Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PERBANDINGAN HTN

PERBANDINGAN ANTARA LEGISLATIF/DPR DI


NEGARA PERANCIS DENGAN NEGARA INDONESIA

Oleh : Jaka Andhika


B2A014118

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan lembaga perwakilan rakyat di dalam suatu negara yang menganut
demokrasi sangat diperlukan karena pada dasarnya setiap kebijakan publik harus
dirumuskan dan diputustan oleh dan untuk rakyat sendiri. Pada umumnya suatu negara
yang memiliki penduduk (warga negara) dalam jumlah besar, keputusan tidaklah
mungkin dilakukan oleh seluruh warga negara dan untuk itulah diperlukan adanya
lembaga perwakilan rakyat. Dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah,
diperlukan perangkat perangkat dan lembaga-lembaga untuk menyelenggarakan jalannya
pemerintahan didaerah sehari-hari. Sebagaimana hanya di pusat negara, perangkatperangkat dan lembaga-lembaga daerah biasanya merupakan refleks dari sistem yang ada
di pusat negara. Untuk memenuhi fungsi perwakilan dalam menjalankan kekuasaan
legislatif daerah sebagaimana di pusat negara di daerah dibentuk pula Lembaga
Perwakilan Rakyat, dan lembaga ini biasa dikenal atau dinamakan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Secara umum peran ini diwujudkan dalam tiga fungsi, yaitu:1
1. Regulator Mengatur seluruh kepentingan daerah, baik yang termasuk urusanurusan
rumah tangga daerah (otonomi) maupun urusan-urusan pemerintah pusat yang
diserahkan pelaksanannya ke daerah (tugas pembantuan);
2. Policy Making Merumuskan kebijakan pembangunan dan perencanaan programprogram pembangunan di daerahnya;
3. Budgeting. Perencanaan angaran daerah (APBD)
Dalam perannya sebagai badan perwakilan, DPRD menempatkan diri selaku
kekuasaan penyeimbang (balanced power) yang mengimbangi dan melakukan control
efektif terhadap Kepala Daerah dan seluruh jajaran pemerintah daerah. Peran ini
diwujudkan dalam fungsi-fungsi berikut:
1

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/implementasiperanfungsi dprd.pdf, hlm 5 dikses


tanggal 27 Mei 2016 Pukul 15.10 WIB

1. Representation. Mengartikulasikan keprihatinan, tuntutan, harapan dan melindungi


kepentingan rakyat ketika kebijakan dibuat, sehingga DPRD senantiasa berbicara
atas nama rakyat;
2. Advokasi. Anggregasi aspirasi yang komprehensif dan memperjuangkannya melalui
negosiasi kompleks dan sering alot, serta tawar-menawar politik yang sangat kuat. Hal
ini wajar mengingat aspirasi masyarakat mengandung banyak kepentingan atau
tuntutan yang terkadang berbenturan satu sama lain. Tawar menawar politik
dimaksudkan untuk mencapai titik temu dari berbagai kepentingan tersebut.
3. Administrative oversight. Menilai atau menguji dan bila perlu berusaha mengubah
tindakan-tindakan dari badan eksekutif. Berdasarkan fungsi ini adalah tidak
dibenarkan apabila DPRD bersikap lepas tangan terhadap kebijakan pemerintah
daerah yang bermasalah atau dipersoalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kalimat
naif, Itu bukan wewenang kami, seperti yang kerap terjadi dalam praktek. Dalam
kasus seperti ini, DPRD dapat memanggil dan meminta keterangan, melakukan
angket dan interpelasi, bahkan pada akhirnya dapat meminta pertanggung jawaban
Kepala Daerah.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang kedudukannya sebagai wakil
rakyat tidak mungkin melepaskan dirinya dari kehidupan rakyat yang diwakilinya, oleh
karena itu secara material mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada
rakyat atau publik yang diwakilinya. Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) sebagai
lembaga perwakilan rakyat harus dapat merepresentasikan keingiana masyarakat sehingga
setiap kebijakan yang dikerluakan betul-betul merupakan sarana demokrasi dan
komunikasi timbal balik antara kepala daerah dengan masyarakat di daerahnya. Denagan
demikian Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) tidak akan melakukan perbuatan yang tidak
terpuji, menguntungkan pribadi dan membebani anggaran rakyat untuk kepentingannya
Dengan memahami etika pemerintahan diharapkan dapat mengurangi tindakantindakan yang tercela, tidak terpuji dan merugikan masyarakat. Untuk itu perlu kiranya
dibuatkan kode etik untuk para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) yang dapat
dijadikan pedoman dalam pelaksanaan peran dan fungsinya, sehingga kewenangan yang
besar juga disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Sosok ideal Dewan
Perwakilan Daerah (DPRD) yang bermoral, aspiratif dengan kepentingan rakyat, dan
selalu memperjuangkan kesejahteraan rakyat dapat terwujud. Dengan kata lain antara
perangkat pemerintah daerah (Pemda) harus terjalin komunikasi timbal balik dan adanya

keterbukaan diantara para pihak dalam penyelesaian segala permasalahan dalam


mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Negara-negara di dunia ini memiliki sistem legislatif yang berbeda-beda.
Perbedaan sistem pemerintahan yang dianut suatu negara disebabkan keinginan dan
keadaan negara yang bersangkutan. Sistem legislatif negara menggambarkan adanya
lembaga-lembaga negara, hubungan antarnegara, dan bekerjanya lembaga negara dalam
mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan. Jika kita melihat sistem
pemerintahan, kita dapat lebih mudah memahami tentang muncul dan tenggelamnya
suatu negara.
Untuk itu mengapa kita perlu mempelajari sistem legislatif negara lain, Karena
sistem pemerintahan negara lain dapat menjadi bahan perbandingan dengan sistem di
negara kita sehingga kita dapat mengadopsi kebaikan sistem legislatif negara lain untuk
kebaikan sistem legislatif negara kita. Maka dari itu, kami mencoba menyusun makalah
tentang sistem legislatif negara Perancis ini sebagai bahan perbandingan untuk sistem
pemerintahan negara kita agar kita dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan masingmasing sistem legislatif suatu negara.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
1. Bagaimana Sistem Legislatif/ DPR di Negara Perancis ?
2. Bagaimana Sistem legislatif di Negara indonesia?
3. Apa saja persamaan dan perbedaan dari masing-masing Sistem legislatif di masingmasing Negara tersebut?
A. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan-rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis Sistem Legislatif/ DPR di Negara Perancis.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis Sistem legislatif di Negara indonesia.
3. Mendeskripsikan dan menganalisis persamaan dan perbedaan dari masing-masing Sistem
legislatif di masing-masing Negara tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Legislatif/ DPR di Negara Perancis
1. Sistem Politik
Republik Perancis menganut demokrasi yang menganut sistem semi
presidensial. Perancis merupakan salah satu dari pendiri Uni Eropa dan merupakan
anggota dengan luas daratan terbesar. Perancis juga merupakan salah satu pendiri
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menjadi salah satu anggota permanen Dewan
Keamanan PBB yang memiliki hak veto. Republik Perancis adalah sebuah negara
kesatuan semipresidensial dengan tradisi demokrasi yang kuat. Presiden Republik
Perancis, yang dipilih dalam pemilu untuk masa jabatan 5 tahun sebagai kepala negara,
dan Perdana Menteri yang ditunjuk oleh presiden dan memimpin pemerintah. Garis
politik Perancis adalah memperkuat Uni Eropa dan menjadikannya payung yang
sepadan untuk menghadapi payung AS. Perancis juga berupaya membentuk kekuatan
militer Eropa yang lepas dari NATO. Dalam hal ini, Perancis telah melakukan langkah
politik yang sangat cerdas dengan mendapat persetujuan Jerman, sehingga mau tak mau
Inggris bergabung dengan keduanya agar Inggris tidak terluput dari bagian rampasan
perang jika upaya Perancis dan Jerman sukses.
Konstitusi Perancis mulai diadopsi pada tanggal 4 Oktober 1958. Konstitusi ini
dijuluki sebagai Konstitusi Republik Kelima, dan menggantikan konstitusi Republik
Keempat. Charles de Gaulle adalah tokoh utama dalam memperkenalkan konstitusi
baru, sementara isi konstitusi ditulis oleh Michel Debr. Sejak tanggal pengesahannya,
konstitusi ini telah diamandemen sebanyak 18 kali, dan yang terbaru pada tahun 2008.
Republik Kelima adalah konstitusi republik Perancis kelima dan terbaru, yang
diperkenalkan pada 5 Oktober 1958. Republik Kelima bangkit dari keruntuhan
Republik Keempat Perancis, menggantikan pemerintah parlementer dengan sistem
semi-presidensial.
Republik Keempat adalah periode antara tahun 1946 hingga 1958 di Perancis, di
mana negara itu diperintah oleh rezim Republik dengan Konstitusi Republik Perancis
yang keempat. Republik Keempat merupakan kebangkitan kembali dari Republik
Ketiga Perancis yang berlangsung sebelum Perang Dunia II, dan menghadapi

permasalahan kesulitan yang sama, seperti sangat pendeknya masa pemerintahan yang
menyebabkan perencanaan kebijakan menjadi sulit. Perancis mengadopsi konstitusi
Republik Keempat pada 13 Oktober 1946.
Parlement franais adalah cabang

legislatif

dan deliberatif

(parlemen

Pemerintah Prancis). Sistem parlementer di Prancis adalah bikameral, dan Parlemen


terdiri dari "Majelis Tinggi(chambre haute), merupakan Senat Prancis (Snat) "Majelis
Rendah"(chambre

basse), merupakan

Majelis

Nasional

Prancis (Assemble

nationale) tempat berbeda yaitu Palais du Luxemboruguntuk Senat danPalais Bourbon


untuk Majelis Nasional.
Dalam Negara Prancis tidak terdapat satu partai yang cukup besar untuk
membentuk kabinet atas kekuatan sendiri, sehingga kabinet di Prancis hampir
semuanya berdasarkan koalisi. Badan eksekutif terdiri dari seorang presiden yang
sedikit sekali kekuasaannya. Serta menteri-menteri yang hanya dipimpin oleh seorang
perdana menteri. Kedudukan menteri tidak boleh dirangkap dengan kedudukan sebagai
anggota parlemen
Berdasarkan kenyataan Republik Prancis ke III (1870-1940) kabinet sering jatuh
karena badan legislatif menerima mosi tak percaya, maka dalam Undang-Undang Dasar
Republik Prancis ke-IV ditentukan, bahwa kalau dua kabinet jatuh dalam masa 18
bulan sebagai akibat dari mosi tak percaya, maka badan legislatif boleh dibubarkan.
Akan tetapi dalam masa Republik Prancis ke-IV ternyata krisis kabinet tidak dapat
dihindarkan. Tidak karena banyaknya mosi, akan tetapi karena salah satu atau beberapa
partai yang tadinya mendukung kabinet koalisi menghentikan dukungannya dan
menarik kembali menterinya. Sehingga hal ini menyebabkan jatuhnya kabinet dan
terjadinya krisis kabinet.
Berdasarkan atau bercermin pada kegagalan sistem parlementer Republik
Prancis ke-IV karena badan eksekutifnya terlalu banyak didominasi oleh badan
legislatif, maka presiden de Gaulle dalam tahun 1958 berhasil memprakarsai suatu
Undang-Undang Dasar baru yang memperkuat kedudukan badan eksekutif, baik
presiden maupun kabinetnya. Dengan demikian sistem ini lebih menjurus pada sistem
presidensiil.
Kedudukan presiden diperkuat karena dia tidak lagi dipilih oleh anggota badan
legislatif, sebagaimana Republik Prancis ke-IV, akan tetapi oleh suatu majelis
pemilihan yang terdiri dari 80.000 orang. Dan mulai tahun 1962 langsung dipilih oleh
semua rakyat yang berhak memilih. Lagi pula, masa jabatan presiden menjadi tujuh
tahun. Juga kekuasaan untuk bertindak dalam masa darurat diperkuat. Dimana presiden

boleh mengambil tindakan apa saja yang dianggap perlu untuk mengatasi krisis itu.
Akan tetapi badan legislatif tidak boleh dibubarkan dan harus terus bersidang dalam
masa darurat sekalipun.
Jika timbul pertentangan antara kabinet dengan badan legislatif, presiden boleh
membubarkan badan legislatif. Undang-Undang yang telah diterima oleh badan
legislatif yang tidak disetujui oleh presiden dapat diajukan olehnya langsung pada
rakyat supaya bisa diputuskan dalam suatu referendum. Atau dapat diminta
pertimbangan dari majelis konstitusionil. Badan ini memiliki wewenang untuk
menyatakan suatu Undang-Undang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar. Juga
penerimaan mosi dan interpelasi dipersukar, misalnya: sebelum sebuah mosi boleh
diajukan dalam siding badan legislatif, harus didukung oleh 10% dari jumlah anggota
badan itu. Sampai sekarang, sistem ini menunjukkan cukup keseimbangan antara badan
eksekutif dan badan legislatif. Sehingga dipandang dan dianggap lebih menjurus pada
sistem presidensiil.
2.

Sistem Legislatif/Dewan Perwakilan Rakyat


Senat (bahasa Perancis: Snat) adalah majelis tinggi dari Parlemen Perancis. Senat juga
merupakan majelis tinggi pada masa Konsulat Perancis pada 1799-1804. Senat Perancis
tidak begitu terkenal dibandingkan dengan majelis rendahnya, yaitu Dewan Nasional
yang anggotanya dipilih langsung. Perdebatan-perdebatan di Senat cenderung tidak
begitu tegang dan kurang mendapatkan liputan media.
Kekuasaan Legislatif Perancis berada pada Parlemen, yang terdiri dari dua kamar
(bikameral), yaitu
a. The National Assembly
"Majelis Rendah" (chambre basse), merupakan Majelis Nasional Perancis,
bertempatkan Palais Bourbon.
b. Senat (seperti DPR & MPR di Indonesia).
"Majelis Tinggi" (chambre haute), merupakan Senat Perancis (Snat), bertempatkan
Palais du Luxemborug.
Parlemen Mengadakan Rapat Umum sebanyak 9 kali setiap tahun The
National Assembly adalah bagian dari Parlemen yang beranggotakan 577 orang yang
disebut deputy, dipilih dalam pemilu setiap 5 tahun sekali. The National Assembly dapat
mengajukan keberatan kepada kabinet (eksekutif) dengan melakukan voting untuk
motion of censure (mosi tidak percaya) Terdapat dua kekuatan dalam The National
Assembly yaitu koalisi pendukung pemerintah dan oposisi
Senator dipilih melalui pemilihan umum lokal setiap 6 tahun sekali, Separuh
dari anggota Senat dilakukan pergantian setiap 3 tahun sekali secara bergantian (mirip

keanggotaan PBB) Senat memiliki anggota sebanyak 346 pada tahun 2010 Kekuasaan
Legislatif dari senat adalah terbatas, jika terjadi perbedaan pendapat, keputusan The
National Assemblylah yang nantinya akan menentukan. Sejak dimulainya Fifth
Republic, mayoritas Senator selalu berada dalam sayap kanan (pro pemerintah) Dengan
demikian dapat mendukung program yang dicanangkan pemerintah untuk mengubah
wilayah pedesaan menjadi kota besar
B. Sistem Legislatif/ DPR di Negara Indonesia
Mengenai kata perwakilan disini dapat bermakna pada perseorangan maupun
suatu kelompok yang memiliki kemampuan dan kewajiban untuk berbicara, membuat
tindakan, dsb. Pengertian perwakilan pun sangat banyak macamnya. Salah satunya
menurut pendapat Alfred de Grazia, yaitu hubungan antara dua orang, wakil dengan pihak
yang mewakilinya/konstituen, dimana wakil memegang otoritas untuk melaksanakan
beberapa aksi yang mendapat persetujuan dari pihak yang ia wakili. Kemudian menurut
Hanna Penichel Pitkin, perwakilan ialah proses mewakili, dimana wakil bertindak dalam
rangka bereaksi kepada kepentingan pihak yang diwakili. Wakil bertindak sedemikian rupa
sehingga antara wakil dan pihak yang diwakili tidak terjadi konflik dan jika benar terjadi,
maka harus mampu diredakan dengan penjelasan.
Kemudian berdasarkan pendapat Budiarjo, perwakilan merupakan konsep bahwa
seorang atau suatu kelompok memiliki kemampuan atau kewajiban untuk berbicara dan
bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Oleh karena itu, sistem perwakilan
pada hematnya, ialah sistem yang dijalankan untuk mewakili seluruh rakyat Indonesia
oleh lembaga-lembaga tertentu yang diatur oleh undang-undang. Terdapat tiga sistem
lembaga perwakilan yang dikenal umum, yaitu unikameral, bikameral, dan trikameral.
Keefektifan sistem lembaga perwakilan ini ditentukan oleh keseimbangan kewenangan
masing-masing kamar dalam menjalankan berbagai fungsinya, seperti rekrutmen politik,
anggaran, perwakilan, kontrol, dan fungsi legilasilah yang paling penting. Berpacu kepada
amandemen UUD 1945, Indonesia menganut sistem perwakilan bikameral, yaitu DPR dan
DPD. Namun menurut Deputi Bidang Persidangan dan Kerjasama Antar Parlemen DPR
RI, Achmad Juned, Indonesia menganut sistem perwakilan unikameral walaupun
Indonesia terlihat menganut bikameral dengan adanya DPR dan DPD. Namun sangat
disayangkan disini fungsi DPD terbilang minim dengan hanya diikutsertakan dalam
perumusan kebijakan dan hanya memberi pertimbangan atas penetapan tersebut, dimana
hal ini sangat mencerminkan ketidakseimbangan antara DPR dan DPD.

Namun terdapat pendapat lain juga yang menyatakan bahwa Indonesia menganut
sistem perwakilan trikameral, yaitu dengan adanya MPR, DPR, dan DPD. Sebelum
amandemen UUD 1945, sistem perwakilan Indonesia menganut bikameral, yaitu MPR dan
DPR. Namun setelah amandemen UUD 1945, bertambah dengan DPD. Pendapat lain juga
mengatakan bahwa Indonesia menganut sistem perwakilan bikameral lemah/soft
bicameral, dimana kamar pertama dalam hal ini DPR, lebih kuat daripada kamar kedua,
yaitu DPD. Sedangkan sebenarnya dalam sistem perwakilan bikameral ini seharusnya
terdapat checks and balances antara keduanya untuk saling mengawasi dan jika kita
melihat pada fakta hukumnya bahwa kesenjangan wewenang DPR yang lebih berkuasa
daripada DPD.
Ketidakseimbangan antara ide/teori dengan praktek yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari memang sudah umum terjadi, bahkan dalam hal sentral hukum seperti ini. 1.2.
Tugas dan Wewenang DPR, DPD, dan MPR DPR: Terkait dengan fungsi legislasi, DPR
memiliki tugas dan wewenang: Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas);
1. Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang;
2. Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan
daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan
SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah);
3. Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD;
4. Menetapkan UU bersama dengan Presiden;
5. Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yangdiajukan
Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU.
Terkait dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang:
1. Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden);
2. Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak,
pendidikan dan agama;
3. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang disampaikan oleh BPK;
4. Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap
perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara;
Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang:
1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, dan kebijakan pemerintah;
2. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait
pelaksanaan

UU

mengenai

otonomi

daerah,

pembentukan,

pemekaran

dan

penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan dan agama);
Tugas dan wewenang DPR lainnya, antara lain:

1. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat;


2. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk:
(1) Menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain;
(2) Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial;
(3) Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal:
a) Pemberian amnesti dan abolisi;
b) Mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain;
(4) Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
(5) Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang
akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden;
(6) Memilih 3 orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden.
Kemudian dibandingkan dengan wewenang DPD, yaitu terkait fungsi
legislasi, tugas dan wewenangnya ialah:
1. Dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR
2. Ikut membahas RUU dengan beberapa bidang terkaitnya, ialah otonomi daerah;
hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan
daerah. Terkait fungsi pertimbangan, tugas dan wewenangnya ialah:
a. Memberi pertimbangan kepada DPR;
b. Dapat mengawasi pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil
pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
c. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK. Dengan
beberapa bidang terkaitnya, ialah otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan
sumber daya ekonomi lainnya; perimbangan keuangan daerah; pelaksanaan
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara); dan terkait pajak,
pendidikan, dan agama. Tugas, dan wewenang MPR secara konstitusional diatur
dalam Pasal 3 UUD 1945, yang sebelum maupun setelah perubahan salah
satunya mempunyai tugas mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal penting dan mendasar.
Oleh karena itu dalam perkembangan sejarahnya MPR dan konstitusi yaitu
Undang-Undang Dasar mempunyai keterkaitan yang erat seiring dengan
perkembangan ketatanegaraan Indonesia. MPR: Tugas dan wewenang Majelis
Permusyawaratan Rakyat diatur dalam UUD 1945, yaitu:
1. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
2. Melantik Presiden dan Wakil Presiden
3. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
Sedangkan sejak 2009 dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, diatur
mengenai tugas dan wewenang MPR pula, yaitu:

a. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945
b. Melantik Presden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum
c. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden
d. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabtannya
e. Memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden
apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
dan
f. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil
residen yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya merai suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai terakhir masa
jabatannya.
DPD: Sesuai dengan konstitusi, format representasi DPD-RI dibagi menjadi
fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang terkait
sebagaimana berikut ini. Fungsi Legislasi Tugas dan wewenang:
1. Dapat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR
2. Ikut membahas RUU Bidang Terkait: Otonomi daerah; Hubungan pusat dan
daerah; Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; Pengelolaan
sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan
pusat dan daerah. Fungsi Pertimbangan
3. Memberikan pertimbangan kepada DPR Fungsi Pengawasan Tugas dan
wewenang:
4. Dapat melakukan

pengawasan

atas

pelaksanaan

undang-undang

dan

menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan


untuk ditindaklanjuti.

5. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK Bidang


Terkait : Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah; Pembentukan dan
pemekaran, serta penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya alam serta
sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah;
Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN); Pajak,
pendidikan, dan agama.
C. Perbandingan Legislatif/Perwakilan Rakyat di Indonesia dengan Perancis
Republik Perancis adalah sebuah republik semi-presidensial uniter dengan tradisi
demokratis yang kuat. Konstitusi Republik Kelima disetujui melalui referendum tanggal
28 September 1958. Sehingga memperkuat kewenangan eksekutif dengan parlemen.
Cabang eksekutif itu sendiri memiliki dua pemimpin: Presiden Republik, yang merupakan
Kepala Negara dan dipilih langsung oleh hak pilih universal orang dewasa untuk jabatan
selama 5 tahun (sebelumnya 7 tahun), dan Pemerintah, dipimpin oleh Perdana Menteri
yang ditunjuk presiden. Perancis terbagi menjadi 26 Region Administratif, yang terdiri
dari 22 Region Administratif terletak di Perancis Metropolitan dan 4 Region seberang laut.
Dari 22 Region Administratif diantaranya 21 Region berada di wilayah kontinental atau
Perancis Metropolitan dan 1 adalah jajahan teritorial Corsica. Region itu kemudian dibagi
lagi menjadi 100 departemen yang diberi nomor (umumnya huruf). Nomor ini digunakan
untuk kode pos dan plat nomor kendaraan.
Empat dari departemen tersebut terletak di region seberang laut dan departemen
seberang laut adalah bagian integral Perancis (dan Uni Eropa) dan menikmati status yang
sama dengan departemen metropolitan. Ke-100 departemen terbagi menjadi 341
arondisemen, dan dibagi lagi menjadi 4.032 kanton. Kanton-kanton tersebut dibagi
menjadi 36.680 komune, yang merupakan kotamadya dengan dewan kotamadya terpilih.
Juga ditetapkan 2.588 entitas antarkomune yang mengumpulkan 33.414 dari 36.680
komune (91,1% dari seluruh komune). Tiga komune 2 yaitu Paris, Lyon dan Marseille
dibagi menjadi 45 arondisemen kotamadya. Region, Departemen dan Komune dikenal
sebagai jajahan teritorial, berarti mereka memiliki majelis lokal juga eksekutif.
Arondisemen dan kanton adalah pembagian administratif. secara umum karena Perancis
mempunyai sistem pemerintahan daerah yang terbukti telah berjalan dengan baik dan
memiliki kesamaan dengan sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu menganut
sistem semi Presidensial dan sama-sama dipengauruhi oleh tradisi civil law, sehingga
peran Parlemen, baik pusat maupun daerah memiliki konstruksi yang sama dengan
Republik Indonesia.

Berikut ini akan dilihat bagaimana pelaksanaan sistem pemerintahan di negara Indonesia dan
perbandingannya dengan negara-negara lain baik yang menerapkan sistem pemerintahan
presidensial maupun parlementer.
PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN DAN LEGISLATIF
Negara Indonesia

Perancis

Setelah Amandemen UUD 1945


Bentuk pemerintahan adalahKedudukan eksekutif (Presiden) kuat, karena dipilih
republik, dengan sistem peme-langsung oleh rakyat.
rintahan adalah presidensial.
Presiden dan wakilnya dipilihKepala negara dipegang Presiden dengan masa jabatan
secara langsung oleh rakyat dalamselama tujuh tahun.
satu paket untuk masa jabatan 2004
2009.
Kabinet atau menteri diangkatPresiden diberikan wewenang untuk bertindak pada
dan diberhentikan oleh presi-den,masa darurat dalam menyelesaikan krisis.
serta bertanggung jawab kepada
presiden.
Parlemen terdiri atas 2 bagianJika terjadi pertentangan antara kabinet dengan legislatif,
(bikameral), yaitu Dewan Perwakilanpresiden boleh membubarkan legislatif.
Rakyat (DPR) danDewan Perwakilan
Daerah(DPD).
Kekuasaan legislatif ada pada
DPR yang memiliki tugas membuat Jika suatu undang-undang yang telah disetujui legislatif
UU dan mengawasi jalannya namun tidak disetujui Presiden, maka dapat diajukan
pemerintahan.
langsung kepada rakayat melalui referandum atau
diminta pertimbangan dari Majelais Konstitusional.
Kekuasaan yudikatif dijalankan
oleh Mahkamah Agung dan badanPenerimaan mosi dan interpelasi dipersukar, misalnya
peradilan di bawahnya, yaitu sebelum sebuah mosi boleh diajukan dalam sidang badan
pengadilan tinggi dan pengadilanlegislatif, harus didukung oleh 10% dari jumlah anggota
negeri
serta
sebuahMahkamahbadan itu.
Konstitusi danKomisi Yudisial.
Catatan :
bahwa
sistem
pemerintahan
yang
dikembangkan oleh Perancis ini sebenarnya bukan
parlementer murni. Tetapi, pemisahan jabatan kepala
negara
dan
kepala
pemerintahan
memang
menunjukkanciri parlemenrterisme.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekuasaan Legislatif Perancis berada pada Parlemen, yang terdiri dari dua kamar
(bikameral), yaitu
a. The National Assembly
"Majelis Rendah" (chambre basse), merupakan Majelis Nasional Perancis,
b.

bertempatkan Palais Bourbon.


Senat (seperti DPR & MPR di Indonesia).
"Majelis Tinggi" (chambre haute), merupakan Senat Perancis (Snat), bertempatkan
Palais du Luxemborug.

Parlemen Mengadakan Rapat Umum sebanyak 9 kali setiap tahun The National Assembly
adalah bagian dari Parlemen yang beranggotakan 577 orang yang disebut deputy, dipilih
dalam pemilu setiap 5 tahun sekali. The National Assembly dapat mengajukan keberatan
kepada kabinet (eksekutif) dengan melakukan voting untuk motion of censure (mosi tidak
percaya) Terdapat dua kekuatan dalam The National Assembly yaitu koalisi pendukung
pemerintah dan oposisi. Sedangkan di Indonesia
Terdapat tiga sistem lembaga perwakilan yang dikenal umum, yaitu unikameral,
bikameral, dan trikameral. Keefektifan sistem lembaga perwakilan ini ditentukan oleh

keseimbangan kewenangan masing-masing kamar dalam menjalankan berbagai fungsinya,


seperti rekrutmen politik, anggaran, perwakilan, kontrol, dan fungsi legilasilah yang paling
penting. Berpacu kepada amandemen UUD 1945, Indonesia menganut sistem perwakilan
bikameral, yaitu DPR dan DPD. Namun menurut Deputi Bidang Persidangan dan
Kerjasama Antar Parlemen DPR RI, Achmad Juned, Indonesia menganut sistem
perwakilan unikameral walaupun Indonesia terlihat menganut bikameral dengan adanya
DPR dan DPD. Namun sangat disayangkan disini fungsi DPD terbilang minim dengan
hanya diikutsertakan dalam perumusan kebijakan dan hanya memberi pertimbangan atas
penetapan tersebut, dimana hal ini sangat mencerminkan ketidakseimbangan antara DPR
dan DPD.

Daftar Pustaka

Purwanto, Bambang Tri dan Sunardi. Membangun Wawasan Kewarganegaraan. Solo : PT


Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Sarundajang. 2005. Birokrasi dalam Otonomi Daerah Upaya MengatasiKegagalan.
Jakarta: Kata Hasta Pustaka
Wasistiono,Sadu, dkk. 2009. Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Bandung: Fokusmedia
Wijdaja, HAW. 2005. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Dwiyanto, Agus. Dkk. 2009. Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan PelayananPublik:
Kajian
Tentang
Pelaksanaan
Otonomi
Daerah
di
Indonesia.Yogjakarta: PT. Gava Media
http://www.scribd.com/doc/6404840/Perancis
http://www.scribd.com/doc/19795957/DEMOKRASI-PERANCIS
http://id.wikipedia.org/wiki/Perancis
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Presiden_Perancis
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Perdana_Menteri_Perancis
http://www.deplu.go.id/paris/

Anda mungkin juga menyukai