CARTESIAN-NEWTONIAN
dari buku:
PARADIGMA HOLISTIK
Dialog Filsafat, Sains dan Kehidupan menurut
Shadra dan Whitehead
Cartesian-Newtonian
Diambil dari nama filsuf Rene Descartes, ahli
matematika dan filsafat abad ke-17; mengajukan
argumentasi yang kuat untuk pendekatan rasionalis
terhadap pengetahuan. (bpk Filsafat modern)
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio
sajalah yang dapat membawa orang pada kebenaran.
Dan Newton; ahli fisika; tokoh pembangun sains
modern.
Seluruh kejadian/alam semesta dapat dijelaskan melalui
hubungan rumus-rumus matematika (spt. Mesin)
Paradigma Cartesian-Newtonian; Cara pandang yang
memperlakukan manusia dan sistem sosial seperti
mesin besar yang diatur menurut hukum-hukum obyektif,
mekanistik, deterministik linier dan materialistik
Meskipun penjelasan matematika, tidak bisa
membenarkan dirinya
lanjutan:
Dalam pandangan Descartes, alam bekerja sesuai dengan hukumhukum mekanik, dan segala sesuatu dalam alam materi dapat
diterangkan dalam pengertian tatanan dan gerakan dari bagianbagiannya. Tidak ada tujuan, kehidupan, dan spiritual dalam alam
semesta.
*)
[1] . Zubaedi, Filsafat Barat; dari logika baru Descartes hingga revolusi sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz Media, 2010) hlm.18, dikutip dari
Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986) hlm.68.
[2] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008)
hlm.248 diambil dari (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 107).
lanjutan:
Implikasi
Pemikiran Decartes sangat berpengaruh
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
karena mendorong manusia untuk berpikir
kritis, namun pemikiran Decartes dapat
mempercepat kerusakan bumi sebab ia
berpendapat dalam alam tidak ada spiritual,
tidak ada kehidupan, dan karena manusia
lebih berkuasa atas obyek sehingga dapat
dibuat apa saja oleh manusia untuk
memenuhi segala kebutuhannya.
2. Pemikiran Newton
lanjutan:
lanjutan:
lanjutan:
Hegemoni Cartesian-Newtonian
Peradaban modern dibangun sejak abad-17 M
Cara berada dari system, pola, dan dinamika
moderenisme yg dicirikan dg meluasnya
paradigma Cartesian-Newtonian, dalam cara
pandang, visi, dan sistem nilai yang dianut
masyarakat
Kenyataan sejarah, peradaban modern dibangun
atas dasar ontologi, kosmologi, dan metodologi
yang dibentuk oleh penggerak modernisme yaitu
Rene Descartes dan Isaac Newton
Pegertian
Hegemoni; dominasi pengaruh
Paradigma; (Thomas Kuhn, 1970); berarti: matriks
disipliner, model, atau pola berfikir dan pandangan
dunia kaum ilmuwan
Secara umum, Paradigma; seperangkat asumsi-asumsi
teoritis umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik
aplikasi yang dianut secara bersama oleh para anggota
suatu komunitas ilmiah (Mautner,T.,1996)
Suatu pandangan-dunia atau cara-pandang yang di
dlalamnya terkandung asumsi-asumsi ontologis dan
epistemologis tertentu, visi realitas, dan sistim nilai yang
menjadi kesadaran kolektif dan dianut secara pervasif
oleh suatu komunitas (Heriyanto, H., 2003)
lanjutan:
Subjektivisme-Antroposentristik
Memperesentasikan modus khas kesadaran modernisme
bahwa manusia merupakan pusat dunia.
2.
Dualisme
Penganut paradigma Cartesian-Newtonian membagi
realitas menjadi subjek dan objek, manusia dan alam,
dengan menempatkan superior subjek atas objek
Dualisme ini juga meliputi pemisahan yang nyata antara
kesadaran dan materi, antara pikiran dan tubuh, antara jiwa
cogitan dan benda exensa, serta antara nilai dan fakta.
Pemisahan Cartesan antara akal dan tubuh atau antara
kesadaran subjek dan realitas eksternal telah menimbulkan
pengaruh yang luar biasa pada pemikiran barat yang pada
gilirannya juga terhadap pemikiran dunia modern.
lanjutan:
3. Mekanistik-Determenistik
Paradigma Cartesian-Newtonian ditegakkan atas dasar
asumsi kosmologis bahwa alam raya merupakan sebuah
mesin raksasa yang mati, tidak bernyawa, dan statis. Bahkan
segala sesuatu yang di luar kesadaran subjek dianggap
sebagai mesin yang bekerja menurut hukum-hukum
matematika yang kuantitatif, termasuk tubuh manusia.
Sesuai dengan paham mekanistik, paradigma CartesanNewtonian menganggap realitas dapat dipahami dengan
menganalisis dan mecah-mecahnya menjadi bagian-bagian
kecil, lalu dijelaskan dengan pengukuran kuantitatif.
Alam semesta termasuk manusia, dipandang sebagi mesin
besar yang dapat dipahami dengan menganalisis bagianbagiannya. setelah itu digabungkan dan dijumlahkan kembali.
Determenistik
Paradigma ini memandang alam sepenuhnya dapat
dijelaskan, diramal, dikontrol berdasarkan hukum-hukum yg
deterministik sedemikian rupa sehingga memperoleh
kepastian yang setara dengan kepastian matematis
lanjutan:
4.
Reduksionisme-Atomistik
lanjutan:
5.
Intrumentalisme
Modus berpikir dalam sains modern adalah berpikir instrumentalistik.
Kebenaran suatu pengetahuan atau sains diukur dari sejauh mana
ia dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
material dan praktis
6.
Materialisme-Saintisme
Sebagai konsekuensi alamiah dari pandangan dualisme, mekanistikdetermenistik, atomisme, dan instrumentalistik yang dikandung,
paradigma Cartesan-Newtonian juga bertendensi kuat untuk
menganut paham materialisme-saintisme Newton yang
berpandangan bahwa Tuhan pertama-tama menciptakan partikelpartikel benda, kekuatan-kekuatan antar partikel, dan hukum gerak
dasar.
Setelah tercipta, alam semesta terus bergerak seperti sebuah mesin
yang diatur oleh hukum-hukum determenistik, dan TUHAN tidak
diperlukan lagi kehadiranNya dalam kosmos ini.
(Meski pun sesungguhnya Descasrtes & Newton adalah orang yg
percaya kepada adanya TUHAN)
Perspektif Historis
Peradaban Modern: Pembentukan Subjetivitas Manusia
Peradaban modern bermula dan petualangan manusia Eropa
untuk mencanangkan kedaulatan dirinya atas segenap
kehidupannya di dunia. Mereka berpetualang mencari jati
dirinya, hakikat eksistensi kemanusiaannya. Dengan
berpangkal pada akal budinya, manusia modern mencari jati
dirinya melalui gerakan- gerakan seperti Renaisans,
Antroposentrisme filsafat /pemikiran modern, Reformasi, dan
Pencerahan yg berujung pada desakralisasi pengetahuan suci
(teologis) menuju ranah sekularisasi. Dimana manusia
berpaling dari dunia sana ke dunia sini dan sekarang ini
hingga agama, teologi, dan metafisika disingkirkan dari wacana
keilmuan dan kehidupan- sosial kemanusiaan dan
menjadikannya sebagai urusan individu belaka. (bahkan Karl
Max menyebut agama adalah candu bagi rakyat) lalu
mencapai puncak ATHEISME pada abad ke 19.
lanjutan:
lanjutan:
3. Budaya Saintisme
Epistemologi Cartesian mampu bertahan dalam pandangan
dunia modern setelah melalui pemolesan, perbaikan, dan
penajaman sedemikian, sehingga dapat menjadi fondasi bagi
kelahiran posivitisme.
Positivisme adalah titik kolminasi dari semakin independensinya
sains terhadap filsafat, dan dari segenap prinsip-prinsip kearifan
kemanusiaan. Positivisme menolak segala modus berpikir dan
mengetahui yang non linier materialistik, non mekanistik seraya
menganggapnya sebagai ilusi-ilusi dan mitos-mitos yang tak
bermakna.
Oleh karena itu, Chalmes menuding saintisme telah menjadi
ideologi dunia modern.
Ia mencontohkan bagaimana psikologi behavioristik salah satu
bentuk positivisme dalam psikologi telah mendorong perlakuan
terhadap rakyat sebagai mesin, begitupun penggunaan yang
luas terhadap hasil-hasil studi IQ di dalam system pendidikan
yang dibela atas nama ilmiah
lanjutan:
lanjutan:
Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya, dapat dilihat bahwa ternyata paradigma
Cartesian-Newtonian ini memperlakukan manusia dan alam keseluruhan
seperti mesin besar yang dapat diatur dan dikontrol menurut hukumhukum objektif, mekanis, deterministik, linier, reduksionis dan materialistik.
Paradigma ini telah mengisolasi dan mendistorsi keanekaragaman dan
dinamika realitas.
Tidak ada nilai yang mengontrol sehingga subyek sangat berkuasa atas
obyek
Realitas alam yang plural, dan saling terkait satu sama lain menjadi tidak
dapat dipersepsi.
Menurut Fritjof Capra: cara pandang yang semacam ini pada tataran
praktis telah melahirkan berbagai krisis global, seperti krisis ekologis,
dehumanisasi, dan konflik-kekerasan yang akut. Sedangkan pada tataran
teoretis, paradigma Cartesian-Newtonian tidak mampu lagi memberi
penjelasan terhadap fenomena-fenomena dari sains mutakhir seperti
relativitas dan teori kuantum. Oleh karenanya, diperlukan sebuah
paradigma baru, visi baru tentang realitas bagi masyarakat modern saat ini
untuk menyelamatkan masa depan peradaban dengan visi yang lebih
baik, yang lebih manusiawi, dan tidak melupakan ekologi.