Anda di halaman 1dari 6

PROFIL PENGGUNAAN MINUMAN BERENERGI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG HEMODIALISA RSSA MALANG

Hartadi Tanjoyo*, Atma Gunawan**

ABSTRAK

CKD atau chronic kidney disease adalah perkembangan penyakit ginjal yang progresif dan lambat. CKD terjadi setelah berbagai macam faktor yang merusak massa nefron ginjal. Di Indonesia, diperkirakan insidens CKD berkisar 100-150 per 1 juta penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk. Walau prevalensi dan insidensi CKD tidak begitu banyak, dampak ekonominya akan sangat terasa berat pada pasien. Pasien harus membiayai hemodialisa sekitar delapan ratus ribu untuk sekali hemodialisa. Minuman berenergi yang mengandung bahan utama taurine dan kafein sangat digemari di masyarakat, bahkan dijual bebas dari supermarket hingga warung-warung kecil. timbul pro dan kontra mengenai energi drink, selain manfaat yang diberikan, efek samping dalam jangka waktu lama akan muncul kerugian-kerugian seperti rusaknya hepar, gagal ginjal, dan gangguan organik lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan minuman berenergi dengan terjadinya penyakit gagal ginjal kronik. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif observational dengan pendekatan crossectional. Data didapatkan dari hasil wawancara langsung kepada pasien. Terdapat 72 responden untuk kelompok kasus (pasien hemodialisa) dan 83 untuk kelompok kontrol (pasien rawat inap). Setelah data diolah didapatkan angka prevalence ratio 1.1489. menunjukan hubungan faktor resiko yang kecil. Hubungan yang lebih kuat didapatkan pada konsumsi minuman berenergi dengan sedikit minum air
Kata Kunci : Minuman Berenergi, Gagal Ginjal Kronik. ABSTRACT CKD or chronic kidney disease is progression of kidney disease that is porgressive and slow. CKD happened after many risk factor that destruct kidney nefron mass. CKD incidence in Indonesia estimated 100-150/ 1 million and it prevalence up to 200-20 case each million population Altough it prevalence and incidence not much, it has greater impact in economic for the patient. Patient should pay for eigh hundred thusands rupiahs for each hemodialitic treatment. Energy drink contains taurin and caffein is very popular in community and had been sold in big supermarket till stall, then rise pros and cons with it. They said beside it benefits, it has side effect for the long term use like liver damaged, kidney failure, and other organic damage. This research intend to know how much relation between energy drink and progression of kidney disease.The study design used in this study is descriptive observational with crossectional approach. Data obtained from interviews directly to the patient. There are 72 respondents to the case grup and 83 respondents to the control group. After proccessed data, we figured that prevalence ratio is 1.1489. It shows small relation. Greater relation we got from energy drink consumption with lack of drinking water. Keywords: Energy Drink, Chronic Kidney Disease. . * Program Studi Pendidikan Dokter FKUB ** SMF Ilmu Penyakit Dalam FKUB

PENDAHULUAN CKD atau chronic kidney disease adalah perkembangan penyakit ginjal yang progresif dan lambat. CKD terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal.

CKD termasuk masalah yang sangat penting dalam bidang ilmu penyakit dalam khususnya bagian ginjal (nefrologi). CKD yang tidak ditatalaksana dengan baik dapat memburuk memburuk ke arah penyakit ginjal stadium akhir atau dikenal sebagai ESRD (End Stage Renal Disease). Stadium akhir ini yang juga disebut sebagai gagal ginjal, membutuhkan terapi pengganti ginjal permanen berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Bakri, 2005). Di Indonesia, dari data di beberapa bagian nefrologi, diperkirakan insidens CKD berkisar 100-150 per 1 juta penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk. Walau prevalensi dan insidensi CKD tidak begitu banyak, dampak ekonominya akan sangat terasa berat pada pasien. Pasien harus membiayai hemodialisa sekitar delapan ratus ribu untuk sekali hemodialisa (Rizma, 2010). Karena itu faktor resiko penyebab CKD penting untuk diketahui sehingga bisa mencegah dengan menghindari faktor resiko tersebut dan kemajuan ekonomi bisa ditingkatkan Minuman berenergi yang mengandung bahan utama taurine dan kafein sangat digemari di masyarakat, bahkan dijual bebas dari supermarket hingga warung-warung kecil. Padat dan sibuknya pekerjaan membuat masyarakat memilih Energi drink sebagai sumber energy

instan. Data survey Indocommercial (1998) menyatakan bahwa perkembangan konsumsi masyarakat terhadap minuman energi di Indonesia adalah sebesar 69,07%. Sedangkan pasar lokal Indonesia belum mampu untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat setiap tahunnya (Armin, 2008). Seiring berjalannya waktu timbul pro dan kontra mengenai energi drink, selain manfaat yang diberikan, efek samping dalam jangka waktu lama akan muncul kerugian-kerugian seperti rusaknya hepar, gagal ginjal, dan gangguan organik lainnya Banyak asumsi masyarakat, contohnya blog ahli patologi dr Sukma Merati menyatakan seringkali penderita CKD diduga mengkonsumsi minuman berenergi, baik itu dalam kadar wajar maupun dalam kadar berlebihan. Toksisitas jangka panjang diduga menjadi penyebabnya (Merati, 2009). Masih belum ada penelitian yang mencoba mencari hubungan antara konsumsi minuman berenergi, dalam hal ini yang mengandung taurin, dan terjadinya CKD. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kebenaran pro dan kontra tersebut, apakah energy drink berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan nefron, yang akhirnya membawa pasien ke tahap penyakit ginjal stadium akhir. Penelitian ini dapat dilakukan sebagai penelitian pendahulu sebelum menguji efek langsung energi drink terhadap hewan coba.

METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif observational dengan pendekatan crosssectional. Penelitian ini memiliki tujuan mengetahui pengaruh taurin dalam minuman berenergi terhadap insidens penyakit ginjal kronik pada pasien di IRNA 1 ruang Hemodialisa RSSA.. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang sebanyak 316 kasus. Dengan kontrolnya berupa pasien non gagal ginjal yang memiliki hasil ureum dan kreatinin darah yang normal. Besar Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tujuh puluh dua pasien hemodialisa, dan delapan puluh tiga pasien irna 1 sebagai kelompok kontrol. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel terikat : penyakit gagal ginjal kronik. Variabel bebas : konsumsi minuman berenergi dan minum air. Lokasi dan Waktu Penelitian di IRNA 1 ruang hemodialisa RSU Dr Saiful Anwar Malang. Penelitian ini dilakukan mulai penyusunan proposal bulan Sepetember 2010. Pengumpulan data berlangsung selama dua bulan dari bulan Februari 2011 Januari 2012. Instrumen Penelitian Instrumen Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuisioner dan lembar informed consent. Prosedur Penelitian/ Pengumpulan Data

Data dikumpulkan secara langsung oleh peneliti. Peneliti Mewawancarai pasien, kemudian mengisikan data data kedalam kuisioner. Data yang ada ditabulasi kemudian diolah.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan prevalence ratio grafik untuk melihat hubungan konsumsi minuman berenergi dan konsumsi cairan dengan terjadinya gagal ginjal pada pasien.

HASIL PENELITIAN Frekuensi Minum Minuman Berenergi Pasien CKD Frekuensi minum minuman berenergi pasien diukur dari berapa kemasan saji yang diminum pasien setiap minggunya. Kemasan saji ini dapat berupa sachet, botol, atau gelas. 35 responden atau 48.6% penderita CKD mengkonsumsi minuman berenergi. Diantaranya, 14 orang atau 40% mengkonsumsi minuman berenergi 1-2 kemasan saji tiap minggu, 3 orang atau 8.5% mengkonsumsi 3-5 kemasan saji per minggu, 10 orang atau 28.6% orang mengkonsumsi 6-7 kemasan saji per minggu, dan 8 orang atau 22.9% mengkonsumsi lebih dari sama dengan 14 kemasan saji per minggu.
Distribusi berdasarkan frekuensi minum
1-2 kemasan saji 3-5 kemasan saji 6-7 kemasan saji

Hubungan antara jenis minuman dengan penyakit gagal ginjal kronis pasien

Distribusi berdasarkan frekuensi minum


1-2 kemasan saji 3-5 kemasan saji

Variabel Independen Minuman berenerg i Minum air putih Kombina si Tidak Ya >8 gls <8gls >8 & tidak >8 & minu m <8 & tidak <8 & minu m

Gag al ginjal 37 35 38 34 17 21

Tidak Gagal Ginjal 48 35 40 43 24 16

To tal 85 70 78 77 41 37

PR

1 1.148 1 0.906 1 1.368

Frekuensi Minum Minuman Berenergi Pasien non CKD Sebanyak 35 dari 83 responden yang tidak menderita gagal ginjal mengkonsumsi minuman berenergi. Sebanyak 29 atau 82.8% responden mengkonsumsi 1-2 kemasan saji per minggu, Sebanyak 5 atau 14% responden mengkonsumsi 4 takaran saji per minggu, dan sebanyak 1 atau 2.9% responden mengkonsumsi 7 takaran saji per minggu

20 14

24 19

44 33

1.096 1.777 1

Berdasarkan prevalence ratio, minuman berenergi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit gagal ginjal kronik (PR>1). Diperparah dengan kurangnya minum air, nilai Prevalence ratio menjadi lebih besar lagi. Kurang minum air sendiri merupakan salah satu faktor terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.

PEMBAHASAN Taurin dan Kafein dalam Minuman Berenergi bagi Ginjal Berdasarkan tinjauan pustaka minuman berenergi mengandung kafein sebesar 50 mg dan kandungan taurin sebesar 1000 mg per takaran saji masih sesuai dengan dosis yang dianjurkan yaitu 3000 mg per hari untuk taurin dan 250 mg per hari untuk kafein (Shao, 2008).

Taurin cukup aman sebagai suplemen makanan. Ada bukti yang kuat menunjukan bahwa taurine aman sampai 3 gram per hari, walaupun dosis yang lebih tinggi telah di tes dan hasilnya tanpa efek samping yang signifikan (Shao, 2008). Efek taurin sebagai komponen utama dalam minuman berenergi bersifat renoprotektif. Taurin berperan sebagai anti oksidan di ginjal dan mencegah kerusakan epitel. Taurin dapat mencegah kerusakan oksidatif akibat tamoxifenin pada tikus dan perlindungannya diberikan melalui mekanisme peningkatan anti oksidan dan langsung bertindak sebagai anti radikal bebas. Sebagai tambahan taurin merupakan efektif inhibitor angiotensin II dan hiperoksalouria yang terbukti mengaktifasi renin angiotensin sistem pada ginjal (Li, Deng, Sun, 2009). Sedangkan efek kafein bersifat negatif. Kafein dapat menimbulkan nefropati melalui mekanisme peningkatan tekanan darah dan resistensi insulin. Pada penelitian sebelumnya terhadap tikus, didapatkan efek toksik kafein terhadap ginjal. Pemberian 0.01% kafein pada tikus (setara dengan konsumsi 1-3 gelas kopi pada manusia) memberikan efek berupa peningkatan MAP sebesar 5%, penurunan klirens kreatinin dan menumbulkan protein Urea dan penurunan fungsi ginjal (Tofovic SP & Jackson EK, 1999). Hal ini berarti bahwa kafein dalam penggunaan minuman berenergi dalam waktu yang lama dapat meningkatkan resiko terkena gagal ginjal kronik dan mengesampingkan efek renoprotektif dari taurin. Perbedaan Distribusi Responden dalam Frekuensi Minum Minuman Berenergi Terdapat perbedaan frekuensi minum pada kelompok kasus dan kontrol. Pada kelompok kasus (pasien gagal ginjal), frekuensi minum tiap minggu responden bervariasi dan tidak terdapat perbedaan yang mencolok. 40% responden mengkonsumsi 1-2 kemasan, 8% responden mengkonsumsi 3-4 kemasan, 28.6% mengkonsumsi 6-7 kemasan, dan 22.9% responden mengkonsumsi lebih dari sama dengan 14 Kemasan. Pada kelompok kontrol (pasien non gagal ginjal) didapatkan hasil yang mencolok, 82.8% responden mengkonsumsi 1-2 kemasan saji, dan tidak ada yang mengkonsumsi lebih dari 7 kemasan saji tiap minggunya. Dari distribusinya, terlihat bahwa frekuensi konsumsi minuman berenergi pasien gagal ginjal lebih sering daripada pasien non gagal ginjal.

Hubungan antara Minuman Berenergi dan Intake Cairan dengan Insiden Penyakit Gagal Gagal Ginjal kronik Berdasarkan hasil analisis data, didapatkan bahwa konsumsi minuman berenergi memiliki Prevalence ratio 1,1486 ( PR > 1). Hal ini berarti konsumsi minuman berenergi sebagai faktor resiko terjadinya penyakit gagal ginjal kronik. Karena nilai PR masih < 4 maka hubungannya masih kurang bermakna / bukan faktor resiko kuat. Pada variabel lain, intake cairan kurang dari 1,5lt memiliki Prevalence ratio 0,9063 (PR < 1) kurang memiliki arti. Hal ini ditunjukan pada kombinasi kedua variabel, kurangnya intake cairan dan konsumsi minuman berenergi memiliki Prevalence ratio 1,7771, lebih besar daripada Prevalence ratio konsumsi minuman berenergi sendiri. Hubungan Frekuensi Minum Air putih dengan Insidensi Penyakit Gagal Ginjal Kronik Dari hasil studi, kekurangan minum air dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan kekentalan darah sehingga memperberat kerja ginjal, serta memper besar kemungkinan terjadinya infeksi ascending saluran kemih dan batu ginjal (Wenzer et all, 2006). Sedangkan berdasarkan hasil analisis data, didapatlam Prevalence Ratio 0,9063 (PR < 1) . Hasil ini kurang memiliki arti karena terdapat bias dalam penelitian. Pada responden terdapat bias dalam mendapatkan jawaban atas pertanyakan intake cairan responden tiap harinya. Gelas yang digunakan responden bukan merupakan ukuran yang standar dalam penelitian, yaitu gelas 220cc. Responden juga susah mengingat bagaimana pola minum air mereka, mereka merasa sudah cukup banyak minum air walaupun itu kurang dari 8 gelas atau kurang dari 1,5lt per hari. Intake cairan yang kurang merupakan faktor timbulnya penyakit gagal ginjal kronik. Hal ini ditunjukan dalam prevalence ratio gabungan intake cairan yang kurang dan konsumsi minuman berenergi memiliki Prevalence ratio 1,7771 (PR>1) yang lebih tinggi daripada faktor-faktor yang lain menunjukan bahwa akibat mengkonsumsi minuman berenergi, responden cenderung mengurangi intake cairan sehingga dapat meningkatkan resiko terkena penyakit gagal ginjal kronik. Dari sisi subjek penelitian. Terkadang peneliti tidak dapat meneliti secara maksimal dikarenakan Disain penelitian ini adalah crossectional yang bersifat retrospektif, sehingga memungkinkan terjadinya bias mengingat kembali. Responden digali status keterpaparan terhadap konsumsi minuman berenergi, dimana paparan

tersebut sudah berlangsung sejak lama. Untuk meminimalisasi bias ini, peneliti berusaha membantu responden untuk mengingat kembali paparan tersebut, misalnya dengan mengingatkan

momen-momen penting yang terjadi bersamaan dengan terjadinya paparan.

KESIMPULAN 1. Frekuensi konsumsi minuman berenergi pada pasien gagal ginjal kronik lebih sering daripada konsumsi pasien non gagal ginjal. Lebih dari 50% penderita gagal ginjal mengkonsumsi lebih dari lima kemasan saji tiap minggu.. 2. Minuman berenergi tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya penyakit gagal ginjal kronik yang dialami pasien saat ini. Banyak faktor lain yang mempengaruhi seperti konsumsi NSAID jangka panjang, dan penyakit 3. Minuman berenergi merupakan faktor resiko, dan memberikan kontribusi yang kecil terhadap berkembanya penyakit gagal ginjal kronik (PR < 4) .

DAFTAR PUSTAKA Asplin,J.R. 2002. Hyperoxaluric calcium nephrolithiasis. Journal of Endocrinol Metab Clin North Am 31:927949 Azuma J., Hasegawa H., Sawamura A.1982. 2002. Taurine for treatment of congestive heart failure. Int J Cardiol 2 : 303309 Bakri S. 2005. Deteksi dini dan upaya-upaya pencegahan progresifitas penyakit ginjal kronik. Jurnal Medika Nusantara 26(3) : 36-40 Bergstrm J., Alvestrand A., Furst P., Lindholm B. 1989. Sulphur amino acids in plasma and muscle in patients with chronic renal failure: evidence for taurine depletion. J Intern Med 226 : 189-194. Bitoun M., Levillain O., Tappaz M. 2001. Gene expression of the taurine transporter and taurine biosynthetic enzymes in rat kidney after antidiuresis and salt loading.Pfluger Arch 442(1) : 87-95 performance in 10 endurance athletes. Amino Acids 7: 4556. Katherine M. Birkner, C.R.N.A., Ph.D., C.N.C. 2006. Taurine, Vital Neurotransmitter, (online), (http://www.encognitive.com/files/Tau rine,%20Vital%20Neurotransmitter.pd f diakses tanggal 1 Desember 2010) Kidney Health Australia. 2012. LISTEN TO YOUR THIRST - DRINK WATER INSTEAD!, (online), (http://www.kidney.org.au/kidneydisea se/drinkwaterinstead/tabid/703/default .aspx, diakses 27 Januari 2012). Khan, S.R. 2006. Renal tubular damage/dysfunction: key to the formation of kidney stones. Urol Res 34:8691. Matsuyama Y., Morita T., Higuchi M., et al. 1983. The effect of taurine administration on patients with acute hepatitis. Prog Clin Biol Res. 125:461-468. Merati S. 2009. Apakah Anda Setiap Hari Minum Minuman berenergi? Bersiaplah Menghadapi Gagal Ginjal, (online), (http://www.sukmamerati.com/apakah -anda-setiap-hari-minum-minumanberenergi-bersiaplah-menghadapigagal-ginjal , diakses 1 November 2010). Pramesti Olivia L. 2011. Kurang Air, Ginjal bermasalah? (online). (http://intisarionline.com/read/kurang-air-ginjal-

Coresh, J., Byrd-Holt, D., Astor, B.C., et al. 2005. Chronic kidney disease awareness, prevalence, and trends among U.S. adults, 1999 to 2000. J Am Soc Nephrol 16:180. Geiss K.R., Jester I., Falke W., Hamm M., Waag K.L..1994. The effect of a taurinecontaining drink on

bermasalah , diakses 27 Januari 2012). Rizma,A. 2010. Hemodialisa Residensi, (online), (http://www.docstoc.com/docs/ 6579364/Hemodialisa_residensi diakses 1 tanggal November 2010). Shao A., Hathcock J.N. Risk assessment for the amino acids taurine, l-glutamine and l-arginine. 2008. Regul Toxicol Pharmacol 50(3) : 376-399. Suwitra K. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 1 ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Tofovic et al.2002. Long-term Caffeine Consumption Exacerbates Renal Failure in Obese, Diabetic, ZSF1 (fafacp) rats. Kidney International 61 : 1433-1444. United States Renal Data System. 2009. Annual Data Report: Atlas of Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease in the United States. Bethesda National Institutes of Health : National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. United States Renal Data System.2007. End Stage Renal Disease incidence and prevalence annual report 2007, (online), (http://www.usrds.org/adr. htm diakses tanggal 1 Desember 2010) Web MD editorial team.2009. Taurine, (http://www.webmd.com/vitaminssupplements/ingre-dientmono-1024TAURINE.aspx?activeIngredientId =1024&activeIngredientName=TAURI NE-&source=0, diakses 1 November 2010) Wenzel O. Ulrich., Hebert A.Lee., Stahl A.K. Rolf., Krenz Ingo. 2006. My Doctor Said I Should Drink a Lot! Recommendations for Fluid Intake in Patients with Chronic Kidney Disease. Clin J Am Soc Nephrol 1: 344346 Wilson L.M.2002. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Telah disetujui oleh,

dr Atma Gunawan Sp.PD-KGH NIP. 19651005 199503 1 0004

Anda mungkin juga menyukai