Anda di halaman 1dari 7

Medication Error pada Pasien Rawat Inap

Contoh kasus yang terjadi :


Pasien bernama Jacquelyn ( 9 tahun) menjalani operasi operasi tulang siku. Setelah mencari
rekomendasi dari lima rumah sakit, orang tua Jacquelyn memutuskan satu rumah sakit dan
memastikan rumah sakit tersebut adalah rumah sakit terbaik yang dapat memberikan
pengobatan terbaik bagi anak mereka.
Setelah tiga jam menjalani operasi tulang, Jacquelyn diberi obat penghilang rasa sakit berupa
morfin. Pompa morfin terhubung dengan alat-alat lain yang menunjukkan perkembangan
keadaan Jacquelyn seperti monitor fungsi hati, monitor fungsi pernafasan, dan monitor
oksigen dalam darah. Karena perkembangan yang baik, maka dokter memutuskan untuk
menghentikan pemberian morfin pada Jacquelyn dan melepas monitor-monitor yang
memantau fungsi organ penting.
Malam itu, ibu Jacquelyn, Carol, menginap di rumah sakit menjaga anaknya. Tengah malam
ia terbangun untuk mengecek Jacquelyn. Fungsi pernafasannya normal, namun tidak
memberikan respon ketika dipanggil. Carol segera meminta bantuan. Setelah dilakukan
pengecekan, pompa morfin belum dimatikan, namun mesin diprogram untuk menaikkan
dosis morfin untuk Jacquelyn. Konsentrasi obat narkotik ini meningkat tajam pada darah
Jacquelyn, ia telah mengalami overdosis morfin.
Carol sangat menyayangkan kejadian ini dan meminta rumah sakit untuk bertanggung jawab.
Paramedis segera mengecek keadaan Jacquelyn dan memastikan ia baik-baik saja, serta
berjanji kesalahan seperti ini tidak akan terjadi lagi. Menurut Carol, hal ini terjadi
dikarenakan penggunaan pompa morfin tidak diajarkan kepada suster sehingga tujuan
mempermudah penggunaan morfin membawa petaka.
Faktor-faktor penyebab :
- kompleksitas pelayanan kesehatan
Misal : - teknologi yang sulit dipahami
- obat dengan potensi besar

- perawatan intensif
- rawat inap yang berkesinambungan
- sistem dan proses desain
Misal : - kurang komunikasi antara dokter, perawat, apoteker, dan tenaga kesehatan lain
- sistem pelaporan rumah sakit yang tidak saling terhubung
- sistem pemotongan uang yang dilakukan rumah sakit tidak dikembalikan dengan
benar
- kompetensi, pendidikan, dan pelatihan
Misal : - variasi tenaga kesehatan memnutuhkan pelatihan dan pengalaman yang berbeda
- mengakui kegagalan dalam pencegahan dan kesalahan serius medikasi
- faktor manusia dan ergonomik
Misal : - tenaga kesehatan yang mengalami kelelahan
- sistem yang mengekang, tekanan oleh waktu, pasien yang berbeda
- depresi
Langkah pencegahan medication error :
- Intervensi Farmasis
Merupakan tantangan bagi pelayanan kesehatan, terutama saat operasi. Operasi bukan
tindakan yang diresepkan sehingga solusinya adalah tenaga teknis kefarmasian mencatat
secara lengkap rekam medis dalam form yang sesuai. Sehingga farmasis dapat melakukan
evaluasi dan dokter dapat menentukan terapi yang paling sesuai yang harus dilakukan
selanjutnya.
- Sistem Resep Elektronik ( Computerized Physician Order Entry/ CPOE)
Penelitian menunjukkan bahwa CPOE efektif dalam mengurangi jumlah medication
error. Cara kerja sistem ini adalah, dokter menulis resep pada komputer yang secara langsung
akan terkirim ke komputer apoteker di instalasi farmasi. Dengan mengetik resep, tidak akan

terjadi kesalahan pembacaan resep ( yang dikarenakan tulisan yang sulit dibaca) sehingga
ketepatan pemberian obat meningkat. Selain itu, rumah sakit juga dapat menghemat kertas,
karena resep tidak menggunakan kertas lagi.
Dengan menggunakan CPOE dapat langsung diketahui interaksi obat yang mungkin
terjadi, selain itu resep elektronik dirancang dengan kelengkapan resep yang harus diisi
dengan lengkap sehingga resep anak-anak tidak dapat ditulis bila umur dan berat badan
pasien anak tidak diisi.
- Sistem Bar code
Ketika seorang pasien dirawat di bangsal, maka pasien akan menerima sebuah gelang
dengan barcode satu dimensi dari bagian administrasi rumah sakit. Gambar 1
mengilustrasikan barcode sampel dari gelang pasien. Meskipun one dimensional, barcode
dapat menyimpan hingga 20 bytes, dimana rumah sakit hanya menggunakan 10 byte. Byte
pertama menunjukkan mulai dan 8 byte berikutnya digunakan untuk mengidentifikasi jumlah
pasien, dan byte terakhir menunjukkan akhir dari barcode.
Gambar 1 : Contoh barcode 1 dimensi pada gelang pasien

No register
Nama dan sex
Reregister
No rekam Medis
Reregister

Barcode 2 dimensi

Contoh label barcode 2 dimensi pada kantong obat

Sistem berbasis barcode yang digunakan terbagi menjadi dua bagian : diluar
kamar pasien atau pada sisi tempat tidur pasien dan ruang server dimana mesin server
ditempatkan. Di bangsal, pasien menggunakan gelang yang berisi informasi
identifikasi dan bungkus obat, sertya kantung darah diberi label barcode. Ketika
perawat menscan barcode menggunakan PDA, maka data yang diperoleh dari barcode
akan dikirim ke server yang terletak di ruangan lain melalui Access Point Nirkabel
(AP). Kemudian server akan memeriksa kembali data yang berisi informasi yang telah
diresepkan oleh dokter dan mengirim kembali informasi tersebut pada PDA (gambar
2).
Gambar 2 : alur informasi barcode

Kantung darah untuk tranfusi diberi label dengan barcode oleh petugas di bank darah
(gambar 3). Meskipun barcode dua dimensi dapat menyimpan hingga 2000 bytes, rumah sakit
menggunakan 32 byte saja. Umumnya rumah sakit menggunakan BIP-5300 PDA dari
Bluebird Soft Inc. PDA memiliki barcode dengan kemampuan untuk membaca hasil scan
barcode dari gelang, kantung obat, dan kantung darah. Selain itu sebuah driver jaringan
wireless terhubung dengan jaringan HIS (Hospital Information System) dan transfer data ke

server. Kemudian layar PDA dapat memberikan hasil yang telah diperiksa dan diterima dari
server.

Gambar 3 : Pencegahan Kesalahan Obat dengan Menempelkan Barcode Pasien pada Obat,
bagian tranfusi

Gambar 4 menggambarkan langkah screen shot pada masing-masing obat


menggunakan sistem ini. Sebelum perawat memberikan obat dan kantong darah kepada
pasien, pada awalnya mereka login ke HIS menggunakan PDA (Gb 5). Dan kemudian
perawat memeriksa identifikasi pasien pada gelang, kantong obat, dan kantong darah.
menggunakan PDA, perawat melakukan scan barcode pada kantong obat dan kantong darah.
Kemudian informasi ditransfer ke server melalui AP wireless. Kemudian tampilan PDA
keluar dan apakah ID pasien sama dengan ID informasi yang diperoleh dari gelang tersebut.
Jika kedua informasi yang sama, perawat boleh memberikan obat ke pasien. Dalam kasus
transfusi, sebelum perawat memberikan darah untuk pasien, perawat harus scan ID perawat di
untuk disimpan informasi tentang siapa yang memberikan darah ke pasien. Semua data yang
dihasilkan selama proses seluruhnya disimpan pada server.
Gambar 4 : Langkah Screen Shot Barcode

Gambar 5 : HIS : Hospital Information System

Gambar 6 : Alur penggunaan barcode

Daftar pustaka
Bakhtiari, Elyas., (2010). Study: Bar Code Technology Reduces Medication Errors, diambil
25 Oktober 2010 dari http://www.healthleadersmedia.com/content/TEC-250673/

Bate, David W.,(2000). Using Information to Reduce Medication Errors in Hospitals, BMJ
Journal diambil 26 Oktober 2010 dari http://www.bmj.com/content/320/7237/788.full

Choi, Jong Soo., Kim, Dongsoo., (2009). Technical Considerations for Successful
Implementation of Barcode-Based Medication System in Hospital, diambil 23 Oktober
2010 dari http://synapse.koreamed.org/Synapse/Data/PDFData/0088JKSMI/jksmi
FDA. (2011).Strategies to Reduce Medication Errors : Working to Improve Medication
Safety. Diakses 25 Februari 2012 dari
http://www.fda.gov/Drugs/ResourcesForYou/Consumers/ucm143553.
htm

Anda mungkin juga menyukai