Anda di halaman 1dari 16

Penetapan Indeks Busa

I.

Tujuan

Melakukan penetapan indeks busa terhadap simplisia Kulit buah


lerak untuk mengetahui keberadaan saponin dan kualitas simplisia.

II.

Alat dan Bahan


Alat
Timbangan Analitis
Beaker glass 500 ml
Pemanas
Labu Takar 100 ml
Gelas Ukur 10 ml dan 50 ml
Corong
Pengaris
Tabung Reaksi Bertutup
Kertas Saring

III.

Bahan
Kulit Buah Lerak
Aquadest

Prosedur
Sapindus Rarak Fructus dihaluskan,lalu diitimbang dengan tepat
sebanyak 1 gram dan 0,5 gram. Lerak yang sudah dihaluskan tersebut dimasukan
ke dalam beaker glass 500ml yang berisi 100 ml aquadest mendidih, lalu
dibiarkan selama 30 menit. Dinginkan dan saring ke labu takar 100ml. Aquadest
ditambahkan melalui kertas saring untuk menggenapkan volume.

Buat satu seri pengenceran dalam tabung reaksi tertutup sebagai berikut:

No.Tabung
Rebusan

1
1

2
2

3
3

4
4

5
5

6
6

7
7

8
8

9
9

10
10

Simplisisa (ml)
Aquadest (ml)

Setelah dibuat pengenceran dengan ukuran seperti pada table, tabung reaksi ditutup
dan dikocok kearah memanjang selama 15 detik dengan frekuensi 2 kocokan
perdetik. Lalu biarkan selama 15 menit hingga busa dapat diukur.
lakukan analisis sebagai berikut :
a.

Jika tinggi busa pada setiap tabung kurang dari 1 cm, maka indeks busanya
kurang dari 100.

b. Jika tinggi busa 1 cm terdapat pada salah satu tabung, maka volume
dekokta(rebusan) bahan tumbuhan dalam tabung tersebut ditetapkan sebagai
parameter a yang nantinya akan digunakan untuk menentukan indeks busa.
c. Namun jika terpilih merupakan tabung nomer 1 dan nomer 2 dari seri tersebut,
maka harus dilakukan pengenceran kembali yang lebih rinci untuk mendapatkan
hasil lebih yang akurat.
d. Jika tinggi busa pada setiap tabung lebih dari 1 cm, maka indeks busanya lebih
dari 1000. Dalam hal ini ulangi pengujian dengan menggunakan rangkaian seri
baru dari dekokta untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Lalu hitung indeks pembusaan dengan rumus :

1000
a
a = volume (ml) dekokta terpilih yang memiliki tinggi busa 1 cm (berdasarkan
hasil pengamatan)

IV.

Hasil Pengamatan dan Perhitungan

IV.1.
Hasil Pengamatan
Nama simplisia
Nama latin simplisia
Nama latin tumbuhan
Pengamatan pembusaan :

No Tabung
Rebusan

1
0,

Simplisia (ml)
Aquadest (ml)

5
9,

Tinggi Busa

5
0,

1,

(cm)

: Kulit buah lerak


: Sapindus rarak Fructus
: Sapindus rarak

1,5

2,5

3,5

8,5

7,5

6,5

3,5

9
4,

10
5

5
5,

5
6,

A. Data pengamatan kelompok 4 (sebagai perbandingan)


Nama simplisia
: Daun belimbing manis
Nama latin simplisia
: Averrhoa carambola Folium
Nama latin tumbuhan
: Averrhoa carambola L
Pengamatan pembusaan :

No Tabung
Rebusan Simplisia
(ml)
Aquadest (ml)
Tinggi Busa (cm)

IV.2.

10

10

9
0,3

8
0,4

7
0,4

6
1

5
0,5

4
1,1

3
1,2

2
0,6

1
0,8

0,9

Hasil Perhitungan

Rumus Indeks Busa:


Indeks Busa =

1000
a

Ket : a

: volume (ml) dekokta terpilih yang memiliki tinggi busa 1 cm

Indeks Busa =

1000
1 mL

= 1000

Di percobaan yang menggunakan kulit buah lerak tidak bisa


dilakukan perhitungan, karena data yang didapat tidak
menunjukan adanya indeks

busa yang sesuai dengan

keterangan di rumus yaitu 1 cm. Indeks busa yang didapat

sangat bervariasi dan tidak stabil.


Pada kelompok 4 hasil yang di dapat adanya indeks busa yang
menunjukan nilai 1 cm di tabung 4 dengan nilai a yaitu 4 ml.
Indeks Busa =

V.

1000
4

= 250

Pembahasan

Karakteristik saponin selain menimbulkan busa pada saat dikocok dalam


air adalah saponin membentuk larutan koloid dalam air, memiliki rasa pahit,
rasa yang tajam, dan pada umumnya dapat mengiritasi mukosa. Saponin juga
dapat merusak sel darah merah dan bersifat racun (toksik) terutama untuk
hewan berdarah dingin, sehinngah banyak digunakan sebagai racun ikan.
Saponin

yang

beracun

sering

disebut

dengan sapotoxin.

Sapotoxin

menyebabkan gangguan perut yang parah dan toksisitasnya timbul karena


terbentuknya suatu senyawa saat bereaksi dengan lesitin yang mempunyai
komponen utama dari sebagian besar lamak pada sel hewan. Hal ini dapat
memicu timbulnya gangguan saraf pusat dan jantung.

Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada


bagian-bagian tertentu dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap
pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin
sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari
metabolisme tumbuh tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung
terhadap serangan serangga (Liener IE. (ed). Toxic constituents of plant
foodstuffs. Academic Press, New York, 1969).
Sifat-sifat Saponin adalah sebagai berikut :

Mempunyai rasa pahit.


Dalam larutan air membentuk busa yang stabil.
Menghemolisa eritrosit.
Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi.
Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid

lainnya.
Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi.
Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula
empiris yang mendekati
Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau

hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan
banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang bersifat
keras atau racun biasa disebut sebagai Sapotoksin. Kematian pada ikan,
mungkin disebabkan oleh gangguan pernafasan. Ikan yang mati karena racun
saponin, tidak toksik untuk manusia bila dimakan. Tidak toksiknya untuk
manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan
oleh saponin. Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bensiltioglikosida.

Bila dihidrolisa dengan enzim menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan


bensilsianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat
toksik tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan, seperti kacang
tanah, kacang kedele dan juga pada macam-macam kol. Toksisitasnya
mungkin

karena

dapat

merendahkan

tegangan

permukaan (surface

tension).Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan


karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid) (Liener IE. (ed). Toxic
constituents of plant foodstuffs. Academic Press, New York, 1969).
Berdasarkan atas sifat kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua
kelompok :
1. Steroids dengan 27 C atom.
2. Triterpenoids, dengan 30 C atom.
Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : saponin steroid dan
saponin triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27)
dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin di hidrolisis menghasilkan
suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Tipe saponin ini memiliki
efek anti jamur. Pada binatang menunjukkan penghambatan aktifitas otot
polos. Saponin steroid diekskresikan setelah konjugasi dengan asam
glukoronida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintesis dari
obat kortikosteroid. Contoh senyawa saponin steroid diantaranya adalah
Asparagosides (Asparagus officinalis), Avenocosides (Avena sativa),
Disogenin

(Dioscorea

floribunda dan Trigonella

foenum

graceum).

Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul


karbohidrat. Di hidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut
sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat
asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan amyirine. Contoh senyawa triterpen steroid adalah Asiaticoside (Centella
asiatica), Bacoside (Bacopa monneira), Cyclamin (Cyclamen persicum)

(Liener IE. (ed). Toxic constituents of plant foodstuffs. Academic Press,


New York, 1969).

Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar


luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal
dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang
dengan penambahan asam. Saponin merupakan golongan senyawa alam
yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan
luas Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun
Sapo berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat
dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja
sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid
dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal.
Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter.
Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana
asam atau hidrolisis memakai enzim (Jaya, Ara. 2010).
Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau
hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin
dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang
bersifat keras atau racun biasa disebut sebagai Sapotoksin. Kematian pada
ikan, mungkin disebabkan oleh gangguan pernafasan. Ikan yang mati
karena racun saponin, tidak toksik untuk manusia bila dimakan. Tidak
toksiknya untuk manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang
busanya disebabkan oleh saponin. Contoh glikosida lain adalah tioglikosida
dan bensiltioglikosida. Bila dihidrolisa dengan enzim menghasilkan
tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan
mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik tersebut ada pada bawang, selada
air, kacang-kacangan, seperti kacang tanah, kacang kedele dan juga pada

macam-macam kol. Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan


tegangan permukaan(surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan
dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan
saccharic acid) (Hostettmann, K,1995).
Sifat-sifat Saponin adalah: 1) Mempunyai rasa pahit, 2)Dalam larutan
air membentuk busa yang stabil, 3) Menghemolisa eritrosit, 4) Merupakan
racun kuat untuk ikan dan amfibi, 5)Membentuk persenyawaan dengan
kolesterol dan hidroksisteroid lainnya, 6) Sulit untuk dimurnikan dan
diidentifikasi, 7) Berat

molekul

relatif

tinggi,

dan

analisis

hanya

menghasilkan formula empiris yang mendekati. Toksisitasnya mungkin


karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface tension). Dengan
hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat
(hexose, pentose dan saccharic acid). Pada hewan ruminansia, saponin
dapat digunakan sebagai antiprotozoa, karena mampu berikatan dengan
kolesterol

pada

sel

membran

protozoa

sehingga

menyebabkan

membrondisis pada sel membrane protozoa. Saponin dapat beraktivitas


sebagai adjuvant pada vaksin antiprotozoa yang nantinya mampu
menghambat perkembangan sporozoit di dalam saluran pencernaan
(Hostettmann, K,1995).
Berdasarkan

sifat-sifat tersebut,

senyawa saponin mempunyai

kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa
pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa pada industri sampo dan
digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang fotografi (Nio, Oey
Kam,1989).
Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid.

Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul


karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang
dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada
binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid
diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan
sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin
jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari metabolisme
sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida
jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung .
(Nio, Oey Kam,1989).

Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida


(Asparagus

sarmentosus), Senyawa ini

terkandung

di dalam

ttumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering


afrika. Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri dan
rematik oleh orang afrika. (Nio, Oey Kam,1989).

Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan


molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang
disebut sapogenin. Sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang
mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe
saponin ini adalah turunan amyrine. (Amirt Pal,2002)

Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa


ini terdapat pada tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India.
Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotic (Nio, Oey Kam,1989).

Indeks pembusaan adalah suatu pengujian untuk menentukan kadar


saponin didalam simplisia dengan cara simplisia direbus dengan air
kemudian dikocok hingga terbentuk busa yang dapat diukur. Nilai indeks
pembusaan dapat mengindikasikan aman tidaknya suatu tanaman untuk
dijadikan sediaan obat. Walau dapat melindungi tanaman terhadap mikroba

dan jamur, pada beberapa tanaman (misalnya dari gandum dan bayam) juga
dapat meningkatkan penyerapan gizi dan membantu pencernaan hewan.
Namun pada konsentrasi tinggi seperti yang terdapat dalam lerak, ki sabun
atau daun saga saponin memiliki efek toksin yang dapat mengancam
kehidupan sebagian hewan (terutama hewan berdarah dingin). (Nio, Oey
Kam,1989).
Untuk

manusia,

saponin

juga

tidak

bersifat

toksik

selama

konsentrasinya tidak tinggi, dapat diketahui dari minuman seperti bir yang
busanya disebabkan oleh saponin. Tetapi bila dijadikan sediaan obat,
saponin yang merupakan glikosida yang bila dihidrolisa dengan enzim
menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun
dan mempunyai sifat antitiroid(Nio, Oey Kam,1989).

Pada percobaan ini dilakukan penetapan indeks pembusaan pada


tanaman Sapindus rarak Dc. Klasifikasi tanaman Sapindus rarak Dc
adalah sebagai berikut:

Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Sapindales
Famili: Sapindaceae
Genus: Sapindus
Spesies: Sapindus rarak Dc

Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan pengamatan terhadap


indeks penyabunan simplisia beberapa simplisia. Kelompok praktikan
khususnya mengamati kulit buah lerak.
Prinsip dari penetapan indeks pembusaan ini yaitu sampel yang berupa
simplisia yang telah dihaluskan terlebih dahulu direbus dalam air,
didinginkan, dan kemudian disaring agar diperoleh sari . Untuk
selanjutnya dibuat larutan seri pengenceran dan masing masing tabung
reaksi dikocok ke arah memanjang selama 15 detik dengan frekuensi 2
kocokan per detik.
Pertama-tama kulit buah lerak dihaluskan menjadi serbuk kasar dan
ditimbang sebanyak 1 gram. Fungsi penghalusan simplisia ini untuk
meperluas permukaan kulit buah lerak sehingga memperbanyak kontak
dengan air mendidih yang sudah disiapkan. Semakin luas permukaan kulit
buah lerak maka akan semakin banyak daun yang kontak dengan air
mendidih sehingga menyebabkan proses ekstraksi daun semakin baik.
Semakin baik proses ekstraksi, maka saponin yang terlarut dalam air akan
semakin banyak/sempurna. Kemudian dimasukkan simplisia kulit buah
lerak ke dalam gelas kimia yang berisi 100 mL aquadest mendidih, dan
didiamkan selama 30 menit. Pendidihan ini bertujuan agar kandungan
yang terdapat pada kulit buah lerak dapat semuanya keluar terutama
saponin. Perebusan simplisia ini disebut dekok dan hasilnya disebut
dekokta (setelah disaring). Lalu simplisia kulit buah lerak didinginkan
sampai suhu kamar, lalu baru dilakukan penyaringan dengan mengunakan
kertas saring. Tetapi sebelum dilakukan penyaringan dengan menggunakan
kertas saring, kertas saring sebelumnya harus dibilas dulu menggunakan
air. Hal ini bertujuan agar ekstrak dari kulit buah lerak nya tidak akan
menempel pada kertas saring sehingga ekstrak kulit buah lerak yang
diperoleh akan semakin banyak. Pada proses penyaringan fasa cair hasil

ekstraksi kurang dapat menembus kertas saring. Kemungkinan hal itu


terjadi karena pori-pori kertas saring terlalu kecil sehingga kurang mampu
ditembus oleh partikel larutan (fasa cair hasil ekstraksi) yang memiliki
ukuran lebih besar. Pada proses ekstraksi ini ekstrak kulit buah lerak yang
diperoleh ditampung dalam labu ukur 100 mL dan digenapkan hingga
volume genap 100mL dengan penambahan aquades melalui kertas saring.
Setelah itu dibuat 10 larutan seri pengenceran dalam tabung reaksi
dengan konsentrasi ekstrak kulit buah lerak yang setengahnya dari
prosedur yang ditentukan kemudian seluruhnya di ad aquades jadi 10 ml.
Hal ini bertujuan agar dapat dipilih volume (mL) dekokta yang memiliki
tinggi busa 1 cm sehingga dapat ditentukan indeks pembusaannya.
Kemudian tabung reaksi ditutup dan dikocok ke arah memanjang selama
15 detik dengan frekuensi 2 kocokan perdetik. Pengocokan ini berfungsi
agar terbentuk busa yang diakibatkan kontak air dengan saponin. Proses
pengocokan larutan dengan berbagai variasi pengeceran harus dilakukan
oleh satu orang dengan tangan yang sama. Hal ini perlu dilakukan supaya
busa yang terbentuk valid secara kuantitatif berdasarkan kekuatan dan
kecepatan pengocokan yang sama rata. Saponin merupakan detergen alami
yang ditemukan di banyak tanaman serta merupakan glikosida non
nitrogen, glikosida kompleks atau metabolit sekunder yang banyak
terdapat di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon
atau sapogenin. Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan
pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok
menimbulkan buih yang stabil. Saponin mengandung aglikon polisiklik
yang khasnya adalah berbuih saat dikocok dengan air. Kemampuan
berbusa saponin disebabkan oleh bergabungnya sapogenin nonpolar dan
sisi rantai yang larut dalam air. Sapogenin ini berasal dari saponin pada
hidrolisis yang menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai
sapogenin (Amirth,2002).

Setelah tabung reaksi dikocok kemudian didiamkan selama 15 menit


dan diukur tinggi busa. Pada tabung 1 tinggi busa yaitu 0,3 cm, tabung 2
tinggi busa yaitu 1,2 cm, pada tabung 3 terdapat tinggi busa yaitu 3 cm,
pada tabung 4 tinggi busanya 5 cm, pada tabung 5 tinggi busanya 3,5 cm,
pada tabung 6 tinggi busanya 4 cm, pada tabung 7 tinggi busanya 6 cm,
pada tabung 8 tinggi busanya 6 cm, pada tabung 9 tinggi busanya 6,5 cm
dan pada tabung 10 tinggi busanya 7 cm.
Pada percobaan ini, tinggi busa yang terbentuk tidak rata dimana tidak
terbentuknya nilai yang linear (tinggi pembentukan busa naik turun pada
tiap variasi pengenceran). Hal ini kemungkinan terjadi karena kecepatan
dari kekuatan pengocokan yang tidak sama rata pada tiap tabung-tabung
yang berisi bahan uji coba.
Dari hasil percobaan ini, tidak terdapat nilai tinggi busa yang sesuai
harapan dikarenakan kesalahan yang sudah di sebutkan tadi dan bisa saja
dari kadar kandungan simplisia lerak itu sangat besar kandungan
saponinnya yang mengakibatkan hasil busa setelah pengecokan tidak
linear dan datanya sangat tidak valid.
Seharusnya Indeks pembusaan ini dihitung dengan menggunakan

rumus

1000
. Dimana a merupakan volume (mL) dekokta terpilih yang
a

memiliki tinggi busa 1 cm. Kandungan dari buah lerak itu mengandung
senyawa saponin, alkaloid, ateroid, dan terpen pada buah lerak masingmasing berurutan mengandung bahan aktif sebesar 12%, 1%, 0,036% dan
0,029% (Greer JP, 2006).
Nilai indeks pembusaan tersebut dapat mengindikasikan aman
tidaknya suatu tanaman untuk dijadikan sediaan obat. Sehingga dapat
disimpulkan tanaman yang memiliki indeks pembusaan yang besar seperti
kulit buah lerak tidak dapat dijadikan sebagai sediaan obat, karena dapat
menimbulkan efek dari sapotoksin yang menyebabkan gangguan perut

yang parah, merusak sel darah merah atau timbulnya gangguan saraf pusat
jantung.
Contoh produk farmasi yang mengandung saponin adalah susu
kedelai, saponin yang terkandung dalam kacang kedelai merupakan soya
saponin. Saponin ini terdapat di bagian biji kedelai. Tidak hanya kedelai
mentah, produk-produk kedelai juga diketahui mengandung saponin, yaitu
seperti tempe, tahu, dan lain sebagainya.
VI.

Kesimpulan
Nilai indeks busa simplisia kulit buah rarak yaitu lebih dari 1000, nilai
indeks pembusaan tersebut dapat mengindikasikan bahwa kulit buah rarak tidak
aman untuk dijadikan sediaan obat karena banyak mengandung Sapotoxin yang

menyebabkan berbagai gangguan kesehatan.

VII.

Daftar Pustaka
Amirth,Pal,Singh,.2002 . A Trestie on Phytochemistry. Emedia Sience Ltd
Greer JP, Foerster J, Lukens, JN, Rodgers. 2006. Blood coagulation and
fibrinolysis . In: Wintrobes clinical hematology. 11 thed, Philadelphia : Lippincot
williams and wilkins.
Hostettmann, K.; A. Marston.1995.Saponins. Cambridge: Cambridge
University Press.
Jaya, Ara. 2010. Metode Fitokimia. Penerbit ITB. Bandung.
Nio, Oey Kam dra.1989.Zat-zat Toksik yang Secara Alamiah Ada pada Bahan
Makanan Nabati dalam majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 58 1989 2.

LAMPIRAN

Kontribusi tiap anggota :

Syamsul Rizal M
Muhamad Rizal S
Yoesoef A.W
Miss Sofia aboo
Wini Mulyani D
Fuji Kristianti

: Judul, Pembahasan
: Cover, Prosedur
: Data pengamatan dan Tujuan, Prinsip
: Kesimpulan
: Alat dan Bahan, Perhitungan
:, Daftar Pustaka, Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai