BOX-JENKINS
SKRIPSI
Oleh:
Nama : Jumroh
Nim : 4150401016
Jurusan : Matematika
2005
i
ABSTRAK
n
Skripsi ini hanya membahas model ARIMA (1, 1, 0), disarankan kepada
penulis lain untuk mempelajari lebih lanjut dengan cakupan yang lebih luas
dengan mengambil model ARIMA (p, d, 0), ARIMA (0, d, q) dan ARIMA (p, d,
q) dengan p > 1, g > 0, d > 1
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Ketua Sekretaris
Anggota Penguji II
Walid, S. Pd, M. Si
NIP . 132299121
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
PERSEMBAHAN
iv
KATA PENGANTAR
Tiada kalimat yang patut penulis panjatkan kehadirat Allah SWT selain
Alhamdulil-lahi robbil’alamin, karena hanya rahmat dan karunianya skripsi yang
berjudul “Estimasi Maksimum Likelihood Model ARIMA (1, 1, 0) Box –
Jenkins” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika,
Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak
dapat menyelesaikan sendiri tanpa bantuan oranglain, dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. A. T Soegito, SH, MM, Rektor UNNES yang telah memberikan
kesempatan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang S1.
2. Drs. Kasmadi Imam, S, MS Dekan FMIPA UNNES yang telah memberikan
ijin untuk mengadakan penelitian ini.
3. Drs. Supriyono, M. Si Kajur Matematika FMIPA UNNES dan pembimbing
utama yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan dalam menyelesaikan
sripsi ini.
4. Walid S. Pd, M. Si pembimbing pendamping yang telah memberikan petunjuk
dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak/Ibu Dosen Matematika FMIPA UNNES yang telah memberikan saran
dan dorongan.
6. Bapak/Ibu karyawan Tata Usaha FMIPA UNNES yang telah membantu
dalam menyelesaikan administrasi.
7. Orang tua, kakak, adik dan seorang yang aku sayangi yang selalu memberikan
motivasi dan dukungan kepada penulis dalam mengikuti studi.
8. Sahabatku Afit, Tuti, Fitri dan Supardi yang telah memberikan semangat dan
membantu dalam menyelesaikan sripsi ini
9. Mba Tami yang telah membantu dan dalam pencarian buku-buku pustaka
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penulisan
sripsi ini
v
Penulis hanya dapat memohon, semoga Allah SWT memberikan balasan
kebaikan dan barokah kepada pihak-pihak tersebut. Penulis menyadari bahwa
sripsi ini masih banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu masukan berupa
saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan sripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga sripsi ini dapat bermanfaat dan
menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi pembaca.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 4
3. Autokorelasi .......................................................................... 11
vii
1. Model Runtun Waktu Stasioner ............................................ 17
B. Perumusan Masalah..................................................................... 38
D. Penarikan Kesimpulan................................................................. 38
viii
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
ix
{Φk, k = 1, 2, …..} : fungsi autokorelasi parsial (fakp)
x
BAB I
PENDAHULUAN
(atau dalam dimensi apa saja yang lain). Jika pengalaman yang lalu, keadaan
yang akan datang dapat diramalkan secara pasti, maka runtun waktu itu
probabilitas keadaan yang akan datang suatu runtun waktu, maka runtun waktu
lain suatu proses statistik, yaitu tidak dapat diulang kembali keadaan untuk
itu. Dengan demikian Zt dapat dipandang sebagai suatu realisasi dari suatu
xi
Proses seperti ini dinamakan stasioner, jika tidak demikian maka proses itu
mempunyai dua macam yakni model autoregresif yang stasioner dan model
parameter yang ada, tetapi untuk model runtun waktu yang tidak stasioner
perlu dilakukan langkah untuk menjadikan runtun waktu itu stasioner dulu,
dilakukan transformasi, apabila ragam runtun aslinya telah stasioner tetapi nilai
xii
menghilangkan ketidakstasioneran itu digunakan metode pembeda (diferensi).
Cara ini akan membuat runtun waktu selisih (derajat tertentu) nilai-nilai yang
yang berlaku pada proses ARMA barlaku pula untuk proses ARIMA.
ARI(p,d) atau ARIMA (p,d,0). Model ini mempunyai beberapa macam model,
yaitu model runtun waktu tak stasioner (nonstasioner) homogen dan runtun
{ }
(1 − φ1 B) (1 − B ) Z t − μ = at
observasi itu, dengan memandang observasi itu sebagai variabel random yang
p(W / φ1 , μ , σ a ) , dengan φ1 , μ
2
diambil dari distribusi bersama dan
xiii
observasi di atas. Dari fungsi bersama tersebut dapat ditentukan estimasi
maksimum likelihoodnya.
B. Permasalahan
likelihood
D. Manfaat Penelitian
xiv
E. Sistematika Skripsi
Secara garis besar skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
xv
Adapun bagian akhir dari skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-
lampiran yang mendukung skripsi.
BAB II
LANDASAN TEORI
Definisi 1
Runtun waktu adalah himpunan observasi terurut dalam waktu atau dalam dimensi lain. (Zanzawi, 1987 :
2.2).
Dalam pembahasan ini runtun waktu dinotasikan dengan Zt , jika t ∈ A, dengan A bilangan asli, maka Zt
adalah berupa runtun waktu diskrit, sedangkan jika t ∈ ℜ , dengan ℜ bilangan real, maka Zt adalah runtun waktu
kontinu. Jika runtun waktu didasarkan terhadap sejarah nilai observasi itu diperoleh, maka runtun waktu dapat
dibedakan antara runtun waktu deterministik dan stokastik.
Definisi 2
Runtun waktu deterministik adalah runtun waktu dengan nilai observasi yang akan datang dapat
diramalkan secara pasti berdasarkan observasi lampau. (Zanzawi, 1987 : 2.2).
Definisi 3
xvi
Runtun waktu stokastik adalah runtun waktu dengan nilai observasi yang akan datang bersifat
probabilistik, berdasarkan observasi yang lampau. (Zanzawi, 1987 : 2.2).
1. Stasioner dan Takstasioner
Himpunan obsevasi dari runtun waktu stokastik yang telah didapat tidak akan diperoleh kembali dengan
mengadakan proses stokastik yang lain, sebab runtun waktu stokastik merupakan suatu realisa dari suatu proses
statistik (stokastik), sehingga untuk sebarang Zt dapat dipandang sebagai suatu realisa dari suatu variabel random Zt
yang mempunyai distribusi dengan densitas probabilitas (fdp) tertentu, sebut p(Zt ). Setiap himpunan Zt , misalnya
{Zt,Zt,....,Zt}mempunyai fdp bersama p{Zt,Zt,....,Zt}, sehingga dari uraian di atas dapat di turunkan definisi proses
stasioner dan proses tak stasioner.
Definisi 4
,
Jika suatu proses stokastik yang mempunyai fkp bersama P(Zt + n1 Zt + n2, Zt + n3, . . ., Zt + nk)
yang independen terhadap t, sebarang bilangan bulat k dan sebarang pilihan n1, n2, . . ., nk dengan
sifat bahwa struktur probabilistiknya tidak berubah dengan berubahnya waktu, maka proses seperti
ini dinamakan stasioner. Jika tidak demikian dinamakan tidak stasioner.(Zanzawi, 1987: 2.4)
Nilai tengah: μ z = E (Z t ) = E (Z t + n )
: σ z = E (Z t − μ z ) = (Z t + n − μ z )
2 2 2
Variansi
Covarians : γ k = E (Z t − μ z )(Z t + k − μ z )
= E (Z t + m − μ z )(Z t + m + k − μ z )
untuk t,m,ksebarang.
pada sebarang waktu t1,t2,...,tm harus memiliki distribusi yang sama pada
xvii
Untuk proses normal ( Gaussian) yang didefinisikan dengan sifat
sehingga biasanya cukup puas dengan stasioner tingkat dua, yang disebut
dikelompokan menjadi dua yaitu : i) runtun waktu stasioner dan ii) runtun
waktu tak stasioner. Untuk runtun waktu tak stasioner dibedakan menjadi
dua yaitu runtun waktu tak stasioner homogen dan runtun atau tak
Definisi 5
Runtun waktu tak stasioner yang homogen adalah yang waktu yang
1987: 4.2)
derajat tertentunya adalah stasioner. Dalam skripsi ini runtun waktu yang
2. Fungsi Autokovariansi
xviii
Telah diperoleh bahwa dalam proses stasioner lemah mean proses
Zt+k)= γ k , dengan μ dan γ k untuk semua k adalah konstan. Dalam hal ini
μ adalah mean proses itu dan γ k adalah autokovarian pada lag k. Pada
V(Zt)= σ z = γ O
2
Definisi 6
(Zanzawi ,1987:2.5)
Definisi 7
cov(Z t , Z t -k ) γk γk
ρk = = = (2.3)
{V(Z t ), V(Z t -k )}
1
2 (γ 0 , γ 0 )
1
2
γ0
Definisi 8
autokorelasi (fak)
3. Autokorelasi
xix
Dari suatu runtun waktu yang stasioner Z1,Z2,...,Zn, mean μ dan
menggunakan statistik :
1 n
μ̂ = Z = ∑ Zt
n t =1
γˆ = C k =
1 n
( )( )
∑ Z t − Z Z t-k − Z untuk k=0,1,2
n t =1
Ck
dengan ρˆ k = rk = (2.2)
C0
1 k
Cov(rk , rk -1 ) ≈ ∑ ρ i ρ i -s
N i =k +s
1 k
V (rk ) ≈ ∑ρ i
2
(2.3)
N i=− k
xx
1 k 2
V(rk ) ≈ ∑ ρi
N i =-k
=
1 2
N
( 2 2
r -k + r 2 -k +1 + ... + r 2 - k + k =0 + r1 + r2 + ... + rk
2
)
γ0
dengan ρ 0 = r0 = = 1 , maka diperoleh
γ0
1⎛ k
2⎞
= ⎜1 + 2∑ ri ⎟
N⎝ i =1 ⎠
1⎛ k
2⎞
Jadi V(rk ) ≈ ⎜1 + 2∑ ri ⎟ (2.4)
N⎝ i =1 ⎠
Sedangkan akar positif adalah sesatan standar rk untuk lag besar, sehingga
SE(rk ) ≈ V(rk )
4. Autokorelasi Parsial
ρ −k *
φ kk = (2.5)
ρ −k
⎡ ρ1 ⎤
⎢ρ2 ⎥
⎢ ⎥
.
dengan kolom terakhir diganti dengan ⎢⎢ ⎥⎥
.
⎢ ⎥
⎢ . ⎥
⎢⎣ ρ 3 ⎥⎦
xxi
Untuk lag yang cukup besar dimana fakp menjadi sangat kecil nilainya
persamaan :
1
Var ( φˆkk ) ≈
N
5. Metode Box-Jenkins
BZt = Zt – 1
∇ Zt = Zt – Zt – 1
∇ . Zt = Zt – Zt – 1
= Zt – BZt
= (1 – B) Zt, jadi ∇ = (1 – B)
xxii
{at:t=1,2,3,.......} merupakan suatu runtun getaran yang dibangkitkan oleh
θ ( B)
Zt = at atau
φ ( B)
Zt = Ψ ( B)at
θ ( B)
Dengan Ψ ( B)at = at , dengan demikian Zt dapat dipandang sebagai
φ ( B)
runtun waktu sebagai hasil dari linear filter jumlah tertimbang dari
Zt = µ + Ψ (B)a1 (2.7)
∞
Z t = at + ∑ Ψ j at − j (2.8)
j =1
dengan Z t = Z t − μ .
xxiii
Bentuk ini merupakan devisa proses itu dari titik referensi, atau
meannya jika proses itu stasioner. Barisan itu biasanya disebut proses white-
E(Zt) = µ
∞
γ o = V (Zt ) = E (Zt − μ )2 = σ 2 ∑Ψ
j =0
2
j (2.9)
γ k = (Z t − μ )(Z t − k ) (2.10)
= σ 2 (1.Ψk + Ψ1 Ψk + 2 + .......)
∞
=σ 2 ∑ Ψ j Ψ j + k
j =0
∑Ψ Ψ
j =0
j j+k
γk
ρk = = (2.11)
∞
γ0
∑Ψ
j =0
2
j
jika jumlah bobot Ψ j tak hingga, maka diasumsikan bahwa bobot itu
menjadi :
Z t − μ = at − φat − 1 (2.12)
xxiv
Secara umum untuk Ψ j = − φ j maka persamaan persamaan white-
noise menjadi :
Z t − μ = at + φat − 1 + φ 2 at − 2 + ...........
(
= at + φ at −1 + φat − 2 + φ 2 at − 2 + .....)
= φ (Z t −1 − μ )+ at
Model ini dalam runtun waktu dikenal dengan model autoregresif tingkat
kelompk runtun waktu stasioner, dan (2) kelompok runtun waktu tak
autoregresif, untuk orde p ditulis AR(p), moving average untuk orde q ditulis
banyak dijumpai dalam praktek, dalam hal ini runtun waktu nonstasioner yang
model ARMA berlaku pula pada model ARIMA. Suatu runtun waktu
xxv
nonstasioner setelah diambil selisih ke-d menjadi stasioner yang mempunyai
sebagai model ARIMA, dengan melihat nilai p,q dan tingkat selisih d: nilai
a. Proses-proses Autoregresif
Model AR(1) telah dikemukakan pada bagian (2.7), oleh karena itu
pembahasan pada bagian ini mengacu model (2.12) yang dapat ditulis
dalam bentuk
~
( )
~ ~
Z t − φ Z t -1 = a t dengan Z t = Z t − μ (2.13)
Jika operator Backshift B diterapkan pada model (2.13) maka dapat ditulis
menjadi :
Z t = φ Z t −1 + a t (2.14)
( ~
)
= φ φZ t − 2 + at −1 + at
~
= φ 2 Z t − 2 + φaat −1 + at
~
( )
= φ 2 φ Z t −3 + at − 2 + φat −1 + at
~
= φ 3 Z t −3 + φ 2 at − 2 + φ t −1 + at
Μ
xxvi
Sehingga diperoleh bentuk
~
Z t = at + φat −1 + φ 2 at − 2 + φ 3 at −3 + φ 4 at − 4 + ... (2.15)
= (1 − φB) at
−1
(
dengan (1 − φB) = 1 + φB + φ 2 B 2 + φ 3 B3 + ...
−1
)
Dalam pernyataan ini harus dicatat bahwa φ < 1 yang merupakan
~ ~
sehingga Z t = Z t dan Z t −1 = Z t −1 , dengan demikian persamaan (2.14)
Z t = φZ t −1 + at (2.16)
Z = φat −1 + φ 2 at − 2 + at (2.17)
(1 − φ1 B − φ 2 B 2 ) Z t = a t (2.18)
Bentuk AR(p) diperoleh cara yang sama pada AR(1) dan AR(2),
xxvii
Z t = φ1 Z t −1 + φ 2 Z t − 2 + ... + φ p at − p + at
diregresikan pada p nilai Zt yang lalu, dalam hal ini pengamatan yang
Jika operator backshift B diterapkan pada proses ini maka model (2.18)
(1 − φ1B − φ 2 B 2 − ... − φ p B p ) Z t = at
atau φ (B)Z t = a t
∞
γ 0 = σ 2 ∑ψ 2j
i =0
∞ 2j
=σ 2
∑φ
j =0
= σ (1 + φ 2 + φ 4 + ...)
2
⎛ 1 ⎞
= σ 2 ⎜⎜ ⎟⎟
⎝1− φ
2
⎠
σ2
=
1−φ 2
xxviii
dengan φ < 1
∞
γ k = σ 2 ∑ψ 2j ψ j + k
i =0
∞
= σ 2 ∑ φ j φ j + k k=0,1,2,3,....
j =0
(
= σ 2 1 + φ 2 + φ 4 + ... φ k)
σ φ
2 k
=
1−φ 2
dengan φ < 1
γ k σ 2φ k (1 − φ 2 )
ρk = = ⋅
γ 0 1−φ 2 σ2
= φ k dengan k=0,1,2,3,...
digunakan secara umum untuk proses yang lain. Cara ini diperoleh dari
persamaan (2.16) Z t = φZ t −1 + at
γ k = φγ k −1 + E (at Z t − k )
dengan E (a t Z t − k ) = E {a t (a t + φa t −1 + φ 2 a t − 2 + ⋅ ⋅ ⋅)}
xxix
k>0 E (a t Z t − k ) = E {a t (a t + φa t −1 + φ 2 a t − 2 + ⋅ ⋅ ⋅)}=0
maka diperoleh
γ 0 = φγ k −1 + ς 2 = φγ 1 + σ 2
σ 2φ σ 2φ
γ0 = dan γ 1 = (2.19a)
1−φ 2 1−φ 2
γ k φγ k −1 γ
ρk = = = φ k −1 = φρ k −1
γ0 γ0 γ0
E (at Z t − k ) = φ1 E (Z t −1 Z t − k ) + φ 2 E (Z t − 2 Z t − k ) + E (at Z t − k )
sehingga diperoleh
⎧ σ 2 , untuk ........k = 0
E (at z t − k ) = ⎨
⎩0, untuk ....k = 1,2,.....
xxx
γ k = φ1γ k −1 + φ 2γ k − 2 untuk k>0 (2.20)
γ k φ1γ k −1 + φ 2 γ k − 2 γ γ
ρk = = = φ1 k −1 + φ 2 k − 2
γ0 γ0 γ0 γ0
= φ1 ρ k −1 + φ 2 ρ k − 2 (2.21)
(1 − φ1 B − φ 2 B 2 ) ρ k = 0
sehingga ρ1 − φ 2 ρ −1 = φ1`
φ1
ρ1 (1 − φ 2 ) = φ1` maka ρ1 = untuk k=2, persamaan (2.21) menjadi
1 − φ2
ρ 2 = φ1 ρ 10 +φ 2 ρ −0 = φ1` ρ1 + φ 2
⎛ φ ⎞
= φ1 ⎜⎜ 1 ⎟⎟ + φ 2
⎝ 1 − φ2 ⎠
φ12
= + φ2
1 − φ2
γ1 γ
γ 0 = φ1 γ 0 + φ2γ 0 2 + σ 2
γ0 γ0
γ 0 (1 − φ1 ρ 1 − φ 2 ρ 2 ) = σ 2 (2.22)
xxxi
dengan subsitusi ρ1 dan ρ 2 pada persamaan (2.22), maka diperoleh
φ1 φ12
γ 0 (1 − φ1 − φ2 ( ) + φ2 ) = σ 2
1 − φ1 1 − φ2
φ 21 φ 2φ12
γ 0 (1 − − + φ2 ) = σ 2
2
1 − φ1 1 − φ 2
⎛ 1 − φ 2 − φ1 2 − φ 2φ1 2φ 22 (1 − φ 2 ) ⎞
γ 0 ⎜⎜ ⎟ =σ2
⎟
⎝ 1 − φ2 ⎠
⎛ (1 − φ12 )σ 2 ⎞
⎜
σ =γ0 =⎜
2
⎟
⎟
⎝ (1 + φ1 )(1 − φ 2 ) − φ1
z 2 2
⎠
E (Z t Z t − k ) = φ1 E (Z t −1 Z t − k ) + φ 2 E (Z t − 2 Z t − k ) + .. + φ p E (Z t − p Z t − k ) + E (a t Z t − k )
γ k = φ1γ k −1 + φ 2γ k − 2 + ... + φ p γ k − p + E (a t Z t − k )
karena untuk k=0 nilai E(at Zt-k)= σ 2 , k>0 nilai E(at Zt-k)=0, maka
diperoleh
xxxii
γ = φ1γ 1 + φ 2γ 2 + ... + φ p γ p + σ 2
0
dari persamaan pertama (2.23) dengan cara yang sama pada proses
σ2
γ0 =
1 − φ1 ρ1 − φ 2 ρ 2 − ⋅ ⋅ ⋅ − φ p ρ p
γk
= ρ k = φ1 ρ k −1 + φ 2 ρ k − 2 + ⋅ ⋅ ⋅ + φ p ρ k − p untuk k>0 (2.24)
γ0
k = 1 : ρ1 = φ1 + ρ 2φ 2 + ⋅ ⋅ ⋅ + ρ p −1φ p
k = p : ρ p = ρ p −1φ 1 + ρ k − 2 φ 2 + ⋅ ⋅ ⋅ + φ p
⎛ 1 ρ1 ρ2 Λ ρ p −1 ⎞
⎜ ⎟
⎜ ρ1 1 ρ1 ρ p −2 ⎟
P=⎜
Μ Μ Μ Μ⎟
⎜ ⎟
⎜ρ
⎝ p−2 ρ p−2 ρ p −3 1 ⎟⎠
xxxiii
φ = P −1 ρ
ρ1 = φ
dengan
ρ1 = φ1 + ρ1φ 2
ρ 2 = ρ1φ1 + φ 2
⎡ ρ1 ⎤ ⎡ 1 ρ1 ⎤ ⎡φ1 ⎤
⎢ρ ⎥ = ⎢ρ 1 ⎥⎦ ⎢⎣φ 2 ⎥⎦
⎣ 2⎦ ⎣ 1
ρ1 (1 − ρ 2 ) ρ − ρ12
φ1 = dan φ 2 = 2
1 − ρ1 1 − ρ1
2
φˆ1 dan φˆ2 , sedangkan untuk menentukan jenis model diantara model
parsial.
ini mengukur korelasi anatara Zkdan Zt-k sesudah penyesuaian dibuat untuk
xxxiv
Z t = φ11 Z t −1 + at
φ11 = ρ1 , hal ini karena tidak variabel tengah antara Zt-1 dan Zt
Z t = φ11 Z t −1 + φ 22 Z t − 2 + at
ρ1 = φ11 + ρ1φ 22
ρ 2 = ρ1φ11 + φ 22
φ 22 =
(ρ − ρ1
2
2
)
(
1 − ρ 12 )
secara umum,autokorelasi parsial lag k ( φ kk ) diperoleh dari persamaan
⎛ ρ1 ⎞ ⎛ 1 ρ1 ρ2 Λ ρ p −1 ⎞⎛ φ1 ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟
⎜ ρ 2 ⎟ ⎜ ρ1 1 1 ρ p − 2 ⎟⎜ φ 2 ⎟
⎜ Μ⎟ = ⎜ Μ Μ Μ Μ ⎟⎜ Μ⎟
⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟
⎜ρ ⎟ ⎜ρ
⎝ k ⎠ ⎝ p −1 ρ p−2 ρ p −3 1 ⎟⎠⎜⎝ φ k ⎟⎠
xxxv
1 ρ1 Λ ρ k −2 ρ1
ρ1 1 Λ ρ k −3 ρ2
Μ Μ Μ Μ
ρ k −1 ρ k −2 Λ ρ1 ρk
φ kk =
1 ρ1 Λ ρ k − 2 ρ k −1
ρ1 1 Λ ρ k −3 ρ k −2
Μ Μ Μ Μ
ρ k −1 ρ k −2 ρ1 1
sebagai berikut
2
(1 − ρ ) 1
Z t = μ + θ 1 a t −1 + θ 2 a t − 2 + .... + θ q a t − q + a t (2.26)
dengan a t ~N (0, σ 22 )
diperoleh :
Z t = μ + θ 1 a t −1 + θ 2 a t − 2 + .... + θ q a t − q + a t
Z t = μ + θa ( B ) a t
xxxvi
dengan θ (B ) = (1 + θ1 B + θ 2 B 2 + ... + θ q B q )
(
γ k = − θ k + θ1θ k +1 + θ 2θ k + 2 + ... + θ q − k θ σ 2
q
) (2.27)
(
γ 0 = 1 + θ12 + θ 2 2 + ... + θ 2 σ 2
q )
⎧ − θ k + θ1θ k +1 + θ 2θ k + 2 + ... + θq q − k θ q
γ ⎪ ;1 ≤ k ≤ q
ρk = k = ⎨ 1 + θ12 + θ 22 + ... + θ q2 (2.28)
γ0 ⎪
⎩ 0; k > q
⎧ θ1
⎪ ;k = 1
ρ1 = ⎨1 + θ12 (2.29)
⎪⎩ 0; k ≥ 2
xxxvii
− θ1 (1 − θ 2 )
ρ1 = (2.30)
1 + θ1 + θ 2
2 2
−θ2
ρ2 =
1 + θ1 + θ 2
2 2
ρ k =0;k ≥ 3
waktu.
akan tetapi akan lebih menyakinkan lagi dengan membuat plot nilai-nilai
autokorelasi tersebut turun sampai nol dengan cepat, sesudah lag kedua
atau ketiga, maka data tersebut dapat dikatakan stasioner. Sedangkan jika
xxxviii
∇ Zt, ....... dengan ∇ adalah operator diferensi, yang mempunyai nilai
(1 – B) atau ( ∇ = - B).
ARIMA)
menggambarkan Wt.
Wt = Zt – Zt - 1
Maka proses umum model ARMA (p,q) dapat ditulis dalam bentuk:
diperoleh:
Z t =Wt + Wt −1 + Wt − 2 + ........
(p, q) untuk {Wt}, ini maka teori runtun waktu stasioner berlaku pula
untuk Wt.
xxxix
Selanjutnya proses ARIMA yang tidak mempunyai bagian
{ }
Φ ( B) (1− B ) Z t − μ = at dengan d ≥ 0
d
apabila d=0 maka akan diperoleh suatu runtun waktu yang stasioner,
akan tetapi jika d>0 maka akan diperoleh sutu runtun waktu yang tak
φ (B ){Z t − μ }= at
atau
φ (B )Z t = at dengan Z t = Z t − μ
xl
φ (B )Z t = at atau
Z t = φ1Z t −1 + φ2 Z t − 2 + ... + φ p Z t − p = at
[AR(p)].
diperoleh bentuk:
φ (B ){ Wt − μ } = at
Menurut Box-Jenkins (1976), untuk d>0 akan cocok jika diambil µ =
φ (B )Wt = at atau
Wt = Zt – Zt-1
xli
Wt = φ1Wt −1 + φ 2Wt − 2 + ... + φ pWt − p + θ1at −1 + θ 2 at − 2 + .... + θ q at − q + at
merupakan proses ARMA (p,q) untuk {Wt}, ini berarti teori runtun
Distribusi Bersyarat
1 ⎧⎪ 1 ⎛ x − μ ⎞ 2 ⎫⎪
f (x ) = exp⎨− ⎜ ⎟ ⎬, ∞ < x < ∞, ∞ < μ < ∞
σ 2π ⎪⎩ 2 ⎝ σ ⎠ ⎪⎭
densitas bersama:
f ( x ) = f ( x1 ) f ( x 2 ).... f (x p )
xlii
1 ⎧⎪ 1 p ( xi − μ i )2 ⎫⎪
= exp⎨− ∑ ⎬,−∞ < xi < ∞,−∞ < μ i < ∞
(2π ) 2 σ 1σ 2 ...σ p ⎪⎩ 2 i =1 σ i ⎪⎭
p
Contoh :
15,5 15,7 15,6 16,7 18,0 17,4 17,9 18,8 17,6 17,0
16,1 15,7 15,9 17,9 20,3 20,4 20,2 20,5 10,9 20,9
21,1 21,4 18,2 20,1 21,4 21,3 21,9 21,3 20,4 20,4
20,7 20,7 20,9 23,0 24,9 26,5 25,6 26,1 27,0 27,2
28,1 28,0 29,1 28,3 25,7 24,5 24,4 25,5 27,0 28,7
29,1 29,0 29,6 31,2 30,6 29,8 27,6 27,7 29,0 30,3
31,0 32,1 33,5 33,2 33,2 33,8 35,5 36,6 36,9 39,0
41,0 41,6 43,7 44,4 46,6 48,3 50,2 52,1 54,0 56,0
k 1 2 3 4 5 6 7 8 9
xliii
rk 0,93 0,86 0,79 0,73 0,67 0,62 0,58 0,53 0,49
φˆkk 0,93 -0,03 -0,02 -0,01 0,02 -0,01 0,02 -0,02 0,01
k 10 11 12 13 14 15 16 17 18
xliv
∂
L(θ ) = 0
∂(θ )
Jika penyelesaian dari persamaan tersebut ada, maka maksimum
dari L(θ) dapat terpenuhi. Apabila tak terpenuhi maka fungsi L(θ) dapat
dibuat logaritma naturnya, dengan ketentuan jika ln L(θ) maksimum maka
L(θ) juga maksimum, sehingga persamaan logaritma natural likelihoodnya
adalah
∂
InL(θ ) = 0
∂θ
Definisi 9
L(θ ) = f ( x1 ;θ ) f (x 2 ;θ )...... f ( x n ;θ ) = ∏ f (x j ;θ )
n
j =1
Definisi 10
xlv
x1 , x 2 ,......, x n , nilai θ dalam Ω merupakan maksimum dari L(θ)
disebut penduga maksimum likelihood dari θ. Dalam hal ini θ
merupakan nilai dari θ yang memenuhi.
Penduga maksimum likelihood θ dapat dengan menyelesaikan
∂
persamaan InL (θ 1,θ 2 ,......, θ k ) = 0 misalkan k parameter yang
∂θ
tidak diketahui, maka pendugaan parameter likelihood Dari θi
didapat dengan menyelesaikan
∂
InL (θ 1,θ 2 ,......, θ k ) = 0 , dengan I = 1,2,……,k
∂θ
(Bain dan Engelhardt, 1992 : 290)
BAB III
METODE PENELITIAN
sebagai berikut :
xlvi
A. Studi Pustaka
sehingga muncul ide atau gagasan yang akhirnya dapat dijadikan landasan
B. Perumusan Masalah
D. Penarikan Simpulan
xlvii
autoregresif, serta estimasi aksimum likelihood pada autoregresif (ARI) dan
BAB IV
PEMBAHASAN
Φ (B ){(1 − B ) Z t − μ } = at (4.1)
xlviii
dengan φ (B ) = (1− φ1 B ), at (t = ......, − 1,0,1,2, ....) variabel yang independen N
berikut.
Zt = ΦZt – 1 + at
xlix
Dan nilai-nilai yang mungkin dijalani oleh parameter Φ. Jika nilai mutlak
Φ kurang dari 1, maka proses itu stasioner dan jika lebih besar dari satu
maka tingkat gerak runtun waktu itu menjadi eksplosif. Artinya jika mulai
gerak proses itu dari 0 misalnya maka suku gangguan (sesatan) menjadi
menjadi kecil dan dapat diabaikan relatif terhadap tingkat runtun waktu
random walk ini adalah untuk memandang AR (P) yang stasioner sebagai
Wt = Zt – Zt – 1 = at (4.3)
Jika Wt diganti dengan (Zt – Zt-1), maka runtun waktu Zt dapat ditulis
sebagai
l
Dari persamaan (4.3), Zt dapat ditulis menjadi;
Hal ini berarti Zt dapat dipandang sebagai integrasi runtun waktu Wt dan
average ditulis sebagai ARI (p,d) atau ARIMA (p,d,0). Untuk melihat
tingkah gerak yang independen dengan tingkat Zt. Langkah ini dapat
li
yang tidak lain adalah nilai Zt sebelum pemindahan ditambah kuanittas c.
Ini berarti pemindahan tidak mengubah tingkah gerak runtun waktu itu,
Selisih nilai runtun waktu dapat ditulis dalam bentuk ∇ Zt=Zt– Zt-1.
Dengan bentuk ini akan ditulis selisih derajat d dengan ∇ dZt, sehingga
∇ Zt = Zt + Zt-1
dan seterusnya.
Jika ditulis ∇ dZt = Wt, maka proses ARI (p,d) untuk {Wt}, sehingga teori
untuk runtun waktu stasioner berlaku pula untuk runtun waktu Wt. Jika
atau
atau
Φ(B) Zt = at (4.9)
lii
merupakan polinomial derajat (p+d) dengan d nilai nola sama dengan 1
= Φp(B) ∇ d (4.10)
atau
Φ(B) M = 0
Ini berarti jika Φ(1) = 0 maka Φ(B) mempunyai satu faktor (1 – B) dan
Jika Φ(B) hanya mempunyai satu faktor semacam itu, maka selisih derajat
liii
mengetahui fungsi likelihood untuk model ARIMA (1,1,0) dan fungsi
( p ,0) 1 / 2
⎛ Wa M n( p , 0 ) Wn ⎞
2
P(W / θ, Φ, μ, σa ) = (2μσ )2 -n/2
M exp ⎜ ⎟ (4.12)
n ⎜ 2σ 2 ⎟
⎝ a ⎠
Dengan Mn(p,0) adalah matriks simetri berukuran nxn dari elemen-
elemen diagonal utama. Bentuk (4.12) pengkontruksinya adalah
sebagai berikut:
P(W / θ, Φ, μ, σa2) dapat dinyatakan sebagai
P(W / θ, Φ, μ, σa2)= p(Wp+1, Wp+2, ….., Wn | Wp, Φ, σa2).
P(Wp | θ, Φ,μ,σa2) (4.13)
Dengan Wp = (W1, W2,….., Wp) faktor pertama ruas kanan dari
(4.13), diperoleh bentuk:
⎛ 1 n 2⎞
P(ap+1, ap+2, ……, an) = (2 μσ 2 )
− (n − p ) / 2
2 ∑ t ⎟
exp ⎜⎜ − a ⎟ (4.14)
⎝ 2σ a t = p + 1 ⎠
Untuk suatu Wp, (ap+1, ap+2, ….. , an), dan (Wp+1, Wp+2, …., Wn) tertentu,
Μ
an = Wn + Φ1Wn-1 + ….. + ΦpWn-p
liv
yang mempunyai Jacobian satu (unit), sehingga diperoleh:
⎛ 1 n 2⎞
p(Wp+1, Wp+2, ….., Wn | Wp, Φ, σa2) (
= 2μσ )
2 −p/ 2
exp ⎜⎜ −
2σ 2 ∑ t ⎟
a ⎟
⎝ a t = p + 1 ⎠
Sedangkan faktor keduanya adalah:
1/ 2 ⎛ Wa M n( p , 0 ) Wn ⎞
P(W / θ, Φ, μ, σa2) = (2μσ2)-p/2 M n( p , 0 ) exp ⎜ ⎟
⎜ 2σ 2 ⎟
⎝ a ⎠
Sehingga (4.13) menjadi
1/ 2 ⎛ S (φ ) ⎞
P(Wn / θ, Φ, μ, σa2) = (2μσ2)-p/2 M n( p , 0 ) exp ⎜⎜ ⎟⎟ (4.15)
⎝ 2σ a
2
⎠
∑ (W + φ W + ...... + φ p Wt − p )
p p n
dengan S (φ ) = ∑∑ mij( p ) wi w j + 1 1 t −1 (4.16)
i =1 j =1 t = p +1
−1
⎡ γ0 γ1 Λ γ p -1 ⎤
⎢γ γ0 Λ γ p - 2 ⎥⎥
Juga Mp(p,0) ={mij(p)}= γ { } i- j
σa = ⎢
−1 2
⎢ Μ
1
Μ ⎥
σ a2
⎢ ⎥
⎢⎣γ p −1 γ p - 2 Λ γ 0 ⎥⎦
M p( p , 0 ) = M n( p , 0 )
Sehingga diperoleh
⎡ φ p2 φpφ p −1 Λ Μ −φp ⎤
⎡ Μ 0⎤ ⎢ ⎥
⎢ φ pφp -1 φp -1 Λ Μ − φ p −1 ⎥
M (pp ) Μ 0⎥⎥ ⎢
M (pp+,10 ) =⎢ +⎢ Μ Μ Λ Μ Μ ⎥
⎢Λ Λ Μ Μ⎥ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ Λ Λ Λ Μ Λ ⎥
⎣0 0 Μ 0⎦ ⎢
⎣ − φ p − φ p −1 Λ Μ 1 ⎥⎦
lv
⎡M1(1) Μ - φ1 ⎤ ⎡ φ12 Μ − φ1 ⎤
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
M (21) = ⎢ Λ Μ Λ ⎥+⎢Λ Μ Λ ⎥
⎢ 0 Μ 0 ⎥ ⎢− φ1 Μ 1 ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦
(1)
⎡m + φ12
− φ1 ⎤
= M (21) ⎢ 11 (1) ⎥
⎣ − φ1 m11 + φ12 ⎦
⎡ φ 2 φ2φ1 Λ − φ1 ⎤
⎡ M 1(2 ) Μ 0 ⎤ ⎢ 1 ⎥
⎥ ⎢φ2φ1 − φ1 Λ − φ1 ⎥
2
⎢
M 2(2 ) =⎢ Λ ΜΛ⎥+
⎢ Μ Μ Μ⎥
⎢ 0 Μ 0 ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦ −φ
⎢⎣ 1 − φ1 Λ 1 ⎥⎦
⎡ 1 − φ22 − φ (1 − φ2 )⎤
= ⎢
⎣− φ1 (1 − φ2 ) ( )
1 − φ22 ⎦
⎥
2
{
dan M 2(2 ) = (1 + φ1 ) − φ (1 − φ2 ) } = (1 + φ ) {(1 − φ )
2
2
2
2
2
− φ12 }
Berdasarkan hasil ini dapat dilihat bahwa S (φ ) =Wn Mn(p) Wn
adalah bentuk kuadrat dalam runtun W, juga merupakan bentuk
kuadrat dalam parameter φ .
Selanjutnya sebut φ K = (1,φ1 ,φ 2 ,..., φ p ) untuk suatu matriks D
⎢ Μ Μ Μ Μ ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣- D1.p +1 - D 2.p +1 D3.p +1 Λ D p +1p +1 ⎥⎦
lvi
Dij=Dji=WiWj+Wi+1Wj+1+…+Wn+1-jWn+1-I
dimana Dij memuat n-(i-1)-(j-1) suku (term)
Sehingga dapat disimpulkan barhwa fungsi densitas
probabilitas eksak dapat ditulis seperti bentuk (4.15) fungsi likelihood
eksaknya yaitu:
( ) (
p W φ , σ a2 = L φ , σ a2 Wn )
−n 1
⎛ S(φ ) ⎞
(
= 2πσ a2 ) 2 M (pp ) 2 exp⎜⎜ 2 ⎟⎟ (4.17)
⎝ 2σ a ⎠
∑ (W + φ W + ...... + φ p Wt − p )
n
dengan S (φ ) = Wp M (pop )Wp +
2
1 1 t −1
t = p +1
= φk Dφk
( ) (
ln L φ ,σ a2 Wn = l φ ,σ a2 Wn )
n ( p) S(φ )
= − ln σ a2 + 2 ln M p − (4.18)
2 2σ a2
a t = Wt - φ t Wt -1 ; t=1,2,3,…,N (4.20)
lvii
( ) = (2πσ ) ⎛ Wn M 12 Wn ⎞
−n 1
p W φ ,σ 2 2 2 M 1 2
exp⎜⎜ ⎟ (4.21)
a a 1
2σ a2 ⎟
⎝ ⎠
bentuk (4.21) dapat dinyatakan sebagai :
( ) (
p W φ , σ a2 = p W2 , W3 ,..., W N W1 , φ , σ a2 p W φ , μ , σ a2 )( ) (4.22)
( ) (
− ( n −1)
) 1 n
p a 2 , a 3 ,..., a n φ ,σ a2 = 2πσ a2 2 exp(-
2σ 2 ∑a 2
t ) (4.23)
a t =2
Μ
a Nt = WN + φ1WN -1
( ) (
− ( n −1)
) 1 n
p W2 ,W3 ,...,WN W1 ,φ ,σ a2 = 2πσ a2 2 exp(-
2σ 2 ∑ (W - φW t t -1 )2 )
a t =2
( ) = (2πσ ) ⎛ Wn M12 Wn ⎞
−n 1
p W φ ,σ 2 2 2 M 1 2
1 exp - ⎜⎜ ⎟
⎟ (4.24)
σ 2
a a
⎝ 2 a ⎠
( ) ∑ (W −φ W )
n
dengan S (φ ) = 1 - φ12 W1 +
2 2
t 1 t −1 (4.25)
t = p +1
p⎛⎜ W θ ,σ a2 ⎞⎟ = L(φ ,σ a2 Wn )
⎝ ⎠
lviii
( ) (
ln L φ ,σ a2 Wn = l φ ,σ a2 Wn )
n (1) S(φ )
= − ln σ a2 + 2 ln M 1 − (4.26)
2 2σ a2
∂l n S(φ )
=− + =0 (4.27)
∂σ a σˆ a =σ a
σa σ 3a
∂l
= M j + σ a− 2 {D1.j+1 - φ1 D 2.j+1 - ... - φ p D p +1.j+1 } (4.28)
∂φ j
⎧1 ⎫
∂ ⎨ ln M pp ⎬
2 ⎭
dengan M j = ⎩
∂φ j
lix
Kuantitas Mj (j=1,2,…,p) adalah fungsi dari φ yang cukup rumit
masalah yang tidak mudah. Menurut Box-Jenkins ada tiga alternatif metode
dari ln M1(1) sangat kecil untuk ukuran sampel sedang atau besar
S(φ )
( )n
I φ , σ a2 Wn ≈ − lnσ a2 − (4.29)
2 2σ a2
lx
jika dinyatakan dalam bentuk matriks (4.30) menjadi :
∑W i +1 Wi
sehingga φˆ = D p d = D11 D12
−1 −1
= i =1
n
∑W
i=2
i
2
∑W i+2 Wi
= i =1
n
∑W
i=2
i
2
Contoh :
rKk 0,68
1 0,54
2 0,2
3 0,35
4 0,09
5 0,25
6 -0,02
7 0,03
8 0,04
9
lxi
φ kk 0,68 0,14 0,52 -0,2 0,29 -0,02 -0,16 -0,21 0,11
Penyelesaian :
r2 0,54
φˆ0 = = =0,794
r1 0,68
b ± b2 − 4
θˆ0 = dengan
2
b=
(1 − 2r + φ 02
2
=
) (
1 − 2 x0,54 + 0,794 2
=
)
(1 − 1,08 + 0,630436 ) = 0,550463 = −4,83
r1 − φˆ0 (0,68 − (0,794) ) − 0,114 − 0,114
sehingga
1
⎛S 2
⎛ 1 + r1 ⎞ ⎞ 2
S (E ) = σ z = ⎜⎜ z ⎜⎜ ⎟⎟ ⎟
⎟
⎝ N ⎝ 1 − r1 ⎠ ⎠
1
⎛ 1,267 ⎛ 1 − 0,68 ⎞ ⎞ 2 1,267
= ⎜⎜ ⎜ ⎟ ⎟⎟ = (0,1904) = 0,0043
⎝ 55 ⎝ 1 + 0,68 ⎠ ⎠ 55
(
σ a2 = S z2 1 − φˆ0 2 )
= (1,267(1-(-0,216))
= 1,540672
lxii
BAB V
lxiii
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat
diambil kesimpulan :
⎧ S(φ ) ⎫
( ) (
1
)
n
2 −2 (1,0 )
L φ , σ Wn = 2πσ 2
a a Mn 2 exp⎨- 2⎬
⎩ 2σ a ⎭
terkecil diperoleh
φˆ = D1−1d
∑W i +1 Wi
S(φ )
φˆ = D 11
−1
D12 = i =1
n
dan σˆ a2 =
n
∑W
i=2
i
2
penulis lain untuk mengkaji lebih lanjut dengan cakupan yang lebih luas,dengan
lxiv
mengambil model ARIMA(0,p,d) ataupun bentuk ARIMA (p,d,q) dengan
DAFTAR PUSTAKA
lxv
Chatfield, C . 1975. The Analysis of Time Series : Theory and Practise.
London : Chapman and Hall.
Linda. 2003. Peramalan dengan Model Analisis Runtun Waktu pada Indeks
Harga The di Pasar Dunia.
lxvi