Anda di halaman 1dari 5

BANDA ACEH - Anak-anak usia sekolah di Buloh Seuma, Aceh Selatan harus gigit jari ketika tiba

saatnya melanjutkan ke SMA. Sekolah terdekat ada di desa tetangga yang sulit dijangkau. Urusan
pendidikan memang sangat tertinggal di daerah terpencil ini. Bahkan, tidak ada guru yang berkenan
menetap di sana, kecuali jika mereka berstatus guru daerah tertinggal.

Potret serupa Buloh Seuma, juga terjadi di Pulo Aceh, kecamatan kepulauan di Aceh Besar. Ada dua
pulau berpenghuni di sana yakni Pulo Breuh dan Pulo Nasi. Kondisi pendidikan di kedua pulau paling
ujung Indonesia ini sama miris.

Di Pulo Breuh yang berpenghuni sekira 5.000 jiwa, penduduk terbagi dalam 13 desa. Ada lima
SD/sederajat di sana, serta dua SMP, masing-masing di Rinon dan Blang Situngkoh. SMA hanya ada
di Blang Situngkoh. Perkara fisik bangunan tak masalah karena semua sekolah sudah permanen.
Namun fasilitas dan ketersediaan guru membuat aktivitas belajar mengajar di pulau ini jauh dari
harapan. Banyak guru enggan tinggal di sana.

Selain itu, anak-anak yang berada di pelosok pulau seperti Meulingge, Rinon, Lapeng, Ulee Paya sulit
menjangkau SMA, karena harus melewati gunung-gunung dan butuh waktu dua jam jika kondisi
jalan bagus. Tak ada angkutan umum di sana. Akibatnya banyak anak-anak enggan melanjutkan ke
SMA.

Kondisi serupa terjadi di Pulo Nasi, pulau berpenduduk 1.400 jiwa. Pendidikan menengah tingkat
atas hanya bisa ditempuh di SMAN 1 Pulo Aceh atau sering disebut SMA Pulo Nasi. Dari segi fisik
bangunannya, SMA ini sudah permanen. Siswanya tak sampai 50 orang. Memiliki tiga ruang belajar
dari Kelas X hingga XII. Ada perpustakaan dan laboratorium meski peralatan maupun buku-bukunya
masih sangat terbatas. Juga tersedia akses internet, perangkat internet diberikan Kementerian
Kominfo untuk Kecamatan Pulo Aceh yang ditempatkan di sekolah ini.

Salah satu masalahnya pada ketersediaan guru yang masih terbatas. Sekalipun di sana sudah ada
perumahan dinas guru, tak ada pengajar yang mau menetap. Mereka rata-rata tinggal di Banda
Aceh, hanya mengisi jam mengajar di sana.

Kepala SMAN 1 Pulo Aceh, Saifuddin, menjelaskan, ada 14 tenaga pengajar dan tujuh tenaga
honorer di sekolahnya. Mereka sering membuat giliran mengajar, sehingga jika shift-nya habis,
mereka bisa kembali ke Banda Aceh untuk menjenguk keluarga. Jatah mengajarnya diganti yang lain.

Beberapa mata pelajaran seperti Geografi, Pendidikan Agama Islam, Kesenian dan Penjaskes belum
ada guru. Untuk menyiasati kekurangan, guru lain mengajar rangkap. Saifuddin sendiri masih sering
mengisi kekosongan guru lain, agar anak-anak didiknya tak terlantar. Dia merupakan guru bahasa
Inggris yang sudah 15 tahun mengabdi di Pulo Nasi, tapi juga pernah mengajar Geografi, Agama, dan
lainnya. Saifuddin menjadi kepala sekolah pada 2009.

Menurut Saifudin, keterbatasan infrastruktur dan keterasingan Pulo Nasi membuat banyak guru
malas menetap dan memboyong keluarganya ke pulau itu. Padahal dari segi kesejahteraan, guru
bertugas di Pulo Nasi sangat menjanjikan. Selain gaji pokok, setiap bulan mereka juga dapat
tunjangan mengajar di daerah terpencil senilai satu kali gaji pokok. Belum lagi tunjangan sulit hingga
Rp750 ribu per bulan.

“Dari segi itu sudah tidak masalah lagi, pemerintah sudah baik dalam hal ini, tapi kembali lagi ke jiwa
pengabdian kita sekarang,” ujar Saifuddin yang mengaku betah mengabdi di Pulo Nasi.
Mengabdi di pulau terpencil tak semudah berdinas di perkotaan. Selain harus beradaptasi dengan
semua fasilitas terbatas, guru juga berhadapan dengan kerasnya kehidupan pesisir. Saifuddin
merasakannya. Sejak ditugaskan di Pulo Nasi pada 2000 silam, lelaki asal Bambi, Pidie ini praktis
hanya menghabiskan hidupnya untuk mengabdi pada negeri. Sebelumnya dia pernah tinggal di
Jakarta selepas lulus dari Universitas Jabal Ghafur, Sigli, Aceh, dan tiga tahun bekerja di Korea
Selatan dan Hongkong. Pengalaman hidup di kota besar menjadi bekal baginya melecuti semangat
anak didiknya agar mau sekolah.

Saat baru-baru berdinas di Pulo Nasi, kata Saifuddin, banyak orangtua enggan menyekolahkan
anaknya. Dia pun bergerilya ke rumah-rumah, memberi pemahaman kepada para orangtua dan
membujuk anak-anak untuk sekolah.

“Saya ceritakan agar mereka tahu bahwa hidup ini butuh kerja keras, dan butuh waktu untuk sukses.
Kesuksesan itu bisa dicapai lewat pendidikan, kalau masih muda sudah menyerah kita tidak akan
pernah menikmati hasil (sukses),” ujarnya.

Berkat kerja kerasnya itu, minat anak-anak Pulo Nasi untuk sekolah mulai tinggi dari SD hingga SMA.
Bahkan dalam beberapa tahun terakhir tren melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi mulai
tumbuh, terlebih dengan adanya beasiswa yang diberikan untuk siswa daerah tertinggal. Dalam tiga
tahun terakhir beberapa anak didik Saifudin yang sudah selesai kuliah ikut mengabdi di Pulo Nasi,
baik sebagai guru, tenaga medis, maupuan guide atau juru bahasa bagi turis. Ada juga yang memilih
berdagang atau merantau.

Saifuddin meminta pemerintah untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di daerah-daerah


terpencil seperti Pulo Nasi. Baik dengan fasilitas, maupun ketersediaan guru, serta rajin
mengevaluasi distribusi pengajar.

“Jangan hanya pengajar yang bermasalah di kota terus ditempatkan di pulau,” tukasnya.

Pakar Pendidikan dari UIN Ar Raniry, Prof. Nasir Budiman menilai, ketimpangan pendidikan antara
daerah terpencil dengan kawasan dekat perkotaan masih kentara terlihat. “Ini bukan hanya di Aceh,
tapi seluruh Indonesia,” ujarnya.

Nasir melihat, pembangunan pendidikan selama ini masih terlalu difokuskan di perkotaan dan
wilayah dekatnya, sementara di pedalaman masih kurang perhatian. Hal itu menimbulkan dampak
disparitas luar biasa, terutama dari segi mutu lulusan.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Hasanuddin Darjo mengatakan, pihaknya terus
memerhatikan pendidikan di daerah-daerah tertinggal. Dari segi fisik bangunan sekolah diklaim
sudah tak masalah lagi, sekarang fokus pihaknya meningkatkan mutu.

“Pendidikan daerah tertinggal jadi prioritas kami,” ujarnya.

Hal ini, kata dia, sudah menjadi salah satu fokus pembangunan Aceh dalam lima tahun ini sesuai
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh 2012-2017 yang memberikan perhatian
khusus bagi daerah-daerah tertinggal.
Pendidikan adalah suatu hal yang mutlak bagi warga negara Indonesia. Pendidikan adalah jalan yan
terbaik untuk meningkatkan taraf kehidupan sebuah generasi tak terkecuali di Indonesia. Dimana
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kemajemukan dalam berbagai dimensi
kehidupan, baik strata sosio-kultur, politik, ekonomi, juga kondisi geografis dan topografi alamnya.
Perbedaan yang dimiliki masyarakat bangsa Indoensia itu di suatu pihak menjadi kebanggaan, tetapi
di lain pihak menjadi penghambat dalam menjalankan roda pembangunan bangsa, khususnya
pembangunan di dunia pendidikan.

Pendidikan di Indonesia belum merata. Kesenjangan kualitas pendidikan antara di kota dengan di
daerah terpencil masih tinggi. Masih banyak sekolah-sekolah di daerah terpencil yang masih belum
mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia.
Bangunan sekolah yang megah di perkotaan dengan fasilitas sarana dan prasarana belajar
mengajar yang begitu lengkap menjadi hal wajib. Akan tetapi, semua itu menjadi hal yang
langka ketika kita membandingkan dengan kondisi sekolah-sekolah di daerah terpencil.

Berbagai masalah yang menghambat proses pendidikan di suatu daerah terpencil masih sering
muncul. Masih kurangnya sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana ini meliputi gedung sekolah
beserta isinya, peralatan-peralatan sekolah yang menunjang proses belajar mengajar di suatu
sekolah, atau lembaga tempat belajar, dan kualitas tenaga didik.
Selain itu terdapat beberapa masalah lainnya yaitu, distribusi tidak seimbang, insentif rendah,
kualifikasi dibawah standar, guru-guru yang kurang kompeten, serta ketidaksesuaian antara
kualifikasi pendidikan dengan bidang yang ditempuh, penerapan kurikulum di sekolah belum sesuai
dengan mekanisme dan proses yang standarkan.
Permasalahan lainnya adalah angka putus sekolah juga masih relatif tinggi. Serta pola pembelajaran
anak yang masih konvensional, sebab guru hanya menerangkan secara ceramah tanpa ada inovasi
atau modifikasi sistem pembelajaran.
Sehingga tidak ada fasilitas yang cukup memadai untuk menunjang kemajuan proses belajar
mengajar yang mereka lakukan, dan juga tenaga didik yang mengajar dengan ilmu yang seadanya.

Kondisi tersebut menjadi kondisi yang lumrah di daerah terpencil tapi di satu sisi menjadi hal
yang tabu di perkotaan. Tak banyak yang mengetahui atau peduli dengan nasib pendidikan anak-
anak di daerah perbatasan. Banyak anak diperbatasan Nusantara yang bernasib malang karena tak
dapat memperoleh pendidikan yang bermutu.

Semua kondisi dan masalah ril yang ada di daerah terpencil menjadi masalah bersama yang
menggugah rasa nasionalisme kita untuk mengatasinya. Dalam perpektif ini rasa nasionalisme yang
kita bangun terbentuk melalui kesadaran universal dari seluruh komponen bangsa untuk bersama-
sama memberi prioritas bagi percepatan pelayanan pendidikan dan peningkat mutu pendidikan di
daerah terpencil tersebut.
Kita tidak lagi memikul senjata untuk menentang segala bentuk kolonialisme dari luar tetapi kita
membangun semangat nasionalisme untuk merasakan dan mengambil sikap kongkret dalam
meningkatkan mutu pendidikan bagi anak-anak bangsa ini, terutama anak-anak bangsa yang
terhimpit dan terlantar di balik deratan bukit dan lembah atau yang berada di daerah yang terisolir
dan tertinggal.
endidikan di Daerah Tertinggal
06-03-18, 10:23 AM

Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 45 pasal 31: (1) Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang. (4) Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja
negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.

Makna dari Pasal 31 UUD 1945 tersebut adalah setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan tanpa kecuali. Pada kenyataannya, dengan kondisi negara Indonesia yang sangat luas dan
terdiri dari ribuan pulau, mulai Sabang sampai Merauke, kita dihadapkan dengan berbagai
permasalahan pelayanan pendidikan bagi masyarakat. Padahal pendidikan merupakan faktor utama
dalam menentukan kemajuan sebuah bangsa. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, maka akan
semakin baik sumber daya manusia yang ada, dan pada akhirnya akan semakin tinggi pula daya
kreatifitas pemuda Indonesia dalam mengisi pembangunan sebuah bangsa. Namun di Indonesia,
untuk mewujudkan pendidikan yang baik dan berkualitas sesuai dengan standar nasional saja masih
sangat sulit.

Berbagai permasalahan seringkali menghambat peningkatkan mutu pendidikan nasional, khususnya


di daerah tertinggal atau terpencil, yang pada akhirnya mewarnai perjalanan pendidikan di
Indoensia. Di suatu daerah terpencil masih banyak dijumpai kondisi di mana anak-anak belum
terlayani pendidikannya. Angka putus sekolah yang masih tinggi. Juga masalah kekurangan guru,
walaupun pada sebagain daerah, khususnya daerah perkotaan persediaan guru berlebih. Sarana dan
prasarana yang belum memadai. Itulah sederat fakta-fakta yang menghiasai wajah pendidikan kita di
daerah terpencil.

Daerah Sukamandang, Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah dan Kecamatan Luwuk,
Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah adalah salah satu contoh daerah tertinggal yang masih
sangat kurang dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak. Di Sukamandang banyak
ditemukan fakta-fakta kekurangan pelayanan pendidikan selama ini. Misalnya kekurangan guru,
sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, serta biaya operasional pendidikan yang
sangat minim.

Sementara itu, di Luwuk, terlihat kekurangan-kekurangan yang sama seperti di Sukamandang seperti
masalah kekurangan guru dan sarana prasarana sekolah yang belum memadai.

Terkait dengan masalah pemenuhan tenaga pendidik, pemerintah kita (melalui dinas pendidikan)
sebenarnya secara khusus telah berusaha melakukan pemenuhan melalui penempatan guru-guru
Pegawai Negeri Sipil (PNS) baru yang ditempatkan di daerah tertinggal atau terpencil. Akan tetapi,
fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru yang enggan mengajar di daerah terpencil
dengan beragam alasan. Menurut Berg (2006) dalam Riza Diah, AK dan Pramesti Pradna P., salah
satu faktor yang menyebabkan keengganan para guru untuk mengajar di daerah terpencil atau
tertinggal adalah letak sekolah yang sulit dijangkau. Alasan berikutnya adalah minimnya fasilitas dan
hiburan. Di Indonesia, pada umumnya guru yang mengajar di daerah terpencil tidak betah
dikarenakan fasilitas yang tidak memadai. Selain jauh dari pusat keramaian, fasilitas tempat tinggal
guru juga tidak dipenuhi oleh pemerintah. Akibatnya banyak guru yang merasa tidak nyaman dan
mengajukan pindah ke sekolah yang berada di perkotaan.
Dengan adanya berbagai permasalahan penyelenggaran pendidikan di daerah tertinggal atau
terpencil, seharusnya masalah pelayanan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah. Masyarakat luas, melalui berbagai organisasi kemasyarakatan, NGO, dan organisasi
lainnya bisa ikut terlibat dalam membantu mengatasi berbagai kekurangan layanan pendidikan di
daerah terpencil.

Program-program pemberdayaan serta pengembangan kapasistas dan kompetensi guru, penyediaan


sarana prasarana pendidikan, dan lain sebagainya adalah program-program yang bisa dilakukan
untuk membantu ketertinggalan pendidikan anak-anak Indonesia di daerah tertinggal atau terpencil.
Medco Foundation sebagai salah satu lembaga sosial yang bergerak di berbagai bidang termasuk
bidang pendidikan, mencoba berperan lebih aktif dalam membantu mengatasi berbagai masalah
ketertinggalan pendidikan di daerah tertinggal atau terpencil. Bekerja sama dengan unit usaha
Medco Group yang lain, Medco Foundation merintis School Improvement Program yang berusaha
memberikan bantuan penguatan kapasitas dan sistem pendidikan di sekolah-sekolah di daerah
tertinggal. (Oleh Wawan Karsiwan, Program Edukasi dan Literasi Medco Foundation)

Sumber: Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan

//
Media belajar SI KIPIN sebagai digital library. Menyediakan ribuan buku sekolah digital untuk K1-K12,
paket try out, video belajar dan komik literasi untuk anak sekolah hingga ke seluruh pelosok
indonesia.
Info lanjut di www. kipin.id || info@pendidikan.id || pendidikan.id

Anda mungkin juga menyukai