tidak memberikan terlalu banyak catatan, memberi pertanyaan-pertanyaan yang mudah
dipahami, dengan jawaban-jawaban singkat pada soal ujian. Pada jam-jam pelajaran dan di luar
pelajaran, guru memberikan mereka latihan membaca dan menulis.
Hal lain yang menjadi sorotan pada para pelajar Papua tersebut adalah perilaku akademik
yang kurang disiplin. Hal ini berkaitan dengan kultur pendidikan di Papua yang berbeda dengan
di Jawa. Menurut Bu Reny, salah satu guru di SMKN 13 Malang, Di sana paling lama mereka
sekolah sampai jam 12, sedangkan disini sampai jam 3 atau 4 sore. Jadi jika di atas jam 12 siang
mereka tidur di kelas, itu sudah hal yang lumrah, dan mereka tanpa merasa bersalah sama sekali
melakukannya. Menurut mereka itu hal yang biasa.
Budaya yang kurang disiplin dan cenderung semaunya sendiri juga dapat diamati pada
pertemuan-pertemuan ibadah dimana mereka mendapat bimbingan secara rohani. Bagi mereka,
terlambat selama dua jam itu biasa. Jika ingin, mereka akan mengikuti kegiatan, jika tidak ingin,
mereka datang dan pergi sesuai kemauan mereka.
Sikap kurang tertib, kurang bertanggung jawab, semaunya sendiri, dan kurang kooperatif
tersebut seringkali membuat mereka sulit diterima oleh teman-temannya yang mayoritas berasal
dari Jawa. Hal ini membuat mereka merasa disisihkan, bahkan sempat menimbulkan konflik
dalam interaksi dengan teman sebaya. Namun ada hal lain yang juga menjadi alasan mereka
dijauhi adalah permasalahan fisik berupa bau badan.
Untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas para pelajar Papua tersebut, selain dengan
pengajaran langsung yang dilakukan oleh para guru, sekolah juga memfasilitasi para siswa
program afirmasi dengan berbagai cara. Mereka disediakan beberapa orang pendamping khusus
yakni pembimbing asrama, pembimbing afirmasi, dan pembimbing akademik.
Mereka juga diikutsertakan dalam berbagai kegiatan seperti lomba Paskibra Kota dan
program pertukaran pelajar ke Thailand selama dua bulan, yang masing-masing diikuti oleh dua
orang dari program afirmasi. Dalam bidang kerohanian, mereka disediakan dana transportasi
untuk beribadah setiap hari Minggu, selain itu disediakan waktu dan prasarana untuk kegiatan
pembinaan iman.

Dalam program-program tersebut mereka berlatih untuk berkomunikasi dengan Bahasa


Indonesia, berinteraksi dengan orang-orang berbagai kultur, berlatih kedisiplinan, memegang
tanggung jawab, dan memupuk kepercayaan diri. Basis Taruna di sekolah ini juga memberikan
banyak latihan kedisiplinan dan kepemimpinan bagi para siswanya.
Nilai-nilai positif tersebut mulai tampak pada diri mereka ketika menginjak tahun kedua
di sekolah ini. Dalam bidang akademik, pada tahun kedua mereka mulai menunjukkan
penyesuaian diri terhadap pelajaran, dan hasil tes IQ mereka tercatat lebih tinggi dari skor
awalnya.
Menurut Bu Reny, sekolah ini memiliki keunggulan yaitu guru-guru yang solid, rela
lembur, semangat dalam mengajar, dikenal memiliki kemampuan yang baik dalam bidangnya,
serta memberikan perhatian pada para siswanya. Menurut beliau, guru-guru ini benar-benar
terpanggil dan ingin memajukan pendidikan. Harapan beliau adalah supaya semua guru di
Indonesia memiliki spirit seperti itu.
Profesi guru bukan hanya sekedar lapangan kerja, tapi pengabdian dan pembentukan
karakter. Reni Endra Santi

Anda mungkin juga menyukai