Anda di halaman 1dari 26

STUDI KASUS ATAS PENGGUNAAN CONCEPTUAL FRAMEWORK

DALAM PELAPORAN KEUANGAN


Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah
Pelaporan Korporat Program Studi Profesi Akuntansi pada
Pasca Sarjana Universitas Widyatama

Disusun Oleh :
Annisa Hendriati (1515102007)
Ismania Avisha (1515102008)
Ali Imran (1515102017)

PROGRAM PROFESI AKUNTANSI


PASCA SARJANA UNIVERSITAS WIDYATAMA

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan rahmat Allah SWT, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat-Nya
yang telah memberikan segala anugerah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
tugas makalah Pelaporan Korporat , Maksud penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pelaporan Korporat Program Studi profesi Akuntansi
pada Universitas Widyatama.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat
keterbatasan kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan penulis baik dalam hal penyajian
maupun pengguna bahasa. Namun demikian inilah yang terbaik yang penulis lakukan dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Oleh karena itu semua masukan,
kritik, dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan bagi penyempurnaan
makalah ini.

Bandung, 26 Februari 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Conseptual Framework pada
Pelaporan Keuangan ......................................................
2.1.2 The role of A Conceptual Framework .......................
2.1.3 Objectives of Conceptual Framework......................
2.1.4 Pengembangan Kerangka Konseptual.......................
2.1.5 The objective of Financial Statement) ......................
2.2 Transformasi PT Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan...
2.2.1 Sejarah Terbentuknya Jamsostek...............................
2.2.2 Perintah Transformasi ............................................
2.2.3 Proses Transformasi ...............................................
2.2.4 Transformasi PT ASKES (Persero) Menjadi
BPJS Ketenagakerjaan ..............................................
2.2.5 Peraturan Pelaksanaan UU BPJS ...........................
2.2.6 Peraturan Pelaksanaan UU SJSN ..............................
2.3 Pelaporan Keuangan Rumah Sakit
Badan Layanan Umum ...................................................
2.2.1 Pengertian Badan Layanan Umum ...........................
2.2.2 Pedoman Akuntansi Badan Layanan Umum ............
2.3.3 Akuntansi Rumah Sakit ............................................

i
ii

3
5
5

6
6
6
7
8
10
10
11
14
15
16
18
18
18
19
19

BAB III PENUTUP


4.1 Simpulan..........................................................................
4.2 Saran............................................................................

21
21

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

22

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntansi sebagai penyedia informasi bagi pengambil keputusan yang bersifat ekonomi
juga dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang terus-menerus berubah karena adanya
globalisasi, baik lingkungan bisnis yang bertumbuh bagus, dalam keadaan stagnas maupun
depresi. Tiap-tiap negara tentu saja mempunyai standar akuntansi yang berbeda dengan
negara yan lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kondisi ekonomi, paham
ekonomi yang dianut serta perbedaan kondisi politik dan sosial di tiap-tiap negara. Dengan
keadaan yang seperti ini, tentu saja laporan akuntansi pada perusahaan di masing-masing
negara juga berbeda (Sadjiarto,1999).
Adanya transaksi antar negara dan prinsip akuntansi yang berbeda antar negara
mengakibatkan munculnya kebutuhan akan standar akuntansi yang berlaku secara
international. Oleh karena itu, muncul organisasi yang bernama IASB atau International
Accounting Standard Board yang mengeluarkan International Financial Reported Standard
(IFRS). IFRS kemudian dijadikan sebagai pedoman penyajian laporan keuangan diberbagai
negara. Masalah selanjutnya muncul adalah bagaimana penerapan IFRS di masing-masing
negara mengingat perbedaan lingkungan ekonomi, politik, hokum, dan sosial.
Lingkungan adalah salah satu isu utama dalam masyarakat dan menjadi bagian yang
signifikan dalam pengaruhnya terhadap perekonomian suatu negara. Alasan utama penyajian
laporan keuangan yang memenuhi standar adalah untuk kelangsungan hidup perusahaan itu
sendiri di masa depan, baik ditinjau dari segi pengguna internal maupun pengguna eksternal.
Pengakuan publik akan kelengkapan dan ketransparanan laporan keuangan sebuah perseroan
terbuka meningkatkan tekanan sektor bisnis untuk menyediakan laporan keuangan yang
kompatibel dan sesuai standar (Imanuella, 2007).
Namun dalam prosesnya terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan
konvergensi ke IFRS ini. Mulai dari perbedaan budaya tiap negara, perbedaan sistem
pemerintahan, perbedaan kepentingan antar perusahaan, serta tingginya biaya yang
dibutuhkan untuk melakukan perubahan prinsip akuntansi.
Konvergensi PSAK ke IFRS di Indonesia telah berlaku efektif dan full adoption sejak
tahun 2012. SAK yang dikonvergensikan dengan IFRS ini diterapkan pada entitas-entitas
yang memilii fungsi fidusia (memegang kepentingan orang banyak) atau disebut juga dengan
berakuntabilitas publik. Contoh entitas yang memiliki fungsi fidusia adalah entitas
perbankan, BUMN, dan entitas yang menjual saham di pasar modal. Komponen utama dari
SAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang diadopsi dari
International Accounting Standard (IAS) dan International Financial Reporting Standard
(IFRS), dan Interpretasi atas Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diadopsi dari
Standard InterpretationCommittee (SIC) dan International Financial Reporting
Interpretation Committee (IFRIC). Hal ini berarti bahwa IFRSs terdiri dari IAS, IFRS, IFRIC
dan SIC. Perbedaanya, IAS dibuat oleh International Accounting Standard Committee
(IASC) organisasi pendahulu IASB yang berdiri pada tahun 1973. IASC ini kemudian
direstrukturisasi menjadi IASB pada tahun 1999. Pada tahun 2001, IASC menjadi foundation
(IASCF) yang mendanai IASB. Sejak saat itu, IASB meneruskan tugas dari IASC. Untuk
5

membedakan produk buatan IASC dan IASB, standar-standar yang selanjutnya dibuat oleh
IASB dinamai dengan IFRS. SIC dibuat oleh Interpretation Committee, suatu komite khusus
yang berfungsi membuat interpretasi dari IAS yang Principle Based. Interpretasi ini sifatnya
menjelaskan lebih lanjut mengenai hal-hal yang lebih detail. IFRIC dibuat oleh International
Financial Reporting Interpretation Committee, suatu komite khusu yang membuat
interpretasi dari IFRS.
Perkembangan ekonomi dan dunia usaha telah menimbulkan persaingan yang makin
tajam, demikian halnya dengan badan-badan pelayanan publik seperti PT Jamsostek yang
bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan maupun industri pelayanan kesehatan ikut
merasakan dampak dari perubahan interpretasi prinsip akuntansi yang ada. Selain harus
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, organisasi tersebut juga harus
bertanggungjawab atas pengelolaan keuangannya berdasarkan standar akuntansi yang berlaku
di Indonesia. Begitupun dampak dari kemajuan teknologi, menuntut pembiayaan dan
investasi yang sangat mahal, sementara itu kemampuan pemerintah dalam membiayai
pelayanan kesehatan masyarakat semakin terbatas. Oleh karena itu perlunya memberikan
otonomi dengan ruang gerak yang lebih leluasa bagi organisasi yang bergerak pada pelayanan
publik dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya.
Upaya yang perlu dilakukan adalah penataan kembali secara administratif maupun dalam
pengelolaan keuangan, agar kekayaan negara yang tertanam pada organisasi tersebut dapat
dipergunakan secara lebih optimal. Salah satu upayanya adalah dapat beroperasi dengan lebih
efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, maka perlu
diberikan status Badan Layanan Umum (BLU) terhadap rumah sakit yang berorientasi pada
usaha pelayanan masyarakat dan status badan pelayanan umum pada PT Jamsostek yang
sebelumnya berbentuk perseroan beralih menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Diharapkan dengan
status tersebut pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan mutu pelayanan
kesehatan dapat meningkat. Disamping itu kemandirian BLU rumah sakit dalam pemupukan
dan pengelolaan sumber daya dapat lebih ditingkatkan.
Peningkatan kebutuhan masyarakat atas pelayanan kesehatan yang diberikan BLU rumah
sakit, menuntut manajemen BLU rumah sakit untuk bekerja secara profesional. Selain itu,
walaupun sumber daya yang tersedia sangat terbatas BLU rumah sakit tetap diharuskan
untuk dapat bekerja secara lebih efektif dan efisien. Sebagai ciri khusus dari usaha jasa
pelayanan kesehatan di BLU rumah sakit adalah sulitnya meramalkan kebutuhan pelayanan,
baik jenis, jumlah maupun mutu pelayanan yang diperlukan masyarakat. Sementara itu, di
sisi lain BLU rumah sakit dituntut untuk selalu siap dalam memberikan pelayanan. Oleh
karena itu, penyediaan sarana dan prasarana, tenaga serta dana yang dibutuhkan harus selalu
siap dalam rangka mendukung pelayanan tersebut.
Selanjutnya dalam pengelolaan sumber daya, BLU rumah sakit juga dituntut untuk dapat
menyajikan data dan informasi yang akurat, tersaji secara tepat waktu bagi pihak-pihak yang
berkepentingan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya di
bidang keuangan, meliputi transaksi keuangan yang mencakup sumber daya, pendapatan dan
beban, maka diperlukan sarana dalam bentuk laporan keuangan.
Laporan Keuangan BLU rumah sakit disusun dengan tujuan untuk menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan.
Selain itu laporan keuangan BLU rumah sakit juga dapat dipergunakan sebagai bahan untuk
6

pengambilan keputusan. Suatu laporan keuangan akan bermanfaat apabila informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat
diperbandingkan.Perlu diketahui bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua
informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan BLU
rumah sakit, karena secara umum laporan keuangan hanya menggambarkan pengaruh
keuangan dari kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan. Walaupun demikian, dalam beberapa hal BLU rumah sakit perlu menyediakan
informasi non-keuangan yang mempunyai pengaruh keuangan di masa depan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam Paper ini yaitu:
1) Bagaimana Conceptual Framework dalam pelaporan keuangan ?
2) Bagaimana Transformasi PT. Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan?
3) Bagaimana Pelaporan keuangan Rumah Sakit yang berbentuk Badan Layanan Umum
(BLU)?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Paper ini yaitu:
1) Untuk mengetahui Conceptual Framework dalam pelaporan keuangan.
2) Untuk mengetahuitransformasi PT. Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan.
3) Untuk mengetahuipelaporan keuangan rumah sakit berbentuk Badan Layanan Umum.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Conseptual Framework pada Pelaporan Keuangan
Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) didefinisikan oleh FASB sebagai : a
coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to
consistent standards and that presecribes the nature, function, and limits of financial
accounting and reporting.Definisi FASB, menyatakan bahwa kerangka konseptual
akuntansi adalah : suatu sistem yang koheren; sub-sub sistemnya adalah (1) tujuan
(objectives) dan (2) Konsep fundamental yang saling terkait. Yang dimaksud tujuan adalah
konsep-konsep yang mendasari akuntansi keuangan, yakni yang menuntun kepada pemilihan
transaksi, kejadian, dan keadaan-keadaan yang harus dipertanggungjawabkan, pengakuan dan
pengukurannya, cara meringkas serta mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Kerangka dasar ini merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bagi para pemakai eksternal.
Institut Akuntan Indonesia pada bulan September 1994 memutuskan mengadopsi
kerangka konseptual yang disusun oleh International Accounting Standard Committee
(IASC) sebagai dasar penyusunan dan informasi keuangan di Indonesia.
2.2.6

The role of A Conceptual Framework (Peran Kerangka Konseptual)


Peran kerangka kerja konseptual dari tingkat akuntansi, bertujuan untuk menyediakan
struktur teori akuntansi.Kerangka konseptual dapat dipandang sebagai teori akutansi yang
terstruktur (Belkaoui, 1993), karena struktur kerangka konseptual sama dengan struktur teori
akutansi yang didasarkan pada proses penalaran logis. Yang dapat digambarkan dalam bentuk
hierarki yang memiliki beberapa tingkatan yaitu :
1) Pada tingkat tertinggi yang teoritis : Kerangka konseptual menyatakan ruang lingkup dan
tujuan pelaporan keuangan.
2) Pada tingkatan selanjutnya : Kerangka konseptual mengidentifikasi dan mendefinisikan
karakteristik kualitatif informasi keuangan (seperti relevansi, keandalan, komparatif, dan
dimengerti) dan elemen dasar akuntansi (seperti aktiva, kewajiban, ekuitas, biaya
pendapatan, dan keuntungan).
3) Pada tingkat operasional yang lebih rendah : Kerangka konseptual berkaitan dengan
prinsip-prinsip dan aturan-aturan (Rules) tentang pengukuran dan pengakuan elemen
laporan keuangan dan tipe informasi yang perlu disajikan.

2.2.7

Objectives of Conceptual Framework (Tujuan Kerangka Konseptual)


Tujuan kerangka konseptual adalah untuk memberikan pedoman dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan bertujuan umum (General purposes financial statements).IASB
dan FASB mempertimbangkan kerangka tujuan utama pelaporan keuangan adalah untuk
mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pengguna. Informasi tersebut akan dipilih
salah satu dasar kegunaannya dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. Tujuan ini
terlihat ingin dicapai dalam pelaporan yaitu:
1) Berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
8

2) Berguna dalam menilai prospek arus kas.


3) Tentang sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya dan perubahan
didalamnya.
Kerangka IASB dikembangkan mengikuti jejak dari pembuat standar AS, FASB, pada
periode 1987-2000 FASB menerbitkan laporan konsep tujuh mencakup topik-topik berikut:
1) Tujuan dari pelaporan keuangan oleh perusahaan bisnis dan organisasi non-profit.
2) Karakteristik kualitatif informasi akuntansiyang berguna.
3) Unsur-unsur laporan keuangan.
4) Kriteria untuk pengakuan dan pengukuran unsur-unsur laporan keuangan.
5) Penggunaan arus kas dan menyajikan informasi nilai dalam pengukuran akuntansi.
Tujuan utama laporan keuangan adalah memberikan informasi yang :
1) Bermanfaat dalam membuat keputusan kredit dan investasi oleh pihak yang ingin
memahami kegiatan ekonomik dan bisnis perusahaan.
2) Membantu kreditor dan investor yang ada atau yang potensial, serta pemakai lain dalam
menentukan jumlah, waktu dan ketidakpastian aliran kas di masa yang akan datang.

2.1.3 Pengembangan Kerangka Konseptual


Pengembangan Kerangka konseptual menggambarkan ruang lingkup keseluruhan dari
kerangka konseptual dan mencantumkan dokumen-dokumen yang berhubungan dan
diterbitkan sampai dengan tahun 1982 oleh FASB.
Pada tingkat pertama, tujuan menunjukan sasaran dan maksud dari
akuntansi. Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 (Objectives of Financial
Reporting by Business Enterprises) menyajikan sasaran dan maksud dari akuntansi untuk
perusahaan bisnis. Statement of Financial Accounting Concepts No. 4 (Objectives of
Financial Reporting by Nonbusiness Organizations) menyajikan sasaran dan maksud dari
akutansi untuk organisasi-organisasi nonbisnis.
Pada Tingkat kedua, hal-hal yang fundamental meliputi karakteristik kualitatif dari
informasi akuntansi (Statement of Financial Accounting Concepts No. 2) dan definisi dari
elemen-elemen dalam laporan keuangan (Statement of Financial Accounting No. 3) . Secara
ringkas, lima Statement of Financial Accounting Concepts yang dikeluarkan dan
berhubungan dengan pelaporan keuangan untuk perusahaan bisnis adalah :
1) SFAC No. 1, Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises, yang
menyajikan sasaran dan maksud dari akuntansi.
2) SFAC No. 2, Qualitative Characteristics of Accounting Information, yang melihat
karakteristik-karakteristik yang membuat informasi akutansi berguna.
3) SFAC No. 3, Elemen of Financial Statements of Business Enterprises, yang
memberikan definisi mengenai elemen-elemen dalam laporan keuangan, seperti aktiva,
kewajiban, pendapatan, dan beban.
4) SFAC No. 5, Recognition and Measurement in Financial Statements of Business
Enterprises, yang menetapkan pengakuan dan kriteria pengukuran fundamental serta
pedoman mengenai bagaimana informasi sebaikanya secara formal dicantumkan dalam
laporan keuangan.
5) SFAC No. 6, Elements of Financial Statements, yang menggantikan SFAC No. 3 dan
memperluas ruang lingkupnya untuk ikut mencakup organisasi-organisasi nirlaba.
9

6) SFAC No. 7, Using Cash Flow Information and Present Value in Accounting
Measurements, memberikan sebuah kerangka untuk menggunakan arus kas dan
menyajikan nilai-nilai sebagai basis pengukuran.
Tingkat ketiga, pedoman operasional yang dipergunakan oleh akuntan dalam
menentukan dan menerapkan standar akutansi meliputi kriteria pengakuan, laporan keuangan
versus pelaporan keuangan dan pengukuran (Statement of Financial Accounting Standards
No. 33).
Tingkat keempat, mekanismepenyajian yang digunakanuntuk menyampaikan informasi
akuntansi meliputi pelaporan penghasilan, pelaporan arus dana dan likuiditas, dan pelaporan
posisi keuangan.
2.1.4 The objective of Financial Statement (Tujuan Laporan Keuangan)
1. Tujuan Laporan Keuangan Perusahaan Bisnis
FASB memulai usahanya dalam mengembangkan sebuah konstitusi bagian akuntansi dan
pelaporan keuangan pada bulan November tahun 1978,FASB menerbitkan pedoman luas
yang bersifat perintah yang menyatakan tujuan dari pelaporan keuangan dalam Statment of
Financial Accounting Concepts No. 1, Objectives of Financial Reporting by
Business. Pernyataan ini tidak hanya dibatasi pada isi dari laporan keuangan saja.
Pelaporan keuangan tidak hanya membuat laporan keuangan namun juga cara-cara lain
dalam mengkomunikasikan informasi yang berhubungan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan informasi yang diberikan oleh sistem akuntansi yaitu: informasi mengenai
sumber daya, kewajiban, penghasilan perusahaan, dan lain-lain. Adapun tujuan dari laporan
keuangan adalah sebagai berikut:
a) Memberikan informasi yang berguna bagi para calon investor dan kreditor maupun yang
sudah ada dan para pengguna lainnya dalam membuat investasi, kredit, dan keputusankeputusan lain yang serupa secara rasional.
b) Memberikan informasi untuk membantu para calon investor dan kreditor serta para
pangguna lain yang sudah ada dalam menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian dari
penerimaan kas prospektif untuk deviden atau bunga dan penerimaan dari penjualan,
penebusan, atau jatuh temponya surat berharga atau pinjaman.
c) Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi dari perusahaan, klaim untuk
sumber daya tersebut (kewajiban dari perusahaan untuk mentransfer sumber daya ke
entitas dan ekuitas pemilik lainnya), serta dampak dari transaksi-transaksi, peristiwa, dan
kejadian yang mengubah sumber daya dan klaim atas sumber daya tersebut.
d) Memberikan informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan selama periode tersebut.
e) Memberikan informasi mengenai bagaimana perusahaan memperoleh dan menggunakan
kasnya, mengenai pinjaman dan pembayaran kembali pinjaman tersebut, mengenai
transaksi-transaksi modalnya, termasuk dividen kas dan distribusi sumber daya ekonomi
lainnya kepada pemilik.
f) Memberikan informasi mengenai bagaimana manajemen dari sebuah perusahaan
menggunakan tanggung jawab pengurusannya kepada pemilik (pemegang saham) untuk
penggunaan sumber daya perusahaan yang dipercayakan kepadanya.
g) Memberikan informasi yang berguna bagi para manajer dan direktur dalam mengambil
keputusan yang sesuai dengan keinginan dari pemilik.
10

2. Tujuan Laporan Keuangan Perusahaan Non Bisnis


Tujuan pelaporan keuangan oleh organisasi-organisasi nonbisnis antara lain sebagai
berikut:
a) Tidak memiliki indikator kinerja yang dapat dibandingkan dengan laba pada perusahaan
bisnis.
b) Pada umumnya tidak menjadi subjek ujian dari kompetisi dalam pasar.
Tiga karakteristik utama yang membedakan organisasi-organisasi nonbisnis adalah
sebagai berikut:
a) Sejumlah besar sumber daya diterima dari penyedia sumber daya, yang tidak
mengharapkan untuk menerima pembayaran kembali ataupun keuntungan ekonomi yang
proposional terhadap sumber daya yang telah mereka berikan.
b) Operasi bisnisnya terutama bergerak untuk tujuan-tujuan selain penyediaan barang atau
jasa yang mendapatkan laba atau ekuivalen laba.
c) Tidak ada saham kepemilikan yang pasti yang dapat dijual, dialihkan, atau ditebus, atau
yang akan menjadi hak atas bagian dari distribusi nilai sisa dari sumber daya pada saat
organisasi dilikuidasi.
Terdapat empat kelompok yang khususnya berkepentingan dengan informasi yang
disajikan oleh pelaporan keuangan oleh organisasi nonbisnis :
a) Penyedia sumber daya: pemimjam, pemasok, karyawan, pembayar pajak, anggota dan
kontributor.
b) Elemen penyusun yang menggunakan dan memperoleh keuntungan dari jasa-jasa yang
diberikan oleh organisasi.
c) Badan-badan penyelenggara dan pengawas yang bertanggungjawab untuk membuat
kebijakan dan mengawasi serta menilai para manajer dari organisasi nonbisnis.
d) Manajer organisasi-organisasi nonbisnis.
Untuk memenuhi kebutuhan informasi dari pengguna-pengguna diatas, FASB
mengeluarkan exposure draft yang memberikan tujuan-tujuan berikut ini:
1) Informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan mengenai alokasi sumber daya.
2) Informasi yang bermanfaat dalam menilai jasa dan kemampuan untuk memberikan jasa.
3) Informasi yang bermanfaat dalam menilai kepengurusan dan kinerja manajemen.
4) Informasi mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban, sumber daya bersih, dan
pembebanan-pembebanannya.
5) Kinerja organisasional: pelaporan keuangan oleh organisasi nonbisnis hendaknya
meberikan informasi mengenai kinerja organisasi dalam periode tertentu.
6) Likuiditas:Pelaporan keuangan oleh organisasi nonbisnis hendaknya memberikan
informasi mengenai bagaimana organisasi nonbisnis memperoleh dan menggunakan dana
kasnya, mengenai pinjaman dan pembayaran kembali pinjaman tersebut, serta mengenai
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi likuiditas organisasi.
7) Penjelasan dan interpretasi manajer: pelaporan keuangan oleh organisasi nonbisnis
hendaknya mencakup penjelasan dan interpretasi untuk membantu penyedia sumber daya
dan pengguna-pengguna lain memahami informasi keuangan yang diterima.
2.2Transformasi PT Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan
2.2.1 Sejarah Terbentuknya Jamsostek

11

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan
kewajiban Negara - untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.
Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai
Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded
social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada
masyarakat pekerja di sektor formal.
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang,
dimulai dari UU No.33/1947, UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri
Perburuhan (PMP) No.48/1952, PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha
penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial
Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS),
diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis
proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum,
bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu
tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977
tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap
pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula
PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT
Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek
memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan
keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan
keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko
sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen
UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR)

telah

mengesahkan

Amandemen

tersebut,

yang

kini

berbunyi:

"Negara

mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan
tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi
dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja.
12

Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative Tenaga Kerja
di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan
perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya.
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya
bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam meningkatkan
pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan
bangsa.
2.2.2 Perintah Transformasi
Perintah transformasi kelembagaan badan penyelenggara jaminan sosial diatur dalam UU
No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).Penjelasan Umum
alinea kesepuluh UU SJSN menjelaskan bahwa, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
yang dibentuk oleh UU SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial
yang tengah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru.
Transformasi badan penyelenggara diatur lebih rinci dalam UU No. 24 tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).UU BPJS adalah pelaksanaan
Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No.007/PUU-III/2005.Penjelasan Umum UU
BPJS alinea keempat mengemukakan bahwa UU BPJS merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat
(1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi.Kedua pasal ini
mengamanatkan pembentukan BPJS dan transformasi kelembagaan PT ASKES (Persero),PT
ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero) dan PT TASPEN (Persero) menjadi
BPJS.Transformasi kelembagaan diikuti adanya pengalihan peserta,program, aset dan
liabilitas, serta hak dan kewajiban.

1. Perubahan Filosofi Penyelenggaraan Jaminan Sosial


BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial terdiri dari PT ASKES, PT ASABRI, PT
JAMSOSTEK, PT TASPEN.Keempatnya adalah badan hukum privat yang didirikan sesuai
ketentuan UU No.19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan tatakelolanya tunduk pada ketentuan
yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Misi yang dilaksanakan oleh keempat Persero tersebut merujuk pada peraturan
perundangan yang mengatur program-program jaminan sosial bagi berbagai kelompok
pekerja.Walaupun program-program jaminan sosial yang tengah berlangsung saat ini diatur
dalam peraturan perundangan yang berlainan, keempat Persero mengemban misi yang sama,
13

yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menggairahkan semangat kerja para
pekerja.
Program JAMSOSTEK diselenggarakan dengan pertimbangan selain untuk memberikan
ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha
peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga kerja.Program JAMSOSTEK diselenggarakan
untuk memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi
tenaga kerja dan keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
Begitu pula dengan Program ASKES dan Program TASPEN, penyelenggaraan kedua
program jaminan sosial bagi pegawai negeri sipil adalah insentif yang bertujuan untuk
meningkatkan kegairahan bekerja. Program ASABRI adalah bagian dari hak prajurit dan
anggota POLRI atas penghasilan yang layak.
Sebaliknya diera SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merepresentasikan
negara dalam mewujudkan hak konstitusional warga negara atas jaminan sosial dan hak atas
penghidupan yang layak. Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis kepada hak konstitusional
setiap orang dan sebagai wujud tanggung jawab negara sebagaimana diamanatkan dalam
UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2).Penyelenggaraan
sistem jaminan sosial berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan
martabat manusia.BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk terpenuhinya
kehidupan dasar warga negara dengan layak.Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup
adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk memenuhi prinsip dana
amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana dana yang dikumpulkan oleh BPJS adalah dana
amanat peserta yang dikelola oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
peserta.
Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan tidak sesuai dengan
filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial pasca amandemen UUD NRI 1945.
Pendirian BUMN Persero antara lain bertujuan untuk memberikan sumbangan pada
perekonomian nasional dan pendapatan negara serta untuk mengejar keuntungan guna
meningkatkan nilai perusahaan.Tujuan pendirian BUMN jelas bertentangan dengan tujuan
penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional sebagaiman diuraikan di atas.

2. Perubahan Badan Hukum


Keempat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial PT ASKES, PT
ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, adalah empat badan privat yang terdiri dari
persekutuan modal dan bertanggung jawab kepada pemegang saham.Keempatnya bertindak
14

sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh dan sesuai dengan keputusan pemilik saham
yang tergabung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh penguasa negara
dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh perseorangan selayaknya perusahaan
umum lainnya, didaftarkan pada notaris dan diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan
HAM. Menteri mendirikan persero setelah berkonsultasi dengan Presiden dan setelah dikaji
oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa negara dengan Undang-Undang, yaitu UU
SJSN dan UU BPJS.Pendirian BPJS tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu
pengabsahan dari lembaga pemerintah.
RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan
memegang wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris. Transformasi
kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan badan penyelenggara jaminan sosial dari tatanan
Persero yang berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan
badan hukum publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan.
Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan penyelenggara.Didasari pada
kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak dikenal dalam SJSN, maka RUPS tidak
dikenal dalam organ BPJS.Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi.Dewan
Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS,sedangkan Direksi
berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS.Anggota Direksi
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan Dewan Pengawas BUMN Persero,
Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh Presiden.Pemilihan Dewan Pengawas BPJS
dilakukan oleh Presiden dan DPR. Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur
pemerintah, sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur pekerja, unsur
pemberi kerja dan unsur tokoh masyarakat.
Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut tidak memiliki
kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan penyelenggara jaminan sosial.
Hambatan utama yang dialami oleh keempat BUMN Persero adalah ketidakefektifan
penegakan hukum jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan untuk mengatur, mengawasi
maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta.Sebaliknya,BPJS selaku badan hukum publik
memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat
peraturan-peraturan yang mengikat publik.
Sebagai badan hukum publik, BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang diwakili oleh Presiden.BPJS
menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan
tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada
DJSN, paling lambat 30 Juni tahun berikutnya.

15

Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi badan penyelenggara jaminan


sosial adalah perubahan budaya organisasi. Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan
dana dalam tatanan penyelenggaraan jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan
penyelenggara.Pasal 40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset
Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan
Sosial bukan merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana Jaminan
Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang tidak merupakan aset BPJS. BPJS
merupakan badan hukum publik karena memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS).
2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS).
3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (Pasal 48 ayat
(3) UU BPJS).
4. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS).
5. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS).
6. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (Pasal 48 ayat
(3) UU BPJS).
7. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta
(Pasal 10 huruf d UU BPJS).
8. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi
kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS).
9. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional
(Pasal 51 ayat (3) UU BPJS).
10. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f UU BPJS).
11. Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh Presiden, setelah
melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30 UU BPJS).

16

2.2.3Proses Transformasi
UU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan PT ASKES (Persero)
dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran BUMN Persero tidak berlaku bagi
pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero).Pembubaran kedua
Persero tersebut tidak perlu diikuti dengan likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Namun, UU BPJS tidak jelas mengatur apakah ketentuan ini juga
berlaku bagi pembubaran dan transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).
Proses transformasi keempat BUMN Persero tersebut tidaklah sederajat. Ada tiga derajat
transformasi dalam UU BPJS:
1) Tingkat tertinggi adalah transformasi tegas. UU BPJS dengan tegas mengubah PT
JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan, membubarkan PT
JAMSOSTEK (Persero) dan mencabut UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK.
2) Tingkat kedua adalah transformasi tidak tegas. UU BPJS tidak secara eksplisit mengubah
PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan, maupun pencabutan peraturan
perundangan terkait pembentukan PT ASKES (Persero). UU BPJS hanya menyatakan
pembubaran PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan sejak beroperasinya BPJS
Kesehatan pada 1 Januari 2014.Perubahan PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan
tersirat dalam kata pembubaran PT ASKES (Persero) dan beroperasinya BPJS Kesehatan.
3) Tingkat ketiga adalah tidak bertransformasi.UU BPJS tidak menyatakan perubahan
maupun pembubaran PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).UU BPJS hanya
mengalihkan program dan fungsi kedua Persero sebagai pembayar pensiun ke BPJS
Ketenagakerjaan selambatnya pada tahun 2029. Bagaimana nasib kedua Persero tersebut
masih menunggu rumusan peraturan Pemerintah yang didelegasikan oleh Pasal 66 UU
BPJS.
Di samping terdapat tingkatan transformasi, UU BPJS menetapkan dua kriteria proses
transformasi BPJS.UU BPJS memberi tenggat 2 tahun sejak pengundangan UU BPJS pada
25 November 2011 kepada PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) untuk
beralih dari Perseroan menjadi badan hukum publik BPJS.Namun, saat mulai beroperasi
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan terpaut 1,5 tahun.
Kriteria pertama adalah transformasi simultan.PT ASKES (Persero) pada waktu yang
sama bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan beroperasi.Mulai 1 Januari 2014 PT
ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan pada saat yang sama BPJS
Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan sesuai ketentuan UU SJSN.
Kriteria kedua adalah transformasi bertahap.PT JAMSOSTEK (Persero) bertransformasi
dan beroperasi secara bertahap.Pada 1 Januari 2014,PT JAMSOSTEK (Persero) bubar dan
berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, namun tetap melanjutkan penyelenggaraan tiga
program PT JAMSOSTEK (Persero)jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan
17

jaminan hari tua. BPJS Ketenagakerjaan diberi waktu 1,5 tahun untuk menyesuaikan
penyelenggaraan ketiga program tersebut dengan ketentuan UU SJSN dan menambahkan
program jaminan pensiun ke dalam pengelolaannya.Selambat-lambatnya pada 1 Juli
2015,BPJS Ketenagakerjaan telah menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja,jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun sesuai UU SJSN.

2.2.4

Transformasi PT ASKES (Persero) Menjadi BPJS Ketenagakerjaan

Transformasi PT ASKES (Persero), transformasi PT Jamsostek dilakukan dalam dua


tahap:
1. Tahap pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai dengan
31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada
1 Januari 2014.
2. Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk
penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun
dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN.Persiapan tahap kedua
berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya
BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan
ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015.
Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) ditugasi
untuk menyiapkan:
1. Pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan.
2. Pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan
kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan.
3. Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan sistem dan
prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta sosialisasi program kepada publik.
4. Pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero)
ke BPJS Ketenagakerjaan.
Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek
(Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan mencakup penunjukan kantor akuntan publik untuk
melakukan audit atas:
1. Laporan keuangan penutup PT Askes(Persero),
18

2. Laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kesehatan.


3. Laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.
Seperti halnya pembubaran PT ASKES (Persero), pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek
(Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi
BPJS Ketenagakerjaan.Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan
Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero)
menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan.Semua
pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan.
Pada saat pembubaran, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi
keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan
publik. Menteri Keuangan mengesahkan posissi laporan keuangan pembukaan BPJS
Ketenagakerjaan
dan
laporan
posisi
keuangan
pembukaan
dana
jaminan
ketenagakerjaan.Sejak 1 Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS
Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan
oleh PT Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan
jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru.Penyelenggaraan ketiga program tersebut
oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal
15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.
Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan
ketentuan UU SJSN.Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh
pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI. Untuk pertama kali,
Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) menjadi aggota
Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling
lama 2 tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi.Ketentuan ini berpotensi
menimbulkan kekosongan pimpinan dan pengawas BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi,
mulai saat pembubaran PT JAMSOSTEK pada 1 Januari 2014 hingga beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.

2.2.5 Peraturan Pelaksanaan UU BPJS


Telaah enam
pelaksanaan UU
mendelegasikan
undang.Delapan

berlalu sejak pengundangan UU BPJS, belum satupun peraturan


BPJS selesai diundangkan.Terdapat duapuluh satu pasal UU BPJS
pengaturan teknis operasional ke peraturan di bawah undangpasal mendelegasikan peraturan pelaksanaan ke dalam Peraturan
19

Pemerintah.Delapan pasal mendelegasikan ke dalam Peraturan Presiden. Satu pasal


mendelegasikan ke Keputusan Presiden. Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan BPJS. Dua
pasal mendelegasikan ke Peraturan Direktur dan 1 pasal mendelegasikan ke Peraturan Dewan
Pengawas.
Delapan pasal mendelegasikan ke dalam Peraturan Pemerintah untuk mengatur hal-hal di
bawah ini:
1. Tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara
Negara dan setiap orang yang tidak mendaftarkan diri kepada BPJS; pendelegasian dari
pasal 17 ayat (5).
2. Besaran dan tata cara pembayaran iuran program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari
tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian; pendelegasian dari pasal 19 ayat (5) huruf b.
3. Sumber aset BPJS dan penggunaannya; pendelegasian dari pasal 41 ayat (3).
4. Sumber aset dana jaminan sosial dan penggunaannya; pendelegasian dari pasal 43 ayat
(3).
5. Presentase dana operasional BPJS dari iuran yang diterima dan/atau dari dana hasil
pengembangan; pendelegasian dari pasal 45 ayat (2).
6. Tata cara hubungan BPJS dengan lembaga-lembaga di dalam negeri dan di luar negeri,
serta bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi/lembaga internasional;
pendelegasian dari pasal 51 ayat (4).
7. Tatacara pengenaan sanksi administratif kepada anggota Dewan Pengawas atau anggota
Direksi yang melanggar ketentuan larangan; pendelegasian dari pasal 53 ayat (4).
8. Tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
dan program pembayaran pensiun dari PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program
tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS
Ketenagakerjaan; pendelegasian dari pasal 66.
Delapan pasal mendelegasikan ke Peraturan Presiden untuk mengatur hal-hal di bawah
ini:
1. Tata cara penahapan kepesertaan wajib bagi Pemberi Kerja untuk mendaftarkan dirinya
dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang
diikuti; pendelegasian dari pasal 15 ayat (3).
2. Besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan; pendelegasian dari
pasal 19 ayat (5) huruf a.

20

3. Tata cara pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas dan Direksi; pendelegasian dari
pasal 31.
4. Tata cara pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti antarwaktu; pendelegasian
dari pasal 36 ayat (5).
5. Bentuk dan isi laporan pengelolaan program; pendelegasian dari pasal 37 ayat (7).
6. Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi anggota Dewan
Pengawas dan anggota Direksi; pendelegasian dari pasal 44 ayat (8).
7. Daftar pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional Kementerian
Pertahanan, TNI dan POLRI dan tidak dialihkan kepada BPJS Kesehatan; pendelegasian
dari pasal 57 huruf c dan pasal 60 ayat (2) huruf b.
Satu pasal mendelegasikan ke keputusan Presiden untuk menetapkan keanggotaan panitia
seleksi untuk memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi;
pendelegasian dari pasal 28 ayat (3).Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan BPJS untuk
mengatur pembentukan unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta serta
tatakelolanya; pendelegasian dari pasal 48 ayat (3).Dua pasal mendelegasikan ke Peraturan
Direktur untuk mengatur:
1. Tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi; pendelegasian dari pasal 24
ayat (4).
2. Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi karyawan BPJS;
pendelegasian dari pasal 44 ayat (7).Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan Dewan
Pengawas untuk mengatur tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Dewan
Pengawas.

2.2.6 Peraturan Pelaksanaan UU SJSN


Setelah hampir delapan tahun pengundangan UU SJSN pada 19 Oktober 2004, baru satu
perintah pendelegasian yang dilaksanakan dari 22 pasal yang memerintahkan pengaturan
lanjut materi muatan UU SJSN.Perintah yang telah dilaksanakan adalah pembentukan
Peraturan Presiden tentang susunan organisasi dan tatakerja Dewan Jaminan Sosial Nasional
(DJSN).Perintah lainnya yang telah dilaksanakan adalah putusan Mahkamah Konstitusi atas
perkara No. 007/PUU-III/2005, yaitu membentuk UU BPJS.
Duapuluh satu perintah pengaturan lanjut tentang penyelenggaraan jaminan sosial dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

Tujuh Peraturan Pemerintah:


21

1. Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja.


2. Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
3. Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
4. Penyelenggaraan Program Jaminan Kematian.
5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial.
6. Tata cara pengelolaan dan pengembangan dana jaminan sosial.
7. Cadangan Teknis

Dua Peraturan Presiden:


1. Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
2. Penahapan pendaftaran peserta.

2.3 Pelaporan Keuangan Rumah Sakit Badan Layanan Umum


2.3.1 Pengertian Badan Layanan Umum
Sesuai dengan pasal 1 butir 23. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara disebutkan: Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan
pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Secara spesifik karakteristik organisasi yang merupakan Badan Layanan Umum, yaitu:
1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara.
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat.
3. Tidak mengutamakan pencarian laba.
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi.
5. Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi
induk.
6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung.
7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil.
8. BLU bukan subyek pajak.
Dengan pemikiran baru tersebut diharapkan bukan bentuknya saja suatu unit
pemerintah menjadi Badan Layanan Umum yang melayani masyarakat tetapi tingkat
pelayanan masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara yang profesional, efektif dan efisien
oleh pengelola unit tersebut dengan otonomi pengelolaan yang akan diberikan.
Karakteristik organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan utama
yang mendasar terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan
untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Organisasi nirlaba sumber daya dari
22

sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan
apapun dari organisasi tersebut.
2.3.2 Pedoman Akuntansi Badan Layanan Umum
Dalam pelaksanaan pengembangan dan penerapan sistem akuntansi Badan Layanan
Umum yang mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum, perlu diatur ketentuan mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan Badan
Layanan Umum. Berdasar pertimbangan hal inilah Menteri Keuangan Republik Indonesia
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMP.05/2008 tentang Pedoman
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum.
Dengan disahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU), maka status rumah sakit pemerintah
kini berubah menjadi Badan Layanan Umum. Rumah Sakit Pemerintah Berstatus Badan
Layanan Umum Istilah Badan Layanan Umum muncul setelah ditetapkannya UndangUndang no1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara yang ditetapkan sesuai dengan
semangat reformasi dan otonomi daerah. Misi refomasi keuangan ditujukan pada
akuntabilitas dan transparansi keuangan yang professional. Dengan penetapan rumah sakit
pemerintah menjadi Badan layanan Umum diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas
dan transparansi.
Sebagai tahap awal, pemerintah menetapkan 13 rumah sakit yang statusnya
perusahaan jawatan (Perjan) menjadi BLU. Yaitu enam rumah sakit di Jakarta (RSCM, RS
Persahabatan, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, RS Kanker Dharmais), dan
masing-masing satu rumah sakit di Bandung (RS Dr Hasan Sadikin), di Semarang (RS Dr
Kariadi), di Yogyakarta (RS Dr Sarjito), di Denpasar (RS Sanglah), di Makassar (RS Dr
Wahidin Sudirohusodo) di Padang (RS Dr M Djamil), dan RS Dr Mohammad Hoesin di
Palembang. saat ini sebagian besar rumah sakit pemerintah pengelolaannya sudah dalam
bentuk BLU. Sesuai dengan SK Walikota Semarang No. 445/0174/2007 tanggal 18 Juni 2007
yang menyatakan RSUD Kota Semarang sekarang telah menjadi Badan Layanan Umum.
2.3.3 Akuntansi Rumah Sakit
1. Perlakuan Akuntansi
a) Pengakuan (Recognition)
1) Kas dan setara kas diakui pada saat diterima oleh BLU;
2) Kas dan setara kas berkurang pada saat digunakan; dan
3) Kas dan setara kas berkurang pada saat dicadangkan.
b) Pengukuran (Measurement):
1) Kas dan setara kas dicatat sebesar nilai nominal; dan
2) Kas dan setara kas diukur sebesar nilai nominal pada saat diterima.
c) Penyajian (Presentation)
Kas dan setara kas merupakan pos/akun yang paling likuid (lancar) dan lazim disajikan
pada urutan pertama unsur aset / aset dalam neraca.
d) Pengungkapan (Disclosure)
1) Kebijakan yang diterapkan dalam menentukan komponen kas dan setara kas.
23

2) Rincian jenis dan jumlah kas dan setara kas, sebagai berikut:
(a) Kas;
(b) Bank; dan
(c) Setara kas.
3) Kas dan setara kas yang dibatasi penggunaannya tidak dapat diklasifikasikan sebagai
kas dan setara kas dalam aset lancar. Kas dan setara kas tersebut harus
diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar.
2. Ilustrasi Jurnal
a) Pada saat penerimaan kas dan setara kas:
Kas/setara kas.
xxx
Pendapatan pelayanan
xxx
Piutang
Ekuitas
Akun yang dituju lainnya

xxx
xxx
xxxx

b) Pada saat penggunaan kas dan setara kas :


Aset lain.
xxx
Utang..
xxx
Beban yang dikeluarkan
xxx
Dana dicadangkan.
xxx
Akun yang dipengaruhi lain
xxx
Kas/setara kas.

Xxx

Laporan Keuangan yang lengkap terdiri dari:


1) Neraca;
2) Laporan Aktivitas;
3) Laporan Arus Kas; dan
4) Catatan Atas Laporan Keuangan

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Mencermati ruang lingkup pengaturan transformasi badan penyelenggara jaminan
sosial yang diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS, keberhasilan transformasi bergantung pada
ketersediaan peraturan pelaksanaan yang harmonis, konsisten dan dilaksanakan secara
efektif. Kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan komitmen pemangku kepentingan
untuk melaksanakan trasnformasi setidaknya tercermin dari kesungguhan menyelesaikan
agenda-agenda regulasi yang terbengkalai. Peraturan perundangan jaminan sosial yang efektif
24

akan berdampak pada kepercayaan dan dukungan publik akan transformasi badan
penyelenggara. Publik hendaknya dapat melihat dan merasakan bahwa transformasi badan
penyelenggara bermanfaat bagi peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan SJSN,
sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Pembangunan dukungan
publik diiringi dengan sosialisasi yang intensif dan menjangkau segenap lapisan masyarakat.
Sosialisasi diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pentingnya penyelenggaraan SJSN
dan penataan kembali penyelenggaraan program jaminan sosial agar sesuai dengan prinsipprinsip jaminan sosial yang universal, sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan UU SJSN.
Selanjutnya dalam pengelolaan sumber daya, dengan status BLU yang diberikan pada
rumah sakit diharapkan dapat menyajikan informasi keuangan yang akurat, tersaji secara
tepat waktu bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas
pengelolaan sumber daya di bidang keuangan, meliputi transaksi keuangan yang mencakup
sumber daya, pendapatan dan beban, maka diperlukan sarana dalam bentuk laporan
keuangan.
3.2 Saran
SAK di Indonesia telah mengadopsi penuh IFRS sejak tahun 2012. Hal ini diharapkan
akan semakin membawa perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat bersaing dengan
perusahaan internasional lainnya. Karena dengan melakukan adopsi ini tentunya penyajian
laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan juga akan semakin akuntabel dan
transparan.
Perusahaan atau organisasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat sebaiknya
segera menerapkan standar akuntansi keuangan berbasis IFRS. Hal ini terkait adanya
perubahan terhadap Conseptual Framework Standar Akuntansi Keuangan yang telah
dikonvergensi IFRS.

DAFTAR PUSTAKA
Imanuella, Intan. 2009.Adopsi Penuh dan Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional.
Jurnal Ilmiah Widya Warta, Vol.33, No.1, Hal. 69-75.
Mediaty. 2012. Implementasi IFRS dan Isu-Isu Krusial dalam Konvergensi IFRS. Laporan
Penulisan Buku Ajar Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sadjiarto, Arya. 1999. Akuntansi Internasional: Harmonisasi versus Standarisasi.
25

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.1, No.2, Hal.144-161.


Warta Jams. 2013.Bertransformasi untuk Memberikan Layanan & Manfaat yang Lebih Baik.
Buletin Jamsostek, Vol.01.
UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
http://erika0391989.wordpress.com/2012/02/08/a-conceptual-framework-for-financialaccounting-and-reporting/
http://financeacountingtraining.blogspot.com
http://henrich27.blogspot.com/2013/05/conceptual-framework-for-financial.html
http://staff.blog.ui.ac.id/martani/
www.iaiglobal.ac.id
www.jamsostek.co.id

26

Anda mungkin juga menyukai