Anda di halaman 1dari 66

ESTIMASI MAKSIMUM LIKELIHOOD PADA MODEL ARIMA (1,1,0)

BOX-JENKINS

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata I

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains

Oleh:

Nama : Jumroh

Nim : 4150401016

Program Studi : Matematika SI

Jurusan : Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2005

i
ABSTRAK

Jumroh, 4150401016. Estimasi Maksimum Likelihood Model ARIMA(1,1,0)


Box-Jenkins. Skripsi , Matematika SI, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Negeri Semarang

Runtun waktu adalah himpunan observasi berurutan dalam waktu (atau


dalam satuan yang lain). Runtun waktu dibedakan menjadi 2 yaitu runtun waktu
stasioner dan runtun waktu nonstasioner. Runtun waktu nonstasioner yang telah
distasionerkan dengan metode pembeda (diferensi) disebut proses ARIMA. Salah
satu model ARIMA adalah ARIMA (1, 1, 0). Langkah selanjutnya setelah
ditentukan model adalah mengestimasikan parameternya.
Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang akan dibahas adalah
bagaimana bentuk fungsi Likelihood ARIMA (1, 1, 0) dan menetukan estimator
parameter-parameter yang ada pada model ARIMA (1, 1, 0). Tujuannya adalah
mempelajari cara mengkontruksi fungsi Likelihood model ARIMA (1, 1, 0) Box
– Jenkins, selanjutnya menentukan estimator parameter-parameter yang ada pada
model tersebut dengan metode estimasi maksimum Likelihood (EML). Sedangkan
manfaatnya adalah menambah pengetahuan tentang estimasi maksimum
Likelihood pada model ARIMA(1,1,0).
Pada penelitian ini prosedur yang digunakan adalah identifikasi masalah,
perumusan masalah, analisis data dan penarikan kesimpulan. Dari data yang ada
setelah diidentifikasikan model maka ditentukan nilai parameter-parameternya
atau mengestimasinya dengan pendekatan estimasi maksimum Likelihood.
Pengkontruksian fungsi Likelihood dari model ARIMA (1, 1, 0) Box –
Jenkins dapat dilakukan dengan asumsi kenormalan dan independensi di sesatan
at, sehingga jika data observasi diketahui maka fungsi Likelihood untuk
( )
parameter-parameternya adalah L φ , σ a2 W . Penerapan estimasi maksimum
Likelihood dilakukan dengan cara meminimumkan fungsi jumlah kuadrat s(Φ)
dari log fungsi Likelihood model ARIMA (1, 1, 0) Box – Jenkins. Menentukan
estimator untuk parameter dengan EML menjumpai kesulitan karena bentuk
⎧1 ⎫
∂ ⎨ ln M (j1) ⎬
2
Mj = ⎩ ⎭ adalah fungsi dari Φ yang cukup rumit. Untuk mengatasi
∂φ j
kesulitan ini di gunakan metode estimasi kuadrat terkecil dan diperoleh :
()
σˆ a2 =
S φˆ
dan φˆ = D p d = D11 D12
−1 −1

n
Skripsi ini hanya membahas model ARIMA (1, 1, 0), disarankan kepada
penulis lain untuk mempelajari lebih lanjut dengan cakupan yang lebih luas
dengan mengambil model ARIMA (p, d, 0), ARIMA (0, d, q) dan ARIMA (p, d,
q) dengan p > 1, g > 0, d > 1

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “ Estimasi Maksimum Likelihood Model ARIMA (1, 1, 0)


Box – Jenkins” telah dipertahankan dihadapan sidang panitia ujian Skripsi FMIPA
UNNES pada
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Drs. Kasmadi Imam S, M.S Drs. Supriyono, M. Si


NIP . 1300781011 NIP . 130815345

Pembimbing Utama Ketua Penguji

Drs. Supriyono, M.Si Drs. Khaerun, M.S


NIP . 130815345 NIP.131813671

Pembimbing Pendamping Anggota Penguji I

Walid, S. Pd, M. Si Drs. Supriyono, M.Si


NIP . 132299121 NIP . 130815345

Anggota Penguji II

Walid, S. Pd, M. Si
NIP . 132299121

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“ … Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu


pengetahuan diantara kamu akan beberapa derajat (Q.S.Al-
Mujadalah:11)”
“ … Dan bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui (Q.S. An-Nahl :42)”
Jalanilah kehidupan ini dengan keimanan, kesabaran dan ketekunan.

PERSEMBAHAN

Kedua Orang tua


Kakak dan adik tersayang
Seseorang yang aku sayangi
Sahabatku dan teman-teman Mat’01

iv
KATA PENGANTAR

Tiada kalimat yang patut penulis panjatkan kehadirat Allah SWT selain
Alhamdulil-lahi robbil’alamin, karena hanya rahmat dan karunianya skripsi yang
berjudul “Estimasi Maksimum Likelihood Model ARIMA (1, 1, 0) Box –
Jenkins” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika,
Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak
dapat menyelesaikan sendiri tanpa bantuan oranglain, dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. A. T Soegito, SH, MM, Rektor UNNES yang telah memberikan
kesempatan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang S1.
2. Drs. Kasmadi Imam, S, MS Dekan FMIPA UNNES yang telah memberikan
ijin untuk mengadakan penelitian ini.
3. Drs. Supriyono, M. Si Kajur Matematika FMIPA UNNES dan pembimbing
utama yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan dalam menyelesaikan
sripsi ini.
4. Walid S. Pd, M. Si pembimbing pendamping yang telah memberikan petunjuk
dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak/Ibu Dosen Matematika FMIPA UNNES yang telah memberikan saran
dan dorongan.
6. Bapak/Ibu karyawan Tata Usaha FMIPA UNNES yang telah membantu
dalam menyelesaikan administrasi.
7. Orang tua, kakak, adik dan seorang yang aku sayangi yang selalu memberikan
motivasi dan dukungan kepada penulis dalam mengikuti studi.
8. Sahabatku Afit, Tuti, Fitri dan Supardi yang telah memberikan semangat dan
membantu dalam menyelesaikan sripsi ini
9. Mba Tami yang telah membantu dan dalam pencarian buku-buku pustaka
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penulisan
sripsi ini

v
Penulis hanya dapat memohon, semoga Allah SWT memberikan balasan
kebaikan dan barokah kepada pihak-pihak tersebut. Penulis menyadari bahwa
sripsi ini masih banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu masukan berupa
saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan sripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga sripsi ini dapat bermanfaat dan
menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi pembaca.

Semarang, Oktober 2005

Penulis

vi
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................. i

ABSTRAK ....................................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

DAFTAR ISI.................................................................................................... vii

ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ......................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Permasalahan ………………………………………………... ... 2

C. Tujuan Penelitian …………………………………………….... 3

D. Manfaat Penelitian....................................................................... 4

E. Sistematika Skripsi ...................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI........................................................................ 7

A. Konsep Dasar Analisis Runtun Waktu ........................................ 7

1. Stasioner dan Takstasioner.................................................... 8

2. Fungsi Autokovariansi .......................................................... 10

3. Autokorelasi .......................................................................... 11

4. Autokorelasi Parsial .............................................................. 12

5. Metode Box-Jenkins ............................................................. 13

B. Model Runtun Waktu .................................................................. 16

vii
1. Model Runtun Waktu Stasioner ............................................ 17

2. Model Rntun Waktu Nonstasiomer....................................... 29

C. Tijauan Distribusi Normal Multivariate ...................................... 33

1. Fungsi Densitas Normal Multivariate Bersama .................... 33

2. Fungsi Likelihood dan Estimasi Maksimum Likelihood ..... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 38

A. Studi Pustaka ............................................................................... 38

B. Perumusan Masalah..................................................................... 38

C. Analisis dan Pemecahan Masalah................................................ 38

D. Penarikan Kesimpulan................................................................. 38

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 40

A. Inferensi Selisih Pertama Runtun Waktu..................................... 40

1. Menentukan Selisih Pertama Runtun WAktu ...................... 40

2. Fungsi Likelihood Model ARIMA(p,d,o)............................. 45

3. Fungsi Likelihood Model ARIMA (1,1,0)............................ 49

B. Estimasi Maksimum Likelihood pada Model ARIMA(1,1,0)..... 51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 58

viii
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

AR (p) : Autoregresif Orde p

MA (q) : Moving average orde q

ARMA (p, q) : Campuran antara AR (p) dan MA (q)

ARIMA (p, d, q) : Autoregresif Integrated Moving average process, yaitu model

runtun waktu stasioner (p, d, q) setelah dilakukan deferensi tingkat

Zt = Runtun Waktu Stasioner

At : Garisan variabel random yang independent

Wt = Zt . Zt-1 : runtun waktu stasioner setelah dilakukan differensi

P (.) : Fungsi densitas probabilitas

P (.I.) : dist bersama bersyaratan dari fungsi P (.)

L (.I.) : fungsi Likelihood

I (.I.) : Logaritma dari L (.I.) dengan bilangan pokok “e”

E (Zt) = μ : Nilai tengah dari runtun Zt

Τa2 : Variasi dari runtun Zt

Cov (Zt, Zt-k) : Kovariansi Zt dan Zt-k

Γk : Kovariansi dari runtun Zt

{γk, k = 0, 1, ….) : fungsi autokovariansi

ρk : autokorelasi dari runtun Zt pada lag k

{ρk, k = 0, 1, …..} fungsi autokorelasi (fak)

ρ̂ = rk = estimasi fungsi autokorelasi

γˆ k = Ck : estimasi fungsi autokovariansi

ix
{Φk, k = 1, 2, …..} : fungsi autokorelasi parsial (fakp)

BZt = Zt-1 : Operator backshift (B)

∇ Zt = Zt – Zt-1 : Operator diferensi

ψ (B) : Operator Linier yang mentransformasikan dt ke tt

S (Φ) : fungsi jumlah kuadrat untuk Φ

φˆ :Estimator untuk parameter Φ

σˆ a2 : estimator untuk parameter σˆ a2

φ p (B ) : operator autoregresif stasioner tingkat p

λ(B) : Operator autoregresif berubah

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu runtun waktu adalah himpunan observasi beraturan dalam waktu

(atau dalam dimensi apa saja yang lain). Jika pengalaman yang lalu, keadaan

yang akan datang dapat diramalkan secara pasti, maka runtun waktu itu

dinamakan deterministik, dan tidak memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

Sebaliknya jika pengalaman yang lalu hanya bisa menunjukkan struktur

probabilitas keadaan yang akan datang suatu runtun waktu, maka runtun waktu

semacam ini dinamakan stokastik (statistik).

Runtun waktu statistik dapat dipandang sebagai suatu realisasi dari

proses statistik (stokastik). Biasanya tidak mungkin diperoleh realisasi yang

lain suatu proses statistik, yaitu tidak dapat diulang kembali keadaan untuk

memperoleh himpunan observasi serupa seperti yang telah dikumpulkan.

Selanjutnya, misalkan Z1,Z2,…,Zn adalah observasi yang telah

diidentifikasikan suatu model yang diperkirakan telah menghasilkan observasi

itu. Dengan demikian Zt dapat dipandang sebagai suatu realisasi dari suatu

variable random Zt yang mempunyai distribusi dengan fungsi densitas

probabilitas (fdp) tertentu, misalnya p(Zt).

Setiap himpunan Zt., misalnya Zt,…,Zt+r mempunyai fkp bersama

p(Zt1,…,Ztr), jika suatu proses statistik mempunyai fkp bersama

p(Zt+n1,…,Zt+nm) yang independen dengan t, sebarang pilihan n1,n2,…,nm yang

mempunyai struktur probabilistik tidak berubah dengan berubahnya waktu.

xi
Proses seperti ini dinamakan stasioner, jika tidak demikian maka proses itu

dinamakan tak stasioner. Apabila definisi kondisi ini berlaku dengan

pembatasan m ≥ p, dengan p bilangan bulat positif, maka stasioneritas itu

dinamakan stasioner tingkat p.

Untuk proses Gaussian yang didefinisikan dengan sifat bahwa fkp

yang berkaitan dengan sebarang himpunan waktu adalah normal multivariate,

stasioneritasnya hanya memerlukan stasioneritas tingkat dua. Dengan demikian

biasanya cukup puas dengan stasioneritas tingkat dua, yang dinamakan

stasioneritas lemah dengan mengharapkan asumsi normalitas berlaku.

Runtun waktu yang stasioner pada umumnya jarang sekali dijumpai

dalam praktek, namun stasioneritas merupakan asumsi yang sangat bermanfaat

dalam mengestimasi runtun waktu. Pada tahun 1970-an Box-Jenkins

membahas tentang model runtun waktu klasik, termasuk didalamnya model

autoregresif klasik. Dalam perkembangannya model autoregresif itu

mempunyai dua macam yakni model autoregresif yang stasioner dan model

autoregresif yang tidak stasioner(nonstasioner). Pada runtun waktu yang

stasioner biasanya bisa langsung dilakukan estimasi terhadap parameter-

parameter yang ada, tetapi untuk model runtun waktu yang tidak stasioner

perlu dilakukan langkah untuk menjadikan runtun waktu itu stasioner dulu,

kemudian mengestimasi parameter-parameternya.

Jika data asli menunjukan adanya ketidakstasioneran, maka perlu

dilakukan transformasi, apabila ragam runtun aslinya telah stasioner tetapi nilai

tengah runtun menunjukan keadaan yang tidak stasioner, maka untuk

xii
menghilangkan ketidakstasioneran itu digunakan metode pembeda (diferensi).

Cara ini akan membuat runtun waktu selisih (derajat tertentu) nilai-nilai yang

beurutan dari runtun aslinya Zt (ditulis Wt=Zt-Zt-1) menjadi stasioner, yang

dipandang bahwa Zt sebagai integrasi runtun waktu Wt yang dikenal sebagai

proses autoregresife integrated moving average (ARIMA), sehingga ketentuan

yang berlaku pada proses ARMA barlaku pula untuk proses ARIMA.

Proses ARIMA yang tidak mempunyai proses moving average disebut

ARI(p,d) atau ARIMA (p,d,0). Model ini mempunyai beberapa macam model,

diantaranya model autoregresif atau ARIMA(1,d,0), (2,d,0), (1,1,0), (2,1,0),

(2,2,0) dan (p,d,0).

Model runtun waktu yang tidak stasioner dikelompokan menjadi dua

yaitu model runtun waktu tak stasioner (nonstasioner) homogen dan runtun

waktu tak stasioner (nonstasioner) tak homogen. Runtun waktu nonstasioner

yang homogen ditunjukkan oleh selisih (perubahan) nilai-nilai yang berurutan

adalah stasioner. Proses runtun waktu ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins klasik

ditulis dalam bentuk:

{ }
(1 − φ1 B) (1 − B ) Z t − μ = at

Selanjutnya misalkan Z1, Z2 , …, Zn adalah sekumpulan observasi dan

telah diidentifikasikan suatu model yang diperkirakan telah menghasilkan

observasi itu, dengan memandang observasi itu sebagai variabel random yang

p(W / φ1 , μ , σ a ) , dengan φ1 , μ
2
diambil dari distribusi bersama dan

σ a 2 adalah parameter-parameter yang tidak diketahui, sedangkan W

menunjukan barisan atau vektor yang stasioner dan merupakan selisih

xiii
observasi di atas. Dari fungsi bersama tersebut dapat ditentukan estimasi

maksimum likelihoodnya.

Dari uraian di atas, penulis tertarik ingin mengadakan penelitian

tentang estimasi maksimum likelihood model ARIMA (1,1,0)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji


dalam penelitian ini adalah : Bagaimana cara menentukan nilai-nilai
parameter pada model ARIMA (1,1,0) yang homogen dengan
menggunakan metode maksimum likelihood ?
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Mempelajari cara mengkontruksi bentuk fungsi likelihood dari model

aoutoregresif, khususnya model ARIMA (1,1,0)

b. Menentukan estimator untuk parameter-parameter yang ada pada model

ARIMA (1,1,0) dengan menggunakan metode estimasi maksimum

likelihood

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:


1. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan yang

lebih luas terutama yang berkaitan dengan masalah estimasi model

ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins.

2. Secara umum diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan

gambaran tentang estimai model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins.

xiv
E. Sistematika Skripsi

Secara garis besar skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian

awal, bagian isi, dan bagian akhir.

Bagian awal terdiri dari halaman judul, abstrak, halaman


pengesahan,halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar
tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
Bagian isi terdiri dari
BAB I : Pendahuluan
Mengemukakan tentang alasan pemilihan judul, permasalahan,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan
skripsi.
BAB II : Landasan Teori
Menguraikan tentang konsep dasar analisis runtun waktu dan
tinjauan distribusi normal multivariate serta fungsi likelihood.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang metode yang digunakan dalam penelitian
yang meliputi studi pustaka, perumusan masalah, analisis dan
pemecahan masalah serta penarikan kesimpulan.
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Membahas tentang penentuan selisih proses autoregresif tak
stasioner sehingga menjadi stasioner. Selanjutnya membahas
tentang fungsi likelihood untuk model ARIMA (1,1,0) dan
model-model autoregresif, serta estimasi maksimum likelihood
pada autoregresif (ARI) dan estimasi likelihood pada model
autoregresif Box-Jenkins yang homogen.
BAB V : Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan pada bab-bab
sebelumnya dan saran-saran yang diberikan peneliti berdasarkan
simpulan yang diambil.

xv
Adapun bagian akhir dari skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-
lampiran yang mendukung skripsi.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Analisis Runtun Waktu

Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa definisi yang menyangkut

pengertian dan konsep dasar analisis runtun waktu.

Definisi 1
Runtun waktu adalah himpunan observasi terurut dalam waktu atau dalam dimensi lain. (Zanzawi, 1987 :
2.2).
Dalam pembahasan ini runtun waktu dinotasikan dengan Zt , jika t ∈ A, dengan A bilangan asli, maka Zt
adalah berupa runtun waktu diskrit, sedangkan jika t ∈ ℜ , dengan ℜ bilangan real, maka Zt adalah runtun waktu
kontinu. Jika runtun waktu didasarkan terhadap sejarah nilai observasi itu diperoleh, maka runtun waktu dapat
dibedakan antara runtun waktu deterministik dan stokastik.
Definisi 2
Runtun waktu deterministik adalah runtun waktu dengan nilai observasi yang akan datang dapat
diramalkan secara pasti berdasarkan observasi lampau. (Zanzawi, 1987 : 2.2).
Definisi 3

xvi
Runtun waktu stokastik adalah runtun waktu dengan nilai observasi yang akan datang bersifat
probabilistik, berdasarkan observasi yang lampau. (Zanzawi, 1987 : 2.2).
1. Stasioner dan Takstasioner
Himpunan obsevasi dari runtun waktu stokastik yang telah didapat tidak akan diperoleh kembali dengan
mengadakan proses stokastik yang lain, sebab runtun waktu stokastik merupakan suatu realisa dari suatu proses
statistik (stokastik), sehingga untuk sebarang Zt dapat dipandang sebagai suatu realisa dari suatu variabel random Zt
yang mempunyai distribusi dengan densitas probabilitas (fdp) tertentu, sebut p(Zt ). Setiap himpunan Zt , misalnya
{Zt,Zt,....,Zt}mempunyai fdp bersama p{Zt,Zt,....,Zt}, sehingga dari uraian di atas dapat di turunkan definisi proses
stasioner dan proses tak stasioner.

Definisi 4

,
Jika suatu proses stokastik yang mempunyai fkp bersama P(Zt + n1 Zt + n2, Zt + n3, . . ., Zt + nk)
yang independen terhadap t, sebarang bilangan bulat k dan sebarang pilihan n1, n2, . . ., nk dengan
sifat bahwa struktur probabilistiknya tidak berubah dengan berubahnya waktu, maka proses seperti
ini dinamakan stasioner. Jika tidak demikian dinamakan tidak stasioner.(Zanzawi, 1987: 2.4)

Jika hal tersebut berlaku tetapi dengan pembatasan m ≤ p, dimana

p bilangan bulat positip, maka stasioneritas itu kita namakan stasioneritas

tingkat p. Selanjutnya jika runtun waktu Zt stasioner, maka nilai tengah

(mean), variansi, dan covarian runtun waktu tersebut tidak dipengaruhi

oleh berubahnya waktu pengamatan, sehingga:

Nilai tengah: μ z = E (Z t ) = E (Z t + n )

: σ z = E (Z t − μ z ) = (Z t + n − μ z )
2 2 2
Variansi

Covarians : γ k = E (Z t − μ z )(Z t + k − μ z )

= E (Z t + m − μ z )(Z t + m + k − μ z )

untuk t,m,ksebarang.

Dengan kata lain : jika Zt stasioner maka distribusi probabilitas

pada sebarang waktu t1,t2,...,tm harus memiliki distribusi yang sama pada

waktu t1+k,t2+k,...,tm+k , dengan k sebarang pergeseran sepanjang sumbu

waktu. Untuk m=1, maka p(Zt) = p(Zt+k), sehingga distribusi marginal

tidak bergantung waktu, yang menyebabkan E(Zt)= μ dan Var(Zt)= γ 0 .

xvii
Untuk proses normal ( Gaussian) yang didefinisikan dengan sifat

bahwa fdp yang berkaitan dengan sebarang waktu adalah normal

multivariate, stasioneritasnya hanya memerlukan stasioner tingkat dua,

sehingga biasanya cukup puas dengan stasioner tingkat dua, yang disebut

dengan stasioner lemah, dengan mengharapkan asumsi normal berlaku.

Mengingat definisi 4 di atas, maka runtun waktu dapat

dikelompokan menjadi dua yaitu : i) runtun waktu stasioner dan ii) runtun

waktu tak stasioner. Untuk runtun waktu tak stasioner dibedakan menjadi

dua yaitu runtun waktu tak stasioner homogen dan runtun atau tak

stasioner tak homogen. Berdasarkan uraian ini maka dapat diturunkan

definisi di bawah ini .

Definisi 5

Runtun waktu tak stasioner yang homogen adalah yang waktu yang

selisih (perubahan) nilai-nilai yang berurutan stasioner. (Zanzawi,

1987: 4.2)

Berdasarkan definisi 5, maka dapat dikatakan bahwa runtun waktu

tak stasioner homogen adalah runtun waktu yang mempunyai selisih

derajat tertentunya adalah stasioner. Dalam skripsi ini runtun waktu yang

homogen yang akan menjadi objek penelitian.

2. Fungsi Autokovariansi

xviii
Telah diperoleh bahwa dalam proses stasioner lemah mean proses

itu menyebabkan E[Zt]= μ , variansi proses itu V(Zt)= γ O cov(Zt ,

Zt+k)= γ k , dengan μ dan γ k untuk semua k adalah konstan. Dalam hal ini

μ adalah mean proses itu dan γ k adalah autokovarian pada lag k. Pada

proses stasioner lemah variansinya adalah konstan, yaitu :

V(Zt)= σ z = γ O
2

Juga untuk semua bilangan bulat k γ − k = γ k , dan juga karena :

Cov ( Z t , Z t + k ) = Cov(Zt + k , Z t ) = Cov(Zt , Z t + k ) = γ k (2.1)

Sehingga yang perlu ditentukan adalah γ k untuk semua k ≥ 0.

Definisi 6

Himpunan { γ k :k=0,1,2,3,...} disebut fungsi autokovariansi.

(Zanzawi ,1987:2.5)

Definisi 7

Autokorelasi pada lag k ditulis dengan :

cov(Z t , Z t -k ) γk γk
ρk = = = (2.3)
{V(Z t ), V(Z t -k )}
1
2 (γ 0 , γ 0 )
1
2
γ0

(Zanzawi, 1987: 2.5)

Definisi 8

Himpunan {ρ k : k = 0,1,2,...}dengan ρ 0 =1 disebut fungsi

autokorelasi (fak)

3. Autokorelasi

xix
Dari suatu runtun waktu yang stasioner Z1,Z2,...,Zn, mean μ dan

fungsi autokovariansi {γ k : k=0,1,2,...}dapat diestimasi dengan

menggunakan statistik :

1 n
μ̂ = Z = ∑ Zt
n t =1

γˆ = C k =
1 n
( )( )
∑ Z t − Z Z t-k − Z untuk k=0,1,2
n t =1

Unrtuk mendapatkan harga estimasi yang cukup baik biasanya diperlukan

n>50, dan harga Ck yang dibutuhkan sekitar k<n/4. Nilai ρ k diestimasi

Ck
dengan ρˆ k = rk = (2.2)
C0

Untuk proses normal yang stasioner, rumus Bartlett menanyakan bahwa

dengan mengganggap ρ k =0 untuk semua k>0 diperoleh :

1 k
Cov(rk , rk -1 ) ≈ ∑ ρ i ρ i -s
N i =k +s

dengan mengambil s=0, maka untuk k>K

1 k
V (rk ) ≈ ∑ρ i
2
(2.3)
N i=− k

Untuk N yang sangat besar jika ρ k = 0 maka rk mendekati distribusi

normal. Dalam prakteknya ρ i dapat diganti dengan ri sehingga menjadi:

xx
1 k 2
V(rk ) ≈ ∑ ρi
N i =-k
=
1 2
N
( 2 2
r -k + r 2 -k +1 + ... + r 2 - k + k =0 + r1 + r2 + ... + rk
2
)
γ0
dengan ρ 0 = r0 = = 1 , maka diperoleh
γ0

1⎛ k
2⎞
= ⎜1 + 2∑ ri ⎟
N⎝ i =1 ⎠

1⎛ k
2⎞
Jadi V(rk ) ≈ ⎜1 + 2∑ ri ⎟ (2.4)
N⎝ i =1 ⎠

Sedangkan akar positif adalah sesatan standar rk untuk lag besar, sehingga

SE(rk ) ≈ V(rk )

4. Autokorelasi Parsial

Fungsi Autokorelasi parsial (fakp) dinotasikan dengan

{φ kk : k = 1,2,...} , yakni himpunan autokarelasi parsial untuk lag k


didefinisikan sebagai berikut :

ρ −k *
φ kk = (2.5)
ρ −k

dengan ρ − k : matriks autokorelasi kxk dan ρ k : matriks autokorelasi


*

⎡ ρ1 ⎤
⎢ρ2 ⎥
⎢ ⎥
.
dengan kolom terakhir diganti dengan ⎢⎢ ⎥⎥
.
⎢ ⎥
⎢ . ⎥
⎢⎣ ρ 3 ⎥⎦

Nilai estimasi φˆkk diperoleh dengan mengganti ρ i dengan ri.

xxi
Untuk lag yang cukup besar dimana fakp menjadi sangat kecil nilainya

hingga mendekati nol ( ri = 0 ) dari persamaan (2.3) maka diperoleh

persamaan :

1
Var ( φˆkk ) ≈
N

Untuk N besar φˆkk dianggap mendekati distribusi normal.

5. Metode Box-Jenkins

Analisis runtun waktu Zt yang dikembangkan menurut metode

Box-Jenkins menggunakan dua operator, yaitu operator backshift B dan

operator differensi ∇ . operator backshift B didefinisikan sebagai:

BZt = Zt – 1

Sedangkan operator differensi ∇ dideffinisikan sebagai:

∇ Zt = Zt – Zt – 1

sehingga kedua operator mempunyai hubungan:

∇ . Zt = Zt – Zt – 1

= Zt – BZt

= (1 – B) Zt, jadi ∇ = (1 – B)

Adapun model proses stokostik yang sering digunakan adalah bentuk:

ϕ (B) Zt = θ (B) at (2.6)

Dengan ϕ (B) dan θ (B) adalah polinomial dan {at: t = 1,2,3.....}

adalah barisan variabel random independen dan distribusi normal dan

dengan E[at] = 0, var [at] = E [at2] = σ2 serta Cov (at, at-k) = 0;

xxii
{at:t=1,2,3,.......} merupakan suatu runtun getaran yang dibangkitkan oleh

proses white noise (gerakan random).

Persamaan (2.6) dapat ditulis dengan bentuk:

θ ( B)
Zt = at atau
φ ( B)

Zt = Ψ ( B)at

θ ( B)
Dengan Ψ ( B)at = at , dengan demikian Zt dapat dipandang sebagai
φ ( B)

runtun yang dihasilkan dengan melewatkan proses white noise {at}

melalui kombinasi linear (filter linear) dengan fungsi transfer Ψ (B ) .

Kondisi ini menunjukkan operasi linear filter yang mempresentasikan

runtun waktu sebagai hasil dari linear filter jumlah tertimbang dari

observasi sebelumnya, yakni

Zt = µ + at + Ψ 1at-1 + Ψ 2at-2 + Ψ 3at-3 + .........

Zt = µ + Ψ (B)a1 (2.7)

Dengan Ψ (B) = 1 + Zt = Ψ 1 (B) + Ψ 2 (B) + Ψ 3 (B) + ........

adalah operator linear yang mentransformasikan at ke Zt merupakan

fungsi transfer atau filter.

Atau dapat ditulis dalam bentuk:

Zt - µ = at + Ψ 1at-1 + Ψ 2at-2 + Ψ 3at-3 + .........


Z t = at + ∑ Ψ j at − j (2.8)
j =1

dengan Z t = Z t − μ .

xxiii
Bentuk ini merupakan devisa proses itu dari titik referensi, atau

meannya jika proses itu stasioner. Barisan itu biasanya disebut proses white-

noise atau random shocks.

Selanjutnya dari persamaan tersebut diperoleh :

E(Zt) = µ


γ o = V (Zt ) = E (Zt − μ )2 = σ 2 ∑Ψ
j =0
2
j (2.9)

dengan menggunakan nilai E(at-i,at-j)

γ k = (Z t − μ )(Z t − k ) (2.10)

= E (at + Ψ1 a1 −1 + Ψ2 at − 2 + ....... + Ψk at − k + Ψk = 1 at − k −1 )(at − k + Ψ1 at − k − 1 + ....)

= σ 2 (1.Ψk + Ψ1 Ψk + 2 + .......)


=σ 2 ∑ Ψ j Ψ j + k
j =0

sehingga persamaan autokorelasi pada lag k dapat ditulis dalam bentuk :

∑Ψ Ψ
j =0
j j+k
γk
ρk = = (2.11)

γ0
∑Ψ
j =0
2
j

jika jumlah bobot Ψ j tak hingga, maka diasumsikan bahwa bobot itu

konvergen secara absolute atau Ψj < ∞ . Sebagai contoh jika

Ψ1 = − φ dan Ψ j = 0 untuk j>1. maka proses white-noise dapat ditulis

menjadi :

Z t − μ = at − φat − 1 (2.12)

xxiv
Secara umum untuk Ψ j = − φ j maka persamaan persamaan white-

noise menjadi :

Z t − μ = at + φat − 1 + φ 2 at − 2 + ...........

(
= at + φ at −1 + φat − 2 + φ 2 at − 2 + .....)
= φ (Z t −1 − μ )+ at

Model ini dalam runtun waktu dikenal dengan model autoregresif tingkat

(orde) satu, selanjutnya untuk memenuhi keadaan stasioner maka φ < 1 .

B. Model Runtun Waktu

Model Runtun waktu dapat dikelompokan menjadi dua yaitu (1)

kelompk runtun waktu stasioner, dan (2) kelompok runtun waktu tak

stasioner(nonstasioner). Kelompok runtun waktu pertama meliputi proses

autoregresif, untuk orde p ditulis AR(p), moving average untuk orde q ditulis

MA(q), dan model campuran autoregresif-moving average, jika masing-

masing berorde p dan q maka model ini ditulis ARMA (p,q).

Sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok runtun waktu yang

banyak dijumpai dalam praktek, dalam hal ini runtun waktu nonstasioner yang

mempunyai selisih (derajat tertentu) nilai-nilai yang berurutan dari runtun

aslinya Zt yaitu Zt-Zt-1=Wt adalah stasioner. Dalam proses ini Zt dipandang

sebagai integrasi runtun Wt , yang dikenal dengan autoregressive integrated

moving average proses (ARIMA), sehingga ketentuan yang berlaku pada

model ARMA berlaku pula pada model ARIMA. Suatu runtun waktu

xxv
nonstasioner setelah diambil selisih ke-d menjadi stasioner yang mempunyai

model AR(p) dan model MA(q) ditulis dengan ARIMA(p,d,q).

Kedua kelompok model runtun waktu tersebut, dapat dipandang

sebagai model ARIMA, dengan melihat nilai p,q dan tingkat selisih d: nilai

untuk d model stasioner adalah 0. Sehingga untuk model stasioner AR(p)

dapat ditulis ARIMA (p,0,0), model stasioner MA(q) dapat ditulis

ARIMA(0,0,q) dan model stasioner ARMA (p,q) dapat ditulis ARIMA(p,0,q)

uraian untuk masing-masing kelompok model runtun waktu dibahas pada

bagian berikut ini.

1. Model Runtun Waktu Stasioner

a. Proses-proses Autoregresif

1) Proses auotoregresif Orde 1[AR(1)]

Model AR(1) telah dikemukakan pada bagian (2.7), oleh karena itu

pembahasan pada bagian ini mengacu model (2.12) yang dapat ditulis

dalam bentuk
~
( )
~ ~
Z t − φ Z t -1 = a t dengan Z t = Z t − μ (2.13)

Jika operator Backshift B diterapkan pada model (2.13) maka dapat ditulis

menjadi :

Z t = φ Z t −1 + a t (2.14)

( ~
)
= φ φZ t − 2 + at −1 + at
~
= φ 2 Z t − 2 + φaat −1 + at
~
( )
= φ 2 φ Z t −3 + at − 2 + φat −1 + at
~
= φ 3 Z t −3 + φ 2 at − 2 + φ t −1 + at
Μ

xxvi
Sehingga diperoleh bentuk
~
Z t = at + φat −1 + φ 2 at − 2 + φ 3 at −3 + φ 4 at − 4 + ... (2.15)

Jika operator B diterapkan pada persamaan (2.15) maka diperoleh bentuk


~
Z t = (1 + φ1Bat −1 + φ 2 B 2 at − 2 + φ 3 B 3 at −3 + φ 4 B 4 at − 4 + ...)at

= (1 − φB) at
−1

(
dengan (1 − φB) = 1 + φB + φ 2 B 2 + φ 3 B3 + ...
−1
)
Dalam pernyataan ini harus dicatat bahwa φ < 1 yang merupakan

syarat stasioner. Selanjutnya untuk memudahkan penulisan diambil μ = 0

~ ~
sehingga Z t = Z t dan Z t −1 = Z t −1 , dengan demikian persamaan (2.14)

dapat ditulis menjadi

Z t = φZ t −1 + at (2.16)

2) Proses Autoregresif Order 2[AR(2)]

Model AR(2) dapat diperoleh dengan cara yang sama dengan

model AR(1) dari persmaan (2.9), sehingga diperoleh :

Z = φat −1 + φ 2 at − 2 + at (2.17)

dengan menggunakan operator backshift B. Bentuk persamaan (2.17)

dapat ditulis bentuk :

(1 − φ1 B − φ 2 B 2 ) Z t = a t (2.18)

3) Proses Autoregresif Order p[AR(p)]

Bentuk AR(p) diperoleh cara yang sama pada AR(1) dan AR(2),

sehingga model autoregresif tingkat p adalah :

xxvii
Z t = φ1 Z t −1 + φ 2 Z t − 2 + ... + φ p at − p + at

Terlihat bahwa model AR(p) dapat dipandang sebagai data Zt yang

diregresikan pada p nilai Zt yang lalu, dalam hal ini pengamatan yang

lalu yaitu Z1,Z2,...,Zt-p.

Jika operator backshift B diterapkan pada proses ini maka model (2.18)

dapat ditulis dalam bentuk :

(1 − φ1B − φ 2 B 2 − ... − φ p B p ) Z t = at

atau φ (B)Z t = a t

dengan φ (B) = 1 − φ1 − φ 2 B 2 − ... − φ p B p

b. Autokorelasi Proses-proses Autoregresif

1) Autokorelasi Proses-proses AR(1)

Dalam penelitian ini akan dibahas dua cara untuk mencari

autokorelai dengan menggunakan pendekatan yang berbeda .

Cara pertama adalah cara penggunaan langsung (2.9) dan (2.10)

dengan ψ i = φ j sehingga diperoleh


γ 0 = σ 2 ∑ψ 2j
i =0

∞ 2j

=σ 2
∑φ
j =0

= σ (1 + φ 2 + φ 4 + ...)
2

⎛ 1 ⎞
= σ 2 ⎜⎜ ⎟⎟
⎝1− φ
2

σ2
=
1−φ 2

xxviii
dengan φ < 1


γ k = σ 2 ∑ψ 2j ψ j + k
i =0


= σ 2 ∑ φ j φ j + k k=0,1,2,3,....
j =0

(
= σ 2 1 + φ 2 + φ 4 + ... φ k)
σ φ
2 k
=
1−φ 2

dengan φ < 1

sehingga fungsi autokorelasinya adalah :

γ k σ 2φ k (1 − φ 2 )
ρk = = ⋅
γ 0 1−φ 2 σ2

= φ k dengan k=0,1,2,3,...

Cara kedua merupakan cara dengan pendekatan yang dapat

digunakan secara umum untuk proses yang lain. Cara ini diperoleh dari

persamaan (2.16) Z t = φZ t −1 + at

yaitu dengan mengganti Zt-k pada persamaan (2.16) kemudian

mengambil harga harapannya (Box-Jenkins :1976), maka diperoleh:

E(Zt,Zt-k)= φ E(Zt-1,Zt-k) + E(at Zt-k)

γ k = φγ k −1 + E (at Z t − k )

dengan E (a t Z t − k ) = E {a t (a t + φa t −1 + φ 2 a t − 2 + ⋅ ⋅ ⋅)}

karena untuk nilai

k=0 E (a t Z t − k ) = E {a t (a t + φa t −1 + φ 2 a t − 2 + ⋅ ⋅ ⋅)}= σ 2 dan

xxix
k>0 E (a t Z t − k ) = E {a t (a t + φa t −1 + φ 2 a t − 2 + ⋅ ⋅ ⋅)}=0

maka diperoleh

γ 0 = φγ k −1 + ς 2 = φγ 1 + σ 2

γ k = φγ k −1 dengan k=1,2,3,... (2.19)

subsitusikan γ 1 = φγ 0 ke persamaan (2.19) diperoleh :

σ 2φ σ 2φ
γ0 = dan γ 1 = (2.19a)
1−φ 2 1−φ 2

pembagian (2.19) yaitu

γ k φγ k −1 γ
ρk = = = φ k −1 = φρ k −1
γ0 γ0 γ0

jadi ρ k = φρ k −1 untuk k=1,2,3,...

2) Autokorelasi Proses AR(2)

Autokorelasi pada proses AR(2) diperoleh dengan menggunakan

pendekatan cara kedua pada AR(1), yaitu :

Persamaan pada (2.17) dikalikan dengan Zt-k kemudian diambil harga

harapannya, sehingga diperoleh :

E (at Z t − k ) = φ1 E (Z t −1 Z t − k ) + φ 2 E (Z t − 2 Z t − k ) + E (at Z t − k )

atau γ k = φ1γ k −1 + φ 2γ k − 2 + E (at Z t − k )

dengan Zt-k bergantung terhadap at-k,at-k-1,...

sehingga diperoleh

⎧ σ 2 , untuk ........k = 0
E (at z t − k ) = ⎨
⎩0, untuk ....k = 1,2,.....

γ 0 = φ1γ k −1 + φ 2γ − 2 + σ 2 = φ1γ 1 + φ 2γ 2 + σ 2 untuk k=0

xxx
γ k = φ1γ k −1 + φ 2γ k − 2 untuk k>0 (2.20)

dan autokorelasinya adalah

γ k φ1γ k −1 + φ 2 γ k − 2 γ γ
ρk = = = φ1 k −1 + φ 2 k − 2
γ0 γ0 γ0 γ0

= φ1 ρ k −1 + φ 2 ρ k − 2 (2.21)

Bentuk persamaan diferensinya dari persamaan (2.21) adalah

(1 − φ1 B − φ 2 B 2 ) ρ k = 0

untuk k=1, bentuk (2.21) menjadi ρ1 = φ1 ρ 0 +φ 2 ρ −1 = φ1` + φ 2 ρ1

sehingga ρ1 − φ 2 ρ −1 = φ1`

φ1
ρ1 (1 − φ 2 ) = φ1` maka ρ1 = untuk k=2, persamaan (2.21) menjadi
1 − φ2

ρ 2 = φ1 ρ 10 +φ 2 ρ −0 = φ1` ρ1 + φ 2

⎛ φ ⎞
= φ1 ⎜⎜ 1 ⎟⎟ + φ 2
⎝ 1 − φ2 ⎠
φ12
= + φ2
1 − φ2

Untuk lag k yang lain, digunakan persamaan (2.20) dalam menghitung

ρ k secara rekursif (berulang), dengan langkah sebagai berikut :

γ1 γ
γ 0 = φ1 γ 0 + φ2γ 0 2 + σ 2
γ0 γ0

γ 0 (1 − φ1 ρ 1 − φ 2 ρ 2 ) = σ 2 (2.22)

xxxi
dengan subsitusi ρ1 dan ρ 2 pada persamaan (2.22), maka diperoleh

variansi untuk Zt sebagai berikut :

φ1 φ12
γ 0 (1 − φ1 − φ2 ( ) + φ2 ) = σ 2
1 − φ1 1 − φ2

φ 21 φ 2φ12
γ 0 (1 − − + φ2 ) = σ 2
2

1 − φ1 1 − φ 2

⎛ 1 − φ 2 − φ1 2 − φ 2φ1 2φ 22 (1 − φ 2 ) ⎞
γ 0 ⎜⎜ ⎟ =σ2

⎝ 1 − φ2 ⎠
⎛ (1 − φ12 )σ 2 ⎞

σ =γ0 =⎜
2


⎝ (1 + φ1 )(1 − φ 2 ) − φ1
z 2 2

supaya setiap faktor dalam penyebut positif haruslah :

− 1 < φ 2 ; φ1 + φ 2 < 1;−φ1 + φ 2 < 1

yang memberikan daeerah stasioner, ini berarti φ 2 < 1

3) Autokorelasi Proses AR(p)

Autokorelasi untuk AR(p) sejalan dengan proses AR sederhana

dengan cara kedua, yaitu dengan mengalikan persamaan (2.18) dengan

Zt-k dan selanjutnya harga harapannya, maka diperoleh :

E (Z t Z t − k ) = φ1 E (Z t −1 Z t − k ) + φ 2 E (Z t − 2 Z t − k ) + .. + φ p E (Z t − p Z t − k ) + E (a t Z t − k )

γ k = φ1γ k −1 + φ 2γ k − 2 + ... + φ p γ k − p + E (a t Z t − k )

karena untuk k=0 nilai E(at Zt-k)= σ 2 , k>0 nilai E(at Zt-k)=0, maka

diperoleh

xxxii
γ = φ1γ 1 + φ 2γ 2 + ... + φ p γ p + σ 2
0

γ k = φ1γ k −1 + φ 2γ k − 2 + ... + φ p γ k − p (2.23)

dari persamaan pertama (2.23) dengan cara yang sama pada proses

autoregresif tingkat dua, maka diperoleh :

σ2
γ0 =
1 − φ1 ρ1 − φ 2 ρ 2 − ⋅ ⋅ ⋅ − φ p ρ p

Autokorelasi diperoleh dari kedua persamaan (2.23) yaitu :

γk
= ρ k = φ1 ρ k −1 + φ 2 ρ k − 2 + ⋅ ⋅ ⋅ + φ p ρ k − p untuk k>0 (2.24)
γ0

Dengan p persamaan pertama dari persamaan (2.24) dikenal sebagai

persamaan Yule Walker yaitu :

k = 1 : ρ1 = φ1 + ρ 2φ 2 + ⋅ ⋅ ⋅ + ρ p −1φ p

k = 2 : ρ 2 = ρ1φ1 + φ 2 + ⋅ ⋅ ⋅ + ρ p −2φ p (2.25)

k = p : ρ p = ρ p −1φ 1 + ρ k − 2 φ 2 + ⋅ ⋅ ⋅ + φ p

Bentuk matriks dari persamaan (2.25) adalah : ρ = Pφ dengan

ρ = (ρ1 , ρ 2 ,..., ρ p ) φ = (φ1 , φ 2 ,..., φ p )

⎛ 1 ρ1 ρ2 Λ ρ p −1 ⎞
⎜ ⎟
⎜ ρ1 1 ρ1 ρ p −2 ⎟
P=⎜
Μ Μ Μ Μ⎟
⎜ ⎟
⎜ρ
⎝ p−2 ρ p−2 ρ p −3 1 ⎟⎠

Parameter autoregresif φ dapat dinyatakan sebagai fungsi p autokorelasi

dengan menyelesaikan sistem persamaan (2.25) yaitu

xxxiii
φ = P −1 ρ

Untuk model AR(1) persamaan Yule Walker diberikan dengan

ρ1 = φ

sedangkan untuk model AR(2) persamaan Yule Walker diberikan

dengan

ρ1 = φ1 + ρ1φ 2
ρ 2 = ρ1φ1 + φ 2

yang dapat dinyatakan dalam benuk matriks sebagai berikut :

⎡ ρ1 ⎤ ⎡ 1 ρ1 ⎤ ⎡φ1 ⎤
⎢ρ ⎥ = ⎢ρ 1 ⎥⎦ ⎢⎣φ 2 ⎥⎦
⎣ 2⎦ ⎣ 1

dari bentuk matriks ini diperoleh

ρ1 (1 − ρ 2 ) ρ − ρ12
φ1 = dan φ 2 = 2
1 − ρ1 1 − ρ1
2

dengan ρ1 = r1 dan ρ 2 = r2 diperoleh harga estimasi awal untuk

φˆ1 dan φˆ2 , sedangkan untuk menentukan jenis model diantara model

yang berbeda, diperlukan pembahasan tentang fungsi autokorelasi

parsial.

c. Autokorelasi Parsial Proses Autoregresif

Auokorelasi parsial pada lag k dapat dipandang sebagai koefesien

regresi φ kk dalam bentuk Z k = φ k1 Z t −1 + φ k 2 Z t − 2 + .... + φ kk Z t − k + a k . Bentuk

ini mengukur korelasi anatara Zkdan Zt-k sesudah penyesuaian dibuat untuk

variabel tengah Zt-1 Zt-2,...,Zt-k+1. Autokorelasi parsial pada lag 1 diberikan

oleh koefisien regresi parsial dalam bentuk :

xxxiv
Z t = φ11 Z t −1 + at

Persamaan Yule Walker Untuk model AR(1), memberikan

φ11 = ρ1 , hal ini karena tidak variabel tengah antara Zt-1 dan Zt

Autokorelasi parsial pada lag 2 diberikan oleh koefesien regresi

parsial φ 22 dalam bentuk :

Z t = φ11 Z t −1 + φ 22 Z t − 2 + at

Dari persamaan Yule Walker untuk model AR(2) diperoleh:

ρ1 = φ11 + ρ1φ 22
ρ 2 = ρ1φ11 + φ 22

koefesien φ 22 dapat dinyatakan sebagai :

φ 22 =
(ρ − ρ1
2
2
)
(
1 − ρ 12 )
secara umum,autokorelasi parsial lag k ( φ kk ) diperoleh dari persamaan

Yule Walker, yang dalam notasi matriks adalah sebagao berikut:

⎛ ρ1 ⎞ ⎛ 1 ρ1 ρ2 Λ ρ p −1 ⎞⎛ φ1 ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟
⎜ ρ 2 ⎟ ⎜ ρ1 1 1 ρ p − 2 ⎟⎜ φ 2 ⎟
⎜ Μ⎟ = ⎜ Μ Μ Μ Μ ⎟⎜ Μ⎟
⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟
⎜ρ ⎟ ⎜ρ
⎝ k ⎠ ⎝ p −1 ρ p−2 ρ p −3 1 ⎟⎠⎜⎝ φ k ⎟⎠

Autokorelasi parsial φ kk sebagai fungsi autokorelasi parsial.

Untuk mendapatkan φ kk , maka

xxxv
1 ρ1 Λ ρ k −2 ρ1
ρ1 1 Λ ρ k −3 ρ2
Μ Μ Μ Μ
ρ k −1 ρ k −2 Λ ρ1 ρk
φ kk =
1 ρ1 Λ ρ k − 2 ρ k −1
ρ1 1 Λ ρ k −3 ρ k −2
Μ Μ Μ Μ
ρ k −1 ρ k −2 ρ1 1

Berberapa bentuk fungsi autokorelasi parsial proses autoregersif adalah

sebagai berikut

AR(1): φ11 = ρ1 ; φ kk =0, untuk k>1

AR(2): φ11 = ρ1 ; φ 22 = (ρ 2 − ρ 1 ) ; φ kk =0, untuk k>2


2

2
(1 − ρ ) 1

AR(p): φ11 ≠ 0;φ pp ≠ 0 untuk φ kk ≤ p ; dan φ kk = 0, untuk k > p

Sifat-sifat fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial dapat

digunakan untuk menetukan jenis proses autoregresif.

d. Proses Moving Average Order q[MA(q)]

Proses moving average tingkat q dikontruksikan dari model (2.9)

dengan ψ j = θ j dan ψ j = 0 untuk j>q, sehingga model MA(q) adalah :

Z t = μ + θ 1 a t −1 + θ 2 a t − 2 + .... + θ q a t − q + a t (2.26)

dengan a t ~N (0, σ 22 )

Apabila operator backshift diterapkan pada persamaan (2.26), maka

diperoleh :

Z t = μ + θ 1 a t −1 + θ 2 a t − 2 + .... + θ q a t − q + a t

Z t = μ + θa ( B ) a t

xxxvi
dengan θ (B ) = (1 + θ1 B + θ 2 B 2 + ... + θ q B q )

Fungsi autokorelasi MA(q) diperoleh dengan menggunakan cara

kedua seperti pada proses autoregresif order p, yaitu dengan mengalikan

kedua sisi persamaan(2.26) dengan Zt-k, kemudian mengambil nilai

harapannya. Sehingga diperoleh fungsi autokovariansinya sebagai berikut:

(
γ k = − θ k + θ1θ k +1 + θ 2θ k + 2 + ... + θ q − k θ σ 2
q
) (2.27)

untuk k=0 maka

(
γ 0 = 1 + θ12 + θ 2 2 + ... + θ 2 σ 2
q )
⎧ − θ k + θ1θ k +1 + θ 2θ k + 2 + ... + θq q − k θ q
γ ⎪ ;1 ≤ k ≤ q
ρk = k = ⎨ 1 + θ12 + θ 22 + ... + θ q2 (2.28)
γ0 ⎪
⎩ 0; k > q

Estimasi awal dari parameter-parameter diperoleh dengan

mensubsitusikan nilai autokorelasi empirik rk untuk ρ k pada persamaan

(2.28) dan menyelesaikannya. Fungsi autokorelasi untuk model MA(1)

diperoleh dari persamaan (2.28), dengan q=1, sehingga diperoleh :

⎧ θ1
⎪ ;k = 1
ρ1 = ⎨1 + θ12 (2.29)
⎪⎩ 0; k ≥ 2

Estimasi awal dari θ1 diperoleh dengan cara mengganti ρ1 dan r1 pada

persamaan (2.29) dan menyelesaikannya, dengan syarat θˆ1 < 1 .

Fungsi autokorelasi untuk model MA(2) diperoleh dari persamaan

(2.28), dengan q=2 sehingg a diperoleh

xxxvii
− θ1 (1 − θ 2 )
ρ1 = (2.30)
1 + θ1 + θ 2
2 2

−θ2
ρ2 =
1 + θ1 + θ 2
2 2

ρ k =0;k ≥ 3

Estimasi awal dari θ1 dan θ 2 diperoleh dengan cara mengganti ρ1 dan ρ 2

berturut-turut dengan r1dan r2 pada persamaan (2.30).

II. Model Runtun Waktu Nonstasioner

Pembentukan model yang tepat dalam runtun waktu, pada

umumnya menggunakan asumsi kestasioneran, sehingga jika terdapat

kasus ketidakstasioneran, maka data tersebut harus distasionerkan terlebih

dahulu sebelum melangkah lebih lanjut pada pembentukan model runtun

waktu.

Bentuk visual dari plot runtun waktu seringkali cukup

menyakinkan bahwa suatu runtun waktu stasioner atau tidak stasioner,

akan tetapi akan lebih menyakinkan lagi dengan membuat plot nilai-nilai

autokorelasi tersebut turun sampai nol dengan cepat, sesudah lag kedua

atau ketiga, maka data tersebut dapat dikatakan stasioner. Sedangkan jika

nilai-nilai autokorelasinya turun sampai nol dengan lambat atau berbeda

secara signifikan dari nol, maka data tersebut tidak stasioner.

Menurut Box-Jenkins (1976), bahwa runtun waktu yang tidak

stasioner dapat diubah menjadi runtun waktu yang stasioner dengan

melakukan deferensi berturut-turut, yaitu dengan melihat barisan ∆Zt,

xxxviii
∇ Zt, ....... dengan ∇ adalah operator diferensi, yang mempunyai nilai

(1 – B) atau ( ∇ = - B).

a. Proses Autoregressive Integrated Moving Average (Model

ARIMA)

Berdasarkan uraian di depan telah dikemukakan bahwa runtun

waktu Zt yang takstasioner, dapat diubah menadi stasioner dengan

melakukan differensi Wt = ∇ Zt = (1 – B) Zt. Karena Wt merupakan

runtun yang stasioner, maka dapat menggunakan model ARMA untuk

menggambarkan Wt.

Selanjutnya jika didefinisikan :

Wt = Zt – Zt - 1

Maka proses umum model ARMA (p,q) dapat ditulis dalam bentuk:

Wt = φ1Wt − 1 + φ 2Wt − 2 + ..... + φ pWt − p + θ1at −1 + ....... + θ p at − p + at

Dengan substitusi dua persamaan tersebut, setelah dijabarkan akhirnya

diperoleh:

Z t =Wt + Wt −1 + Wt − 2 + ........

Ini berarti bahwa Zt dapat dipandang sebagai integrasi runtun

waktu Wt, sehingga proses ARMA (p,q) dipandang sebagai integrated

autoregressive-moving average proses disingkat ARIMA. Dengan

demikian proses Arima (p, d, q) untuk {Z}merupakan proses ARIMA

(p, q) untuk {Wt}, ini maka teori runtun waktu stasioner berlaku pula

untuk Wt.

xxxix
Selanjutnya proses ARIMA yang tidak mempunyai bagian

autoregresif (AR) ditulis sebagai integrated moving average ditulis

sebagai ARIMA (0, d, q). Sedangkan proses ARIMA yang tidak

mempunyai bagian moving average ditulis ARIMA (p, d, 0) atau

autoregresif integrated [ARI(p, d, 0)].

b. Proses ARIMA (p, d, 0)

Bentuk umum proses ARIMA (p, d, 0) adalah :

{ }
Φ ( B) (1− B ) Z t − μ = at dengan d ≥ 0
d

dengan at (t = .....,-1,0,1,2......) variabel random independen terhadap N

(0, σ2a), B menyatakan operator Backshift sehingga BZt = Zt-1,

φ (B ) = (1− φ1B − φ2 B 2 − ... − φ p B p ). Pada model ARIMA (p,d,0) diatas

apabila d=0 maka akan diperoleh suatu runtun waktu yang stasioner,

akan tetapi jika d>0 maka akan diperoleh sutu runtun waktu yang tak

stasioner (nonstasioner). Kedua bentuk ini akan dibahas secara detail

pada bagian berikut ini.

1) Model ARIMA (p, d, 0) jika d=0

Model ARIMA (p, d, 0) untuk d = 0 sebagai berikut:

φ (B ){Z t − μ }= at

atau

φ (B )Z t = at dengan Z t = Z t − μ

Seperti pada proses AR (1) pada pembahasan sebelumnya, untuk

memudahkan peulisan diambil µ = 0 sehingga diperoleh bentuk :

xl
φ (B )Z t = at atau

Z1 − φ1Z t −1−φ2 Z t − 2 − .... − φ p Z t − p = at

Z t = φ1Z t −1 + φ2 Z t − 2 + ... + φ p Z t − p = at

Terlihat bahwa bentuk tersebut merupakan proses autogresif order p

[AR(p)].

2) Model ARIMA (p, d, 0) jika d>0

Bentuk ARIMA (p, d, 0) untuk d>0 merupakan proses

nonstasioner, menurut uraian di depan telah dikemukakan bahwa

runtun waktu Zt yang nonstasioner dapat dibuat menjadi runtun

waktu yang stasioner dengan jalan melakukan differensi Wt = ∆dZt =

(1 - B)dZt dan substitusi Wt pada model ARIMA (p,d,0), maka

diperoleh bentuk:

φ (B ){ Wt − μ } = at
Menurut Box-Jenkins (1976), untuk d>0 akan cocok jika diambil µ =

0, sehingga diperoleh bentuk:

φ (B )Wt = at atau

Wt − φtWt −1 − φ 2Wt − 2 − .... − φ pWt − p = at

Terlihat bahwa Wt merupakan runtun yang stasioner dan merupakan

proses autogresif order p [AR(p)], dengan demikian maka dapat

menggunakan model ARMA untuk menggambarkan Wt.

Selanjutnya jika didefinisikan :

Wt = Zt – Zt-1

Maka proses umum model ARMA (p, q) dapat ditulis sebagai:

xli
Wt = φ1Wt −1 + φ 2Wt − 2 + ... + φ pWt − p + θ1at −1 + θ 2 at − 2 + .... + θ q at − q + at

Sehingga diperoleh persamaan sebagai beriktu:

Z t =Wt + Wt −1 + Wt − 2 + Wt − 3 + ..... (2.40)

bentuk ini menunjukan bahwa Zt dapat dipandang sebagai integrasi

runtun waktu Wt, sehingga proses ARMA (p, q) dipandang sebagai

integrated autoregressive-moving average process disingkat

ARIMA. Dengan demikian proses ARIMA (p, d, q) untuk {Zt}

merupakan proses ARMA (p,q) untuk {Wt}, ini berarti teori runtun

waktu stasioner berlaku pula untuk Wt.

C. Tinjauan Distribusi Normal Multivariate

I. Fungsi Densitas Normal Multivariate Bersama, distribusi Marinal dan

Distribusi Bersyarat

Mialkan X varibel random berdistribusi normal (univariate) dengan

mean μ dan variansi σ 2 biasanya dinyatakan dengan X~( μ , σ 2 ).

Fungsi densitas dari X adalah :

1 ⎧⎪ 1 ⎛ x − μ ⎞ 2 ⎫⎪
f (x ) = exp⎨− ⎜ ⎟ ⎬, ∞ < x < ∞, ∞ < μ < ∞
σ 2π ⎪⎩ 2 ⎝ σ ⎠ ⎪⎭

dan σ > 0 (2.41)

jika X1,X2,...,Xp adalah variabel random berdistribusi independent

N( μ , σ 2 ), maka vektor random X =( X1,X2,...,Xp) mempunyai fungsi

densitas bersama:
f ( x ) = f ( x1 ) f ( x 2 ).... f (x p )

xlii
1 ⎧⎪ 1 p ( xi − μ i )2 ⎫⎪
= exp⎨− ∑ ⎬,−∞ < xi < ∞,−∞ < μ i < ∞
(2π ) 2 σ 1σ 2 ...σ p ⎪⎩ 2 i =1 σ i ⎪⎭
p

dan σ i > 0 ;i-1,2,3,.... (2.42)

II. Fungsi Likelihood dan Estimasi Maksimum Likelihood

Setelah satu atau beberapa model sementara untuk suatu model

sementara suatu runtun waktu kita identifikasikan, langkah selanjutnya

adalah mencari estimasi terbaik atau paling efisien untuk paramter-

parameter dalam model tersebut.

Contoh :

Dipunyai data runtun waktu sebagai berikut

15,5 15,7 15,6 16,7 18,0 17,4 17,9 18,8 17,6 17,0

16,1 15,7 15,9 17,9 20,3 20,4 20,2 20,5 10,9 20,9

21,1 21,4 18,2 20,1 21,4 21,3 21,9 21,3 20,4 20,4

20,7 20,7 20,9 23,0 24,9 26,5 25,6 26,1 27,0 27,2

28,1 28,0 29,1 28,3 25,7 24,5 24,4 25,5 27,0 28,7

29,1 29,0 29,6 31,2 30,6 29,8 27,6 27,7 29,0 30,3

31,0 32,1 33,5 33,2 33,2 33,8 35,5 36,6 36,9 39,0

41,0 41,6 43,7 44,4 46,6 48,3 50,2 52,1 54,0 56,0

Dari data asli setelah dilakukan perhitungan komputer diperoleh

fak dan fakp sebagai berikut:

k 1 2 3 4 5 6 7 8 9

xliii
rk 0,93 0,86 0,79 0,73 0,67 0,62 0,58 0,53 0,49

φˆkk 0,93 -0,03 -0,02 -0,01 0,02 -0,01 0,02 -0,02 0,01

k 10 11 12 13 14 15 16 17 18

rk 0,45 0,41 0,38 0,43 0,31 0,29 0,26 0,24 0,22

φˆkk -0,03 -0,01 0,02

Telah dihitung W =0,51 S = 27,45 , S z2 = 94,23 S w2 = 1,25

Dari fak dan fakp ditentukan model AR(1) : (Wt - W) = φ (Wt -` - W) + a t

dengan Wt =Zt – Zt-1.

Diperoleh estimasi parameter φ adalah φˆ =r1=0,36 dan

σ a2 = S w2 (1 − φ12 ) = 1,25(1 − 0,36 2 ) = 1,09 maka model runtun waktu tersebut

adalah: (Wt - 0,51) = 0,36(Wt -` - 0,51) + a t dimana nilai at~N(0, σ a2 ).

Metode untuk mengestimasikan harga parameter dari model suatu


runtun waktu dengan menggunakan metode maksimum likelihood.
Menurut Bain dan Engelhardt (1992), metode maksimum
likelihood menggunakan nilai dalam ruang parameter Ω yang bersesuai
dengan harga kemungkinan maksimum dari data observasi sebagai
estimasi dari parameter yang tidak diketahui.
Dalam aplikasi L(θ) menunjukan fungsi densitas probabilitas
bersama dari sample random. Jika Ω ruang parameter yang merupakan
interval terbuka dan L(θ) merupakan fungsi yang dapat diturunkan serta
diasumsikan maksimum pada Ω maka persamaan maksimum
likelihoodnya adalah.

xliv

L(θ ) = 0
∂(θ )
Jika penyelesaian dari persamaan tersebut ada, maka maksimum
dari L(θ) dapat terpenuhi. Apabila tak terpenuhi maka fungsi L(θ) dapat
dibuat logaritma naturnya, dengan ketentuan jika ln L(θ) maksimum maka
L(θ) juga maksimum, sehingga persamaan logaritma natural likelihoodnya
adalah

InL(θ ) = 0
∂θ

Definisi 9

Fungsi densitas probabilitas bersama dari n variable random


X 1 , X 2 , ......., X n yang observasi pada x1 , x 2 ,......, x n dinotasikan

dengan f ( x1 , x 2 ,......x n , θ ) . Untuk menentukan fungsi likelihood

dari x1 , x 2 ,......, x n yang merupakan θ dan dinotasikan dengan L(θ),

dengan X 1 , X 2 , ......., X n adalah sampel random dari fungsi

densitasprobabilitas f (x;θ ) yang fungsi likelihoodnya adalah

L(θ ) = f ( x1 ;θ ) f (x 2 ;θ )...... f ( x n ;θ ) = ∏ f (x j ;θ )
n

j =1

(Bain dan Engelhardt, 1992 : 290)

Definisi 10

L(θ ) = f (x1 ;θ ) f ( x 2 ;θ )...... f ( x n ;θ ) = ∏ f (x j ;θ ),θ ∈ Ω


n
Misalkan
j =1

yang merupakan fungsi densitas probabilitas bersama


X 1 , X 2 , ......., X n . Bila diberikan himpunan dari observasi

xlv
x1 , x 2 ,......, x n , nilai θ dalam Ω merupakan maksimum dari L(θ)
disebut penduga maksimum likelihood dari θ. Dalam hal ini θ
merupakan nilai dari θ yang memenuhi.
Penduga maksimum likelihood θ dapat dengan menyelesaikan

persamaan InL (θ 1,θ 2 ,......, θ k ) = 0 misalkan k parameter yang
∂θ
tidak diketahui, maka pendugaan parameter likelihood Dari θi
didapat dengan menyelesaikan

InL (θ 1,θ 2 ,......, θ k ) = 0 , dengan I = 1,2,……,k
∂θ
(Bain dan Engelhardt, 1992 : 290)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini metode atau langkah-langkah yang digunakan adalah

sebagai berikut :

xlvi
A. Studi Pustaka

Pada tahap ini dilakukan penelahan sumber-sumber pustaka yang relevan

mengenai estimasi maksimum likelihood model ARIMA(1,1,0) Box-Jenkins

sehingga muncul ide atau gagasan yang akhirnya dapat dijadikan landasan

dalam melakukan penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan ide atau gagasan yang diperoleh pada tahap sebelumnya,

dirumuskan permasalahan yang berkaitan dengan menentukan nilai-nilai

parameter pada model ARIMA (1,1,0) yang homogen dengan menggunakan

metode maksimum likelihood .

C. Analisis dan Pemecahan Masalah

Dalam tahap ini dilakukan pengkajian dan pemecahan masalah tentang

penentuan selisih proses autoregresif tak stasioner sehingga menjadi stasioner.

Selanjutnya membahas tentang fungsi likelihood untuk model ARIMA

(1,1,0) dan model-model autoregresif, serta estimasi aksimum likelihood pada

autoregresif (ARI) dan estimasi likelihood pada model ARIMA(1,1,0) Box-

Jenkins yang homogen.

D. Penarikan Simpulan

Sebagai tahap akhir dari penelitian, dilakukan penarikan kesimpulan dari

permasalahan yang dirumuskan berdasarkan pada kajian teori dan penerapan

pada permasalahan yang berhubungan dengan penentuan selisih proses

autoregresif tak stasioner sehingga menjadi stasioner. Selanjutnya membahas

tentang fungsi likelihood untuk model ARIMA (1,1,0) dan model-model

xlvii
autoregresif, serta estimasi aksimum likelihood pada autoregresif (ARI) dan

estimasi likelihood pada model ARIMA(1,1,0) Box-Jenkins yang homogen.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Inferensi Proses Autogresif Klasik Box-Jenkins

Bentuk umum proses ARIMA (1,1,0) klasik Box-Jenkins adalah

Φ (B ){(1 − B ) Z t − μ } = at (4.1)

xlviii
dengan φ (B ) = (1− φ1 B ), at (t = ......, − 1,0,1,2, ....) variabel yang independen N

(0,σa2). B menyatakan operator backshift sehingga BZt = Zt – 1 .

Inferensi model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins biasanya dikerjakan


dalam dua tahap, yaitu:
1. Pada langkah pertama melakukan satu kali proses diferensi untuk suatu

time series (runtun waktu).

2. Langkah kedua mengestimasi parameter-parameter yang ada pada

model ARIMA (1,1,0) Box-Jenkins. Pada langkah kedua ini digunakan

estimasi maksimum likelihood dan estimasi kuadrat terkecil.

Selanjutnya masing-masing langkah tersebut akan dibahas sebagai

berikut.

1. Menentukan selisih (diferensi) pertama runtun waktu

Misalkan Zt didefinisikan seperti pada persamaan (4.1), untuk

sederhananya diambil μ diketahui sama dengan nol. Jika struktur

probabilistik tidak berubah dengan berubahnya waktu, proses ini

dinamakan stasioner. Untuk proses Gaussian yang didefinisikan dengan

sifat bahwa fungsi kepadatan peluang (fkp) yang berkaitan dengan

sembarang himpunan waktu adalah normal multivariate.

Motivasi untuk memusatkan perhatian pada pengambilan selisih

nilai yang berurutan runtun waktu nonstasioner homogen sebagai cara

untuk membuatnya stasioner. Hal ini akan menjadi jelas dengan

memandang contoh proses autoregresif (AR) tingkat pertama.

Zt = ΦZt – 1 + at

xlix
Dan nilai-nilai yang mungkin dijalani oleh parameter Φ. Jika nilai mutlak

Φ kurang dari 1, maka proses itu stasioner dan jika lebih besar dari satu

maka tingkat gerak runtun waktu itu menjadi eksplosif. Artinya jika mulai

gerak proses itu dari 0 misalnya maka suku gangguan (sesatan) menjadi

penting dalam menentukan beberapa nilai pertama runtun waktu tersebut.

Namun demikian setelah beberapa saat waktu akan tinggal

landasan dan berkembangan secara eksponensial. Suku gangguan (sesatan)

menjadi kecil dan dapat diabaikan relatif terhadap tingkat runtun waktu

itu, sehingga runtun waktu menjadi deterministik (pada dasarnya) dalam

perkembangannya. Kondisi ini merupakan runtun waktu nonstasioner yang

homogen, karena distribusi selisih dalam proses itu tidak berubah.

Dengan demikian runtun waktu selisih adalah stasioner karena selisih-

selisih itu adalah Zt – Zt – 1 = at (4.2)

Dengan distribusi at tertentu (tetap). Secara generalisasi dari proses

random walk ini adalah untuk memandang AR (P) yang stasioner sebagai

mekanisme pembentukan yang penting proses selisih suatu runtun waktu

nonstasioner. Untuk ini didefinisikan Wt sebagai barisan selisih

Wt = Zt – Zt – 1 = at (4.3)

Maka proses umum autoregresif dapat menjadi

Wt = Φ1Wt – 1 + ………..+ ΦpWt – p + at (4.4)

Jika Wt diganti dengan (Zt – Zt-1), maka runtun waktu Zt dapat ditulis

sebagai

Zt = Zt-1 + Φ(Zt-1 – Zt-2) + ….. + Φp (Zt-p – Zt-p-1) + at (4.5)

l
Dari persamaan (4.3), Zt dapat ditulis menjadi;

Zt = Zt-1 + Wt dan selanjutnya

Zt-1 = Zt-2 + Wt-1

Zt-2 = Zt-3 + Wt-2

Sehingga diperoleh Zt = Wt + Wt-1 + Wt-2 + ……. (4.6)

Hal ini berarti Zt dapat dipandang sebagai integrasi runtun waktu Wt dan

proses (4.4) dipandang sebagai autoregressive integrated (ARI).

Dalam bentuk kasus selisih pertama suatu runtun waktu sudah

stasioner. Selanjutnya dengan menuliskan derajat selisih 1, maka suatu

proses ARIMA dapat dipandang dengan dimensi p, 1 dan q. Dengan

demikian proses ARIMA (p,1,q) berarti suatu runtun waktu nonstasioner

yang setelah diambil selisih ke 1 menjadi stasioner yang mempunyai

model autoregresif derajat p dan moving average q.

Selanjutnya proses ARIMA yang tidak mempunyai bagian moving

average ditulis sebagai ARI (p,d) atau ARIMA (p,d,0). Untuk melihat

proses ARIMA (p,d,0) menunjukan tingkat gerak yang homogen, yakni

tingkah gerak yang independen dengan tingkat Zt. Langkah ini dapat

dilihat bagaimana akibat pemindahan seluruh runtun waktu dengan

kuantitas sebarang c sampai waktu t-1. Melalui cara pemindahan runtun

waktu itu Zt menjadi:

Zt = (Zt-1 + c)+ Φ[(Zt-1 – c) – (Zt-2 + c)]+ …..+ Φp

[(Zt-p + c) – (Zt-p-1+ c)]+at (4.7)

li
yang tidak lain adalah nilai Zt sebelum pemindahan ditambah kuanittas c.

Ini berarti pemindahan tidak mengubah tingkah gerak runtun waktu itu,

melainkan hanya menggeser tingkatnya saja.

Selisih nilai runtun waktu dapat ditulis dalam bentuk ∇ Zt=Zt– Zt-1.

Dengan bentuk ini akan ditulis selisih derajat d dengan ∇ dZt, sehingga

∇ Zt = Zt + Zt-1

∇ 2Zt = Zt – 2 Zt-1 + Zt-2

∇ 3Zt = Zt – 3 Zt-1 + 3Zt-2 – Zt-3,

dan seterusnya.

Jika ditulis ∇ dZt = Wt, maka proses ARI (p,d) untuk {Wt}, sehingga teori

untuk runtun waktu stasioner berlaku pula untuk runtun waktu Wt. Jika

E(wt) ≠0, digunakan Wt = Wt – W, sehingga E(Wt) = 0.

Bentuk runtun waktu yang ditulis dalam persamaan (4.5) dapat

ditulis kembali menjadi:

Zt = (1 + Φ1) Zt-1 + (Φ2 – Φ1) Zt-2 + …… +

(Φp – Φp-1) Zt-p – ΦpZt-p-1 + at (4.8)

atau

Zt – (1 + Φ1) Zt-1 + …… + ΦpZt-p = at

atau

Φ(B) Zt = at (4.9)

Dengan Φ(B) operator autoregresif berubah dan merupakan polinomial

derajat p+1 untuk selisih derajat d, yakni Wt = ∇ dZt, maka Φ(B)

lii
merupakan polinomial derajat (p+d) dengan d nilai nola sama dengan 1

dan nilai nol yang lain di luar lingkaran satuan.

Jadi Φ(B) = Φp(B) (1-B)d

= Φp(B) ∇ d (4.10)

dengan Φ(B) adalah operator autoregresif stasioner tingkat p.

Pandang suatu proses yang akan stasioner kecuali adanya

pergeseran tingkat yang terjadi secara random. Ini memerlukan model

yang tingkat geraknya tidak dipengaruhi oleh tingkat proses yang

sekarang, dengan demikian jika M sebarang konstanta, maka

Φ(B) (Zt + M) = Φ(B) Zt

atau

Φ(B) M = 0

Ini berarti jika Φ(1) = 0 maka Φ(B) mempunyai satu faktor (1 – B) dan

Φ(B) mempunyai bentuk:

Φ(B) = Φ(B) (1-B) = Φ(B) (1 – B) = Φ(B) ∇

Jika Φ(B) hanya mempunyai satu faktor semacam itu, maka selisih derajat

1 cukup untuk menghasilkan runtun waktu yang stasioner.

Prosedur atau cara umum untuk mengenali runtun waktu

nonstasioner adalah dengan memeriksa grafik runtun waktu dan kemudian

menghilangkan nonstasioneritasnya dengan menghitung selisih derajat

tertentu yang diperlukan, sehingga runtun waktu mencapai stasioner.

Sebelum membahas estimasi maksimum likelihood pada model

ARIMA (1,1,0) klasik Box-Jenkins, terlebih dahulu akan dibahas

liii
mengetahui fungsi likelihood untuk model ARIMA (1,1,0) dan fungsi

likelihood untuk model sebagai berikut.

2. Fungsi Likelihood Model ARIMA (p,d,0)

Dengan melakukan diferensi Wt = ∇ dZt = (1 – B)dZt dan


mengambil nilai μ = 0 ternyata menghasilkan bentuk autoregresif
orde p yang stasioner.
Model autoregresif order p [AR(p)] sebagaimana pada (2.18)
dapat dinyatakan dalam bentuk:
at = Wt – Φ1Wt-1 - ….. – ΦpWt-p (4.11)
Densitas probabilitas dari (4.11) adalah:

( p ,0) 1 / 2
⎛ Wa M n( p , 0 ) Wn ⎞
2
P(W / θ, Φ, μ, σa ) = (2μσ )2 -n/2
M exp ⎜ ⎟ (4.12)
n ⎜ 2σ 2 ⎟
⎝ a ⎠
Dengan Mn(p,0) adalah matriks simetri berukuran nxn dari elemen-
elemen diagonal utama. Bentuk (4.12) pengkontruksinya adalah
sebagai berikut:
P(W / θ, Φ, μ, σa2) dapat dinyatakan sebagai
P(W / θ, Φ, μ, σa2)= p(Wp+1, Wp+2, ….., Wn | Wp, Φ, σa2).
P(Wp | θ, Φ,μ,σa2) (4.13)
Dengan Wp = (W1, W2,….., Wp) faktor pertama ruas kanan dari
(4.13), diperoleh bentuk:
⎛ 1 n 2⎞
P(ap+1, ap+2, ……, an) = (2 μσ 2 )
− (n − p ) / 2
2 ∑ t ⎟
exp ⎜⎜ − a ⎟ (4.14)
⎝ 2σ a t = p + 1 ⎠

Untuk suatu Wp, (ap+1, ap+2, ….. , an), dan (Wp+1, Wp+2, …., Wn) tertentu,

ketiganya dihubungkan oleh suatu transformasi:

ap+1 = Wp+1 + Φ1Wp + ….. + ΦpW1

ap+2 = Wp+2 + Φ1Wp+1 + ….. + ΦpW

Μ
an = Wn + Φ1Wn-1 + ….. + ΦpWn-p

liv
yang mempunyai Jacobian satu (unit), sehingga diperoleh:
⎛ 1 n 2⎞
p(Wp+1, Wp+2, ….., Wn | Wp, Φ, σa2) (
= 2μσ )
2 −p/ 2
exp ⎜⎜ −
2σ 2 ∑ t ⎟
a ⎟
⎝ a t = p + 1 ⎠
Sedangkan faktor keduanya adalah:
1/ 2 ⎛ Wa M n( p , 0 ) Wn ⎞
P(W / θ, Φ, μ, σa2) = (2μσ2)-p/2 M n( p , 0 ) exp ⎜ ⎟
⎜ 2σ 2 ⎟
⎝ a ⎠
Sehingga (4.13) menjadi
1/ 2 ⎛ S (φ ) ⎞
P(Wn / θ, Φ, μ, σa2) = (2μσ2)-p/2 M n( p , 0 ) exp ⎜⎜ ⎟⎟ (4.15)
⎝ 2σ a
2

∑ (W + φ W + ...... + φ p Wt − p )
p p n
dengan S (φ ) = ∑∑ mij( p ) wi w j + 1 1 t −1 (4.16)
i =1 j =1 t = p +1

−1
⎡ γ0 γ1 Λ γ p -1 ⎤
⎢γ γ0 Λ γ p - 2 ⎥⎥
Juga Mp(p,0) ={mij(p)}= γ { } i- j
σa = ⎢
−1 2
⎢ Μ
1

Μ ⎥
σ a2
⎢ ⎥
⎢⎣γ p −1 γ p - 2 Λ γ 0 ⎥⎦

dengan γ 0 , γ 1 ,..., γ p −1 adalah autokovariansi teori dari proses itu dan

M p( p , 0 ) = M n( p , 0 )

Selanjutnya misalkan n=p+1, maka :


p p
Wp+1 Mp(p,0) Wp+1 = ∑∑ mij(p )w i w j + (Wp +1 - φ1Wp - φ2 Wp -1 - ... - φp W1 ) 2
i =1 j =1

Sehingga diperoleh

⎡ φ p2 φpφ p −1 Λ Μ −φp ⎤
⎡ Μ 0⎤ ⎢ ⎥
⎢ φ pφp -1 φp -1 Λ Μ − φ p −1 ⎥
M (pp ) Μ 0⎥⎥ ⎢
M (pp+,10 ) =⎢ +⎢ Μ Μ Λ Μ Μ ⎥
⎢Λ Λ Μ Μ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ Λ Λ Λ Μ Λ ⎥
⎣0 0 Μ 0⎦ ⎢
⎣ − φ p − φ p −1 Λ Μ 1 ⎥⎦

elemen dari Mp(p,0)=Mp(p,0) dapat diperoleh secara dedukatif dari dua


matriks simetri Mp(p,0) dan Mp+1(p) sebagai contoh

lv
⎡M1(1) Μ - φ1 ⎤ ⎡ φ12 Μ − φ1 ⎤
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
M (21) = ⎢ Λ Μ Λ ⎥+⎢Λ Μ Λ ⎥
⎢ 0 Μ 0 ⎥ ⎢− φ1 Μ 1 ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦
(1)
⎡m + φ12
− φ1 ⎤
= M (21) ⎢ 11 (1) ⎥
⎣ − φ1 m11 + φ12 ⎦

dengan menyamakan elemen kedua matriks tersebut diperoleh


M1(1) + φ12 = 1 sehingga M1(1) = 1 − φ12 dan M1(1) = m11
(1)
= 1 − φ12

Selanjutnya untuk proses orde 1 dan 2 ditentukan oleh:


M 1(1) = 1 − φ12 dan M 1(1) = 1 − φ12

⎡ φ 2 φ2φ1 Λ − φ1 ⎤
⎡ M 1(2 ) Μ 0 ⎤ ⎢ 1 ⎥
⎥ ⎢φ2φ1 − φ1 Λ − φ1 ⎥
2

M 2(2 ) =⎢ Λ ΜΛ⎥+
⎢ Μ Μ Μ⎥
⎢ 0 Μ 0 ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦ −φ
⎢⎣ 1 − φ1 Λ 1 ⎥⎦

⎡ 1 − φ22 − φ (1 − φ2 )⎤
= ⎢
⎣− φ1 (1 − φ2 ) ( )
1 − φ22 ⎦

2
{
dan M 2(2 ) = (1 + φ1 ) − φ (1 − φ2 ) } = (1 + φ ) {(1 − φ )
2
2
2
2
2
− φ12 }
Berdasarkan hasil ini dapat dilihat bahwa S (φ ) =Wn Mn(p) Wn
adalah bentuk kuadrat dalam runtun W, juga merupakan bentuk
kuadrat dalam parameter φ .
Selanjutnya sebut φ K = (1,φ1 ,φ 2 ,..., φ p ) untuk suatu matriks D

dengan ukuran (p+1)x(p+1) akan menjadi jelas dan benar bahwa


fungsi kuadrat dari runtun W adalah :
Wn M n( p )Wn = φ K Dφ K

⎡ D11 - D12 - D13 Λ - D1.p + =1 ⎤


⎢ -D D12 D 23 Λ D 2.p +1 ⎥⎥
dengan D= ⎢
12

⎢ Μ Μ Μ Μ ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣- D1.p +1 - D 2.p +1 D3.p +1 Λ D p +1p +1 ⎥⎦

elemen dari Dij adalah symetris jumlah kuadrat dari perkaliaan


langkah yang didefinisikan sebagai :

lvi
Dij=Dji=WiWj+Wi+1Wj+1+…+Wn+1-jWn+1-I
dimana Dij memuat n-(i-1)-(j-1) suku (term)
Sehingga dapat disimpulkan barhwa fungsi densitas
probabilitas eksak dapat ditulis seperti bentuk (4.15) fungsi likelihood
eksaknya yaitu:
( ) (
p W φ , σ a2 = L φ , σ a2 Wn )
−n 1
⎛ S(φ ) ⎞
(
= 2πσ a2 ) 2 M (pp ) 2 exp⎜⎜ 2 ⎟⎟ (4.17)
⎝ 2σ a ⎠

∑ (W + φ W + ...... + φ p Wt − p )
n
dengan S (φ ) = Wp M (pop )Wp +
2
1 1 t −1
t = p +1

= φk Dφk

dan log bilangan pokoknya “e” dari fungsi likelihoodnya adalah :

( ) (
ln L φ ,σ a2 Wn = l φ ,σ a2 Wn )
n ( p) S(φ )
= − ln σ a2 + 2 ln M p − (4.18)
2 2σ a2

3. Fungsi Likelihood ARIMA(1,1,0) atau ARI (1,1)

Bentuk proses ARIMA (1,1,0) adalah

Z t = (1 + φ1 )Z t -` − φ1Z t - 2 + a t atau Wt = φ1Wt -1 + a t (4.19)

Fungsi likelihood proses ARIMA(1,1,0) merupakan bentuk yang

paling sederhana dari proses ARIMA(p,d,0), sehingga pengkontruksian

fungsi likelihood model ARIMA(1,1,0) sejalan dengan model

ARIMA(p,d,0). Selanjutnya dari (4.17) dapat dinyatakan dalam bentuk:

a t = Wt - φ t Wt -1 ; t=1,2,3,…,N (4.20)

W(W1,W2,…,Wn) adalah runtun waktu stasioner, dengan asumsi


( )
a t ~ N 0, σ a2 , oleh karena Wt ~ N(μ , Σ ) , sehingga fungsi densitas

bersama dapat dinyatakan dalam bentuk :

lvii
( ) = (2πσ ) ⎛ Wn M 12 Wn ⎞
−n 1
p W φ ,σ 2 2 2 M 1 2
exp⎜⎜ ⎟ (4.21)
a a 1
2σ a2 ⎟
⎝ ⎠
bentuk (4.21) dapat dinyatakan sebagai :
( ) (
p W φ , σ a2 = p W2 , W3 ,..., W N W1 , φ , σ a2 p W φ , μ , σ a2 )( ) (4.22)

faktor pada ruas kanan dari (4.22) kontruksi distribusinya diperoleh


dari :

( ) (
− ( n −1)
) 1 n
p a 2 , a 3 ,..., a n φ ,σ a2 = 2πσ a2 2 exp(-
2σ 2 ∑a 2
t ) (4.23)
a t =2

untuk suku W1,(a2,a3,…,an) dan (W2,W3,…,Wn) tertentu, ketiganya


dihubungkan oleh suatu transformasi :
a 2 = W2 + φ1W1
a 3 = W3 + φ1W2

Μ
a Nt = WN + φ1WN -1

yang mempunyai Jacobian satu unit, sehingga dipeoleh :

( ) (
− ( n −1)
) 1 n
p W2 ,W3 ,...,WN W1 ,φ ,σ a2 = 2πσ a2 2 exp(-
2σ 2 ∑ (W - φW t t -1 )2 )
a t =2

Sedangkan faktor keduanya adalah:

( ) = (2πσ ) ⎛ Wn M12 Wn ⎞
−n 1
p W φ ,σ 2 2 2 M 1 2
1 exp - ⎜⎜ ⎟
⎟ (4.24)
σ 2
a a
⎝ 2 a ⎠

( ) ∑ (W −φ W )
n
dengan S (φ ) = 1 - φ12 W1 +
2 2
t 1 t −1 (4.25)
t = p +1

fungsi likelihood eksaknya adalah :

p⎛⎜ W θ ,σ a2 ⎞⎟ = L(φ ,σ a2 Wn )
⎝ ⎠

dan log bilangan pokoknya “e” dari fungsi likelihoodnya adalah

lviii
( ) (
ln L φ ,σ a2 Wn = l φ ,σ a2 Wn )
n (1) S(φ )
= − ln σ a2 + 2 ln M 1 − (4.26)
2 2σ a2

dengan M 11(1) = 1 − φ 2 dan M1(1)= 1 − φ 2

B. Estimasi Maksimum Likelihood pada Model ARIMA (1,1,0)

Metode maksimum yang digunakan untuk mengestimasi model


ARIMA (1,1,0) klasik Box-Jenkins disini adalah estimasi maksimum
likelihood (EML) atau estimasi kemungkinan maksimum (EKM).Metode
estimasi perhitungan yang akan menemukan estimasi-estimasi untuk
setiap model ARIMA yang mungkin ditentukan bagaimanapun datanya
atau nilai-nilai p,q. Apabila banyaknya observasi cukup besar , estimasi
yang memaksimumkan fungsi likelihood adalah estimasi yang efisien.
Estimasi maksimum likelihood untuk parameter-parameter pada

model autoregresif klasik Box-Jenkins dengan memaksimumkan fungsi

likelihoodnya, dengan cara mendiferensialkan (


I φ , σ a2 Wn ) terhadap

parameter-parameternya dan menyamakannya dengan nol,sehingga diperoleh:

∂l n S(φ )
=− + =0 (4.27)
∂σ a σˆ a =σ a
σa σ 3a

dari (4.27) diperoleh σˆ a2 =


S φˆ()
dengan φˆ estimator φ
n

∂l
= M j + σ a− 2 {D1.j+1 - φ1 D 2.j+1 - ... - φ p D p +1.j+1 } (4.28)
∂φ j

⎧1 ⎫
∂ ⎨ ln M pp ⎬
2 ⎭
dengan M j = ⎩
∂φ j

lix
Kuantitas Mj (j=1,2,…,p) adalah fungsi dari φ yang cukup rumit

(complicated), sehingga untuk menentukan estimator untuk φ merupakan

masalah yang tidak mudah. Menurut Box-Jenkins ada tiga alternatif metode

pendekatan yang dapat digunakan untuk menetukan estimator dari φ , yaitu: 1.

Metode estimasi kuadrat terkecil, 2. Pendekatan estimasi maksimum

likelihood dan 3.Estimasi Yule-Walker. Pada skripsi ini dibahas metode

kuadrat terkecil untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan estimator φ ,

metode estimasi ikuadrat terkecil pembahasannya sebagai berikut :

Metode Estimasi Kuadrat Terkecil

Bentuk (4.17) didominasi oleh term(suku) S( φ ), sedangkan nilai

dari ln M1(1) sangat kecil untuk ukuran sampel sedang atau besar

(N>30),sehingga dapat diabaiakan,akibatnya bentuk (4.17) menjadi :

S(φ )
( )n
I φ , σ a2 Wn ≈ − lnσ a2 − (4.29)
2 2σ a2

Estimator φˆ untuk φ dengan memaksimumkan (4.29). Penggunaan

metode estimasi kuadrat terkecil dalam bentuk ini, adalah dengan

meminimumkan S( φ )= φ kD φ k ; dengan D adalah matriks simetri

berukuran (p+1)x(p+1),sehingga diperoleh :

D12 = φˆ2 D 22 + φˆ2 D 23 + ... + φ p D 2.p +1


D13 = φˆ2 D 23 + φˆ2 D 33 + ... + φˆD 3.p + 2
(4.30)
Μ
D1.p +1 = φˆ1 D2. p +1 + φˆ2 D3.p +1 + ... + φˆp D p +1. p +1

atau d=D1 φˆ dan

lx
jika dinyatakan dalam bentuk matriks (4.30) menjadi :

⎛ D12 ⎞ ⎛ D 2.2 D 2.3 Λ D 2.p +1 ⎞ ⎛ φˆ1 ⎞


⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
Λ ⎜ˆ ⎟
⎜ D13 ⎟ ⎜ D 2.3 ˆ = ⎜φ 2 ⎟
D 3.3 D 3.p +1 ⎟
d=⎜ ; D = ; φ
Μ ⎟ ⎜ Μ Μ ⎟
⎜Μ ⎟
⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎜ D1.p +1 ⎟ ⎜D D 3.p +1 Λ D p +1.p +1 ⎟⎠ ⎜⎜ ˆ ⎟⎟
⎝ ⎠ ⎝ 2p +1 ⎝φ p ⎠

∑W i +1 Wi
sehingga φˆ = D p d = D11 D12
−1 −1
= i =1
n

∑W
i=2
i
2

Jika p=2 maka φˆ = D 23 D13


−1

∑W i+2 Wi
= i =1
n

∑W
i=2
i
2

Contoh :

Dipunyai model ARIMA(1,1,0): (1 − φB)Z t = at atau dari hasil perhitungan

diperoleh nilai fak dan fakp sebagai berikut :

rKk 0,68
1 0,54
2 0,2
3 0,35
4 0,09
5 0,25
6 -0,02
7 0,03
8 0,04
9

lxi
φ kk 0,68 0,14 0,52 -0,2 0,29 -0,02 -0,16 -0,21 0,11

dengan N=55, Z =0,135 dan Sz2=1,267

Tentukan estimasi awal parameternya !

Penyelesaian :

r2 0,54
φˆ0 = = =0,794
r1 0,68

b ± b2 − 4
θˆ0 = dengan
2

b=
(1 − 2r + φ 02
2
=
) (
1 − 2 x0,54 + 0,794 2
=
)
(1 − 1,08 + 0,630436 ) = 0,550463 = −4,83
r1 − φˆ0 (0,68 − (0,794) ) − 0,114 − 0,114

sehingga

⎛⎜ − 4,83 + (− 4,83)2 − 4 ⎞⎟ (− 4,83 + 4,396) − 0,433


θˆ0 = ⎝ ⎠= = = −0,216
2 2 2

1
⎛S 2
⎛ 1 + r1 ⎞ ⎞ 2
S (E ) = σ z = ⎜⎜ z ⎜⎜ ⎟⎟ ⎟

⎝ N ⎝ 1 − r1 ⎠ ⎠

1
⎛ 1,267 ⎛ 1 − 0,68 ⎞ ⎞ 2 1,267
= ⎜⎜ ⎜ ⎟ ⎟⎟ = (0,1904) = 0,0043
⎝ 55 ⎝ 1 + 0,68 ⎠ ⎠ 55

(
σ a2 = S z2 1 − φˆ0 2 )
= (1,267(1-(-0,216))

= 1,540672

Sehingga model tersebut adalah Zt=-0,47Zt-1 + at dimana at~N(0;1,540672)

lxii
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

lxiii
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat

diambil kesimpulan :

1. Fungsi Likelihood untuk model ARIMA(1,1,0) Box-Jenkins dapat

dikontruksikan melalui asumsi kenormalan dan independensi dari sesatan

at dengan distribusai probabilitas bersamanya p(a1,a2,…,at φ , σ a2 ),dan

fungsi densitas bersama Wn adalah p(Wn φ , σ a2 ) dan fungsi likelihood

untuk parameter-parameternya jika data observasi diketahui adalah :

⎧ S(φ ) ⎫
( ) (
1
)
n
2 −2 (1,0 )
L φ , σ Wn = 2πσ 2
a a Mn 2 exp⎨- 2⎬
⎩ 2σ a ⎭

2. Dalam proses maksimum likelihood, bentuk M (1,0)


n untuk ukuran sampel

kecil atau sedang dapat diabaikan,hal ini karena tidak berpengaruh

terhadap hasil yang diperoleh. Sedangkan parameter-parameter yang

diestimasi masuk pada bentuk jumlah kuadrat S( φ ) dan mendominasi log

fungsi likelihood, sehingga langkah untuk memperoleh estimatornya,

diperoleh dengan cara meminimumkan S( φ ) dengan metode kuadrat

terkecil diperoleh

φˆ = D1−1d

∑W i +1 Wi
S(φ )
φˆ = D 11
−1
D12 = i =1
n
dan σˆ a2 =
n
∑W
i=2
i
2

Skripsi ini hanya membahas model ARIMA (1,1,0) disarankan kepada

penulis lain untuk mengkaji lebih lanjut dengan cakupan yang lebih luas,dengan

lxiv
mengambil model ARIMA(0,p,d) ataupun bentuk ARIMA (p,d,q) dengan

p>1,q>0 dan d>1.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O. D. 1977. Time Series Analysis and Forecasting – The Box-


Jenkins Approach. London : Butterworths.

Bain, Lee J dan Engelhardt, Max. 1992. Introduction Probalbility and


Mathematical Statistic. California : Belmont.

lxv
Chatfield, C . 1975. The Analysis of Time Series : Theory and Practise.
London : Chapman and Hall.

Kharis, M. 2004. Peramalan Jumlah Produksi Gondorukem Pada Pabrik


Gondorukem dan Terpentin (PGT) diBawah Perum PERHUTANI
Unit I Jawa Tengah dengan Metode Analisis Runtun Waktu dan
Aplikasi MINITAB. FMIPA UNNES

Linda. 2003. Peramalan dengan Model Analisis Runtun Waktu pada Indeks
Harga The di Pasar Dunia.

Lerbin R, Aritonang R. 2002. Peramalan Bisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia

Makridakis; Wheelwright & McGee.1993. Metode Peramalan. Jakarta:


Erlangga
Makridakis; Wheelwright & McGee. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta: Binarupa Aksara

Soejoeti Zanzawi.1987. Materi Pokok Analisis Runtun Waktu. Jakarta:


Karunika, Universitas Terbuka

Sugiarti, Harijono.2000. Peramalan Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Utama

Swastha, Basu, dkk. 1990. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta:


Liberty

lxvi

Anda mungkin juga menyukai