Anda di halaman 1dari 29

BAB IV

HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian diperoleh sampel sebanyak 77 pasien yang didapatkan
dari seluruh pasien yang datang ke poliklinik urologi di RSUD dr. M.Yunus
Bengkulu pada periode penelitian. Sampel

terdiri dari 38 pasien yang

menderita batu ginjal (nefrolitiasis) dan 39 pasien yang tidak menderita batu
ginjal.
A. Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan distribusi variabel bebas yaitu
jumlah dan jenis air minum yang dikonsumsi dan variabel terikat yaitu
kejadian batu ginjal (nefrolithiasis) dari hasil penelitian ke dalam bentuk
statistik dan persentase.
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan penyakit
No
Penyakit
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
1
2

Batu ginjal
Tidak batu ginjal
Jumlah

38
39
77

49,4
50,6
100

Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh data bahwa responden yang mengalami


penyakit batu ginjal sebanyak 38 orang (49,4%) dan responden yang tidak
mengalami penyakit batu ginjal sebanyak 39 orang (50,6%).
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah konsumsi
air minum.
No
Jumlah konsumsi
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
air minum
1
Tidak cukup
48
62,3
2
Cukup
29
37,7
Jumlah
77
100

54

Berdasarkan

Tabel 4.2 diperoleh data bahwa responden yang jumlah

konsumsi air minumnya tidak cukup lebih besar yaitu sebanyak 48 orang
(62,3%), dan responden yang jumlah konsumsi air minumnya cukup yaitu
sebanyak 29 orang (37,7%).

No
1
2

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis konsumsi air


minum (air kadar mineral tinggi)
Jenis konsumsi
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
air minum (air kadar
mineral tinggi)
Rutin
58
75,3
Tidak rutin
19
24,7
Jumlah
77
100
Berdasarkan

Tabel 4.3 diperoleh data bahwa responden yang rutin

mengkonsumsi jenis air kadar mineral tinggi sebanyak 58 orang (75,3%), dan
responden yang tidak rutin mengkonsumsi jenis air kadar mineral tinggi
sebanyak 19 orang (24,7%).

No
1
2

Tabel 4.4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis konsumsi air


minum (softdrink soda)
Jenis konsumsi
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
air minum
(softdrink soda)
Rutin
24
31,2
Tidak rutin
53
68,8
Jumlah
77
100
Berdasarkan

Tabel 4.4 diperoleh data bahwa responden yang rutin

mengkonsumsi jenis minuman softdrink soda sebanyak 24 orang (31,2%), dan


responden yang tidak rutin mengkonsumsi jenis minuman softdrink soda
sebanyak 53 orang (68,8%).

55

No
1
2

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis konsumsi air


minum (softdrink non soda)
Jenis konsumsi
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
air minum
(softdrink non soda)
Rutin
29
37,7
Tidak rutin
48
62,3
Jumlah
77
100
Berdasarkan

Tabel 4.5 diperoleh data bahwa responden yang rutin

mengkonsumsi jenis minuman softdrink non soda sebanyak 29 orang (37,7%),


dan responden yang tidak rutin mengkonsumsi jenis minuman softdrink non
soda sebanyak 48 orang (62,3%).

No
1
2

Tabel 4.6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis konsumsi air


minum (kopi)
Jenis konsumsi
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
air minum (kopi)
Rutin
41
53,2
Tidak rutin
36
46,8
Jumlah
77
100
Berdasarkan

Tabel 4.6 diperoleh data bahwa responden yang rutin

mengkonsumsi jenis minuman kopi sebanyak 41 orang (53,2%), dan responden


yang tidak rutin mengkonsumsi jenis minuman kopi sebanyak 36 orang
(46,8%).

No
1
2

Tabel 4.7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis konsumsi air


minum (teh)
Jenis konsumsi
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
air minum (teh)
Rutin
56
72,7
Tidak rutin
21
27,3
Jumlah
77
100
Berdasarkan

Tabel 4.7 diperoleh data bahwa responden yang rutin

mengkonsumsi jenis minuman teh sebanyak 56 orang (72,7%), dan responden


yang tidak rutin mengkonsumsi jenis minuman teh sebanyak 21 orang (27,3%).

56

No
1
2

Tabel 4.8. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis konsumsi air


minum (alkohol)
Jenis konsumsi
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
air minum (alkohol)
Rutin
9
11,7
Tidak rutin
68
88,3
Jumlah
77
100
Berdasarkan

Tabel 4.8 diperoleh data bahwa responden yang rutin

mengkonsumsi jenis minuman alkohol sebanyak 9 orang (11,7%), dan


responden yang tidak rutin mengkonsumsi jenis minuman alkohol sebanyak 21
orang (88,3%).

No
1
2

Tabel 4.9. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis konsumsi air


minum (jus jeruk)
Jenis konsumsi
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
air minum
(jus jeruk)
Rutin
24
31,2
Tidak rutin
53
68,8
Jumlah
77
100
Berdasarkan

Tabel 4.9 diperoleh data bahwa responden yang rutin

mengkonsumsi jenis minuman jus jeruk sebanyak 24 orang (31,2%), dan


responden yang tidak rutin mengkonsumsi jenis minuman jus jeruk sebanyak
53 orang (68,8%).
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas
yaitu konsumsi air minum yang terdiri dari jumlah dan jenis, dengan variabel
terikat yaitu kejadian batu ginjal (nefrolitiasis).

57

Tabel 4.10. Analisis Chi-Square: Hubungan jumlah konsumsi air minum


terhadap kejadian batu ginjal (Nefrolitiasis) di RSUD dr
M.Yunus Bengkulu
Penyaki
t
Batu
Tidak batu
Total
p
Rasio
ginjal
ginjal
Prevalensi
Jumlah
Tidak cukup
30
18
48
konsumsi
(62,5%)
(37,5%)
(100,0%)
Air
Cukup
8
21
29
0,003
2,266
(27,6%)
(72,4%)
(100,0%)
Total
38
39
77
(49,4%)
(50,6%)
(100,0%)
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa responden yang jumlah konsumsi air
minumnya tidak cukup, sebagian besar atau sebanyak 30 orang (62,5%)
mengalami penyakit batu ginjal, dan hanya sebagian kecil atau sebanyak 18
orang (37,5%) tidak mengalami penyakit batu ginjal. Responden yang jumlah
konsumsi air minumnya cukup hanya sebagian kecil atau sebanyak 8 orang
(27,6%) menderita batu ginjal dan justru sebaliknya, sebagian besar atau
sebanyak 21 orang (72,4%) tidak menderita penyakit batu ginjal.
Hasil analisis dari Tabel 4.10 dengan uji Chi-Square diketahui ada
hubungan yang signifikan antara jumlah konsumsi air minum terhadap
kejadian batu ginjal. Hal ini dibuktikan dengan p = 0,003 (p<0,05), dan nilai
rasio prevalensi= 2,266 yang menunjukkan bahwa mengkonsumsi air minum
dalam jumlah yang tidak cukup merupakan faktor risiko terjadinya batu ginjal.

58

Tabel 4.11. Analisis Chi-Square: Hubungan jenis konsumsi air minum (air
kadar mineral tinggi) terhadap kejadian batu ginjal
(Nefrolitiasis) di RSUD dr M.Yunus Bengkulu.
Penyakit
Batu
Tidak batu
Total
p
Rasio
ginjal
ginjal
Prevalensi
Air
Rutin
34
24
58
kadar
(58,6%)
(41,4%)
(100,0%
minera
Tidak
4
15
)
0,004
2,784
l tinggi
rutin
(21,2%)
(78,9%)
19
(100,0%
)
Total
38
39
77
(49,4%)
(50,6%)
(100,0%
)
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi jenis air
dengan kadar mineral tinggi (air sumur) secara rutin, sebanyak 34 orang
(58,6%) mengalami penyakit batu ginjal, dan sebanyak 24 orang (41,4%) tidak
mengalami penyakit batu ginjal. Responden yang mengkonsumsi jenis air
dengan kadar mineral tinggi tidak rutin hanya sebagian kecil atau sebanyak 4
orang (21,2%) menderita batu ginjal dan justru sebaliknya, sebagian besar atau
sebanyak 15 orang (78,9%) tidak menderita penyakit batu ginjal.
Hasil analisis dari Tabel 4.11 dengan uji Chi-Square diketahui ada
hubungan yang signifikan antara jenis konsumsi air minum (air kadar mineral
tinggi) terhadap kejadian batu ginjal. Hal ini dibuktikan dengan p = 0,004
(p<0,05), dan nilai rasio prevalensi= 2,784 yang menunjukkan bahwa air kadar
mineral tinggi merupakan faktor risiko terjadinya batu ginjal.

59

Tabel 4.12. Analisis Chi-Square: Hubungan jenis konsumsi air minum


(Softdrink Soda) terhadap kejadian batu ginjal (Nefrolitiasis)
di RSUD dr M.Yunus Bengkulu.
Penyakit
Batu
Tidak batu
Total
p
Rasio
ginjal
ginjal
Prevalensi
Softdrink
soda

Rutin
Tidak
rutin

Total

17
(70,8%)
21
(39,2%)
38
(49,4%)

7
(29,2%)
32
(60,4%)
39
(50,6%)

24
(100,0%)
53
0,011
(100,0%)
77
(100,0%)

1,788

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi jenis


minuman softdrink soda secara rutin, sebagian besar atau sebanyak 17 orang
(70,8%) mengalami penyakit batu ginjal, dan sebagian kecil atau sebanyak 7
orang (29,2%) tidak mengalami penyakit batu ginjal. Responden yang
mengkonsumsi jenis minuman softdrink soda tidak rutin, sebanyak 21 orang
(39,2%) menderita batu ginjal dan sebanyak 32 orang (60,4%) tidak menderita
penyakit batu ginjal.
Hasil analisis dari Tabel 4.12 dengan uji Chi-Square diketahui ada
hubungan yang signifikan antara jenis konsumsi air minum (softdrink soda)
terhadap kejadian batu ginjal. Hal ini dibuktikan dengan p = 0,011 (p<0,05),
dan nilai rasio prevalensi= 1,788 yang menunjukkan bahwa softdrink soda
merupakan faktor risiko terjadinya batu ginjal.

60

Tabel 4.13. Analisis Chi-Square: Hubungan jenis konsumsi air minum


(Softdrink non Soda) terhadap kejadian batu ginjal
(Nefrolitiasis) di RSUD dr M.Yunus Bengkulu.
Penyakit
Batu
Tidak batu
Total
p
Rasio
ginjal
ginjal
Prevalensi
Softdrink
Rutin
19
10
29
non soda
(65,5%)
(34,5%) (100,0%)
(mengandung
Tidak
19
29
48
0,027
1,655
pemanis
rutin
(39,6%)
(60,4%) (100,0%)
tinggi)
Total
38
39
77
(49,4%)
(50,6%) (100,0%)
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi jenis
minuman softdrink non soda secara rutin, sebagian besar atau sebanyak 19
orang (65,5%) mengalami penyakit batu ginjal, dan sebagian kecil atau
sebanyak 10 orang (34,5%) tidak mengalami penyakit batu ginjal. Responden
yang mengkonsumsi jenis minuman softdrink non soda tidak rutin, hanya
sebagian kecil atau sebanyak 19 orang (39,6%) menderita batu ginjal dan
sebagian besar atau sebanyak 29 orang (60,4%) tidak menderita penyakit batu
ginjal.
Hasil analisis dari Tabel 4.13 dengan uji Chi-Square diketahui ada
hubungan yang signifikan antara jenis konsumsi air minum (softdrink non
soda) terhadap kejadian batu ginjal. Hal ini dibuktikan dengan p = 0,027
(p<0,05), dan nilai rasio prevalensi= 1,655 yang menunjukkan bahwa softdrink
non soda merupakan faktor risiko terjadinya batu ginjal.

61

Tabel 4.14. Analisis Chi-Square: Hubungan jenis konsumsi air minum


(kopi) terhadap kejadian batu ginjal (Nefrolitiasis) di RSUD dr
M.Yunus Bengkulu.
Penyaki
t
Batu
Tidak batu
Total
p
Rasio
ginjal
ginjal
Prevalensi
Kopi
Rutin
14
27
41
(34,1%)
(65,9%) (100,0%)
Tidak
24
12
36
0,004
0,512
rutin
(66,7%)
(33,3%) (100,0%)
Total
38
39
77
(49,4%)
(50,6%) (100,0%)
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi jenis
minuman kopi secara rutin, hanya sebagian kecil atau sebanyak 14 orang
(34,1%) mengalami penyakit batu ginjal, dan sebagian besar atau sebanyak 27
orang (65,9%) tidak mengalami penyakit batu ginjal. Responden yang
mengkonsumsi jenis minuman kopi tidak rutin, sebagian besar atau sebanyak
24 orang (66,7%) menderita batu ginjal dan sebagian kecil atau sebanyak 12
orang (33,3%) tidak menderita penyakit batu ginjal.
Hasil analisis dari Tabel 4.14 dengan uji Chi-Square diketahui ada
hubungan yang signifikan antara jenis konsumsi air minum (kopi) terhadap
kejadian batu ginjal. Hal ini dibuktikan dengan p = 0,004 (p<0,05), dan nilai
rasio prevalensi= 0,512 yang menunjukkan bahwa kopi merupakan faktor
protektif terhadap kejadian batu ginjal.

62

Tabel 4.15. Analisis Chi-Square: Hubungan jenis konsumsi air minum


(alkohol) terhadap kejadian batu ginjal (Nefrolitiasis) di RSUD
dr M.Yunus Bengkulu.
Penyaki
t
Batu
Tidak batu
Total
p
Rasio
ginjal
ginjal
Prevalensi
Alkohol
Rutin
1
8
9
(11,1%)
(88,9%) (100,0%)
Tidak
37
31
68
0,015
0,204
rutin
(54,4%)
(45,6%) (100,0%)
Total
38
39
77
(49,4%)
(50,6%) (100,0%)
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi jenis
minuman alkohol secara rutin, sebanyak 1 orang (11,1%) mengalami penyakit
batu ginjal, dan sebanyak 8 orang (88,9%) tidak mengalami penyakit batu
ginjal. Responden yang mengkonsumsi jenis minuman alkohol tidak rutin,
sebanyak 37 orang (54,4%) menderita batu ginjal dan sebanyak 31 orang
(45,6%) tidak menderita penyakit batu ginjal.
Hasil analisis dari Tabel 4.15 dengan uji Chi-Square diketahui ada
hubungan yang signifikan antara jenis konsumsi air minum (alkohol) terhadap
kejadian batu ginjal. Hal ini dibuktikan dengan p = 0,015 (p<0,05), dan nilai
rasio prevalensi= 0,204 yang menunjukkan bahwa alkohol merupakan faktor
protektif terhadap kejadian batu ginjal.

63

Tabel 4.16. Analisis Chi-Square: Hubungan jenis konsumsi air minum (jus
jeruk) terhadap kejadian batu ginjal (Nefrolitiasis) di RSUD dr
M.Yunus Bengkulu.
Penyakit
Batu
Tidak batu Total
p
Rasio
ginjal
ginjal
Prevalensi
Jus Jeruk

Rutin
Tidak
rutin

Total

7
(29,2%)
31
(58,5%)
38
(49,4%)

17
(70,8%)
22
(41,5%)
39
(50,6%)

24
(100,0%)
53
0,017
(100,0%)
77
(100,0%)

0,499

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi jenis


minuman jus jeruk secara rutin, sebagian kecil atau sebanyak 7 orang (29,2%)
mengalami penyakit batu ginjal, dan sebagian besar atau sebanyak 17 orang
(70,8%) tidak mengalami penyakit batu ginjal. Responden yang mengkonsumsi
jenis minuman jus jeruk secara tidak rutin, sebanyak 31 orang (58,5%)
menderita batu ginjal dan sebanyak 22 orang (41,5%) tidak menderita penyakit
batu ginjal.
Hasil analisis dari Tabel 4.16 dengan uji Chi-Square diketahui ada
hubungan yang signifikan antara jenis konsumsi air minum (jus jeruk) terhadap
kejadian batu ginjal. Hal ini dibuktikan dengan p = 0,017 (p<0,05), dan nilai
rasio prevalensi= 0,499 yang menunjukkan bahwa jus jeruk merupakan faktor
protektif terhadap kejadian batu ginjal.

64

Tabel 4.17. Analisis Chi-Square: Hubungan jenis konsumsi air minum


(teh) terhadap kejadian batu ginjal (Nefrolitiasis) di RSUD dr
M.Yunus Bengkulu.
Penyakit
Batu
Tidak batu
Total
p
Rasio
ginjal
ginjal
Prevalensi
Teh

Rutin
Tidak
rutin

Total

23
(41,1%)
15
(71,4%)
38
(49,4%)

33
(58,9%)
6
(28,6%)
39
(50,6%)

56
(100,0%)
21
0,018
(100,0%)
77
(100,0%)

0,575

Tabel 4.17 menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi jenis


minuman teh secara rutin, sebanyak 23 orang (41,1%) mengalami penyakit
batu ginjal, dan sebanyak 33 orang (58,9%) tidak mengalami penyakit batu
ginjal. Responden yang mengkonsumsi jenis minuman teh secara tidak rutin,
sebagian besar atau sebanyak 15 orang (71,4%) menderita batu ginjal dan
sebanyak 6 orang (28,6%) tidak menderita penyakit batu ginjal.
Hasil analisis dari Tabel 4.17 dengan uji Chi-Square diketahui ada
hubungan yang signifikan antara jenis konsumsi air minum (teh) terhadap
kejadian batu ginjal. Hal ini dibuktikan dengan p = 0,018 (p<0,05), dan nilai
rasio prevalensi= 0,575 yang menunjukkan bahwa teh merupakan faktor
protektif terhadap kejadian batu ginjal.

65

C. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel bebas mana
yang paling besar hubungannya yaitu antara (jumlah konsumsi air minum dan
jenis konsumsi air minum yang terdiri dari air yang mengandung kadar mineral
tinggi, softdrink soda, softdrink non soda, kopi, teh, alkohol dan jus jeruk)
dengan

variabel

tergantung

yaitu

batu

ginjal

(nefrolitiasis)

dengan

menggunakan regrasi logistik metode backward. Pada penelitian ini, terdapat


dua langkah pengeliminasian variabel bebas dengan menggunakan metode
backward. Semua variabel masuk kedalam multivariat dikarenakan semua
variabel bebas pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Pada langkah
pertama satu variabel bebas dieliminasi dikarenakan mempunyai nilai
signifikansi paling mendekati nilai 1, yaitu teh (0,300), langkah kedua tersisa
tujuh variabel bebas. Pada langkah kedua dapat dilihat urutan variabel bebas
mana yang paling berpengaruh terhadap variabel terikat, dengan melihat nilai
OR (Exp{B}) yang paling besar, dapat dilihat pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18. Hasil analisis multivariat regresi logistik dengan metode


backward: Hubungan konsumsi air minum terhadap kejadian
batu ginjal (Nefrolitiasis) di RSUD dr M.Yunus Bengkulu.
Langkah 1

Variabel
Jumlah konsumsi air
Air kadar mineral
tinggi
Softdrink soda
Softdrink non soda

66

Koefisien
1,736
1,475

p
0,030
0,091

OR (IK95%)
5,67 (1,19-27,08)
4,37 (0,79-24,14)

1,605
1,399

0,059
0,086

4,98 (0,94-26,40)
4,05 (0,82-19,96)

Langkah 2

Kopi
Teh
Alkohol
Jus jeruk

-2,201
-0,838
-2,601
-1,598

0,007
0,300
0,044
0,069

0,11 (0,02-0,55)
0,43 (0,90-2,11)
0.07 (0,01-0,93)
0,20 (0,04-1,13)

Jumlah konsumsi air


Air kadar mineral
tinggi
Softdrink soda
Softdrink non soda
Kopi
Alkohol
Jus jeruk

2,022
1,587

0,007
0,059

7,56 (1,73-33,01)
4,89 (0,94-25,46)

1,464
1,380
-2,170
-2,580
-1,489

0,073
0,081
0,007
0,038
0,078

4,32 (0,87-21,44)
3,97 (0,84-18,75)
0,11 (0,02-0,55)
0,08 (0,01-0,86)
0,23 (0,04-1,18)

Berdasarkan Tabel 4.18 menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara


variabel terikat yaitu batu ginjal terhadap variabel bebas yaitu konsumsi air
minum, dapat dilihat dari nilai OR (EXP{B}) dari yang terbesar ke yang
terkecil adalah jumlah konsumsi air minum (OR = 7,56), jenis konsumsi air
minum yang terdiri dari air dengan kadar mineral tinggi (OR = 4,89), softdrink
soda (OR = 4,32), softdrink non soda (OR = 3,97), jus jeruk (OR = 0,23), kopi
(OR = 0,11) dan alkohol (OR = 0,08).
BAB V
PEMBAHASAN
Responden penelitian dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan penyakit
pada Tabel 4.1 didapatkan bahwa yang menderita batu ginjal sebanyak 38
orang (49,4%) dan yang tidak menderita batu ginjal sebanyak 39 orang
(50,6%). Dengan demikian tampak bahwa penyakit batu ginjal memiliki
prevalensi yang cukup tinggi dan merupakan salah satu masalah kesehatan
utama yang ada di Poliklinik Urologi RSUD dr M.Yunus Bengkulu, sehingga

67

harus dilakukan pencegahan dan pengobatan secara optimal. Menurut


Hassanudin (2013) batu saluran kemih (BSK) merupakan masalah kesehatan
yang menempati urutan ketiga di bidang urologi, diikuti penyakit infeksi
saluran kemih (ISK) dan setelah itu kelainan prostat, dan batu ginjal
merupakan penyebab terbanyak kelainan pada batu saluran kemih. Berdasarkan
penelitian oleh Romero et al. (2010) menyatakan bahwa, prevalensi penyakit
batu ginjal telah meningkat tajam di Asia, Eropa dan Amerika selama tiga
dekade terakhir.
Responden penelitian dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan jumlah
konsumsi air minum pada Tabel 4.2 didapatkan bahwa sebagian besar
responden mengkonsumsi air minum dalam jumlah yang tidak cukup (62,3%).
Menurut Siener dan Hesse (2003) Jumlah pengkonsumsian air minum
merupakan faktor hidrasi yang mempengaruhi terjadinya batu ginjal. Secara
teoritis, asupan cairan yang tinggi dapat menghambat proses pembentukan
batu, dengan cara menurunkan komponen pembentuk batu di dalam urin dan
sekaligus mengencerkan konsentrasi urin oleh faktor inhibitor pembentuk batu.
Pada orang dengan kondisi dehidrasi, yang disebabkan oleh asupan cairan
rendah dan peningkatan pengeluaran air melalui pernafasan serta kulit,
memiliki risiko tinggi terkena batu ginjal.
Responden penelitian dilihat dari distribusi frekuensi berdasarkan jenis
konsumsi air minum pada Tabel 4.3 sampai Tabel 4.9 didapatkan bahwa dari 77
responden yang mengikuti penelitian, sebagian besar responden rutin
mengkonsumsi jenis air kadar mineral tinggi yaitu sebanyak 58 orang (75,3%),
lalu diikuti dengan rutin mengkonsumsi jenis minuman teh sebanyak 56 orang

68

(72,7%) dan rutin mengkonsumsi jenis minuman kopi sebanyak 41 orang


(53,2%). Responden yang rutin meminum softdrink soda sebanyak 24 orang
(31,2%), rutin mengkonsumsi jenis minuman softdrink non soda (mengandung
pemanis tinggi) sebanyak 29 orang (37,7%), rutin mengkonsumsi jenis
minuman alkohol sebanyak 9 orang (11,7%) dan yang mengkonsumsi jenis
minuman jus jeruk secara rutin sebanyak 24 orang (31,2%). Menurut
Sastrawijaya (2002) jenis air yang diminum juga berpengaruh terhadap
terjadinya batu ginjal. Menurut penelitian Krisna (2011) mengkonsumsi air
dengan kadar mineral tinggi atau kesadahan air yang tidak sesuai, dalam jangka
waktu lama, akan meningkatkan risiko terkena batu ginjal. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ferraro et al. (2013) menyatakan bahwa jenis
minuman yang terdiri dari softdrink soda, softdrink non soda secara rutin yaitu
lebih dari satu kali dalam seminggu maka akan meningkatkan risiko kejadian
batu ginjal, hal ini berbanding terbalik dengan jenis minuman kopi, teh, alkohol
dan jus jeruk yang apabila dikonsumsi secara rutin, justru dapat menjadi faktor
protektif terhadap kejadian batu ginjal.
Pada Tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebagian besar yang menderita batu
ginjal adalah subjek penelitian yang jumlah konsumsi air minumnya tidak
cukup yaitu kurang dari 1500 ml (62,5%). Menurut Parivar et al. (2003) air
sangat penting dalam proses pembentukan batu ginjal. Apabila seseorang
kekurangan air minum maka dapat terjadi supersaturasi bahan pembentuk batu
sehingga dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal. Hal ini sejalan dengan
penelitian Triyanti (2008) yang menyatakan bahwa, terdapat hubungan yang
bermakna antara kebiasaan minum responden dengan terjadinya kristalisasi

69

urin, di dapatkan nilai p= 0,003 (p<0,05). Selain itu pada penelitian Borghi et
al. (1999) yang mengatakan bahwa asupan cairan yang banyak, terutama air
putih merupakan pencegahan yang paling kuat dan juga paling ekonomis
terhadap terjadinya batu ginjal. Pada penelitian Curhan et al. (1996)
menyatakan bahwa adanya hubungan antara peningkatan asupan cairan
terhadap

kejadian

batu

ginjal,

dengan

resiko

relatif

sebesar

0,65

(IK=95%{0,51-0,84}), sehingga peningkatan asupan cairan merupakan faktor


protektif terhadap terjadinya batu ginjal.
Berdasarkan Tabel 4.10 juga dapat dilihat nilai rasio prevalensi sebesar
2,266, yang berarti bahwa responden yang jumlah konsumsi air minum tidak
cukup yaitu kurang dari 1500 ml mempunyai risiko 2,266 kali lebih besar
untuk terkena batu ginjal dibandingkan responden yang jumlah konsumsi air
minumnya cukup. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurlina (2008) pada
semua pasien laki-laki yang menderita batu saluran kemih dan laki-laki yang
tidak menderita batu saluran kemih di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, RS
Roemani dan RSI Sultan Agung. Di dapatkan proporsi kelompok kasus yang
mempunyai risiko kurang minum (59,09%) lebih tinggi daripada kelompok
kontrol (5,91%). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryanti
(2006), responden yang mempunyai kebiasaan minum kurang dari 1,5 liter per
hari mempunyai risiko 4,9 kali lebih besar untuk terkena batu saluran kemih,
dibandingkan responden yang mempunyai kebiasaan jumlah minum yang
cukup. Menurut Stoller (2013) dianjurkan minum 1500 ml air sampai 2000 ml
air per hari untuk mencegah terjadinya batu ginjal dan resiko kekambuhan.

70

Pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa sebagian besar yang menderita batu
ginjal adalah subjek penelitian yang rutin mengkonsumsi air dengan kadar
mineral tinggi/air sumur (58,6%). Menurut Kristanto (2004) air yang
mengandung mineral tinggi mempengaruhi terjadinya batu ginjal, misalnya air
yang berasal dari sumur yang kesadahannya tidak sesuai. Air sumur pada
umumnya mengandung bahan-bahan metal terlarut, seperti Na, Mg, Ca dan Fe.
Air yang mengandung komponen mineral tersebut disebut air sadah. Menurut
Sastrawijaya (2002) kesadahan air yang tinggi dan dikonsumsi manusia dalam
jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan gangguan ginjal akibat
terakumulasinya endapan CaCO3 dan MgCO3. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Arywibowo (2006) dan Haryanti (2006) yang menyatakan bahwa,
ada hubungan bermakna antara kualitas kesadahan total air bersih dengan
kejadian penyakit batu ginjal dan saluran kemih. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, responden yang kadar kesadahan air bersihnya tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko terkena penyakit batu ginjal dan saluran
kemih sebesar 5,9 kali lebih besar dari pada responden yang kadar kesadahan
air bersihnya memenuhi syarat. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Krisna
(2011) di wilayah kerja puskesmas Magasari kabupaten Tegal, menunjukkan
bahwa ada hubungan antara kesadahan air sumur dengan penyakit batu ginjal,
sehingga responden yang air sumurnya tidak memenuhi syarat mempunyai
faktor risiko 23 kali lebih besar terkena batu ginjal dibandingkan dengan
responden yang mempunyai kadar air sumur yang memenuhi syarat. Menurut

71

Haryanti (2006) air yang digunakan manusia tidak boleh mengandung kadar
kesadahan total melebihi 500 Mg/l CaCo3.
Pada Tabel 4.12 menunjukkan bahwa responden yang rutin (lebih dari satu
porsi perminggu) mengkonsumsi jenis minuman softdrink soda, sebagian besar
menderita batu ginjal (70,8%). Menurut Mercola (2015), minuman bersoda
berisiko terhadap terjadinya batu ginjal karena mengandung kalsium oksalat
sehingga akan meningkatkan proses pembentukan batu. Hal ini sejalan dengan
penelitian Ferarro et al. (2013) yang menyatakan bahwa, ada hubungan
konsumsi minuman jenis softdrink soda terhadap kejadian batu ginjal dengan
didapatkan nilai (p= 0,02). Nilai resiko relatif sebesar 1,20 menunjukkan
bahwa, responden yang mengkonsumsi minuman softdrink soda secara rutin
yaitu lebih dari satu porsi dalam seminggu, memiliki risiko 1,20 kali lebih
besar terkena batu ginjal dibandingkan responden yang tidak rutin. Selain itu
berdasarkan penelitian oleh Curhan et al. (1996) menyatakan bahwa, hubungan
konsumsi jenis minuman softdrink soda terhadap kejadian batu ginjal
didapatkan nilai resiko relatif sebesar 1,11(IK=95%{1,01-1,22}) menunjukkan
bahwa softdrink soda merupakan faktor resiko terjadinya batu ginjal.
Pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa responden yang rutin (lebih dari satu
porsi perminggu) mengkonsumsi jenis minuman softdrink non soda, sebagian
besar menderita batu ginjal (65,5%). Menurut Mercola (2015) minuman yang
mengandung kadar gula tinggi berisiko meningkatkan timbulnya batu ginjal
karena kandungan fruktosa di dalam minuman tersebut dapat menyebabkan
peningkatan ekresi kalsium, oksalat dan asam urat di urin sehingga memicu
terjadinya kristalisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Ferarro et al. (2013)

72

yang menunjukkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi


minuman jenis softdrink non soda terhadap kejadian batu ginjal dengan
didapatkan nilai (p= 0,003). Nilai resiko relatif sebesar 1,38 yang berarti
bahwa, softdrink non soda merupakan faktor resiko terhadap kejadian batu
ginjal.
Pada Tabel 4.14 menunjukkan bahwa responden yang rutin (lebih dari satu
gelas perminggu) mengkonsumsi jenis minuman kopi, hanya sebagian kecil
yang menderita batu ginjal (34,1%). Menurut Ferraro et al. (2013) kopi dapat
menurunkan risiko terhadap terjadinya batu ginjal, karena kafein yang
terkandung di dalam kopi dapat menghambat kerja hormon ADH (Anti
Diuretic Hormon) sehingga meningkatkan diuresis dan dapat mencegah
pembentukan kristal urin. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Ferraro et al.
(2013) yang menyatakan bahwa, responden yang mengkonsumsi kopi secara
rutin yaitu lebih dari satu gelas dalam seminggu menurunkan risiko sebesar
26% untuk terkena batu ginjal dibandingkan responden yang tidak rutin. Selain
itu,

menurut penelitian oleh Curhan et al. (1996) menyatakan bahwa,

konsumsi kopi menurunkan risiko sebesar 10% untuk terkena batu ginjal.
Pada Tabel 4.15 menunjukkan bahwa responden yang rutin (lebih dari satu
porsi perminggu) mengkonsumsi jenis minuman alkohol, hanya sebagian kecil
yang menderita batu ginjal (11,1%). Menurut Ferraro et al. (2013) Alkohol
yang terdiri dari wine dan bir memiliki efek diuresis tetapi untuk
mekanismenya masih belum jelas. Dan penelitian ini sejalan dengan Curhan et
al. (1996) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara konsumsi alkohol
yang terdiri dari bir dengan nilai (p= 0,001) dan wine dengan nilai (p= 0,02)

73

terhadap kejadian batu ginjal. Selain itu penelitian yang dilakukan Ferraro et
al. (2013) menunjukkan bahwa red wine menurunkan risiko sebesar 31%,
white wine menurunkan risiko sebesar 33% dan bir menurunkan risiko sebesar
41% untuk terkena batu ginjal.
Pada Tabel 4.16 menunjukkan bahwa responden yang rutin (lebih dari satu
gelas perminggu) mengkonsumsi jenis minuman jus jeruk, hanya sebagian
kecil yang menderita batu ginjal (29,2%). Menurut Ferraro et al. (2013)
minuman jenis jus jeruk dapat menurunkan risiko terjadinya batu ginjal, karena
sitrat yang terkandung di dalam jus jeruk merupakan faktor inhibitor sehingga
dapat mencegah pembentukan kristal urin. Hal ini sejalan dengan penelitian
oleh Ferarro et al. (2013) yang menunjukkan bahwa, responden yang
mengkonsumsi jus jeruk secara rutin yaitu lebih dari satu gelas dalam
seminggu menurunkan risiko sebesar 12% untuk terkena batu ginjal
dibandingkan responden yang tidak rutin.
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa responden yang rutin (lebih dari satu gelas
perminggu) mengkonsumsi jenis minuman teh, hanya sebagian kecil yang
menderita batu ginjal (41,1%). Penelitian ini tidak sejalan dengan Mercola
(2015) yang menyebutkan bahwa teh mengandung oksalat, sehingga dapat
meningkatkan resiko untuk terkena batu ginjal. Tetapi hal ini sejalan dengan
penelitian Ferraro et al. (2013) yang menyatakan bahwa konsumsi teh secara
rutin yaitu lebih dari satu gelas perminggu dapat menurunkan risiko sebesar
11% untuk terkena batu ginjal. Selain itu juga, berdasarkan penelitian Curhan
et al. (1996) menyatakan bahwa, dalam 240 ml minuman teh terdapat sekitar
17 mg kadar oksalat, sehingga kadar oksalat yang terkandung didalam teh

74

jumlahnya tidak terlalu berpengaruh untuk terjadinya batu ginjal, karena teh
lebih besar pengaruhnya terhadap peningkatan diuresis sehingga dapat
mencegah kristalisasi urin.
Pada Tabel 4.18 dalam hasil multivariat didapatkan bahwa variabel bebas
yang paling berpengaruh terhadap kejadian batu ginjal dilihat dari urutan OR
(Exp{B}) yang paling tinggi adalah (1) jumlah konsumsi air minum (OR =
7,56), jenis konsumsi air minum yang terdiri dari (2) air dengan kadar mineral
tinggi (OR = 4,89), (3) softdrink soda (OR = 4,32), (4) softdrink non soda (OR
= 3,97), (5) jus jeruk (OR = 0,23), (6) kopi (OR = 0,11) dan (7) alkohol (OR =
0,08). Berdasarkan analisis multivariat menunjukkan bahwa, tidak cukupnya
jumlah air minum yang dikonsumsi dan rutin mengkonsumsi jenis minuman
yang terdiri dari air kadar mineral tinggi, softdrink soda, dan softdrink non soda
merupakan faktor risiko terjadinya batu ginjal, sedangkan pengkonsumsian
secara rutin jus jeruk, kopi serta alkohol merupakan faktor protektif terjadinya
batu ginjal.
Menurut Siener and Hesse (2003) jumlah pengkonsumsian air minum
merupakan faktor hidrasi yang mempengaruhi terjadinya batu ginjal. Asupan
cairan yang tinggi dapat menghambat proses pembentukan batu, dengan cara
menurunkan komponen pembentuk batu di dalam urin dan sekaligus
mengencerkan konsentrasi urin oleh faktor inhibitor pembentuk batu. Pada
orang dengan kondisi dehidrasi, yang disebabkan oleh asupan cairan rendah
dan peningkatan pengeluaran air melalui pernafasan serta kulit, memiliki risiko
tinggi terkena batu ginjal, seperti pada orang yang jarang mengkonsumsi air

75

minum dan pelari maraton. Sebuah survei yang dilakukan pada peserta pelari
maraton di kota New York menemukan bahwa, pelari maraton memiliki resiko
tiga sampai lima kali lebih besar terkena penyakit batu dibandingkan yang
bukan pelari.
Berdasarkan penelitian Shuster et al. (1992) menyebutkan bahwa, dalam
populasi penelitiannya yang terdiri dari 1009 laki-laki dengan insiden penyakit
batu berulang, lalu subjek dipilih secara acak dan disarankan untuk
menghindari konsumsi softdrink soda, didapatkan bahwa subjek penelitian
yang mendapat saran tersebut bebas dari kekambuhan selama 3 tahun (64,6%).
Selain itu menurut penelitian yang dilakukan Agency for Healthcare Research
and Quality (2013) melaporkan bahwa dengan meningkatkan asupan cairan
dan menurunkan konsumsi minuman softdrink maka akan menurunkan resiko
kekambuhan terhadap penyakit batu ginjal. Menurut Stoller (2013) dianjurkan
minum 1500 ml air sampai 2000 ml air per hari untuk mencegah terjadinya
batu dan resiko kekambuhan, dengan mengkonsumsi cairan pada saat makan
dan ditingkatkan saat dua jam setelah makan sehingga diharapkan tubuh
menghasilkan 2000 ml air kemih yang cukup untuk mengurangi terjadinya batu
ginjal.
Tingginya angka kejadian batu ginjal pada hasil penelitian ini dikarenakan
banyaknya faktor yang mempengaruhi kejadian batu ginjal itu sendiri, salah
satunya adalah konsumsi air minum yang terdiri dari jumlah dan jenisnya
dimana faktor tersebut terbukti mempengaruhi peningkatan angka kejadian

76

batu ginjal di poliklinik urologi di RSUD dr.M. Yunus Bengkulu pada periode
penelitian.
Peneliti

menyadari

bahwa

penelitian

ini

memiliki

keterbatasan.

Keterbatasan tersebut diantaranya adalah pada pengukuran variabel jenis


konsumsi air minum yang terdiri dari air kadar mineral tinggi tersebut, belum
adanya data hasil pengukuran kadar kesadahan total air sumur yang ada di
provinsi Bengkulu, walaupun pada penelitian ini bermakna tetapi untuk kadar
kesadahan total yang diukur secara pasti belum ada. Selain itu juga, responden
yang mengikuti penelitian ini hanya terdiri dari semua responden yang berobat
di Poliklinik Urologi RSUD M.Yunus Bengkulu dan tidak diambil dari
Poliklinik dan rumah sakit lain yang ada di provinsi Bengkulu.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Poliklinik urologi
RSUD dr M.Yunus Bengkulu mengenai hubungan konsumsi air minum
terhadap kejadian batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUD dr M.Yunus Bengkulu
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Prevalensi penyakit batu ginjal (nefrolitiasis) pada periode penelitian di
poliklinik urologi RSUD dr M.Yunus Bengkulu sebesar 49,4%.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi jumlah dan jenis air
minum terhadap kejadian batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUD dr. M Yunus
Bengkulu.

77

3. Faktor yang paling berpengaruh secara berturut-turut terhadap kejadian batu


ginjal di poliklinik urologi RSUD dr. M Yunus Bengkulu adalah jumlah
konsumsi air minum dan jenis konsumsi air minum yang terdiri dari air
dengan kadar mineral tinggi, softdrink soda, softdrink non soda, jus jeruk,
kopi dan alkohol.
B. Saran
1. Bagi petugas kesehatan dapat melakukan promosi kesehatan mengenai
pencegahan dan tatalaksana batu ginjal (nefrolitiasis) kepada masyarakat
mengingat masih tingginya angka kejadian batu ginjal di RSUD dr. M
Yunus Bengkulu.
2. Bagi petugas kesehatan dapat melakukan promosi kesehatan mengenai
konsumsi air minum yang merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya batu ginjal, sehingga diharapkan dengan mengetahui faktor
resiko secara dini, angka kejadian batu ginjal dapat berkurang.
3. Kepada masyarakat dan pasien di poliklinik urologi RSUD dr.
M.Yunus Bengkulu, diharapkan untuk mengurangi konsumsi minuman
air dengan kadar mineral tinggi, softdrink soda dan softdrink non soda
serta meningkatkan jumlah konsumsi air minum dan beberapa jenis
minuman yang dapat sebagai faktor protektif pembentukan batu untuk
mengurangi faktor risiko terjadinya batu ginjal.
4. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan adanya data mengenai kadar
kesadahan total air sumur yang ada di provinsi Bengkulu. Responden

78

penelitian tidak hanya diambil dari Poliklinik Urologi di RSUD dr. M.


Yunus Bengkulu.

Daftar Pustaka
Albala DM, Morey AF, Gomella LG, Stein JP (2011). Oxford American
Handbook of Urology. New York : Oxford University Press, pp: 355-404
Alberto, Trinchieri (2008). Epidemiology of urolithiasis:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2781200/.
September 2015.

an

update.
Diakses

Adioka, Adrianta, Alit-Widhiartini, Ernawati, Widana (2012). Dose and Safety of


Hypoetes Polythyrsa Miq Ethanol Extract For Dissolving Renal Calculi:
an affordable medication. Indonesian Journal of Biomedical
sciences;6(2):51.http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=14427&val=965. Diakses September 2015.
Agency for Healthcare Research and Quality (2013). Recurrent Nephrolithiasis in
Adults: Comparative Effectiveness of Preventive Medical Strategies.
www.ahrq.gov. Diakses September 2015.
Arywibowo B (2006). Faktor Risiko Penyakit Batu Ginjal dan Saluan Kemih di
Wilayah Kerja Puskesmas Sentolo I Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.
Universitas Diponegoro. Skripsi.
Cahyono (2009). Batu Ginjal Bagaimana Mencegah dan Mengobatinya.
Yogyakarta: Kanisius.

79

Curhan et al (1996). Prospective Study of Beverage Use and the Risk of Kidney
Stones. http://aje.oxfordjournals.org. Diakses oktober 2015.
Borghi L, Meschi T, Schianchi T, Briganti A, Guerra A, Allergri F, Novarini A
(1999). Urine Volume : Stone Risk Factor and Preventive Measure. Journal
Nephron. 81(1)31-37.
Dahlan MS (2012). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: Deskriftif, bivariat,
dan multivariat, dilengkapi dengan menggunakan SPSS. Edisi 5. Jakarta:
Salemba Medika.
Eric N, Taylor, Meir J, Stampfer, Curhan G (2004). Dietary Factors and the Risk
of Incident Kidney Stone in Men: new Insight after 14 years of Follow up.
Clinical Journal of the American Society of Nephrology.
Ferraro PM, Taylor EN, Gambaro G, Curhan GC (2013). Soda and Other
Beverages and the Risk of Kidney Stones. Clinical Journal of the
American Society of Nephrology.
http://cjasn.asnjournals.org/content/8/8/1389.full.pdf. Diakses September
2015.
Ganong WF (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. pp
725-740.
Guyton AC dan Hall JE (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC. pp 325-343.
Haryanti R (2006). Hubungan Kesadahan Air Sumur dengan Kejadian Penyakit
Batu Saluran Kencing di Kabupaten Brebes Tahun 2006. Universitas
Diponegoro. Skripsi.
Hasanuddin (2013). Faktor yang berhubungan dengan kejadian batu saluran
kemih di RSUP dr. Wahidin sudirohusodo Makassar. 3(5)1721-2302
Kasidas GP, Rose GA (1980). Oxalate content of some common foods:
determination by an enzymatic method. J Hum Nutr . pp 255-66.
Krisna (2011) Faktor Risiko Kejadian Suspect Penyakit Batu Ginjal di Wilayah
Kerja Puskesmas Margasari Kabupaten Tegal tahun 2010. Universitas
Negeri Semarang. Skripsi.
Lina Nur (2008) Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada laki-laki
(Studi Kasus di RS Dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung
Semarang). Universitas Diponegoro Semarang. Thesis.
80

Longmore M, Wilkinson IB, Davidson EH, Foulkes A,Mafi AR (2013). Buku


Saku Oxford Kedokteran Klinis. Edisi 8. Jakarta : EGC. pp 920-921
Menon M, Resnick, Martin I (2002). Urinary Lithiasis: Etiologi and Endourology,
in: Campbell walsh Urology. 8th ed. Philadelphia : W.B. Saunder Company.
Mercola (2015). 13 Weird Risk Factors for Kidney Stones.
http://articles.mercola.com/sites/articles/archive/2015/08/12/13-weird-riskfactors-kidney-stones.aspx Diakses September 2015.
Nasir A, Muhith A, Ideputri ME (2011). Buku ajar metodologi penelitian
kesehatan : Konsep pembuatan karya tulis dan thesis untuk mahasiswa
kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, pp: 148-49, 196.
Notoatmodjo S (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Parivar F, Roger K, Stoller M (2003). The Influence of Diet on Urinary Stone
Disease. J. Urol, Vol 169, Issue 2, pp: 470-474.
Paulsen F, Waschke J (2012). Sobotta atlas anatomi manusia jilid 1-3. Ed 23.
Jakarta : EGC
Pearle M, Margaret S, (2012) Urinary Lithiasis and Endourology, in: Campbell Walsh Urology. 10th ed, Philadelphia : W.B. Saunder Company.pp: 12571410.
Purnomo B (2012). Batu Ginjal dan Ureter dalam Dasar-Dasar Urologi.
Yogyakarta: Sagung Seto, pp: 87-100.
Richman K, John Obell, Gyan Pareek (2014). The Growing Prevalence of
Kidney Stones and Opportunities for Prevention. Rhode island medical
journal.
https://www.rimed.org/rimedicaljournal/2014/12/2014-12-31nephrology-richman.pdf. Diakses September 2015.
Riduwan (2013). Dasar dasar statistika. Edisi revisi. Bandung: Alfabeta, pp: 3842.
Romero V, Akpinar H, Assimos DG (2010). Kidney Stones: A Global Picture of
Prevalence,
Incidence,
and
Associated
Risk
Factors.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2931286/.
Diakses
September 2015.

81

Rule AD, Lieske JC, Li Xujian, Melton LJ, Krambeck AE, Bergstralh EJ (2014)
The ROKS Nomogram for Predicting a Second Symptomatic Stone
Episode. J Am Soc Nephrol 25:1-9. www.jasn.org. Diakses oktober 2015.
Sastrawijaya A (2002). Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sastroasmoro S, Ismael S (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi
4. Jakarta: Sagung Seto, pp: 97.
Shuster J, Jenkins A, Logan C, et al (1992). Soft drink consumption and urinary
stone recurrence: a randomized prevention trial. J Clin Epidemiol 45:91116.
Siener R, Hesse A (2003) Fluid intake and epidemiology of urolithiasis. Journal
of European Association of Urology.
http://www.nature.com/ejcn/journal/v57/n2s/full/1601901a.html. Diakses
september 2015.
Sherwood L (2011). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakart: EGC. pp
533-599.
Sjabani (2006). Ilmu penyakit dalam. Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Snell, Richard S (2011). Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. pp
747-771.
Stoller MD, Marshall L (2013). Smith & Tanaghos General Urology. 18 th ed.
Philadelphia : McGraw-Hil. Pp 249-279
Triyanti F (2007). Hubungan faktor- faktor heat stress dengan terjadinya
kristalisasi urin pada pekerja binatu dan dapur hotel X Medan. Universitas
Sumatera Utara. Thesis.
Trk C (chair), T. Knoll (vice-chair), A. Petrik (2014). Guidelines of urolithiasis.
Journal of European Association of Urology. http://uroweb.org/wpcontent/uploads/22-Urolithiasis_LR.pdf. Diakses september 2014
Yee V. Wong, Paul Cook, Bhaskar K. Somani (2015). The Association of
Metabolic
Syndrome
and
Urolithiasis.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4385647/.
Diakses
september 2015.

82

Anda mungkin juga menyukai