Anda di halaman 1dari 24

Majalah

Vol. VIII, No. 10/II/P3DI/Mei/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

WACANA PELIBATAN TNI


DALAM PEMBERANTASAN TERORISME
Novianti*)

Abstrak
Penanganan tindak pidana terorisme selama ini dilakukan oleh Kepolisian sebagai
leading sector dari penanganan terorisme. Luasnya cakupan dari penanganan
terorisme berakibat pada munculnya wacana pelibatan Tentara Nasional Indonesia
(TNI) dalam upaya pemberantasan terorisme. Hal tersebut dapat dilihat dari sifat
ancaman dari aksi teror yang tidak terbatas pada tindak pidana, tetapi juga dapat
dilihat sebagai ancaman terhadap pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme merupakan hal yang dapat
dilakukan dan memiliki dasar hukum karena telah diatur dalam Undang-Undang
No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yakni Pasal 7 ayat (2) khususnya tentang tugas pokok
TNI dalam melaksanakan operasi militer selain perang (OMSP). Salah satu dari OMSP
adalah pemberantasan terorisme.

Pendahuluan

diharapkan dapat menjadi dasar hukum


penguatan berbagai instrumen deteksi dini,
pencegahan, penyelidikan, dan penindakan,
sebagai bagian dari strategi nasional
pemberantasan terorisme.
Langkah tersebut dilakukan oleh
pemerintah berangkat dari asumsi bahwa
ancaman teror dari berbagai kelompok
terorisme yang ada di Indonesia tidak
bisa diberantas hanya dengan berbagai
perangkat kebijakan dan kewenangan
hukum yang sudah ada. Faktanya, masih
ada beberapa persoalan teror terkini
yang terjadi sebelum adanya serangan,
misalnya: kelompok-kelompok penyebar
kebencian (hate speech), pendukung ISIS

Serangan teror ledakan bom di


Sarinah-Thamrin, Jakarta pada Januari
2016 merupakan salah satu bukti bahwa
Indonesia belum bebas dari ancaman
terorisme.
Pasca-serangan
tersebut,
pemerintah
Indonesia
meresponsnya
dengan
mengeluarkan
dua
langkah
kebijakan,
yaitu
peningkatan
dan
pengembangan
berbagai
program
deradikalisasi dan melakukan upaya revisi
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15
Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Tindak
Pidana
Terorisme,
Menjadi
Undang-Undang (UU Anti Terorisme) yang

*) Peneliti Madya Hukum Internasional pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: novi_dpr@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

Praktik Penanganan Terorisme

yang mengirim WNI ke Irak dan Suriah,


serta kembalinya mereka sebagai pejuang
teror asing (foreign terrorist fighter), dan
permufakatan atau persiapan rencana aksi
teror. Video pelatihan anak anak Indonesia
yang bergabung dengan ISIS dan membakar
paspor mereka, baru-baru ini beredar viral
dan cukup mencemaskan masyarakat.
Realitasnya, cakupan dari ancaman
terorisme tidak hanya terbatas pada
ancaman keamanan saja, tetapi juga dapat
dianggap
sebagai
ancaman
terhadap
pertahanan nasional karena yang disasar
dalam setiap aksi teror adalah sistem dalam
negara melalui aksi yang menakutkan. Di
hampir semua negara dan kawasan, tidak
ada ancaman keamanan internal yang
terisolasi dari perkembangan internasional
sebagai akibat dari kemajuan teknologi
informasi, sistem keuangan internasional,
dan pertukaran atau arus manusia yang
terbuka. Dampak yang ditimbulkan terkait
dengan pemberantasan terorisme tidak bisa
lagi dibatasi hanya dalam suatu negara. Hal
tersebut memaksa negara harus melakukan
upaya nasional dan internasional dalam
pemberantasan terorisme.
Perluasan cakupan dari ancaman
terorisme yang semula dianggap sebagai
ancaman keamanan menjadi ancaman
terhadap
pertahanan
memerlukan
perubahan
paradigma
dalam
upaya
pemberantasan terorisme. Oleh sebab itu,
muncul wacana untuk melibatkan TNI
dalam upaya penanganan terorisme di
Indonesia. Salah satu pendapat berasal
dari Syaiful Bahri Anshori, anggota Komisi
I DPR RI. Syaiful menyatakan bahwa
ancaman terorisme terhadap keamanan
NKRI membutuhkan penanganan dari
berbagai pihak yang bertanggung jawab
menjaga pertahanan dan keamanan negara.
Oleh sebab itu, pelibatan TNI dalam upaya
penanganan terorisme menjadi sangat
strategis.
Dalam proses pembahasan RUU
Perubahan atas UU Anti Terorisme
yang saat ini sedang dibahas di DPR,
Mohammad Syafii selaku ketua Panitia
Khusus RUU tersebut, menegaskan bahwa
DPR menginginkan agar ada porsi yang
jelas antara wewenang Polri dan pelibatan
TNI. Oleh sebab itu perlu dikaji mengenai
wacana pelibatan TNI dalam pemberantasan
terorisme di Indonesia.

Terorisme merupakan ancaman bagi


pertahanan dan keamanan negara dan
untuk mengantisipasi ancaman tersebut,
Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
Pasal 30 ayat (2) telah mengamanatkan
membentuk dua lembaga negara yang
bertugas
melakukan
pertahanan
dan
keamanan negara, yakni Kepolisian dan
Tentara Nasional Indonesia. UUD 1945
membedakan fungsi dan tugas TNI dan
Kepolisian. TNI bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara. Sedangkan Kepolisian
berfungsi sebagai alat negara yang menjaga
kemanan dan ketertiban masyarakat dengan
tugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum.
Praktik penanganan tindak pidana
terorisme selama ini dilakukan berdasarkan
UU
Anti
Terorisme.
Berdasarkan
ketentuan UU tersebut, lembaga yang
dianggap berwenang menangani hal ini
adalah Kepolisian. Dalam melaksanakan
kewenangan tersebut, Kepolisian memiliki
tim khusus penanggulangan tindak pidana
terorisme, yakni Tim Detasemen Khusus 88
(Densus 88). Densus 88 menjadi leading
sector dalam operasi penaggulangan tindak
pidana terorisme di Indonesia. Densus 88
dirancang sebagai unit anti terorisme yang
memiliki kemampuan mengatasi gangguan
teroris mulai dari ancaman bom hingga
penyanderaan.
Terdapat dua pendapat terkait dengan
kinerja Densus 88 dalam penanganan
terorisme. Menurut Abdul Karim Munthe,
Direktur Eksekutif el-Bukhari Institute,
Densus 88 dinilai kurang profesional dalam
mengatasi kasus terorisme karena cenderung
menggunakan aksi represif (kekerasan)
yang sering kali menimbulkan pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM). Sering terjadi
kejanggalan
atau
ketidaksempurnaan
dalam masalah penyelidikan pada setiap
kasus-kasus terorisme. Walaupun demikian
ada juga yang menilai bahwa Densus 88
telah sukses dalam menjalankan tugas
pemberantasan terorisme.
Selain Densus 88 yang berada di
bawah
naungan
Kepolisian,
terdapat
beberapa kesatuan anti teror lain yang
berada di bawah naungan TNI, seperti
Detasemen 81, Detasemen Bravo 90, dan
-2-

Detasemen Jala Mangkara (Denjaka).


Kesatuan anti teror yang dimiliki oleh TNI
dapat menjangkau segala penjuru baik
darat, udara, maupun laut. Oleh karena
itu, kesatuan anti teror yang dimiliki TNI
telah terlatih untuk menangani setiap
serangan terorisme dengan menggunakan
segala modus dan dalam setiap medan.
Sayangnya, pemerintah pada saat ini
masih menempatkan satuan anti teror
yang dimiliki oleh TNI sebagai perbantuan
dari satuan anti teror yang dimiliki oleh
Kepolisian.

Mengingat luasnya cakupan dari


definisi
terorisme
-karena
terorisme
sudah merupakan kejahatan yang bersifat
internasional yang menimbulkan bahaya
terhadap keamanan, perdamaian dunia, serta
merugikan kesejahteraan masyarakat- maka
terorisme tidak hanya dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana semata. Terorisme
harus dipandang sebagai ancaman terhadap
pertahanan dan keamanan NKRI. Oleh
sebab itu, penanganannya tidak cukup hanya
dengan penegakan hukum saja, melainkan
memerlukan
penanganan
sebagaimana
penanganan terhadap ancaman pertahanan
negara agar penanggulangan terhadap
ancaman terorisme lebih bersifat menyeluruh
dan permasalahan terkait dengan terorisme
dapat diselesaikan dengan tuntas.
Mengutip pendapat Edy Prasetyono,
terorisme harus dipandang dari dua titik
pandang yang berbeda yakni, pertama:
terorisme sebagai tindak pidana yang
menempatkan kepolisian dan lembagalembaga penegak hukum sebagai leading
sector dalam pemberantasan terorisme.
Sehingga pelibatan TNI dan lembagalembaga lain adalah membantu polisi
dan institusi penegak hukum lain. Kedua,
melihat
terorisme
sebagai
ancaman
keamanan nasional. Dalam perspektif ini,
negara melakukan assessment terhadap
situasi keamanan yang menjadi dasar
bagi pengerahan instrumen keamanan
termasuk kekuatan TNI atau militer dalam
pemberantasan terorisme. Apabila negara
menetapkan bahwa situasi keamanan telah
terancam dan mengambil keputusan politik
untuk mengerahkan kekuatan militer maka
terorisme tidak lagi dilihat sebagai tindak
pidana, sehingga Undang-Undang yang
melihat terorisme sebagai tindak pidana,
perlu diperluas dengan menggunakan dasar
hukum adanya ancaman terhadap negara.
Dengan demikian, adanya wacana
pelibatan militer dalam pemberantasan
terorisme merupakan hal yang dapat
dilakukan.
Pelibatan
TNI
dalam
pemberantasan terorisme telah diatur
dalam Undang-Undang No. 34 Tahun
2004 tentang TNI, yakni Pasal 7 ayat (2)
khususnya tentang tugas pokok TNI dalam
melaksanakan operasi militer selain perang
(OMSP). Salah satu dari OMSP adalah
pemberantasan terorisme yang harus
didasarkan pada kebijakan dan keputusan

Wacana Pelibatan TNI


Permasalahan terorisme dan upaya
pemberantasannya
merupakan
suatu
permasalahan yang luas dan kompleks,
khususnya berkaitan dengan kompleksitas
pengertian dan cakupan terorisme itu sendiri.
Definisi terorisme sampai saat ini masih
menjadi perdebatan internasional, meskipun
sudah ada ahli yang merumuskan dan juga
dirumuskan di dalam peraturan perundangundangan. Ketiadaan definisi yang seragam
menurut hukum internasional mengenai
terorisme tidak serta-merta meniadakan
definisi terorisme yang telah dirumuskan
dalam
undang-undang.
Masing-masing
negara mendefinisikan menurut hukum
nasionalnya untuk mengatur, mencegah,
dan menanggulangi terorisme. Pada tingkat
internasional, terjadi perdebatan yang
berujung pada diterbitkannya resolusi
dari Dewan Keamanan PBB tentang
pemberantasan terorisme. Definisi yang
dikeluarkan
oleh
berbagai
organisasi
internasional menunjukkan bahwa terorisme
lebih dari tindak pidana dalam kerangka
criminal justice system.
Dalam
Penjelasan
Umum
UU
Anti
Terorisme
dinyatakan
bahwa:
terorisme merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan
dan
peradaban
serta
merupakan salah satu ancaman serius
terhadap kedaulatan setiap negara, karena
terorisme sudah merupakan kejahatan yang
bersifat internasional yang menimbulkan
bahaya terhadap keamanan, perdamaian
dunia serta merugikan kesejahteraan
masyarakat sehingga perlu dilakukan
pemberantasan secara berencana dan
berkesinambungan sehingga hak asasi orang
banyak dapat dilindungi dan dijunjung
tinggi.
-3-

politik negara (Pasal 7 ayat (3) UndangUndang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI).
Pasal ini menjadi landasan pelibatan TNI
dalam bentuk operasional
penindakan
terorisme. Pada tingkat internasional, PBB
juga telah membuka ruang bagi negaranegara
untuk
menggunakan
kekuatan
militer dalam melawan terorisme. Misalnya,
dengan memberikan otorisasi penyerangan
ke Afghanistan berdasarkan Resolusi Dewan
Keamanan PBB.
Pelibatan TNI dalam pemberantasan
terorisme perlu dirumuskan dalam peraturan
hukum yang mengatur khusus tentang
terorisme, agar TNI memiliki dasar hukum
yang lebih kuat dalam pelaksanaan kewenangan
tersebut dan dapat diterapkan jika diketahui
terdapat ancaman terhadap pertahanan
negara melalui aksi teror. Hal tersebut dapat
diwujudkan melalui pengaturan pelibatan TNI
dalam RUU tentang Perubahan Atas UU Anti
Terorisme yang sedang dilakukan pembahasan
oleh Pansus. Jika substansi pelibatan TNI dalam
pemberantasan terorisme disetujui maka perlu
diatur dalam rumusan norma yang jelas dan
tegas, khususnya berkaitan dengan pengaturan
mengenai peran TNI dalam pemberantasan
terorisme, mekanisme penugasan TNI, serta
pembagian porsi wewenang yang jelas antara
kepolisian dan TNI dalam pemberantasan
tindak pidana terorisme. Pengaturan tersebut
diperlukan mengingat pergeseran paradigma
tindak pidana terorisme yang ada saat ini, yakni
menuju ancaman terhadap kedaulatan negara
dan bersifat transnasional.

sisi lain, dasar hukum pelibatan TNI dalam


pemberantasan terorisme perlu diatur secara
tegas dalam UU Anti Terorisme.
Berkenaan dengan hal tersebut, RUU
tentang Perubahan Atas UU Anti Terorisme,
sebaiknya diubah menjadi RUU tentang
Pemberantasan
Terorisme
untuk
tidak
membatasi aksi teror sebagai tindak pidana
semata. Hal ini dimaksudkan agar negara
membuat kerangka legal dan kelembagaan yang
memberi ruang penggunaan berbagai instrumen
yang tersedia dalam pemberantasan terorisme.

Referensi
DPR Menolak Tergesa-gesa Bahas Revisi UU
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
Harian Republika, 25 Mei 2016.
Ini Pasal Yang Dianggap Kontroversial Dalam
RUU Terorisme, Harian Kompas, 26 Mei
2016.
Keterlibatan Militer Dalam Penanggulangan
Terorisme
di
Indonesia,
http://
jurnalintelijen.net, diakses 22 Mei 2016.
Komisi I DPR Kaji Aturan TNI Terlibat Dalam
Pemberantasan Terorisme dan Narkoba,
http://nasional.harianterbit.com/
nasional/2016/03/11/58339/0/25/ KomisiI-DPR-Kaji-Aturan-TNI-Terlibat-DalamPemberantasan-Terorisme-dan - Narkoba,
diakses 1 Juni 2016.
Konsep
Pelibatan
TNI
Dalam
Pemberantasan Terorisme, http://www.
universitassuryadarma.ac.id/,
diakses
Tanggal 21 Mei 2016.
Mengapa TNI-Polri Saling Berebut Wewenang
Memberantas
Terorisme?http://www.
teropongsenayan.com/31414-mengapa-tnipolri-saling-berebut-wewenang-memberantasterorisme, diakses 1 Juni 2016.
Peran TNI Dibatasai Dalam Pemberantasan
Terorisme, Harian Kompas, 23 Mei 2016.
Edy Prasetyono, Beberapa Pemikiran Revisi
Undang-Undang Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, Makalah pada
Seminar Nasional Perlindungan HAM dan
Penegakan Hukum Dalam Penanganan
Tindak Pidana Terorisme di Indonesia,
Jakarta, 25 Mei 2016.
Ridwan Habib, Perlindungan HAM dan
Penegakan Hukum Dalam Penanganan
Tindak Pidana Terorisme, Makalah pada
Seminar Nasional Perlindungan HAM dan
Penegakan Hukum Dalam Penanganan
Tindak Pidana Terorisme di Indonesia,
Jakarta, 25 Mei 2016.

Penutup
Wacana
pelibatan
TNI
dalam
pemberantasan terorisme yang menjadi
perdebatan diharapkan ada satu titik terang.
Pelibatan tersebut berdasarkan pemahaman
bahwa ancaman terorisme tidak dapat
dipandang hanya sebagai tindak pidana
semata. Ancaman terorisme harus dilihat juga
sebagai ancaman terhadap pertahanan NKRI.
Pelibatan TNI atau militer perlu dilakukan asal
tetap dalam koridor yang sudah ditentukan.
Dalam kaitan ini diperlukan keputusan
politik pemerintah untuk menetapkan tingkat
ancaman terorisme dan penetapan situasi
keamanan yang memerlukan pelibatan TNI.
Oleh karena itu pemerintah harus jeli dan
mampu secara cepat menetapkan gradasi
ancaman terorisme, situasi yang berkembang,
dan kekuatan TNI yang akan digunakan. Pada
-4-

Majalah

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 10/II/P3DI/Mei/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KEBERHASILAN DIPLOMASI TOTAL


Humphrey Wangke*)

Abstrak
Diplomasi total merupakan negosiasi yang menyangkut banyak aspek, bukan hanya
membangun kedekatan pada bidang-bidang yang bersifat politis, tetapi juga dalam
peningkatan investasi, perdagangan, kesempatan kerja, pariwisata, dan semua sektor
yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Intinya adalah diplomasi total dilakukan
secara bilateral dengan melibatkan semua stakeholder. Diplomasi total bukan dilakukan
terhadap satu negara saja tetapi juga dalam lingkungan yang lebih luas seperti
Perserikatan Bangsa-bangsa, maupun dalam kerjasama yang bersifat regional dan
multilateral.

Pendahuluan

pada periode awal kemerdekaan. Kendati


demikian, diplomasi total baru kembali
semarak dibicarakan ketika Noer Hassan
Wirajuda berulangkali mengampanyekannya
saat memimpin Kementerian Luar Negeri RI
tahun 2001-2009.
Diplomasi total pada hakekatnya
merupakan
bentuk
negosiasi
yang
dilakukan, baik secara formal maupun
informal, dengan melibatkan banyak
pihak, tidak hanya antara pemerintah
dengan pemerintah tetapi juga oleh pihak
swasta, melalui jaringan-jaringan informal.
Dengan memperhatikan konsep diplomasi
total seperti itu, tulisan ini akan secara
singkat membahas tentang aktor-aktor
yang terlibat dalam diplomasi total untuk
membebaskan para sandera serta apa yang
dapat diraih Indonesia dengan diplomasi
total tersebut?

Menghadapi kasus penculikan Warga


Negara Indonesia (WNI) oleh kelompok Abu
Sayyaf, Pemerintah Indonesia sebenarnya
telah mempersiapkan segala sesuatunya
untuk membebaskan warga negaranya.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah siap
membebaskan para sandera, demikian pula
dengan uang tebusan telah dipersiapkan
oleh perusahaan. Pada kenyataannya, tanpa
intervensi TNI maupun uang tebusan, para
sandera Indonesia dapat dibebaskan dengan
selamat dan telah dipulangkan ke Indonesia.
Menteri Luar Negeri RI, Retno
Marsudi,
menyatakan
bahwa
upaya
pembebasan
para
sandera
Indonesia
merupakan
wujud
dari
keberhasilan
diplomasi total yang diimplementasikan
Indonesia. Diplomasi total bukanlah suatu
hal yang baru bagi Indonesia karena telah
dipopulerkan oleh Mohammad Hatta

*) Peneliti Utama Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian, Badan Keahlian
DPR RI. E-mail: dhanny_2000@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

Aktor-aktor Diplomasi Total dalam


Pembebasan Sandera

bertugas di pasukan perdamaian Filipina


Selatan tahun 1995-1996. Melalui Nur
Misuari, Kivlan berhasil melakukan kontak
dengan kelompok Abu Sayyaf dan menjamin
komunikasi intens karena Kivlan adalah
bekas atasan para penyandera. Sedangkan
Gubernur Sulu, Toto Tan termasuk salah
seorang negosiator pembebasan WNI,
selain karena jabatannya, karena ia adalah
keponakan Nur Misuari.
Tokoh lainnya yang turut berperan
adalah Ahmad Baidowi dari Yayasan
Sukma. Kebebasan sandera ini tidak
terlepas dari pendekatan kultural yang
dilakukannya. Ahmad Baidowi diketahui
sudah lama mempunyai jaringan pesantren
di wilayah Mindanao sehingga mempunyai
akses ke para penyandera. Langkah ini
ditempuh karena pihak Abu Sayyaf tidak
menghendaki proses pembebasan sandera
melalui pendekatan militer. Baidowi yang
pernah mengajar di pesantren-pesantren di
wilayah tersebut dengan mudah melakukan
negosiasi.
Partai Nasdem diketahui merupakan
salah satu pihak yang terlibat dalam
pembebasan
sandera.
Selain
Partai
Nasdem, Media Group juga terlibat dalam
pembebasan sandera di bawah kendali
pemerintah. Para WNI diterbangkan ke
Indonesia menggunakan pesawat milik
Surya Paloh Victory News.
Meskipun diplomasi total melibatkan
banyak pihak, tetapi tetap berjalan efektif
karena di bawah koordinasi Kementerian
Luar
Negeri.
Melalui
implementasi
diplomasi
total,
Indonesia
berhasil
mencegah adanya pembebasan dengan
memberi uang tebusan dan keterlibatan TNI
secara militer.

Pembebasan
dan
penyelamatan
para Anak Buah Kapal (ABK) warga
negara Indonesia menjadi tujuan utama
diplomasi total yang dipraktikkan oleh
pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Langkah pertama yang dilakukannya adalah
dengan membangun komunikasi secara
intensif dengan Presiden Filipina Benigno
Aquino. Selanjutnya, sesuai dengan karakter
diplomasi total yang melibatkan banyak
aktor, negosiasi yang terjadi bukan hanya
melibatkan aktor negara saja tetapi juga
melibatkan aktor-aktor non-negara. Dengan
kata lain, pelibatan aktor formal maupun
nonformal dilakukan agar pembebasan 14
ABK dapat berjalan cepat tanpa ada pihak
yang merasa dirugikan.
Secara
formal,
pembebasan
14
ABK merupakan hasil kombinasi antara
diplomasi dan intelijen yang berjalan
bersamaan. Operasi intelijen dilakukan
TNI bukan dalam rangka mengirimkan
pasukan khusus ke wilayah Filipina tetapi
dalam rangka pengiriman penasehat dan
asistensi di bawah koordinasi Menteri
Luar Negeri. Selama upaya pembebasan,
pemerintah Indonesia selalu berkoordinasi
dengan Pemerintah Filipina dengan bertukar
informasi, nasehat, strategi, dan asistensi.
Pemerintah Filipina telah melakukan
upaya bersama dan memberikan dukungan
sepenuhnya sehingga Indonesia tidak terlalu
sulit dalam membuka ruang komunikasi
dengan pihak penyandera.
Pelibatan masyarakat juga dilakukan
Indonesia antara lain dengan mengandalkan
pihak-pihak yang memberikan perhatian
khusus terhadap peristiwa penyanderaan ini
terutama yang mempunyai akses komunikasi
dengan penyandera. Salah satu tokoh
masyarakat yang terlibat adalah Kivlan Zein.
Kivlan merupakan tokoh militer Indonesia
yang pernah memegang jabatan Kepala
Staf Kostrad dan yang terpenting pernah
menjadi Komandan Kontingen Garuda yang
memperjuangkan perdamaian di Filipina
Selatan tahun 1995-1996.
Selain
Kivlan
Zein,
negosiator
Indonesia lainnya adalah Nur Misuari
dan Gubernur Sulu Toto Tan. Nur Misuari
adalah pimpinan MNLF yang sudah lama
berteman dengan Kivlan Zen ketika Kivlan

Keberhasilan Diplomasi Total


Indonesia memerlukan diplomasi
total untuk membangun kemitraan dengan
pelaku diplomasi internasional ketika ruang
lingkup diplomasi semakin meluas. Dengan
melibatkan aktor-aktor yang semakin
beragam, baik negara maupun bukan negara,
daya tawar Indonesia dalam proses negosiasi
semakin menguat. Disamping itu, Indonesia
memerlukan diplomasi total karena dalam
setiap perundingan, kemampuan untuk
menindaklanjuti kesepakatan seringkali
tidak optimal.
-6-

Diplomasi Indonesia tidak cukup


hanya
berhenti
pada
pembuatan
kesepahaman tetapi yang terpenting adalah
implementasi
dari
kesepahaman
itu.
Melalui diplomasi total, kesenjangan antara
keinginan dan implementasi akan lebih
cepat teratasi mengingat beragamnya aktor
yang terlibat. Anggota Komisi I DPR RI dari
Fraksi PPP Syaifullah Tamliha menyebut
upaya diplomasi total dalam pembebasan
para sandera, termasuk dengan melibatkan
intelijen di dalamnya, sudah tepat karena
meminimalkan korban serta biaya.
Keberhasilan diplomasi total dalam
membebaskan
sandera
menunjukkan
bahwa praktis seluruh komponen bangsa
Indonesia terlibat di dalamnya. Semua
warga negara memainkan peranan yang
sama penting dalam konsep diplomasi
total ini. Negara tidak lagi tergantung pada
kemampuan para diplomat karier di forumforum diplomasi global. Warga Indonesia,
baik yang berada di dalam dan luar negeri,
juga dapat memberikan sumbangan pada
gambaran atau citra bangsa Indonesia di
arena internasional. Jumlah penduduk
miskin dan pengangguran memang masih
terbilang tinggi, namun upaya damai yang
dilakukan Indonesia untuk membebaskan
sandera akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat dunia kepada Indonesia di
forum-forum
internasional.
Indonesia
tidak hanya dipandang sebagai negara yang
memiliki komitmen tinggi terhadap upaya
pemberantasan korupsi dan perlindungan
hak asasi manusia, namun juga dalam
menjaga perdamaian dunia.
Keberhasilan diplomasi total dalam
pembebasan sandera akan meningkatkan
citra Indonesia sebagai negara yang cinta
damai. Diplomasi total yang melibatkan semua
komponen bangsa dalam suatu sinergi dan
memandang substansi permasalahan secara
integratif memperlihatkan kepada masyarakat
internasional bahwa bangsa Indonesia
sangat menentang aksi-aksi terorisme dan
berusaha menyelesaikannya secara damai.
Di bawah koordinasi Kementerian Luar
Negeri,
proses
negosiasi
pembebasan
sandera dilakukan antara pemerintah dengan
pemerintah, swasta dengan swasta, NonGovernment Organization (NGO) dengan
NGO, masyarakat dengan masyarakat, atau
kombinasi dari semuanya.

Diplomasi
total
memberikan
banyak langkah kreatif dan inovatif yang
dikembangkan oleh semua komponen
bangsa. Bagaimanapun juga implementasi
diplomasi total ini mendasarkan pada
asumsi yang sederhana; yaitu pemerintah
tidak dapat secara sendiri mengatasi
berbagai
tantangan
dalam
isu-isu
Internasional yang semakin kompleks
sehingga menuntut keterlibatan banyak
stakeholder. Melalui peningkatan aktivitas
diplomasi yang menyertakan banyak
stakeholder, pemerintah meyakini bahwa
upaya diplomasi akan berjalan lebih efektif
dan memberikan dampak yang lebih luas
dan besar pada masyarakat internasional.
Pemerintah
berharap
bahwa
keterlibatan
banyak
stakeholder
ini
dapat membuka jalan bagi negosiasi yang
lebih fokus oleh wakil-wakil pemerintah.
Sebab, jika proses diplomasi tradisional
dikembangkan
melalui
mekanisme
government to government relations,
maka diplomasi total menekankan pula
pada government to people atau bahkan
people to people relations. Tujuannya
adalah agar masyarakat internasional
mempunyai persepsi yang baik tentang
suatu negara, sebagai landasan sosial bagi
hubungan dan pencapaian kepentingan
yang lebih luas. Tujuan lainnya dari
diplomasi total adalah mengurangi atau
menyelesaikan konflik melalui pemahaman
komunikasi dan saling pengertian serta
mempererat jalinan hubungan antar-aktor
internasional;
mengurangi
ketegangan,
kemarahan, ketakutan, dan salah persepsi;
menambah pengalaman dalam berinteraksi;
mempengaruhi pola pikir dan tindakan
pemerintah dengan menjelaskan akar
permasalahan, perasaan, kebutuhan, dan
mengeksplorasi pilihan-pilihan diplomasi
tanpa prasangka; dan terakhir adalah
memberikan landasan bagi terselenggaranya
negosiasi-negosiasi yang lebih formal serta
merancang kebijakan pemerintah.
Kementerian Luar Negeri tetap
harus memegang peran sentral dalam
diplomasi total ini agar peran diplomat
tidak terdegradasi meskipun secara de
facto diplomat jelas tidak sendiri lagi.
Hanya negiosiasi yang fungsinya relatif
utuh berada di tangan diplomat. Keutuhan
fungsi negosiasi merupakan gambaran

-7-

bahwa hanya fungsi diplomasi yang bersifat


otoritatif dan memerlukan profesionalitas
masih
dikuasai
diplomat
mengingat
persyaratan tersebut tidak dimiliki sebagian
besar pelaku diplomasi total lainnya. Itulah
mengapa seorang diplomat perlu mengambil
peran sentral dan strategis dalam panggung
diplomasi total. Kegagalan mengambil peran
sentral pada gilirannya akan menggeser
posisi diplomat menjadi pelengkap dalam
proses negosiasi. Karena itulah peran
diplomat di tengah gelanggang diplomasi
total tetap harus berada dalam posisi
terdepan.
Dalam kaitan ini, diplomat harus
dapat meredefinisi dan mereposisi diri di
tengah pola perilaku kehidupan di dunia
diplomasi yang sudah sangat berubah.
Dengan identitas diri yang aktual, diplomat
dapat mengambil posisi dan peran yang
tepat sebagai aparatur negara dan abdi
rakyat. Diplomat juga harus memiliki visi
jauh ke depan sehingga bisa membekali diri
selangkah atau bahkan beberapa langkah
lebih maju daripada orang kebanyakan.
Penguasaan teknologi komunikasi dan
informasi adalah sebuah keharusan selain
keterampilan mendasar lainnya seperti
menulis, fotografi dan videografi, public
speaking,
bergaul,
dan
kemampuan
berbahasa asing.
Di dalam dunia diplomasi, pernah
terbentuk opini bahwa diplomat itu
hanyalah master of none yang berarti
bahwa hampir sebagian besar diplomat
tahu banyak hal, namun tidak sampai
menjadi ahli. Ke depan, diplomat dapat
secara perlahan mengikis sebutan itu dan
menggantinya dengan sebutan yang lebih
membanggakan. Bukan mustahil sebutan itu
berganti menjadi master of many. Itulah
mengapa bukan hanya diplomasi yang perlu
total, namun juga diplomatnya. Hal ini tidak
mudah, namun tetap merupakan sebuah
keniscayaan.

swasta, dan NGO sehingga memperlihatkan


keberagaman komponen bangsa untuk
terlibat
dalam
penyelesaian
krisis
penyanderaan
tersebut.
Penyelesaian
secara damai ini akan meningkatkan citra
Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai
yang sangat menekankan sisi diplomasi
untuk menyelesaikan setiap permasalahan
yang dihadapi. Meskipun melibatkan banyak
komponen bangsa, namun diplomasi total
tetap harus menempatkan Kementerian Luar
Negeri pada posisi yang terdepan karena
merekalah yang paling bertanggung jawab
terhadap keselamatan WNI yang berada di
luar negeri, di samping agar peran diplomat
tidak terdegradasi.

Referensi
Abu Sayyaf Releases Four Remaining RI
Hostages, The Jakarta Post, 12 Mei
2016.
Detains of Realease Kept Quiet, The
Jakarta Post, 3 Mei 3016.
Filipina
dan
Pembebasan
Sandera,
Kompas, 11 Mei 2016.
Fokus Pada 4 Sandera, Kompas, 3 Mei
2016.
Isu Keamanan Kian Mendesak, Kompas, 7
Mei 2016.
Jangan Terulang di Masa Depan, Kompas,
14 Mei 2016.
Kapal Buatan RI Perkuat Filipina, Media
Indonesia, 8 Mei 2016.
Negosiator itu Pendidik, Media Indonesia,
4 Mei 2016.
Pembebasan 4 WNI Bisa Terganggu,
Media Indonesia, 7 Mei 2016.
Pembebasan 4 WNI Buah Pertemuan
Trilateral, Media Indonesia, 12 Mei
1916.
Pembebasan WNI Hasil Kerja Bersama,
Kompas, 12 Mei 1916
Pemerintah Siapkan Opsi Terbuka
Bebaskan 4 WNI, Media Indonesia 3
Mei 2016.
Pesan Politik dari Gedung Negara,
Kompas, 8 Mei 2016.
Tim Pembebasan 4 WNI di Bawah Menko
Polhukam, Media Indonesia, 4 Mei
2016.

Penutup
Keberhasilan diplomasi total dalam
pembebasan WNI yang disandera oleh
kelompok Abu Sayyaf memperlihatkan tekad
pemerintah untuk lebih mengedepankan
pendekatan
damai
daripada
militer.
Diplomasi total semacam ini memerlukan
keterlibatan semua pihak, baik pemerintah,

-8-

Majalah

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 10/II/P3DI/Mei/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP


PENYINTAS KEJAHATAN SEKSUAL
Lukman Nul Hakim*)

Abstrak
Kasus-kasus yang marak diberitakan akhir-akhir ini memperlihatkan telah terjadinya
peningkatan kuantitas dan tingkat kekejaman kejahatan seksual di Indonesia. Fenomena ini
mendorong pemerintah untuk menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2016 Tentang Perubahan
Kedua Atas UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagai upaya untuk
memberikan efek jera dengan meningkatkan berat hukuman bagi para pelaku kejahatan.
Namun demikian, penanganan masih terfokus pada pelaku kejahatannya saja, sedangkan
para penyintas kejahatan seksual (mereka yang berhasil lolos dari upaya pemerkosaan,
dan atau mereka yang telah menjadi korban pemerkosaan akan tetapi tidak dibunuh
atau tidak meninggal) belum mendapatkan perhatian yang cukup. Oleh karena itu perlu
program pemerintah yang terpadu dipimpin oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak sebagai upaya memberikan hak perlindungan penyintas kejahatan
seksual. Pelaksanaan program ini harus diawasi oleh DPR agar dapat dijalankan sesuai
sasaran.

Pendahuluan

Penerbitan Perppu tersebut merupakan


sebuah langkah yang positif untuk menurunkan
tingkat kejahatan seksual. Namun demikian,
menurut penulis masih ada satu aspek yang
terlewatkan, yaitu perhatian terhadap para
penyintas kejahatan seksual (mereka yang
selamat dari percobaan pemerkosaan dan/atau
korban perkosaan yang tidak dibunuh) . Para
penyintas kejahatan seksual harus menanggung
akibat kejahatan tersebut seumur hidup mereka.
Pada beberapa kasus pemerkosaan yang ramai
diliput media menunjukkan kegagalan negara
melindungi para penyintas, seperti dalam kasus
NR. Anak berusia 14 tahun asal Sidoarjo ini
merupakan korban kejahatan seksual oleh 5 orang
tetangganya, dan telah hamil 8 bulan. Alih-alih

Pada tanggal 26 Mei 2016, pemerintah telah


menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Lahirnya Perppu ini merupakan reaksi atas
berbagai kasus kejahatan seksual yang belakangan
ini meningkat. Berbagai pemberitaan kasus
kejahatan seksual perkosaan yang terjadi baru-baru
ini menggemparkan masyarakat dan pemerintah
akan betapa tingginya frekuensi kasus kejahatan
seksual di Indonesia, dan bahkan dengan tingkat
kekejaman yang semakin memburuk. Berdasarkan
data Komnas Perempuan pada tahun 2014 terdapat
2620 kasus kejahatan seksual, dan meningkat pada
tahun 2015 menjadi 3051 kasus.

*) Peneliti Pertama Psikologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: luckey_knap@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

mendapatkan dukungan dari lingkungannya, NR


dan keluarganya justru dikucilkan, dicemooh,
dan diusir dari rumah kontrakan yang dihuninya
sehingga tinggal di bekas kandang bebek.
Begitupun nasib ASS, warga Depok yang saat
kejadian (tahun 2012) baru berusia 14 tahun.
Sebagai korban penculikan disertai pemerkosaan
ASS yang sedang berusaha mengembalikan
kepercayaan dirinya dilarang mengikuti proses
belajar mengajar di sekolahnya, karena dianggap
mencemarkan nama baik sekolah.
Fakta-fakta yang terliput media ini hanya
sebagian kecil dari fenomena gunung es atas
kondisi serupa di sebagian masyarakat kita.
Contoh di atas menunjukkan bahwa sebagian
masyarakat dan bahkan institusi sekolah tidak
memiliki empati terhadap para penyintas
kejahatan seksual. Pada tulisan ini penulis
berusaha menggambarkan dampak fisik dan
psikologis yang terjadi pada korban kejahatan
seksual, berbagai upaya yang telah dilakukan
pemerintah, dan saran-saran berupa program
intervensi sosial bagi para penyintas yang dapat
dilakukan oleh negara.

Dampak Kejahatan Seksual terhadap


Penyintas

Kejahatan seksual memberikan dampak


fisik dan psikologis bagi penyintas. Secara fisik
korban mengalami kerusakan organ tubuh seperti
robeknya selaput dara, pingsan, meninggal,
terkena penyakit menular sampai dengan
kehamilan yang tidak dikehendaki (Sulistyaningsih
& Faturcohman, 2002). Sementara secara
psikologis korban dapat terserang depresi, fobia,
mimpi buruk, penuh kecurigaan, ketakutan
berhubungan dengan orang lain, dan bahkan pada
korban dengan trauma psikologis yang hebat ada
kemungkinan merasakan dorongan untuk bunuh
diri (Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002).
Linda E. Ledray (dalam Sulistyaningsih
& Faturcohman, 2002) menuliskan bahwa pada
periode 2-3 jam setelah perkosaan korban 96%
mengalami pusing, 68% mengalami kekejangan
otot yang hebat, 96% kecemasan, 96% rasa lelah
secara psikologis, 88% kegelisahan tak henti,
88% merasa terancam, dan 80% merasa diteror
oleh keadaan. Sementara liputan MS Magazine
(dalam Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002)
menyatakan bahwa pada para korban perkosaan
30% ingin bunuh diri, 31% mencari psikoterapi,
22% mengambil kursus bela diri, dan 82%
mengatakan bahwa pengalaman tersebut telah
mengubah mereka selamanya.
Berikut adalah beberapa tanda dan
symptoms korban kejahatan seksual berdasarkan
usia seperti dituliskan oleh UNICEF (The United
Nations Children's Emergency Fund):

0-6 tahun

Menangis,
merintih,
berteriak
lebih sering dari biasanya; terus
menempel ke pengasuhnya; tidak
mau beranjak dari tempat yang
menurutnya
aman;
kesulitan
tidur atau terus menerus tidur;
sulit
berbicara;
penurunan
perkembangan;
menunjukkan
ketertarikan
pada
tindakantindakan seksual yang tidak pantas
untuk seusianya.

6-9 tahun

Sama seperti tanda-tanda pada


usia 0-6 tahun; takut sama orangorang tertentu, tempat tertentu
atau aktivitas tertentu; berperilaku
seperti bayi lagi, seperti mengompol,
ingin dipakaikan pakaian, dll;
menolak pergi ke sekolah; sering
memegang bagian tubuh pribadinya;
menyendiri; tidak mau makan atau
justru makan terus.

10-19 tahun

Depresi, menangis, seperti mati


rasa; mimpi buruk; gangguan
tidur, bermasalah di sekolah atau
menghindari sekolah; marah, sulit
bergaul dengan teman, tidak patuh
pada aturan, berkelahi; menarik diri
dari keluarga dan teman; berperilaku
merusak diri seperti merokok,
meminum minuman keras, menyakiti
diri sendiri; nilai-nilai sekolah yang
menurun; sulit makan atau justru
makan terus; memikirkan atau
memiliki kecenderungan bunuh diri;
membicarakan tentang kejahatan
seksual.

Pada korban yang tidak dapat segera


tertangani dengan baik berpotensi mengalami Post
Traumatic Syndrome Disorder (PTSD). PTSD
adalah gangguan kecemasan yang disebabkan
peristiwa traumatik. PTSD dapat pula didefinisikan
sebagai keadaan yang melemahkan fisik dan mental
secara ekstrem yang timbul setelah seseorang
melihat, mendengar, atau mengalami suatu
kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang
mengancam kehidupannya (Sadock, B.J. & Sadock,
V.A., 2007). Berdasarkan penelitian Rape Abuse &
Incest National Network (RAINN) sebuah badan
kemanusiaan yang berbasis di Amerika Serikat,
umumnya para penyintas kejahatan seksual
mengalami hal-hal berikut: (1) Re-experiencing,
yaitu merasakan seolah-olah peristiwa tersebut
kejadian
kembali
melalui
ingatan-ingatan
flashback ataupun mimpi; (2) Avoidance,
sebuah tindakan yang baik disengaja atau tidak
berusaha menghindar dari suasana yang terkait
dengan peristiwa; (3) Hyperarousal, yaitu selalu
merasa diujung tanduk, kesulitan tidur, mudah

- 10 -

terkejut, rentan untuk meledak tiba-tiba. Sebuah


penelitian longitudinal membuktikan bahwa PTSD
berkorelasi dengan penurunan kualitas hidup
(Giacco, Matanov, dan Priebe, 2013).
Penelitian Sari (2013) menunjukkan bahwa
gejala gangguan fungsi psikologis tersebut diatas
muncul pada responden penelitiannya yang
seorang penyintas kejahatan seksual. Responden
penelitiannya mengalami kejadian traumatik
dimana rekaman kejadian pemerkosaan terus
muncul kembali dalam memorinya. Pasca-kejadian
pemerkosaan sang responden selalu menghindari
semua hal yang berhubungan dengan penyebab
traumanya. Responden juga memisahkan diri
dari lingkungan, mengalami ketakutan hebat, dan
ketidakberdayaan.

dan Rukun Warga (RW) di seluruh Kabupaten/


Kota. Fokus kegiatannya pada upaya pencegahan
terjadinya kejahatan seksual dengan cepat dengan
mengenali potensi-potensi masalah yang ada.

Intervensi Psikososial terhadap


Penyintas

Penyintas kejahatan seksual seringkali tidak


menceritakan kejadian yang dialaminya kepada
orang lain sehingga diperlukan kepekaan untuk
mengetahuinya. Penyintas biasanya mengawali
upaya membuka diri dengan melakukan uji
coba dengan menceritakan beberapa kode/sinyal
untuk melihat reaksi orang yang diceritakan. Jika
reaksinya marah, menyalahkan ataupun reaksi
negatif lainnya maka akan membuat penyintas
menghentikan upayanya. Akan tetapi jika reaksinya
positif maka akan terjadi proses sebaliknya.
Ada beberapa alasan penyintas memilih
untuk tidak menceritakan pengalaman negatifnya,
antara lain: takut tidak dipercaya; perasaan inferior
terhadap pelaku; mendapat ancaman dari pelaku;
korban menyalahkan diri sendiri; melindungi
pelaku yang merupakan anggota keluarganya;
korban anak-anak tidak memahami kejadian yang
dialami; dan korban penyandang disabilitas tidak
mampu melaporkan kejadian.
Intervensi sosial untuk melindungi para
penyintas dan keluarganya dibutuhkan agar
mereka memahami dan mampu mengatur
reaksi terhadap pelaku kejahatan seksual;
mengembangkan
kemampuan
mengatur
kecemasan dan stress; mempelajari keterampilan
baru
untuk
beradaptasi
terhadap
reaksi
negatif; dan memiliki kemampuan baru dalam
memecahkan masalah (problem solving). Langkah
pertama yang harus dilakukan dalam intervensi
sosial adalah melakukan penilaian agar konselor
mendapatkan pemahaman yang lengkap akan
keluarga korban, hubungan orangtua-anak,
kegiatan sehari-hari keluarga tersebut, rumah,
komunitas, sekolah, pribadi korban, kelebihan
dan kekurangan korban dan keluarganya, dan
lain-lain. Langkah kedua dengan melakukan
intervensi psikososial yaitu dengan memberikan
pendidikan untuk penyembuhan, pelatihan
relaksasi, mengajarkan kemampuan beradaptasi
terhadap kondisinya agar korban mampu
mengenali perasaannya baik negatif maupun
positif dan ia dapat meningkatkan kemampuan
mengatasi emosinya, mengajarkan cara mengambil
keputusan.
Berbagai langkah intervensi sosial di atas
harus dijabarkan dalam program kerja nasional
yang terukur. Idealnya program ini di komandoi
oleh KPPPA bekerjasama dengan Kementerian
Sosial. Sebaiknya tugas intervensi sosial ini
melekat pada Satgas Perlindungan Anak, karena
mereka memiliki jangkauan yang luas. Para Satgas

Upaya Pemerintah

Indonesia sesungguhnya telah memiliki


dua bentuk upaya untuk melindungi penyintas
kejahatan seksual, yaitu dalam bentuk perundangundangan yang berkenaan dengan perlindungan
penyintas kejahatan seksual dan satuan tugas
(satgas) yang dibentuk oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPPPA).
Perundang-undangan yang berkenaan
dengan perlindungan penyintas kejahatan seksual
adalah Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 31 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban. Pada Pasal 6 ayat
(1) undang-undang tersebut dinyatakan secara jelas
bahwa korban tindak pidana kekerasan seksual
berhak mendapatkan bantuan medis dan bantuan
rehabilitasi psikososial dan psikologis. Namun
demikian, berdasarkan kasus-kasus seperti tertulis
pada bagian pendahuluan terlihat bahwa kebijakan
tersebut belum diterapkan secara nyata pada
tataran kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini disebabkan beberapa faktor.
Pertama, faktor kurangnya sosialisasi dari
pemerintah baik pusat maupun daerah terkait
hak masyarakat. Mengingat masyarakat kita yang
beragam tingkat pengetahuan dan akses terhadap
informasinya maka harus ada strategi yang
kreatif agar menghindari kesenjangan informasi
di masyarakat. Kedua, faktor masih tingginya
kesenjangan pendidikan di masyarakat sehingga
upaya meningkatkan pengetahuan masih kurang.
Ketiga, faktor kepedulian sosial yang semakin
menipis di masyarakat. Masyarakat kita sedang
beranjak menuju masyarakat yang individualistis
sehingga kurang peka terhadap kondisi lingkungan
sekitar.
Sementara satuan teknis yang dibentuk oleh
KPPPA adalah Satgas Perlindungan Anak. Satgas
ini dibentuk pada awal Mei 2016 dan direncanakan
akan sampai pada tingkat Rukun Tetangga (RT)
- 11 -

selanjutnya diharapkan dapat menjadi agen


perubahan yang dapat mengajak masyarakat
agar lebih memiliki kepekaan sosial dan memiliki
kemampuan intervensi sosial dini.

Kasus Pemerkosaan di Indonesia Cenderung


Meningkat,
http://news.okezone.com/
play/2016/05/09/22/74027/kasuspemerkosaan-di-indonesia-cenderungmeningkat, diakses 26 Mei 2016.
Lembar Fakta Catatan Tahunan 2016, http://
www.komnasperempuan.go.id/lembarfakta-catatan-tahunan-catahu-2016-7-maret2016/#more-15210, diakses 25 Mei 2015.
LPA Sesalkan Pemkab Lamteng Tak Peduli Nasib
Korban Perkosaan, http://www.lampost.co/
berita/lpa-sesalkan-pemkab-lamteng-takpeduli-nasib-korban-perkosaan, diakses 25 Mei
2016.
Menteri Yohana: Satgas Perlindungan Anak Harus
sampai RT RW, https://m.tempo.co/read/
news/2016/04/25/058765517/menteri-yohanasatgas-perlindungan-anak-harus-sampai-rt-rw,
diakses 25 Mei 2016.
Miris NR Korban Kejahatan Seksual Tinggal di
Kandang Bebek, http://news.liputan6.com/
read/2513114/miris-nr-korban-kejahatanseksual-tinggal-di-kandang-bebek, diakses 25
Mei 2016
Rehabilitasi Bagi Korban Kejahatan Seksual,
http://www.mediaindonesia.com/news/
read/44875/rehabilitasi-bagi-korbankejahatan-seksual/2016-05-12, diakses 25 Mei
2016.
Sexual Assault Statistic, https://rainn.org/getinformation/statistics/frequency-of-sexualassault, diakses 26 Mei 2016.
Tanggapi Kasus N Jatim Bikin Gerakan Kontrol
Perilaku Remaja, http://jatim.metrotvnews.
com/peristiwa/Obz9qOeN-tanggapi-kasus-njatim-bikin-gerakan-kontrol-perilaku-remaja,
diakses 25 Mei 2016.
Giacco, D., Matanov A, & Priebe S. (2013).
Symptoms and subjective quality of life in posttraumatic stress disorder: a longitudinal study.
Journal Plos One, 8, 4.
Sadock BJ, & Sadock VA. (2007). Kaplan and
Sadocks Synopsis of Psychiatry. (10th ed,).
Philadelphia, PA: Lippincott.
Sari, Rafika L. (2013). Dampak Psikologis Pada
Remaja Korban Pemerkosaan di Kabupaten
Temanggung. Skripsi: Universitas Negeri
Semarang.
Sulistyaningsih E, & Faturcohman. (2002). Dampak
Sosial Psikologis Perkosaan. Buletin Psikologi,
X, 9-23.
Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2016
tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 2
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Penutup

Pemerintah telah menunjukkan perhatiannya


terhadap isu kejahatan seksual dengan sejumlah
kebijakan yang dibuat, termasuk mengeluarkan
Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu ini
akan menjadi dasar bagi hakim untuk memberikan
hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan
seksual. Sementara Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak membuat Satgas
Perlindungan Anak yang rencananya akan tersebar
sampai tingkat RT dan RW di seluruh Kabupaten/
Kota, yang fokusnya pada upaya pencegahan
terjadinya kejahatan seksual dengan cepat
mengenali potensi-potensi masalah.
Selanjutnya pemerintah perlu memperkuat
Satgas Perlindungan Anak. Sesuai targetnya yang
akan memiliki jangkauan yang jauh sampai ke
tingkat RT/RW, maka sebaiknya keberadaan
Satgas Perlindungan Anak dioptimalkan dengan
meningkatkan kemampuan melakukan intervensi
psikososial terhadap para penyintas. DPR RI
sebaiknya melakukan fungsi pengawasan pada
pelaksanaan program ini agar program tersebut
tidak hanya baik di atas kertas, melainkan juga
dalam pelaksanaannya.

Referensi

Anak Korban Kakak Ipar Cabul Terancam Putus


Sekolah,
http://gerbangsumatranews.
com/anak-korban-kakak-ipar-cabul-terancamputus-sekolah/, diakses 25 Mei 2016.
Caring for Child Survivors of Sexual Abusehttp://
www.unicef.org/pacificislands/IRC_
CCSGuide_FullGuide_lowres.pdf, diakses 25
Mei 2016.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2014,
http://www.komnasperempuan.go.id/wpcontent/uploads/2014/11/Catatan-TahunanKomnas-Perempuan-2014.pdf, diakses 25 Mei
2016.
Diusir dari Sekolah Siswa Korban Perkosaan
Menangis,
http://metro.news.viva.co.id/
news/read/357832-diusir-dari-sekolah-siswikorban-perkosaan-menangis, diakses 25 Mei
2016.
Ini Isi Lengkap Perppu Perlindungan Anak Pada
Pelaku Kekerasan Seksual, http://news.detik.
com/berita/3217764/ini-isi-lengkap-perppuperlindungan-anak-pada-pelaku-kekerasanseksual, diakses 25 Mei 2016.

- 12 -

Majalah

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 10/II/P3DI/Mei/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

ANTISIPASI KENAIKAN HARGA


KEBUTUHAN POKOK MENJELANG RAMADAN
Dewi Restu Mangeswuri*)

Abstrak

Menjelang bulan Ramadan, harga beberapa kebutuhan pokok atau sembako melonjak
drastis. Kenaikan harga ini jika diperhatikan merupakan fenomena yang berulang setiap
tahun, seharusnya sudah diantisipasi secara lebih maksimal oleh pemerintah, baik terkait
ketersediaan maupun distribusinya. Salah satu sebab kenaikan tersebut dikarenakan adanya
permintaan yang meningkat dari konsumen, kenaikan biaya distribusi, dan psikologi pasar
menjelang Ramadan. Pemerintah berperan penting dalam mengantisipasi dan mengontrol
kenaikan harga agar tidak terjadi inflasi yang semakin tinggi. Distribusi barang, pasokan,
dan sistem kontrol terhadap harga harus tetap terjaga. Koordinasi antar-instansi pemerintah
yang menangani permasalahan kenaikan harga barang kebutuhan pokok hendaknya
dapat berjalan dengan sinergis dan saling mendukung. DPR dapat melakukan pengawasan
dalam pemantauan harga di pasar serta mendorong pemerintah agar segera mengeluarkan
Peraturan Presiden terkait pengendalian harga komoditas pokok, dan memastikan bahwa
Peraturan Presiden tersebut dapat dilaksanakan, sehingga tidak ada jarak antara regulasi
dengan realitas di lapangan.

Pendahuluan

kebutuhan pokok itu sendiri, dan begitu juga


sebaliknya. Perubahan musim yang terjadi
di Indonesia juga turut memengaruhi harga,
misalnya musim hujan dengan curah hujan
tinggi dapat membuat risiko petani gagal
panen.
Fenomena lain yang memengaruhi
harga adalah menjelang hari besar yang
membuat
permintaan
pasar
menjadi
meningkat drastis. Umumnya hal ini terjadi
pada saat menjelang bulan Ramadan
serta Idul Fitri. Satu faktor lagi yang tidak
bisa dipisahkan pada perubahan harga

Dua
minggu
menjelang
bulan
Ramadan, harga sejumlah kebutuhan pokok
terus mengalami kenaikan. Melambungnya
harga
kebutuhan
pokok
tersebut
menyebabkan
masyarakat
dihadapkan
pada persoalan ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ada
beberapa faktor yang dapat memengaruhi
perubahan
harga
kebutuhan
pokok,
diantaranya adalah hukum pasar dengan
berbagai kondisi yang bisa terjadi. Harga
akan tinggi jika angka permintaan lebih
besar dibandingkan dengan ketersediaan

*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: mangeswuri@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

Tabel 1. Harga Komoditas Harian Nasional


No.

Jenis Komoditas

Harga/kg
(per 24/04/2016)

Harga/kg
(per 24/04/2016)

1.

Bawang merah

Rp43,024

Rp42,604

2.

Daging sapi

Rp111,779

Rp113,254

3.

Gula pasir

Rp13,157

Rp15,213

4.

Beras

Rp10,658

Rp10,613

5.

Daging ayam

Rp29,068

Rp30,097

6.

Telur ayam

Rp22,416

Rp22,826

7.

Minyak goreng

Rp11,140

Rp11,474

Sumber: Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, 2016

kebutuhan pokok adalah kenaikan harga


bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga
BBM turut berkontribusi atas kenaikan
harga sejumlah bahan pokok lainnya.
Beberapa harga bahan pokok kini
mulai merangkak naik dengan perbandingan
yang bervariasi. Tabel 1 di atas menyajikan
daftar harga komoditas nasional berdasarkan
data yang diperoleh dari Kementerian
Perdagangan Dalam Negeri tanggal 24
Mei 2016. Tabel tersebut memaparkan
perbandingan harga beberapa kebutuhan
pokok dalam rentang sebulan yaitu tanggal
24 April 2016 sampai dengan 25 Mei 2016.
Bawang merah dan beras tidak mengalami
kenaikan, lain halnya dengan daging sapi,
daging ayam dan telur ayam, serta minyak
goreng. Sedangkan untuk gula pasir
mengalami kenaikan tertinggi sekitar 15
persen dari bulan sebelumnya.

kebutuhan pokok dan/atau barang penting


di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam jumlah yang memadai,
mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.
Strategi penguatan cadangan pangan di
tingkat pusat melalui Perum Bulog, serta di
daerah melalui divisi regional dan subregional
di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
dapat dijadikan langkah penting untuk
jangka menengah. Dengan demikian, melalui
implementasi strategi ini, pasokan dan
stabilitas harga kebutuhan pokok seharusnya
dapat terjamin.
UU Perdagangan telah memberikan
kewenangan
kepada
Presiden
untuk
membentuk peraturan presiden (perpres)
sebagai aturan tambahan guna melakukan
pengendalian harga. Menjelang Ramadan
ini, perpres terkait hal tersebut dapat segera
diterbitkan. Isi peraturan tersebut sebaiknya
berisi tentang pengaturan dan pengendalian
harga kebutuhan pokok serta pemberian
wewenang kepada kementerian terkait. Yang
perlu mendapat perhatian apabila peraturan
tersebut disahkan adalah memastikan bahwa
semua kebijakan benar-benar terealisasi dan
terkendali.
Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kenaikan harga kebutuhan
pokok ini mungkin bisa diharapkan dari
operasi pasar dan pelaksanaan pasar murah di
beberapa titik konsumsi di seluruh Indonesia.
Operasi pasar seperti ini dapat bermanfaat
untuk mengendalikan faktor psikologis pasar
agar kenaikan harga pangan tidak terjadi
secara permanen. Operasi pasar ini perlu,
untuk mencegah para spekulan menaikkan
harga semaunya. Pada saat operasi pasar
murah, pemerintah dapat menyampaikan
pesan kepada spekulan tentang keseriusan
upayanya dalam menjaga stabilisasi harga
pangan pokok.

Solusi Menghadapi Kenaikan Harga


Bahan Pokok
Untuk mengatasi kenaikan harga,
diperlukan peranan penting sektor produksi
barang kebutuhan masyarakat. Peran penting
sektor
produksi
adalah
meningkatkan
jumlah produksi barang-barang kebutuhan
masyarakat pada saat terjadinya peningkatan
konsumsi masyarakat. Saat ini berlaku hukum
pasar, yaitu harga akan tinggi jika angka
permintaan lebih besar dibandingkan dengan
ketersediaan barang itu sendiri. Sehingga
perlu adanya keseimbangan antara produksi
dengan kebutuhan barang kebutuhan pokok.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
(UU Perdagangan), pada bab kedelapan
Pasal 25 mengenai pengendalian barang
kebutuhan pokok dan/atau barang penting,
disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah mengendalikan ketersediaan barang
- 14 -

Kebijakan Pemerintah dalam


Mengantisipasi Kenaikan Harga

dengan beras dan minyak goreng yang


bisa disiapkan stoknya. Pemerintah belum
memutuskan untuk melakukan impor
untuk menjaga stok, tetapi terus melakukan
pemantauan stok dalam memenuhi lonjakan
kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan.
Peranan
sektor
produksi
oleh
perusahaan swasta maupun Perusahaan
Negara harus lebih tanggap terhadap
peristiwa kenaikan harga-harga karena
terjadi berulang-ulang setiap tahunnya.
Namun masih diperlukan juga peranan
pemerintah dalam hal memonitor jumlah
konsumsi masyarakat dan jumlah barang
kebutuhan masyarakat yang dihasilkan oleh
sektor produksi, menerbitkan kebijakan
impor apabila masih kurang dalam
penyediaan barang kebutuhan masyarakat,
dan mengawasi jalur distribusi barang
supaya lancar sehingga kenaikan hargaharga barang kebutuhan masyarakat dapat
terkendali.
Oleh sebab itu, pemerintah melalui
Kementerian
Perdagangan
berikut
jajarannya (dinas terkait) wajib mewaspadai
aksi penimbunan stok bahan pokok tersebut.
Tindakan seperti itu perlu dilakukan agar
ketersediaan serta harga sembako tidak
melambung sehingga bisa menimbulkan
ketenangan masyarakat, khususnya yang
akan menjalani puasa. Dirut Perum Bulog
menyatakan operasi pasar merupakan
strategi paling cepat untuk menurunkan
harga bahan pokok. Yang sedang dilakukan
di beberapa daerah saat ini yaitu menggelar
pasar murah, sementara operasi pasar baru
akan dilakukan awal bulan Juni. Selain
melakukan operasi pasar untuk mencegah
pelaku pasar menimbun bahan kebutuhan
pokok, pemerintah juga memperbaiki jalan
dan jembatan untuk menunjang kelancaran
akses distribusi sembako. Dengan demikian,
diharapkan harga kebutuhan pokok tetap
stabil di bulan Ramadan

Presiden Jokowi menaruh perhatian


pada harga kebutuhan pokok. Pada
pembukaan rapat terbatas kabinet di
Jakarta, beliau menekankan bahwa harga
dua kebutuhan pokok yaitu daging sapi
dan beras harus turun pada saat Lebaran
2016. Selain kedua komoditas itu, Kepala
Negara juga minta harga minyak goreng
juga terjangkau. Beliau menegaskan bahwa
pejabat yang mempersulit perijinan terkait
dengan ketersediaan kebutuhan pokok
sehingga mengakibatkan harga naik tajam
saat Ramadan dan Lebaran supaya dipecat.
Upaya untuk mengantisipasi gejolak
harga saat bulan Ramadan dicontohkan oleh
Disperindag Kota Makassar. Upaya yang
dilakukan adalah melakukan pengecekan
harga kepada distributor-distributor dan
beberapa pedagang eceran di pasar bersama
dengan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) dan Manajemen Kantor
Perwakilan Daerah (KPD) secara rutin guna
mengantisipasi permainan harga.
Pemerintah dan PT Pertamina
(Persero) sebelumnya sudah menurunkan
harga bahan bakar minyak (BBM), baik
subsidi maupun nonsubsidi, terhitung
sejak 1 April 2016. Penurunan harga BBM
ini dalam rangka penyesuaian terkait terus
turunnya harga minyak dunia. Dengan
turunnya harga minyak, maka beban hidup
masyarakat diharapkan akan semakin
ringan. Oleh sebab itu, penurunan harga
BBM kali ini diharapkan berdampak pula
pada penurunan harga kebutuhan pokok.
Upaya lainnya dalam mengantisipasi
kenaikan harga kebutuhan pokok selama
Ramadan hingga Lebaran juga dilakukan
dengan koordinasi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, yang terdapat
sentra-sentra penghasil bahan kebutuhan
pokok masyarakat. Koordinasi tersebut
ditujukan supaya dapat teridentifikasi
daerah mana yang ada stok, daerah mana
terjadi peningkatan kebutuhan, dan daerah
mana yang ada potensi-potensi penyempitan
(bottleneck) sebagai upaya pengendalian
harga.
Stok kebutuhan pokok tentunya
berbeda-beda. Jenis kebutuhan pokok
tertentu,
terutama
komoditas
segar,
seperti daging dan telur tidak bisa distok
dalam jangka waktu lama. Berbeda halnya

Penutup
Pentingnya kebutuhan pokok dan
tingginya
frekuensi
gejolak
terhadap
ketersediaan dan harga bahan pangan,
mengharuskan
pemerintah
melakukan
intervensi
pasar
melalui
perangkatperangkat kebijakan yang dimiliki, sehingga
ketersediaan dan harga terkelola pada
tingkat fluktuasi yang wajar. Perangkat
kebijakan dapat menyentuh produsen,
- 15 -

konsumen, distribusi ataupun tata niaganya,


yang diterbitkan pada berbagai hierarki
peraturan, baik pusat maupun daerah.
Terkait dengan fungsi pengawasan,
DPR memiliki tugas melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah.
DPR dapat melakukan pengawasan dalam
pemantauan harga di pasar serta mendorong
pemerintah agar segera mengeluarkan
Peraturan Presiden terkait pengendalian
harga komoditas pokok, dan memastikan
bahwa Peraturan Presiden tersebut dapat
dilaksanakan, agar tidak ada jarak antara
regulasi dengan realitas di lapangan.

Harga
Sembako
Terbaru
Mei-Juni
2016,http://hargautama.com/hargasembako/,diakses 24 Mei 2016.
Harga Sembako Mulai Naik Menjelang
Ramadhan,http://www.
voaindonesia.com/content/hargasembako-mulai-naik-menjelangramadan-126204473/96019.
html,diakses 24 Mei 2016.
Harga Terus Naik, Penjualan Meningkat,
Kompas, 24 Mei 2016,
Jelang Ramadan dan Idul Fitri KPPU
bersama 9 Asosiasi Pelaku Usaha
Lahirkan Pakta Integritas Anti Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat,http://www.kppu.go.id/id/
blog/2016/05/jelang-Ramadan-danidul-fitri-kppu-bersama-9-asosiasipelaku-usaha-lahirkan-pakta-integritasanti-praktik-monopoli-dan-persainganusaha-tidak-sehat/,diakses 24 Mei 2016.
Jelang Ramadan ini Daftar Harga Sembako
di
Makassar,http://news.rakyatku.
com/read/5687/2016/05/21/jelangramadan-ini-daftar-harga-sembako-dimakassar, diakses 24 Mei 2016.
Menurunkan Harga Kebutuhan Pokok
Jelang Lebaran, Harian Ekonomi
Neraca, 9 Mei 2016.

Referensi
Bulog Jamin Stok Beras Aman, http://
ews.kemendag.go.id/berita/NewsDetail.
aspx?v_berita=5930, diakses 25 Mei
2016.
Cara Menangani Kenaikan Harga Barang,
http://www.pendidikanekonomi.
com/2013/04/cara-menanganikenaikan-harga-barang.html, diakses 24
Mei 2016.
Harga Sembako di Bulan Ramadan 2016,
http://www.hargasembako.info/hargasembako-di-bulan-Ramadan-2016/
diakses 24 Mei 2016.

- 16 -

Majalah

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 10/II/P3DI/Mei/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KOMUNISME KEMBALI MENGANCAM


INDONESIA?
Debora Sanur L.*)

Abstrak
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau dikenal
dengan G30S/PKI dianggap sebagai peristiwa pengkhianatan terbesar terhadap bangsa
Indonesia. Belakangan timbul fobia dalam masyarakat Indonesia akan kembalinya paham
komunis dan PKI di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, aparat penegak hukum merazia
atribut berlambang palu-arit yang identik dengan lambang PKI dan menyita buku-buku berbau
komunis atau sejarah PKI di sejumlah daerah Indonesia. Namun demikian, apakah benar
komunis kembali mengancam Indonesia, mengingat bahwa Indonesia telah memiliki beberapa
pengaturan yang menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi Pancasila.
Pancasila telah diletakkan sebagai dasar negara yang menjadi ideologi dan pedoman dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendahuluan

PKI dan komunisme yang kembali


dibicarakan oleh masyarakat awam, seakan
menimbulkan teror baru dalam kehidupan
berbangsa
di
Indonesia.
Komunisme
dianggap kembali mengancam Indonesia
dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Kondisi ini membuat aparat penegak hukum
bersikap sigap untuk peka terhadap potensi
kebangkitan PKI pada masa kini. Aparat pun
segera melakukan tindakan razia terhadap
atribut berlambang palu-arit mirip lambang
PKI dan menyita buku-buku berbau komunis
atau sejarah PKI di sejumlah daerah Indonesia.
Demikian pula terhadap lagu yang dinilai
merupakan simbol gerakan PKI, yaitu lagu
Genjer-genjer. Melalui aksi razia di Mojokerto.
Seorang musikus yang menyanyikan lagu itu
ditangkap dan diperiksa oleh aparat kepolisian.

Hingga kini pemberontakan G30S/


PKI masih dianggap sebagai peristiwa
pengkhianatan terbesar terhadap bangsa
Indonesia. Perbincangan mengenai bangkitnya
komunisme diawali dengan adanya acara
simposium nasional bertema Membedah
Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan pada
tanggal 18-19 April 2016 di Hotel Aryaduta
Jakarta yang difasilitasi oleh Kementerian
Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi
Manusia. Selanjutnya muncul acara tandingan,
yaitu Silaturahmi Purnawirawan TNI/Polri,
Ormas Keagamaan dan Kepemudaan pada
tanggal 13 Mei 2016 di Balai Kartini Jakarta.
Setelah kedua acara tersebut, belakangan ini
muncul kembali kekhawatiran akan bangkitnya
PKI sehingga muncul protes masyarakat yang
menyuarakan bahaya bangkitnya komunisme.

*) Peneliti Muda Ilmu Politik pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: debora.sanur@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

Dasar dari tindakan aparat kepolisian


kembali
merazia
dan
menertibkan
kemungkinan berkembangnya komunisme
adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara, yaitu TAP MPRS Nomor
XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran
Partai Komunis Indonesia, Pernyataan
sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh
Wilayah Negara Republik Indonesia bagi
Partai Komunis Indonesia dan Larangan
setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau
Mengembangkan
Faham
atau
Ajaran
Komunis/Marxisme-Leninisme. Selain TAP
MPRS tersebut, larangan terhadap paham
komunisme juga terdapat di dalam Pasal
107 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999
tentang Perubahan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang berkaitan dengan
Kejahatan terhadap Keamanan Negara.

Pada
tahun
1999,
Presiden
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sempat
melontarkan ide untuk mencabut TAP MPRS/
XXV/Tahun 1966. Pada dasarnya keinginan
Gus Dur tersebut untuk menunjukkan bahwa
telah terjadi perubahan dalam pemerintahan
Indonesia dari yang sebelumnya cenderung
otoriter menjadi demokratis.
Sebagai negara demokrasi, nilai yang
mendasari demokrasi menurut Henry B.
Mayo dalam Budiardjo (Miriam Budiardjo
1998; 62-64) adalah:
1. Menyelesaikan
perselisihan
secara
damai dan melembaga.
2. Menjamin adanya perubahan secara
damai dalam suatu masyarakat yang
sedang berubah.
3. Menyelenggarakan
pergantian
kepemimpinan/pemimpin
secara
teratur.
4. Membatasi pemakaian kekerasan secara
minimum.
5. Mengakui serta menganggap wajar
adanya keanekaragaman.
6. Menjamin tegaknya keadilan.

Pemberontakan PKI dan Larangan


Komunisme di Indonesia
Istilah Komunisme, berasal dari bahasa
Latin Comunis yang artinya milik bersama.
Istilah ini berasal dari pemikiran Karl Marx dan
Engels yang dikenal dengan Marxisme. Konsep
Marxisme mengatakan bahwa perjuangan kelas
akan melahirkan revolusi yang akan membawa
kemenangan kelas pekerja (proletar) atas
kaum kapitalis (borjuis). Hal ini akan membuat
kepemimpinan
diktator
hilang
dengan
sendirinya.
Dalam sejarah perjalanan di Indonesia,
sebelum tahun 1965, PKI telah dua kali
melakukan pemberontakan, yaitu pada tahun
1926 dan tahun 1948 yang semuanya berujung
pada kegagalan. Hal yang kemudian membuat
bangsa
Indonesia
mengalami
trauma
mendalam terhadap PKI ialah peristiwa 30
September 1965 yang menewaskan tujuh
jenderal TNI AD dan beberapa perwira TNI
lainnya. Akibat peristiwa tersebut, dalam
waktu singkat PKI dibersihkan dari kehidupan
politik, dan sosial, serta dinyatakan sebagai
partai terlarang di Indonesia. Pemerintah
Indonesia pun, melalui MPRS, menetapkan
TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.
Sebagaimana tercermin dalam Pasal 2 TAP
MPRS tersebut yang berbunyi bahwa:

Namun meski Gus Dur telah


mengemukakan
alasan
demokratisasi,
sebagian besar masyarakat bereaksi keras
menolak pencabutan TAP MPRS tersebut dan
menolak paham komunisme diungkit kembali
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saat itu, ada beberapa pendapat pro
kontra terkait isu PKI dan komunisme
ini. Bagi pihak yang pro menilai bahwa
iklim demokrasi memungkinkan bangsa
Indonesia untuk lebih belajar dari masa
lalu agar dapat lebih baik saat melangkah
ke depannya. Hal tersebut sebagaimana
yang disampaikan oleh Muhaimin Iskandar
bahwa usulan pencabutan TAP MPRS
tersebut merupakan agenda nasional untuk
menjernihkan persoalan bangsa yang pernah
ada. Menurutnya perlawanan paling ampuh
terhadap komunisme atau marxisme harus
timbul dari kekuatan masyarakat bukan
dari sejumlah regulasi. Hal yang sama juga
disampaikan oleh Romo Magnis Suseno,
yang menilai bahwa bila komunis tidak
pernah disinggung, bangsa Indonesia justru
tidak pernah selesai dengan kemelut (A.
Muhaimin Iskandar, 2004; 32-35).
Di lain pihak, Akbar Tandjung sebagai
pihak yang kontra menilai ide tersebut
bertentangan dengan hati nurani masyarakat

Setiap kegiatan di Indonesia untuk


menyebarkan atau mengembangkan
faham
atau
ajaran
Komunisme/
Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk
dan manifestasinya, dan penggunaan
segala macam aparatur serta media
bagi penyebaran atau pengembangan
paham atau ajaran tersebut dilarang.
- 18 -

ia tidak tahu bahwa kaus bergambar palu-arit


tidak boleh digunakan.
Sama halnya dengan masalah lagu
genjer-genjer, Wakil Presiden Jusuf Kalla
menilai, walau secara umum lagu tersebut
merupakan lagu daerah biasa, namun
menjadi berbeda saat didengar oleh kalangan
militer, terutama yang mengalami peristiwa
G30S/PKI lagu tersebut sangat menyakitkan.
Hal ini menunjukkan bahwa banyak generasi
muda yang tidak mengerti tentang sejarah
komunisme dan PKI pada masa lampau.
Situasi itu cukup memprihatinkan bagi
bangsa Indonesia, karena kurangnya wawasan
kebangsaan dan rasa cinta Tanah Air memudar.
Hal ini harus diperhatikan oleh pemerintah.
Dengan pesatnya informasi teknologi, arus
informasi dari berbagai sumber dengan mudah
diterima generasi muda Indonesia. Apabila
bekal wawasan nusantara dan wawasan
kebangsaan kurang, maka generasi muda
Indonesia akan cenderung menyerap segala
informasi yang ada tanpa disaring.
Pemerintah perlu melakukan gerakan
peningkatan wawasan kebangsaan dan
sosialisasi pemahaman ideologi Pancasila
dengan metode pendekatan sosialisasi yang
baru dan kontekstual dan perlu terus menerus
dilakukan. Hal tersebut perlu dilakukan agar
Pancasila dan UUD 1945 dapat terjaga dan
menjadi sarana pemersatu bangsa. Kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
perlu berorientasi kepada kewaspadaan
nasional dan ketahanan nasional sehingga
masyarakat dan pemerintah dapat mencegah
kemungkinan terulangnya peristiwa kelam
yang pernah terjadi pada bangsa kita.
Pendidikan karakter dan kewaspadaan
untuk mencegah bangkitnya komunisme harus
diberikan sejak dini dan dilakukan secara
konsisten. Hal ini penting karena keberhasilan
pendidikan karakter bangsa merupakan
tanggung jawab seluruh elemen bangsa.
Sebagaimana yang dilaksanakan oleh Walikota
Surabaya, Tri Rismaharini, dengan menggelar
Sekolah Kebangsaan sebagai salah satu upaya
membangkitkan wawasan kebangsaan pada
anak-anak muda Surabaya. Sekolah tersebut
dilaksanakan di luar sekolah umum biasa
dengan mengajak anak-anak ke taman makam
pahlawan dan situs-situs bersejarah.
Saat ini Pemerintahan Joko Widodo dan
Jusuf Kalla juga telah menyiapkan rancangan
Peraturan Presiden tentang Penetapan 1 Juni
1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Melalui

Indonesia yang masih trauma atas kekejaman


PKI. Kyai Cholil Bisri bahkan berpendapat
bahwa untuk mengungkit masalah PKI
harus menunggu waktu yang tepat, di saat
kehidupan demokrasi bangsa ini sudah
dewasa. Pendapat tersebut menegaskan
bahwa PKI dan paham komunisme
merupakan bahaya laten bagi Indonesia (A.
Muhaimin Iskandar, 2004; 32-35).
Kemudian, berdasarkan Ketetapan
MPR No. I/MPR/2003, Ketetapan MPRS
Nomor XXV/MPRS/1966 termasuk dalam
kategori yang ditetapkan masih berlaku. Hal
ini dilakukan pada saat MPR melakukan
peninjauan
kembali
terhadap
materi
dan status hukum Ketetapan MPRS dan
Ketetapan MPR RI tahun 1960 sampai
dengan tahun 2002.

Bahaya PKI dan Komunisme pada


Masa Kini
Bagi negara-negara maju mungkin
ideologi politik bukan lagi menjadi masalah
yang perlu dipertimbangkan. Namun
berbeda dengan negara-negara berkembang
seperti Indonesia, ideologi seringkali
masih menjadi persoalan bangsa. Dengan
memahami berbagai sepak terjang tingkah
laku politik PKI pada masa lalu, dibutuhkan
tingkat kepekaan masyarakat terhadap
bahaya komunis di Indonesia (Saleh Asad
Djamhari (ed.), 2009; iii-iv).
Sebagaimana di Jerman, memakai
simbol Nazi, terutama swastika, termasuk
tindakan kriminal. Di Indonesia terkait
simbol-simbol PKI memang tetap harus
dilarang. Namun untuk masa sekarang
ini, Romo Magnis menilai tidak perlu ada
tindakan histeria. Beberapa pihak menilai
bahwa respons TNI-Polri terhadap PKI
saat ini berlebihan. Bahaya komunisme
atau paham komunis memang tidak boleh
dianggap enteng, namun menurutnya
masyarakat tidak perlu terlalu reaktif dalam
menanggapi tersebarnya lambang-lambang
PKI. Namun di lain pihak, aparat penegak
hukum juga harus menegakkan peraturan
perundang-undangan.
Pemuda yang bergaya dengan lambanglambang PKI, seperti palu-arit, bisa jadi karena
mereka tidak tahu jika Indonesia pernah punya
sejarah kelam dengan PKI. Sebagaimana yang
terjadi pada Susanto yang sempat ditangkap
oleh pihak aparat karena mengenakan kaus
bergambar palu-arit. Menurut pengakuannya,
- 19 -

kebijakan ini diharapkan nilai-nilai Pancasila


terus diperjuangkan dan nilai-nilai Pancasila
benar-benar diimplementasikan dalam laku
seluruh bangsa Indonesia dan menjadi nyata
hasilnya untuk masa depan Indonesia yang
demokratis berdasarkan Pancasila. Melalui
prinsip ini, segenap masyarakat menyadari
bahwa paham atau ajaran Komunisme/
Marxisme-Leninisme
pada
hakikatnya
bertentangan dengan Pancasila. Kemudian
dengan terwujudnya ketahanan nasional yang
tangguh, diharapkan masyarakat akan mampu
meredam berbagai bentuk ancaman terhadap
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Gerakan Dan Pengkhianatan Komunisme


di Indonesia (1913-1948), Pusjarah TNI,
Jakarta.
Arti Palu Arit dalam Simbol PKI, http://news.
merahputih.com/peristiwa/2015/09/30/
arti-palu-arit-dalam-simbol-pki/28059/,
diakses 23 Mei 2016.
Catatan tentang Usulan Pencabutan TAP
MPRS NoXXV/1966, http://www.oocities.
org/injusticedpeople/ROL3105Catatant
entangUsulanPencabutanTapMPRSNoX
XV1966.htm, diakses tanggal 23 Mei 2016.
Genjer-Genjer tembang terlarang yang bikin
Penasaran, http://regional.liputan6.com/
read/2504484/genjer-genjer-tembangterlarang-yang-bikin-penasaran, diakses
tanggal 23 Mei 2016.
Hasil Rapat Bersama Ormas-Ormas Islam
dengan Purnawirawan TNI POLRI
dan Menhan Untuk Menumpas PKI
Komunisme, https://bhinnekanusantara.
org/hasil-rapat-bersama-ormas-ormasislam-dengan-purn-tnipolri-dan-menhanuntuk-menumpas-pkikomunisme/,
diakses tanggal 31 Mei 2016.
Ini Pengalaman Lugu Kuli Bangunan Berkaus
Palu Arit, https://nasional.tempo.co/
read/news/2016/05/28/078774780/inipengakuan-lugu-kuli-bangunan-berkauspalu-arit, diakses tanggal 31 Mei 2016.
Isu Kebangkitan PKI dalam Pandangan
Romo Magnis, http://news.liputan6.
com/read/2509680/isu-kebangkitan-pkidalam-pandangan-romo-magnis, diakses
tanggal 23 Mei 2016.
Kata JK Soal Lagu Genjer-Genjer yang Identik
dengan PKI, http://news.liputan6.com/
read/2506240/kata-jk-soal-lagu-genjergenjer-yang-identik-dengan-pki, diakses
tanggal 23 Mei 2016.
Ketua MPR Menilai Razia Atribut dan
Buku Komunis Berlebihan, http://news.
liputan6.com/read/2507634/ketua-mprmenilai-razia-atribut-dan-buku-komunisberlebihan, diakses tanggal 23 Mei 2016.
Ketua MPR: Komunis Sudah Langka, Tapi...,
http://news.liputan6.com/read/2505587/
ketua-mpr-komunis-sudah-langka-tapi,
diakses tanggal 23 Mei 2016.
Pemerintah Bakal Tetapkan 1 Juni Hari Libur
Nasional, http://nasional.kompas.com/
read/2016/05/25/06274741/pemerintah.
bakal.tetapkan.1.juni.hari.libur.nasional,
diakses tanggal 31 Mei 2016.

Penutup
Untuk mengatasi permasalahan paham
komunisme dan fobia terhadap PKI di
Indonesia saat ini dan kemudian hari, hal yang
harus senantiasa diingat dan diterapkan ialah
kesadaran untuk tidak mengatasnamakan
diskriminasi, hak asasi manusia (HAM),
dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai alasan
untuk mengembalikan ajaran komunis ke
Indonesia, karena Indonesia sudah memiliki
Pancasila sebagai dasar negara. Dalam hal
ini pemerintah dituntut konsisten untuk
mengawasi dan membatasi munculnya
kembali komunisme. Caranya adalah dengan
penanaman nilai-nilai Pancasila secara terus
menerus kepada masyarakat terutama di
lembaga pendidikan dan kepada kaum muda
Indonesia. Pemerintah juga harus melibatkan
tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk
membina dan memberi pendidikan ahlak
yang baik bagi setiap warga negara. Dengan
penanaman nilai-nilai ini, maka akan memberi
pemahaman yang baik akan pentingnya
meningkatkan
kewaspadaan
nasional
terhadap bahaya komunisme. Walaupun
ada opini bahwa bangsa kita tidak lagi perlu
mencemaskan bahaya laten komunis, namun
sikap waspada tetap perlu dimiliki oleh
setiap anggota masyarakat demi terwujudnya
ketahanan nasional berdasarkan Pancasila
sebagai ideologi berbangsa dan bernegara.

Referensi
A.Muhaimin Iskandar. 2004. Gus Dur yang
Saya Kenal: Sebuah catatan tentang
transisi demokrasi kita, LKiS.
Budiardjo, Miriam. 1998. Dasar-Dasar Ilmu
Politik, Gramedia Pustaka Utama.
Saleh Asad Djamhari (ed.). 2009., Komunisme
Di Indonesia Jilid I Perkembangan
- 20 -

Anda mungkin juga menyukai