Laporan Kasus Sindrom Nefrotik
Laporan Kasus Sindrom Nefrotik
LAPORAN KASUS
1.1
1.2
Identitas
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Anak ke
Tanggal masuk RS
No.RM
: An. YN
: 6 tahun
: Perempuan
: Cilaku
: 2 dari 3 saudara
: 12-08-13
: 595xxx
Anamnesis
Alloanamnesa tanggal 16 Agustus 2013 Jam 11.00
Keluhan Utama
:
Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu
Riwayat Pengobatan
:
Ibu penderita membawa berobat ke dokter, diberikan obat (ibu penderita lupa nama
obatnya), tetapi tidak ada perubahan, keluhan bengkak makin menjalar.
Riwayat Alergi
:
Alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca tertentu disangkal.
Riwayat Psikososial
:
Anak masih bisa beraktivas ringan dirumah. Anak makan 3 kali sehari dengan sayur
dan lauk pauk. Anak tidak tampak lebih kecil dibanding teman sebayanya. Tetapi
akhir-akhir ini anak merasa malu karena badannya bengkak.
Riwayat Kelahiran
:
Lahir spontan di rumah ditolong bidan. Tidak ada penyulit. BB 2700 gram. PB 48
cm. Anak langsung menangis.
Riwayat Imunisasi
:
Hepatitis B
1x
Polio 3x
BCG
1x
Campak 1x
DPT
3x
Kesan
: Imunisasi dasar tidak lengkap
1.3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Suhu
Tek. Darah
Nadi
Pernafasan
Antropometri
BB skr
TB
LP
LLA
BBI
LPT
: 36,40C
: 120/80 mmHg
: 88 kali per menit
: 30 kali per menit
: 19 kg
: 108 cm
: 57 cm
: 15 cm
: 20 kg
: 19x108 = 0,75
3600
BB dulu
: 17 kg
Status Gizi
BB/U
TB/U
BB/TB
Kesan
Status Generalis
Kepala
Mata
Leher
Thoraks
Abdomen
Urogenital
Ekstremitas
Atas
Bawah
1.4
abdomen.
: Tidak tampak kelainan
: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema -/-, pitting edema : Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema +/+, pitting edema +
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tgl 13/08/13 jam 08.17
3
Hematologi rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Kolesterol total
Protein total
Albumin
Globulin
1.5
13,8
40,8
5,20
16,8
144
697
3,83
1,73
2,1
11,5-15,5 g/dL
32-42%
4-5,2 106/ul
4,5-10,5 103/ul
150-450 103/ul
< 200 mg/dl
6,7-7,8 g/dl
3,5-5,0 g/dl
1,5-3,0 g/dl
Urine rutin
Warna
Kejernihan
Berat jenis
pH
Nitrit
Protein urin
Glukosa (reduksi)
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Leukosit
Jingga
Jernih
1,015
6,5
500mg/dl / 4+
Normal
50mg/dl / 3+
Normal
50/ul / 3+
-
Kuning
Jernih
1,013-1,030
4,6-8,0
Normal
-
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Kristal
Silinder
Lain-lain
3-4
4-5
3-4
-
1-4 /LPB
0-1 /LPB
-
Resume
Anamnesis : Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu. BAK berwarna
keruh. Frekuensi normal.
Pem.Fisik : Tanda vital normal. Puffy face (+). Edema palpebra (+). Asites (+).
Edema pd ekstremitas bawah (+/+). Pitting edema (+).
Hasil lab :
leukositosis,
trombositopenia,
hiperlipidemia,
hipoprotein,
Diagnosis
Diagnosa banding :
Oedem anasarka e.c Sindrom nefrotik
4
Penatalaksaanaan
Rencana Pemeriksaan Lanjutan :
Pemeriksaan darah rutin dan urin lengkap/ 24 jam
Tampung Urin output/ 24 jam
Asupan cairan input/ 24 jam
Observasi tanda vital/ 8 jam
Terapi :
- Istirahat sampai edema berkurang (pembatasan aktivitas)
- Pembatasan garam 1-2 gram/hari.
- Diet rendah kolesterol <600 mg/ hari
- Kortikosteroid : prednisone 60 mg/m2 LPB/hari (selama 4 minggu)
Prednisone 60 x 0,75 = 45 mg/ hari 3-3-3
- Vipalbumin 500 mg 3 kali sehari
1.8
Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanatiam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal
13-08-2013
Catatan
Instruksi
Bengkak pada tungkai dan kelopak Diet rendah garam
mata (+)
14-08-2013
15-08-2013
16-08-2013
Vipalbumin 3x1
Bengkak
berkurang,
bengkak
Vipalbumin 3x1
5
17-08-2013
Bengkak
19-08-2013
bengkak
Vipalbumin 3x1
Bengkak
20-08-2013
berkurang,
berkurang,
bengkak
Vipalbumin 3x1
Bengkak berkurang
21-08-2013
Bengkak berkurang
22-03-2013
Bengkak berkurang
Urine rutin
Warna
Kejernihan
Berat jenis
pH
Nitrit
Protein urin
Glukosa (reduksi)
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
kuning
Jernih
1,020
6,0
75mg/dl / 2+
Normal
Normal
-
Kuning
Jernih
1,013-1,030
4,6-8,0
Normal
6
Eritrosit
Leukosit
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Kristal
Silinder
Lain-lain
0-2
0-2
-
1-4 /LPB
0-1 /LPB
-
BAB II
PENDAHULUAN
2.1
Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria
massif (40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2
mg/mg atau dipstick 2+), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai
hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).
Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per
100.000 anak berusia dibawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan
6 per 100.000 anak per tahun, sedangkan perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik
merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi,
dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 19952000. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3 yaitu kongenital,
glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada
purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sistemik. Sindrom nefrotik pada
tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan
kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Pada
tulisan ini akan dibicarakan aplikasi klinis dari sindrom nefrotik idiopatik pada pasien
anak yang dirawat di RSUD Cianjur.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria
massif (40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2
mg/mg atau dipstick 2+), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai
hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara
lain :
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2 LBP/jam)
selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m 2 LBP/jam) selama 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan
pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan
pertama atau 4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada pengobatan
prednisone dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
3.2
Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda
pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 8590% pasien dibawah umur 6 tahun dan paling; di Indonesia dilaporkan 6 kasus per
100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya
44,2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang
9
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik
primer adalah sindrom nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia dibawah 1 tahun.
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.
Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis :sindrom nefrotik
kelainan minimal, glomerulonephritis proliferative (mesangial proliferation), dan
glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit
berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan
ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.
Klasifikasi
Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
Pada 85% dari kasus sindrom nefrotik pada anak, glomerulus terlihat
normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial dan
matriksnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya negatif,
dan mikroskop elektron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot
processes (podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM
berespon dengan terapi kortikosteroid.
3.4
Alport, miksedema
Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS
Toksin dan allergen : logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
Henoch-Schinlein, sarkoidosis
Neoplasma : tumor paru, penyakit hodgin, tumor gastrointestinal
Patofisiologi
Protenuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari
sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis
glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam
urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG)
mempunyai
mekanisme
penghalang
untuk
mencegah
kebocoran
protein.
Hipoalbuminemia
12
Edema
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya
edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan intestitium dan
terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan
plasma
terjadi
hipovolemia
dan
ginjal
melakukan
kompensasi
dengan
Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat
meningkat, normal, atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di
hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,
VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan
13
sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan
tekanan onkotik.
3.5
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh
dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari
daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan
oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya dating dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di
sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai
gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari.
Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan
edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi
dan hematuria jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema
adalah penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis,
dan malnutrisi protein.
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi
yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan
anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila
tidak diobati edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan,
lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umunya normal atau rendah, namun
21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada
pasien yang pernah mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini
disebabkan oleh sekresi rennin berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor
lainnnya, sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) jarang ditemukan
hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC (Internasional Study of Kidney
Disease in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik,
15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum
darah yang bersifat bersementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai
14
Disorders,
Focal
Segmental
Glomerulosclerosis,
Glomerulonephritis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :
Penatalaksanaan
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya
penderita di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan
edukasi bagi orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux.
15
Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberculosis (OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan
kemampuan pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus.
Sehingga cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended
Daily Allowances) yaitu 2gram/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan
malnutrisi energy protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam
(1-2gram/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edema.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in
Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian
prednisone dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80mg/hari),
dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung
berdasarkan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednisone
dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian
steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan
remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi
pada remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan
dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal)
secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah
4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien
dinyatakan sebagai resisten steroid. (Gambar 1)
16
b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,
tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50%
diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat dilihat di
gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis penuh sampai remisi (maksimal 4
minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis alternating selama 4 minggu.
Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria 2+ kembali tetapi tanpa
edema, sebelum dimulai pemberian prednisone, terlebih dahulu dicari
pemicunya, biasanya infeksi saluran napas atas. Bila ada infeksi, diberikan
antibiotic 5-7 hari dan bila setelah pemberian antibiotic kemudian proteinuria
menghilang, tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal
ditemukan proteinuria 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps,
dan diberi pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,
sangat penting, karen dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.
Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan
steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa penggolongan, yaitu :
1.
2.
3.
4.
17
18
bersifat
sitotoksik
dan
disseminate,
sistisis
hemoragik,
alopesia,
keganasan,
20
lainnya
Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah
tepi, kadar urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada
situasi
Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi total
(tanpa terapi), remisi parsial/rest protein 1+ tanpa obat, proteinuria +/++ tanpa
edema dan disertai gejala infeksi, berikan antibiotika (ampisillin atau
amoksisillin) 3-5 hari. Bila tetap ada proteinuria maka dianggap sebagai relaps.
g. Pengobatan tambahan
Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 1
3.8
1.
Komplikasi
Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah
selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan
komplemen faktor B dan D di urin. Bila terjadi penyulit infeksi bacterial
21
Untuk
mencegah
infeksi
digunakan
vaksin
pneumokokus.
dan osteopenia
Kebocoran metabolit vitamin D
Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik
resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500mg/hari dan
vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas
50mg/kgBB intravena.
4. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik
relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia,
ekstremitas dingin dan sering disertai sakit perut.
Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, syok hipovolemik,
gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun). Penanganan sama
dengan penanganan keadaan ini pada umumnya. Bila terjadi gagal ginjal kronik,
selain hemodialisis, dapat dilakukan transplantasi ginjal.
3.9
Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang baik
terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka panjang
22
sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 45% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi
gagal ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai
penurunan fungsi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas, Husein dkk. 2005. Kosensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.
Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.
2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom Nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381426
3. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J (on line) (20) : screens. Available from :
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. akses : on September 8, 2009
4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18
th
ed.
Saunders. Philadelpia.
5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin
Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h.50-54
6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No. 134.
Jakarta, h.32-37
8. Markum, et.al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
9. Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. (on line) (1) : screens. Available from :
URL:http//www.pediatrik.com. Akses : 8 september 2009
10. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis Terapi Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2. Denpasar:Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/RSUP Sanglah; 2000. h.159-162
11. Cohen Eric P. Nephrotic Syndrome: Differential Diagnoses & Workup. Update: Aug 25,
2009
12. Garna, Herry dkk. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak FK
UNPAD. Edisi ke-4. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. h.601606
23