1 of 6
Profil
Daftar Artikel
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2008/10/hukuman-bagi-pencuri.html
HOME
RSS
MAKTABAH
LISTENING
HADEETH
Go to Homepage
Subcribe to rss
Best Sound
Search website
Buku Tamu
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barang siapa bertobat (di antara
pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka
sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang [QS. Al-Maaidah : 38-39].
Setelah adanya ketetapan hukum hadd - baik dengan adanya bukti atau dengan adanya
ikrar pengakuan - tidak boleh untuk mengakhirkan pelaksanaan hukumannya; baik
dengan dipenjara, uang tebusan, atau yang lainnya. Akan tetapi ia harus dipotong
tangannya pada waktu-waktu yang diagungkan dan selainnya. Hal itu dikarenakan
penegakan hukuman hadd termasuk ibadah, seperti halnya jihad fii sabiililah. Maka,
sudah sepantasnyalah untuk diketahui menegakkan huduud merupakan rahmat dari
Allah bagi hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus bersikap tegas
dalam penegakan hukum hadd. Tidak boleh ada rasa kasihan dalam menegakkan agama
Allah hingga ia kemudian meniadakannya. Tidak lain dari tujuannya dalam penegakan
hukum hadd tersebut adalah rasa kasih sayang terhadap makhluq dengan cara menahan
manusia dari perbuatan-perbuatan munkar. Bukan sebagai obat terhadap rasa
amarahnya ataupun keinginan berlaku sombong atas makhluk. (Tujuan penegakan
hukuman hadd) adalah sebagaimana kedudukan seorang ayah menghukum anaknya.
Jika saja ayah itu menahan untuk menghukum anaknya sebagaimana dikatakan ibu,
karena rasa sayang dan belas kasih - , niscaya rusaklah keadaan si anak. Seorang ayah
menghukum anaknya hanyalah sebagai perwujudan rasa kasih sayang kepadanya dan
upaya memperbaiki keadaan dirinya. (Ia tetap menghukumnya) meskipun sangat
mencintainya dan mengutamakan agar jangan sampai ia memberikan hukuman
kepadanya. (Tujuan penegakan hukuman hadd tadi) juga seperti kedudukan seorang
dokter kepada orang sakit dengan memberikan minum obat yang pahit, mengamputasi
anggota tubuh yang membusuk, membekamnya, memotong urat dengan cara
RECENT POSTS
mengirisnya, dan yang sejenisnya. Bahkan, hal itu seperti halnya seseorang yang minum
obat yang sangat pahit dan apa saja dari hal yang tidak disukai yang ia masukkan dalam
tubuhnya yang bertujuan untuk memperoleh kesegaran/kesehatan.
pemimpin dalam menegakkannya. Sebab, selama niatnya itu bertujuan untuk kebaikan
rakyatnya dan mencegah perbuatan-perbuatan munkar, dengan mendatangkan manfaat
bagi mereka, menahan kemudlaratan dari mereka, mengharap dengannya wajah Allah
taala, dan mentaati perintahnya; niscaya Allah akan lunakkan hati-hati manusia
baginya, memudahkan baginya sebab-sebab (datangnya) kebaikan, mencukupkannya
dari hukuman kemanusiaan, dan kadangkala hal itu menyebabkan orang yang
31/01/2016 18.54
2 of 6
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2008/10/hukuman-bagi-pencuri.html
ditegakkan hukum hadd padanya ridla ketika hukuman itu dijalankan padanya.
Namun jika tujuan pemimpin tersebut adalah untuk berlaku sombong atas manusia dan
menegakkan kekuasaannya agar manusia mengagungkannya atau agar manusia mau
berkorban untuknya dari harta benda; niscaya tujuannya itu akan berlawanan
atasnya[1]. Diriwayatkan dari Umar bin Abdil-Aziz radliyallaahu anhu bahwasannya
sebelum menjabat khalifah, ia adalah seorang wakil/gubernur Al-Waliid bin Abdil-Malik
di Madinah. Ia telah memimpin penduduk Madinah dengan kepemimpinan yang sangat
baik. Satu ketika, datanglah Al-Hajjaaj (bin Yusuf Ats-Tsaqafiy) dari Iraaq dimana ia
telah memperlakukan mereka (yaitu penduduk Madinah) dengan siksaan yang buruk.
Maka ia bertanya kepada penduduk Madinah perihal Umar : Bagaimana
kewibawaannya di tengah-tengah kalian ?. Mereka menjawab : Kami tidak sanggup
untuk memandang (mata)-nya. Al-Hajjaj kembali bertanya : Bagaimana kecintaan
kalian kepadanya ?. Mereka menjawab : Ia lebih kami cintai daripada keluarga kami
sendiri. Ia kembali bertanya : Bagaimana cara ia menghukum di tengah-tengah kalian
?. Mereka menjawab : Antara tiga hingga sepuluh kali cambukan. Akhirnya Al-Hajjaj
berkata :
Maksud 50 Ayat
Supported by : Salafees
SAPAAN ANDA
Inilah kewibawaannya. Inilah hukuman yang ia tegakkan. Dan inilah perintah yang
datang dari langit.
Apabila tangan seorang pencuri telah dipotong, maka dianjurkan agar (tangan yang
terpotong tersebut) digantungkan di lehernya.[2] Jika ia mencuri untuk kedua kalinya,
maka dipotong kaki kirinya.[3] Jika ia mencuri untuk ketiga dan keempat kalinya, maka
dalam hal ini ada dua pendapat yang ternukil dari para shahabat dan para ulama
setelahnya. Pendapat pertama, dipotong tangan dan kaki sisanya pada pencurian yang
ketiga dan keempat. Ini merupakan pendapat Abu Bakr radliyallaahu anhu, Asy-Syaafii,
dan Ahmad dalam salah satu dari dua riwayat darinya. Pendapat kedua, bahwasannya ia
dipenjara. Ini merupakan pendapat Aliy radliyallaahu anhu, para ulama Kuffah, dan
Ahmad dalam riwayatnya yang lain.[4]
Dan pencurian itu hanyalah dipotong apabila memenuhi nishab pencurian[5], yaitu
(seperempat) dinar atau 3 (tiga) dirham menurut jumhur ulama dari kalangan ahli
hijaaz, ahli hadits, dan selain mereka seperti Maalik, Asy-Syaafiiy, dan Ahmad.[6]
Sebagian mereka ada yang mengatakan (bahwa nishab pencurian itu) adalah 1 (satu)
dinar atau 10 (sepuluh) dirham.[7] Barangsiapa yang mencuri senilai satu nishab, maka
ia dipotong berdasarkan kesepakatan. Dalam Shahihain dari shahabat Ibnu Umar
radliyallaahu anhuma :
VISITORS
Dipotong (tangan) seorang pencuri yang mencuri perisai seharga tiga dirham. [8]
Dalam Shahihain dari Aisyah radliyallaahu anhaa, ia berkata : Telah berkata Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam :
Abul-Jauzaa's Visitors
Dipotong tangan (seorang pencuri) karena (mencuri) seperempat dinar atau lebih.[9]
Dalam lafadh Muslim disebutkan :
Tidaklah dipotong tangan seorang pencuri kecuali (jika ia telah mencuri sesuatu) senilai
seperempat dinar atau lebih.[10]
Dalam riwayat Al-Bukhari, beliau shallallaahu alaihi wasallam bersabda :
Potonglah karena (mencuri sesuatu senilai) seperempat dinar, dan jangan dipotong
karena (mencuri) sesuatu yang kurang dari itu.[11]
Seperempat dinar pada waktu itu adalah senilai tiga dirham; dan satu dinar itu senilai
dengan duabelas dirham.
Dan tidaklah seseorang itu disebut pencuri hingga ia mengambil harta dari tempat
simpanannya.[12] Adapun harta yang hilang dari pemiliknya, buah-buahan yang berada
di pohon di padang pasir tanpa pagar, binatang ternak tanpa penggembala di sisinya,
atau yang semisalnya; maka (orang yang mengambilnya) tidaklah dipotong. Akan tetapi
baginya hukum tazir, yaitu digandakan (dua kali lipat) baginya denda, sebagaimana
terdapat dalam hadits.
Para ahli ilmu (ulama) telah berbeda pendapat dalam penggandaan denda dua kali lipat
ini. Diantara yang berpendapat demikian adalah Ahmad dan yang lainnya. Telah berkata
31/01/2016 18.54
3 of 6
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2008/10/hukuman-bagi-pencuri.html
Raafi bin Khadiij : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda :
Tidak ada (hukum) potong tangan dalam (pencurian) tsamar [13] dan katsar (tandan
kurma) [Diriwayatkan oleh Ahlus-Sunan].[14]
Dari Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya radliyallaahu anhu ia berkata :
:
.((
.
)) :
.
.((
)):
.
.((
)) :
:
.
)):
.
.((
Aku mendengar seorang laki-laki dari Muzainah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam. Ia berkata : Wahai Rasulullah, aku bertanya kepada engkau mengenai
unta yang tersesat. Beliau menjawab : Onta itu membawa sepatunya, membawa
tempat minumnya, memakan pepohonan, dan meminum air. Maka biarkanlah ia hingga
ada orang yang mencarinya (yaitu pemiliknya) datang. Ia bertanya kembali :
Bagaimana halnya dengan kambing yang tersesat ?. Maka beliau menjawab : Ia adalah
untukmu, untuk saudaramu, dan untuk serigala. Kumpulkanlah kambing-kambing itu
hingga ada orang yang mencarinya (yaitu pemiliknya) datang. Ia kembali bertanya :
Bagaimana halnya dengan kambing yang diambil dari tempat gembalaannya ?. Beliau
menjawab : Ia dikenakan denda dua kali lipat dari harga kambing itu dan dihukum
cambuk. Dan apa-apa yang diambil dari tempat menderum unta, maka hukumannya
adalah dipotong apabila yang diambil itu mencapai dengan harga perisai (yaitu
seperempat dinar). Ia bertanya kembali : Wahai Rasulullah, bagaimana dengan
buah-buahan dan apa saja yang diambil dari tangkainya ?. Maka beliau menjawab :
Barangsiapa yang mengambil dengan mulutnya (yaitu ia makan) tanpa
mengantonginya, maka tidak ada hukuman atasnya. Barangsiapa yang membawanya,
maka baginya denda dua kali lipat dari harganya dan hukum cambuk. Dan apa saja
yang diambil dari tempat penjemurannya, maka baginya hukum potong apabila yang
diambil itu mencapai harga perisai.[15] Dan apa saja (yang diambil) yang tidak
mencapai harga perisai, maka baginya hukuman denda dua kali lipat dan dihukum
beberapa kali cambukan [Diriwayatkan oleh Ahlus-Sunan, akan tetapi ini merupakan
redaksi An-Nasaaiy].[16]
Oleh karena itu lah Nabi shallallaahu alaihi wasallam bersabda :
Tidak ada hukum potong tangan pada muntahib (perampas), mukhtalis (pencopet), dan
khaain (pengkhianat).[17]
Muntahib adalah orang yang merampas sesuatu (milik orang lain) sedangkan
orang-orang melihatnya. Mukhtalis adalah orang yang menarik/mengambil sesuatu
(milik orang lain), dan ia mengetahui barang tersebut sebelum mengambilnya. Adapun
tharaar - ia adalah orang yang merobek kantong, sapu tangan, tempat simpanan, dan
sejenisnya maka ia dipotong tangannya menurut pendapat yang shahih.[18]
[selesai].
Semoga ada manfaatnya.
Ditulis oleh Abul-Jauzaa, Syawwal 1429 dari kitab Majmu
Al-Fataawaa
li-Syaikhil-Islam Ibni Taimiyah, hal. Juz 28 hal. 182-184 (atau penomoran standar : juz
28 hal. 329-333); takhrij : Aamir Al-Jazzaar & Anwar Baaz; Daarul-Wafaa, tanpa tahun.
[1]
[2]
Yaitu tidak sesuai dengan harapan dan tidak membawa maslahat atas dirinya.
Ini merupakan pendapat madzhab Syafiiyyah dan Hanaabilah. Adapun pendapat madzhab
Hanafiyyah adalah tidak dianjurkan untuk menggantungnya. Hal itu diserahkan pada imam.
Jika ia melihat padanya ada kemaslahatan, maka hal itu dilakukan. Jika tidak, maka tidak
dilakukan.
[3]
Ini merupakan pendapat jumhur fuqaha dan ahli ilmu dari empat madzhab. Ibnu Abdil-Barr
berkata :
Telah tetap dari para shahabat radliyallaahu anhu bahwasannya mereka memotong kaki
setelah (memotong) tangan dimana waktu itu mereka membaca ayat : Dan laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
[Dinukil
melalui
31/01/2016 18.54
4 of 6
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2008/10/hukuman-bagi-pencuri.html
Benar (apa yang yang kamu katakan tentang ayat tersebut), akan tetapi (jika ia
mengulanginya maka yang dipotong adalah) kakinya yang sebelah kiri [Dikeluarkan oleh
Abdurrazzaq 10/185 dan Ibnu Hazm dalam Al-Muhallaa 11/354 dengan sanad shahih].
[4]
Kami lebih condong pada adalah pendapat pertama yang merupakan pendapat jumhur
ulama. Namun kemudian mereka berbeda pendapat pada pencurian yang kelima. Jumhur ahli
ilmu yang memegang pendapat ini mengatakan bahwa ia dihukum tazir dan dipenjara.
Sebagian yang lain mengatakan ia dibunuh pada kali yang kelima berdasarkan hadits :
:
" : .""
:
:
:
" : .""
:
."
.""
."
:
.""
.""
:
:
" :
."
.""
:
:
:
:
" : .""
.""
."
.""
:
Dari Jaabir bin Abdillah ia berkata : Didatangkan seorang pencuri kepada Nabi shallallaahu
alaihi wasallam, maka beliau bersabda : Bunuhlah ia. Para shahabat berkata : Wahai
Rasulullah, ia hanya mencuri. Maka beliau bersabda : Potonglah (tangannya kanan)-nya.
Jabir berkata : Maka dia pun dipotong tangannya. Kemudian orang itu dibawa untuk yang
kedua kalinya, maka beliau bersabda : Bunuhlah ia. Para shahabat berkata : Wahai
Rasulullah, ia hanya mencuri. Maka beliau bersabda : Potonglah (kaki kiri)-nya. Jabir berkata
: Maka dia pun dipotong (kakinya). Kemudian ia dibawa untuk ketiga kalinya, maka beliau
bersabda : Bunuhlah ia. Para shahabat berkata : Wahai Rasulullah, ia hanya mencuri. Maka
beliau bersabda : Potonglah (tangan)-nya. Kemudian ia dibawa untuk yang keempat kalinya,
maka beliau bersabda : Bunuhlah ia. Para shahabat berkata : Wahai Rasulullah, ia hanya
mencuri. Maka beliau bersabda : Potonglah (kaki)-nya. Kemudian ia dibawa untuk yang
kelima kalinya, maka beliau bersabda : Bunuhlah ia. Jabir berkata : Maka kami pun
membawanya dan membunuhnya. Lalu melemparkannya ke dalam sebuah sumur dan
melemparinya dengan batu [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4410, An-Nasaiy no. 4993,
dan Al-Baihaqiy 8/272]
Para ulama berbeda pendapat mengenai penerimaan hadits ini. Sebagian ulama mengatakan
bahwa hadits ini dlaif sebagaimana dikatakan oleh An-Nasaaiy, Ibnu Abdil-Barr, dan yang
lainnya. Akan tetapi sebagian yang lain mengatakan hasan dengan syawahid-nya dan
memang dhahir sanad hadits ini adalah dlaif - ; sebagaimana pendapat Asy-Syafii,
Al-Albaaniy (Irwaaul-Ghaliil 8/86-88), Al-Hilaaly (Iiqaadhul-Himaam hal. 200). Jikalau hadits
ini maqbul (diterima karena berderajat shahih/hasan), maka pendapat yang menyatakan
dibunuhnya seseorang pada pencurian yang kelima adalah pendapat yang kuat. Lain halnya
jika hadits ini ghairu maqbul. Wallaahu alam bish-shawwab.
[5]
Madzhab Dhahiriyyah menyelisihi ketetapan ini dimana mereka berpendapat tidak ada
nishab dalam pencurian. Sedikit atau banyak barang yang diambil harus ditegakkan hukum
potong tangan. Mereka berdalil dengan firman Allah (yang artinya) : Dan laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya. Di sini tidak ada
batasannya, baik yang dicuri itu sedikit atau banyak. Mereka berdalil pula dengan sabda
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam :
Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur kemudian tangannya dipotong, dan
mencuri seutas tali kemudian tangannya dipotong [HR. Al-Bukhaariy no. 6783 dari Abu
Hurairah radliyallaahu anhu].
Namun pendapat ini lemah karena bertentangan dengan dalil-dalil yang begitu banyak yang
menetapkan nishab pencurian. QS. Al-Maaidah ayat 38 adalah dalil yang bersifat muthlaq
yang harus dibawa kepada dalil muqayyad jika berkesesuaian sebab dan hukum. Dan
dalil-dalil
yang
bersifat
muqayyad
ini
ada
(banyak)
sebagaimana
dibawakan
oleh
atas,
[7]
Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya. Mereka berdalil dengan hadits :
Tidak
dipotong
(tangan)
seorang
pencuri
kecuali
bila
mencapai
sepuluh
dirham
31/01/2016 18.54
5 of 6
[8]
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2008/10/hukuman-bagi-pencuri.html
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Huduud (no. 6796) dan Muslim dalam Al-Huduud
(1686/6) dari pentakhrij.
[9]
[10]
[11]
[12]
Berkata Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam : Tempat penyimpanan ini
berbeda-beda, tergantung pada jenis harta, negara, dan orang yang menanganinya. Maka,
tidak ada hukum potong tangan jika barang yang dicuri tidak dari tempat penyimpanan atau
yang semisalnya [Taisirul-Allam Syarh Umdatil-Ahkaam, 2/484 no. 351].
[13]
Al-Khaththaabiy berkata : Tsamar dalam hadits ini maksudnya adalah kurma yang masih
tergantung
di
pohon
sebelum
dipetik
dan
dikumpulkan
[Sunan
Abi
Dawud
maa
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al-Huduud (no. 4388) dan At-Tirmidzi dalam
Hadits ini men-takhshish hadits sebelumnya (yaitu hadits Raafi bin Khaadiij), dimana
seseorang yang mencuri tsamar yang sudah tersimpan dalam tempat pengeringan (jariin)
tetap dipotong tangannya jika telah mencapai nishab harga perisai (seperempat dinar).
Senada dengan keterangan Ibnu Taimiyyah sebelumnya. Ath-Thahaawiy berkata :
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam membedakan buah yang dicuri antara buah yang
disimpan di tempat pengeringan dengan buah yang belum disimpan yaitu yang masih berada
di pohon. Dan menetapkan hukum potong tangan dalam pencurian buah yang telah disimpan.
Adapun buah yang belum disimpan, maka sanksinya adalah denda dan hukuman [Syarh
Maanil-Aatsaar 3/173].
[16]
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al-Huduud (no. 4390), dan An-Nasai dalam Qathus-
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al-Huduud (no. 4391-4393) dan An-Nasai dalam
Qathus-Saariq (no. 4971), dan ia berkata : Sufyan tidak mendengar (hadits) dari
Abuz-Zubair. Semuanya berasal dari riwayat Jabir bin Abdillah radliyallaahu anhu dari
pentakhrij.
Saya (Abul-Jauzaa) tambahkan : Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Irwaaul-Ghaliil (no.
2403).
[18]
Ini adalah pendapat jumhur ulama, seperti Malik, Asy-Syafii, Ahmad, dan yang lainnya;
kecuali yang ternukil dari Abu Hanifah dimana ia yang menyelisihi pendapat ini.
Reaksi:
COMMENTS
Abu Aisyah mengatakan...
Akhi, apa hukumannya orang yang mencuri uang negara?
Dulu ketika ikut kajian di Surabaya, ana diberitahu kalau hukumannya adalah hukuman mati.
Kalau antum punya literatur mengenai hal ini itu lebih baik :)
6 Oktober 2008 12.53
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Sepanjang pengetahuan saya yang sedikit ini, saya belum pernah membaca keterangan yang disertai dalil
shahih yang menjelaskan hukum bunuh bagi pencuri (entah itu mencuri milik private orang lain atau mencuri
harta baitul-maal). Yang saya tahu hukum hadd pencurian adalah potong tangan jika melebihi nishab.
Adapun hukum bunuh bagi pencurian untuk kali yang kelima ini pun (sebagaimana yang saya tuliskan di
artikel) masih debatable (karena perbedaan tashhih hadits).
Barangkali ada asatidzah dan ikhwah yang punya pengetahuan tentang hal ini ?
8 Oktober 2008 09.43
31/01/2016 18.54
6 of 6
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2008/10/hukuman-bagi-pencuri.html
Poskan Komentar
Beranda
Posting Lama
Join My Network
About Us
Hak Cipta Hanyalah Milik Allah Semata. Kaum Muslimin
Berhak Memanfaatkan Semua Artikel di Blog Ini untuk
Tujuan Kemaslahatan Kaum Muslimin Tanpa Maksud
Kormersial. SHARE YOUR KNOWLEDGE FOR FREE!!
31/01/2016 18.54