Anda di halaman 1dari 106

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Teknik Industri Skripsi Sarjana

2020

Analisis Kecacatan dan Usulan


Perbaikan Kualitas Produk Baut dengan
Metode Dmaic Six Sigma pada PT.
Sedar Anugerah Mandiri

Zalukhu, Nitra Elisabet

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/28039
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS KECACATAN DAN USULAN PERBAIKAN KUALITAS
PRODUK BAUT DENGAN METODE DMAIC SIX SIGMA PADA
PT. SEDAR ANUGERAH MANDIRI

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari


Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri

Oleh

NITRA ELISABETH ZALUKHU


NIM. 150403054

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2020
ANALISIS KECACATAN DAN USULAN PERBAIKAN KUALITAs
PRODUK BAUT DENGAN METODE DMAIC SIX SIGMA PADA
PT. SEDAR ANUGERAH MANDIRI

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari


Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri

Oleh

NITRA ELISABETH ZALUKHU

NIM. 150403054

Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing

Ir. AULIA ISHAK, MT., Ph.D

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


FAK UL T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MED AN
2020

No. Dok : FM-GKM-SITI-FT-6-06-07: Tgl. Efekif: 09 Juli 2018; Reviv: 01; Halaman 1 deari
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTR No Dok FMGKMs1T
FAKUL TA S TEkNI K 6 0 6 11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA disi
ov 01
TglF fokut 09 Juh 2018
SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA
Halaman 1 dari 1

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA


No. ../UNS.2.1.4.1.4./KRK/2020

Kami yang bertanda di bawah ini,


tangan menyatakan bahwa setelah melakukan
Evaluasi Hasil Seminar DRAFT Tugas
Sarjana
Pemeriksaan Terhadap Perbaikan DRAFT Tugas
Sarjana
terhadap mahasiswa:
Nama NITRA ELISABETH ZALUKHU
NIM 150403054
Tempat dan Tanggal Lahir HILIGAWONI, 10 OKTOBER 1997
Judul Tugas Sarjana Analisis Kecacatan Dan Usulan Perbaikan Kualitas Produk Baut
Dengan Metode Dmaic Six Sigma Pada PT. Sedar Anugerah
Mandiri

menetapkan ketentuan-ketentuan berikut sebagai hasil evaluasi


Dapat menerima perbaikan Tugas Surjana Departemen Teknik Industri dan kepada penulisnya diizinkan
untuk mengikuti Sidang Sarjana / Ujian Kolokium yang akan diadakan Departemen Teknik Industri FT USU.

Medan, Agustus 2020


Tim Pembanding
Pembanding l, Pembanging II

Ir. Rosnani Gating, MT, Ph.D, IPM Khalida Saputri, ST. MT


Tanggal. 11 Agustus 2020
Jas
RANPENOio
03 Agustus 2020
DIRAN AN
STASsUMATS
Pembimbing Kent
hle 'a

Lulia Ishak, ST, MT, Ph.D Dr. Ir. Mettita tryah Sembiring, MT, IPM
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan

kasih-Nya, penulis berkesempatan menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu persyaratan yang diajukan kepada

Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara untuk

memperoleh Gelar Sarjana Teknik (Strata Satu Teknik Industri). Adapun tugas

sarjana ini berjudul Analisis Kecacatan Dan Usulan Perbaikan Kualitas Produk

Baut Dengan Metode DMAIC Six Sigma Pada PT. Sedar Anugerah Mandiri.

Tugas Sarjana ini dibuat berdasarkan hasil penelitian penulis pada bulan

Desember 2019 hingga Agustus 2020 di Departemen Teknik Industri, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara dan beberapa tempat terkait dengan topik

penelitian yang dilakukan. Data-data, pembahasan, dan usulan pada tugas sarjana

ini diharapkan dapat dijadikan sebagai literatur terkait solusi perbaikan untuk

pembaca kalangan akademis maupun diluar dari kalangan akademis.

Penulis mengharapkan agar tugas sarjana ini dapat memberikan manfaat

kepada pembaca.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENULIS,

MEDAN, AGUSTUS 2020 NITRA ELISABETH ZALUKHU


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat

dan kasih-Nya, penulis berkesempatan menyelesaikan Tugas Sarjana ini. Dalam

penyusunan Tugas Sarjana ini penulis mendapatkan bimbingan, bantuan, dan

dukungan dari berbagai pihak, baik berupa moril, materil, informasi maupun

administrasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Kedua Orang Tua penulis Bapak Ferieli Zalukhu dan Ibu Sadaria Hulu serta

saudara dan saudari penulis Fuji Indra Elleyson Zalukhu, Stevani Save

Zalukhu, Alvonsus Zalukhu, dan Erick Arjuna Safe Zalukhu yang tiada

hentinya mendukung penulis baik secara moril maupun materil dan mendoakan

penulis selama menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

2. Bapak Aulia Ishak, ST, MT, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberi waktu, bimbingan, pengarahan, masukan, dan dukungan sehingga

penulis bisa menyelesaikan tugas sarjana ini.

3. Ibu Dr. Meilita Tryana Sembiring, S.T., M.T., selaku Ketua Departemen

Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah

memberi izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, M.S.I.E., Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul

Rahim Matondang, MSIE, dan Bapak Ir. Mangara Mangapul Tambunan, M.Sc.

selaku Koordinator Tugas Akhir yang telah memberi wejangan terkait topik

Tugas Sarjana ini.


5. Seluruh Dosen Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara yang telah memberi pengajaran selama perkuliahan yang

menjadi bekal penulis dalam meyelesaikan tugas sarjana ini.

6. Seluruh Pegawai Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara, Bapak Turmijo, Bapak Nurmansyah, Bapak Eddy, Ibu Ester

Samosir, Kak Rahmaini, Kak Mia, Bang Awaluddin, dan Kak Neneng, atas

bantuannya dalam hal penyelesaian administrasi untuk melaksanakan tugas

sarjana ini.

7. Bestie Sonya Marcellina Tjio, S.H. yang selalu memberi dukungan dan cinta

kepada penulis, sahabat yang memiliki impian yang sama untuk mejadi wanita

yang sukses di bidang masing-masing kelak.

8. CEKER (Annisa Al-araaf Almaef Harahap, Dila Syafrina Bangko, Titania

Miranda Sari, Indah Puspa Sari Lubis, Nurul Arfidhila, Novita Hasnah

Harahap, Tasya Jehan Tamara) selaku orang-orang yang mengisi hari-hari di

masa perkuliahan, yang senantiasa memberi informasi penting hingga tidak

penting, dan selalu menghabiskan waktu hanya untuk bercerita.

9. Pak Aji Sa Dudin yang sudah menjadi kantong Doraemon untuk penulis sedari

awal menginjakkan kaki di kampus hingga akhirnya keluar membawa sebuah

gelar.

10. LIBERTI (Lima Belas Keluarga Teknik Industri) yang tidak dapat disebutkan

satu per satu karena akan sangat panjang, yang telah menjadi teman, sahabat,

bahkan musuh serta telah mewarnai masa perkuliahan penulis.


ABSTRAK

Kualitas adalah ukuran seberapa mampu suatu barang atau jasa memenuhi
kebutuhan konsumen sesuai dengan standar tertentu. Tujuan utama dari pengendalian
kualitas adalah meningkatkan dan menjaga kepuasan pelanggan. PT Sedar Anugerah
Mandiri merupakan salah satu perusahaan yang bergerak didalam bidang manufaktur
dengan memproduksi spare part material logam Baut. Dalam hal pengendaliah kualitas,
perusahaan ini masih mendapatkan produk cacat yang berpengaruh pada kepuasan
konsumen dan melebihi batas toleransi perusahaan dengan rata-rata tingkat kecacatan
13.72% oleh sebab itu perlu dilakukan tindakan perbaikan untuk mengatasi masalah
tersebut. Six Sigma merupakan metode yang mengatasi permasalahan variasi suatu produk
menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Dari hasil analisis dengan menggunakan
metode DMAIC dan FMEA diperoleh Nilai DPMO perusahaan sebesar 45.744 dan
nilai σ sebesar 3.19, nilai RPN tertinggi adalah mesin kurang optimal (dies kotor, dies
bergeser, dan dies aus) sebesar 256. Rancangan perbaikan yang diusulkan yaitu periksa
kondisi mesin, pastikan dies mesin dalam keadaan layak untuk beroperasi, periksa
cutter dan fan belt mesin, tingkatkan ketelitian pada saat penyeleksian bahan baku,
memberikan pelatihan kepada operator, dan menetapkan SOP setting pada mesin.

Kata Kunci : Kualitas, Six Sigma, DMAIC, FMEA, Produk Baut.


ABSTRACT

Quality is any measure that is capable of a good or service to meet consumer


needs according to certain standards. The main goal of customer control is to improve and
maintain customer satisfaction. PT Sedar Anugerah Mandiri is a company engaged in
manufacturing by producing bolt metal spare parts. In terms of quality control, this
company still gets defective products that affect consumer satisfaction and exceeds the
tolerance limit of the company with an average defect rate of 13.72%, therefore corrective
action is needed to overcome this problem. Six Sigma is a method that overcomes the
problem of variations in a product towards a zero failure rate (zero defect). From the results
of the analysis using the DMAIC and FMEA methods, the company's DPMO value is
45,744 and a σ value of 3.19, the highest RPN value is a machine that is less than optimal
(dirty dies, shifted dies, and worn dies) of 256. The proposed improvement design is to
check the condition engine, the engine dies in a suitable condition to operate, check cutters
and fan belt machines, increase accuracy when selecting raw materials, provide training to
operators, and establish regulatory SOPs on machines.

Keywords : Quality, Six Sigma, DMAIC, FMEA, Bolt Products.


DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... i

SERTIFIKAT EVALUASI ...................................................... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS........................................... iii

ABSTRAK ................................................................................. iv

ABSTRACT ................................................................................ v

KATA PENGANTAR ............................................................... vi

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................... vii

DAFTAR ISI .............................................................................. xi

DAFTAR TABEL ..................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ................................................................. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xxi

I PENDAHULUAN ..................................................................... I-1

1.1. Latar Belakang .................................................................. I-1

1.2. Perumusan Masalah........................................................... I-7

1.3. Tujuan Penelitian............................................................... I-7

1.4. Manfaat Penelitian............................................................. I-8

1.5. Batasan dan Asumsi Penelitian ......................................... I-8

1.6. Sistematika Penulisan Laporan ......................................... I-9


DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PENELITIAN .................................... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ............................................................ II-1

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha .......................................... II-3

2.3. Lokasi Perusahaan ............................................................. II-4

2.4. Daerah Pemasaran ............................................................. II-4

2.5. Organisasi dan Manajemen ............................................... II-4

2.5.1. Struktur Organsasi ................................................. II-4

2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ............... II-8

2.6. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja................................. II-8

2.6.1. Jumlah Tenaga Kerja ............................................. II-8

2.6.2. Jam Kerja ............................................................... II-8

2.7. Sistem Pengupahan dan Kesejahteraan Karyawan ............ II-9

2.8. Proses Produksi ................................................................. II-11

2.8.1. Standar Mutu Bahan/Produk ................................. II-11

2.8.2. Bahan yang digunakan .......................................... II-11

2.8.2.1.Bahan Baku................................................ II-11

2.8.2.2.Bahan Tambahan ....................................... II-12

2.8.2.3.Bahan Penolong ......................................... II-13

2.8.3. Uraian Proses Produks........................................... II-13

2.9. Mesin dan Peralatan Produksi ........................................... II-13


DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.9.1. Mesin Produksi ...................................................... II-13

2.9.2. Peralatan (Equipment) digunakan ......................... II-13

2.10. Utilitas ............................................................................... II-14

III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... III-1

3.1. Kualitas.............................................................................. III-1

3.2. Pengendalian Kualitas ....................................................... III-1

3.3. Six Sigma .......................................................................... III-2

3.3.1. Pendekatan Six Sigma............................................ III-3

3.3.2. Konsep Six Sigma Motorola .................................. III-4

3.4. DMAIC.............................................................................. III-7

3.4.1. Defiine ................................................................... III-8

3.4.1.1.Diagram SIPOC ........................................... III-9

3.4.1.2.Critical to Quality (CTQ) ........................... III-11

3.4.2. Measure ................................................................. III-12

3.4.2.1.Pengukuran Nilai Sigma .............................. III-14

3.4.2.2.Kapabilitas Proses ........................................ III-15

3.4.2.3.Peta Kontrol ................................................. III-18


DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.4.3. Analyze .................................................................. III-20

3.4.3.1.Diagram Pareto ............................................ III-20

3.4.3.2.Cause Effect Diagram.................................. III-21

3.4.4. Improve.................................................................. III-23

3.4.4.1.5W + 1H ...................................................... III-24

3.4.5. Control .................................................................. III-24

3.5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ...................... III-24

3.5.1. Tahapan Pembuatan Failure Mode Effect

Analysis (FMEA) .................................................. III-26

IV METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN ......... IV-1

4.1. Tempat dan Wktu Penelitian ............................................. IV-1

4.2. Jenis Penelitian .................................................................. IV-1

4.3. Objek Penelitian ................................................................ IV-1

4.4. Variabel Penelitian ............................................................ IV-2

4.5. Kerangka Konseptual Penelitian ....................................... IV-3

4.6. Blok Diagram Prosedur Penelitian .................................... IV-3

4.7. Pengumpulan Data ............................................................ IV-5

4.8. Pengolahan Data ................................................................ IV-6

4.9. Analisis Pemecahan Masalah ............................................ IV-7


DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

4.10. Kesimpulan dan Saran ....................................................... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ................. V-1

5.1. Pengumpulan Data ............................................................ V-1

5.2. Pengolahan Data ................................................................ V-2

5.2.1. Define .................................................................... V-3

5.2.1.1.Pemilihan Produk ...................................... V-3

5.2.1.2.Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-

Output-Customer) ..................................... V-5

5.2.1.3.Mengidentifikasi CTQ (Critical to

Quality) ..................................................... V-5

5.2.2. Measure ................................................................. V-5

5.2.2.1.Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali) V-6

5.2.2.2.Pengukuran DPMO (Defect Per Million

Opportunities) dan Nilai Sigma (σ) ........... V-8

5.2.3. Analyze .................................................................. V-9

5.2.3.1. Diagram Pareto ........................................ V-9

5.2.3.2. Analisis Cause & Effect Diagram ........... V-11


DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.3.3. Failure Mode Effect and Analysis

(FMEA) .................................................. V-17

5.2.4. Improve .................................................................. V-22

5.2.4.1.Metode 5W + 1H ....................................... V-22

5.2.5. Control................................................................... V-26

VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN .......................................... VI-1

6.1. Analisis Masalah ............................................................... VI-1

6.1.1. Analisis Tahap Define ........................................... VI-1

6.1.2. Analisis Tahap Measure ........................................ VI-2

6.1.3. Analisis Tahap Analyze ......................................... VI-5

6.2. Pemecahan Masalah .......................................................... VI-9

6.2.1. Analisis Tahap Improve ......................................... VI-9

6.2.2. Analisis Tahap Control .......................................... VI-10

VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. VII-1

7.1. Kesimpulan .......................................................................... VII-1

7.2. Saran .................................................................................... VII-1


DAFTAR TABEL

TABEL

HALAMAN

1.1. Data Jumlah Produksi dan Persentase Kecacatan Produk Baut

Periode Tahun 2019 ........................................................................ I-3

2.1. Dimensi Baut ................................................................................. II-3

2.2. Jumlah Tenaga Kerja ..................................................................... II-8

2.3. Jam Kerja Karyawan...................................................................... II-9

2.4. Bahan Baku .................................................................................... II-11

2.5. Bahan Penolong ............................................................................. II-12

2.6. Mesin ............................................................................................. II-14

2.7. Peralatan ........................................................................................ II-14

3.1. Level Sigma ................................................................................... III-4

3.2. Perbedaan True 6-Sigma dengan Motorola’s 6-Sigma.................. III-7

3.3. Penggunaan Metode 5W+ 1H Untuk Mengembangkan Rencana

Tindakan ........................................................................................ III-23

3.4. Rating Severity ............................................................................... III-27

3.5. Rating Occurance .......................................................................... III-28

3.6. Rating Detection ............................................................................ III-28

5.1. Data Produksi Baut Periode Tahun 2019....................................... V-1

5.2. Data Total Kecacatan Produk Baut Periode Januari 2019-

Desember 2019 .............................................................................. V-2

ix
5.3. Critical to Quality (CTQ) Produk Baut ......................................... V-5

5.4. Perhitungan Batas Kontrol Peta p Produk Baut Bulan Desember

2019- Januari 2020 ...................................................................... V-6

5.5. Nilai DPMO dan σ Produk Baut .................................................... V-8

5.6. Pengurutan Jenis Kecacatan Produk Baut ..................................... V-9

5.7. Hasil Perhitungan Severity, Occurance, Detection dan RPN V-15

5.8. Urutan Tingkat Kegagalan Berdasarkan Nilai RPN ...................... V-20

5.9. Hasil Rekapitulasi Tabel FMEA .................................................... V-21

5.10. Pengembangan Rencana Pengendalian Kualitas Produk Baut Cacat

Ulir ................................................................................................. V-24

5.11. Pengembangan Rencana Pengendalian Kualitas Produk Baut Cacat

Segi Kepala Baut .............................................................................. V-25

6.1. Nilai DPMO dan Nilai σ Proses ..................................................... VI-4

6.2. Pengurutan Jenis Kecacatan Produk Baut ....................................... VI-5

6.3. Urutan Penyebab Kegagalan Proses Berdasarkan Nilai RPN ......... VI-8

x
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Sedar Anugerah Mandiri.................. II-6

3.1. Konsep Six Sigma Motorola dengan Distribusi Normal

Bergeser 1,5-Sigma ................................................................ III-6

3.2. Bentuk Diagram SIPOC ......................................................... III-10

3.3. Analisa Capability Process .................................................... III-16

3.4. Diagram Pareto ....................................................................... III-21

3.5. Cause and Effect Diagram ..................................................... III-23

4.1. Kerangka Berpikir Penelitian ................................................. IV-3

4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ......................................... IV-4

4.3. Blok Pengolahan Data ............................................................ IV-7

5.1. Diagram SIPOC Proses Produksi Baut ................................... V-4

5.2. Peta Kendali p ......................................................................... V-7

5.3. Diagram Pareto Jenis Kecacatan Produk Baut ....................... V-10

5.4. Cause & Effect Diagram Penyebab Cacat Ulir ...................... V-12

5.5. Cause & Effect Diagram Penyebab Cacat Segi Kepala Baut . V-14

6.1. Peta Kendali p ......................................................................... VI-3

6.1. Diagram Pareto ....................................................................... VI-6

xi
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

L-1 Tabel FMEA

L-2 Surat Permohonan Tugas Sarjana

L-3 Formulir Penetapan Tugas Sarjana

L-4 Surat Penjajakan Perusahaan

L-5 Surat Balasan Perusahaan

L-6 Surat Keputusan Tugas Sarjana

L-7 Form Asistensi Dosen Pembimbing


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi, kondisi persaingan

yang ada di dunia usaha saat ini pun semakin ketat, sehingga membuat setiap

perusahaan harus dapat bersaing secara global baik di pasaran nasional maupun

pasar internasional. Strategi yang dapat menjamin kualitas adalah strategi yang

mampu menjaga kestabilan proses, sehingga proses dapat dikendalikan dengan

tujuan untuk dapat meminimisasi produk cacat karena perusahaan dituntut untuk

dapat menghasilkan kualitas produk yang konsisten agar dapat memenuhi

kebutuhan pelanggan.

Menurut A.V. Feigenbaum1 kata kualitas yang berorientasi pada kepuasan

konsumen tidak harus mempunyai arti “yang terbaik” dalam dunia industri,

melainkan kualitas berarti lebih baik dalam memuaskan kebutuhan konsumen.

Sedangkan dalam orientasi pada proses produksi kualitas adalah kesesuaian

spesifikasi dari desain produk yang telah ditetapkan produsen. Sedangkan

pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan

aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkanya dengan

spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai

apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dengan yang standar. Ini

1
A.V. Feigenbaum, Total Quality Control, 3rd, berilus edn (MCGraw-Hill Book Company, 1961).

I-1
I-2

berarti bahwa proses produksi harus stabil dan mampu beroperasi sedemikian

hingga sebenarnya semua produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi.

PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang bergerak didalam bidang

manufaktur dengan memproduksi spare part material logam baut, mur, dan rubber

seal, dengan merek dagang MJT. Sistem produksi perusahaan bersifat make to

order, yaitu produksi hanya berdasarkan pesanan pelanggan. Hasil produksi

dipasarkan di daerah Sumatera.

Dalam proses produksinya, PT XYZ selalu berusaha untuk memberikan

yang terbaik bagi pelanggannya baik dari segi mutu maupun harga. PT XYZ juga

dihadapkan pada tantangan yang cukup berat dimana konsumen semakin meningkat

tuntutan meraka akan mutu kualitas dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan,

sementara kecendrungan tersebut juga diperkuat oleh tekanan persaingan dari

perusahaan sejenis.

Namun pada kenyataannya, masih terdapat masalah-masalah yang

ditemukan di bagian produksi dalam mencapai tingkat kualitas tersebut. Hal ini

terlihat dari adanya produk - produk dengan spesifikasi diluar standar kualitas yang

di tetapkan oleh PT XYZ terutama pada produk baut dengan kategori defect yaitu

cacat ulir, cacat diameter, dan cacat segi kepala baut yang mencapai 13,72%.

Menurut buku Sukaria Sinulingga2 setiap penelitian selalu dipicu oleh

adanya masalah yang ingin atau perlu dicari pemecahannya. Jika suatu organisasi

mengharapkan bahwa tahun ini kinerja pemasaran yang akan dicapai pada tingkat

pangsa pasar (market share) sebesar 20% tetapi dalam kenyataan capaian hanya

2
Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian. Edisi Ketiga (Medan: USU Press, 2015).
I-3

sebesar 15% maka dikatakan manajemen pemasaran sedang menghadapi masalah

karena gagal mencapai kinerja yang ditargetkan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, baut

termasuk dalam industri logam dimana pada tahun 2019 permintaan logam

mengalami kenaikan sebesar 6.45% dari presentasi tahun sebelumnya yaitu sebesar

21.64%, sehingga jumlah presentasi pada periode 2019 mencapai 26.55%. Posisi

ini berada setelah jumlah presentasi bahan galian bukan logam, minuman dan

makanan, serta presentasi kertas. Karena tingginya permintaan dalam bidang

industri logam tersebut menjadikan pemilihan produk baut sebagai pilihan yang

tepat untuk dilakukan penelitian.

Pada penelitian Lenka Girmanová3 aplikasi Six sigma DMAIC digunakan

untuk meningkatkat kualitas pada produk metalurgi. Berdasarkan hasil analisis

didapatkan tingkat kecacatan sebesar 20%, dengan penyebab kecacatan antara lain

kondisi input yang tidak baik pada conveyor yang menyebabkan kerusakan mekanis

pada koil. Kedua, kerusakan bahan utama berupa retakan, tajam, cacat permukaan

yang mengakibatkan cacat anil, kemurnian, korosi, dan grafit. Ketiga adalah faktor

manusia yang tidak berhati-hati saat melakukan penyimpanan produk sehingga

mengakibatkan gulungan menempel (lengket). Oleh sebab itu dilakukan upaya

perbaikan dengan memberi usulan penyederhanaan sistem penginputan koil pada

conveyor, penyeleksian bahan utama sebelum diproses, dan penyimpanan lembar

metalurgi dilakukan satu per satu setelah suhu normal sehingga produk tidak saling

3
Lenka Girmanová and others, ‘Application of Six Sigma Using DMAIC Methodology in the
Process of Product Quality Control in Metallurgical Operation’, Acta Technologica Agriculturae,
20.4 (2017), 104–9 <https://doi.org/10.1515/ata-2017-0020>.
I-4

menempel. Setelah dilakukan pengendalian kualitas dengan metode DMAIC

didapatkan jumlah cacat dari 81.038 (2,9 Sigma) menjadi 39.626 DPMO (3.3

Sigma), tingkat sigma telah meningkat sekitar 0.4 Sigma.Metode Six sigma (Dino
4
Caesaron, dkk) sering digunakan oleh perusahaan untuk pengendalian kualitas

produk dengan meminimasi jumlah cacat atau defect. Metode Six sigma akan fokus

pada cacat dan variasi, dimulai dengan tahap mengidentifikasikan unsur-unsur

kritis terhadap kualitas (critical to quality) dari suatu proses hingga menentukan

usulan-usulan perbaikan dari cacat atau defect yang terjadi.

Pada penelitian Ploytip Jirasukprasert5 menunjukkan pengurangan cacat

pada sarung tangan karet dengan menerapkan metode DMAIC Six sigma. Setelah

analisis dilakukan maka didapatkan hasil penyebab utama kecacatan produk sarung

tangan karet yaitu suhu oven dan kecepatan conveyor. Faktor kecacatan tersebut

memiliki dampak yang signifikan pada produksi sarung tangan yang mengalami

bocor. Dengan demikian, dilakukan pengendalian kualitas menggunakan

pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyse, Improve, dan Control) dan

pengoptimalan suhu oven pada tinggat 230ºC serta kecepatan conveyor 650 RPM.

Hasil menunjukkan pengurangan kecacatan sekitar 50% pada cacat sarung tangan

"bocor" dari jumlah cacat 195.095 menjadi 83.750, dengan demikian peningkatkan

tingkat sigma dari 2,4 menjadi 2,9.

4
Dino Caesaron and Tandianto Tandianto, ‘Penerapan Metode Six Sigma Dengan Pendekatan
Dmaic Pada Proses Handling Painted Body Bmw X3 (Studi Kasus: Pt. Tjahja Sakti Motor)’, Jurnal
PASTI, 9.3 (2015), 248–56.
5
Ploytip Jirasukprasert and others, ‘A Six Sigma and Dmaic Application for the Reduction of
Defects in a Rubber Gloves Manufacturing Process’, International Journal of Lean Six Sigma, 5.1
(2015), 2–22 <https://doi.org/10.1108/IJLSS-03-2013-0020>.
I-5

Pada penelitian Andrian Pugna6 dilakukan analisis kecacatan pada proses

perakitan di sebuah perusahaan otomotif menggunakan metode Sx Sigma, analisis

dilakukan pada 10.000 produk dan mendapat jumlah kecacatan sebanyak 801

produk. Diantaranya penyebab kecacatan tertinggi diakibatkan oleh incorrect rivet

height. Setelah dilakukan penanganan menggunakan metode Six sigma maka

didapatkan hasil Cpk meningkat dari 0,96 menjadi 1,72, jangka pendek tingkat

Sigma meningkat dari 2,9 menjadi 5,2, tingkat jangka panjang Sigma meningkat

dari 1,4 menjadi 3,7 sehingga tingkat kecacatan dapat kurangi sebesar ≈ 40%.

Diputuskan untuk melanjutkan proses perbaikan dengan mengatasi ketidaksesuaian

berikutnya dari grafik Pareto dan juga untuk mencoba proses riveting otomation,,

untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia.

Menurut Aulia Ishak,7 teknik Six sigma DMAIC sering digunakan di

perusahaan skala kecil dan besar, manufaktur layanan dan manufaktur seperti

manufaktur logam, pemrosesan suku cadang otomotif, manufaktur semikonduktor,

manufaktur sarung tangan dan operasi milling. Metode ini biasa digunakan dalam

proyek yang memiliki disiplin tinggi untuk mengurangi kecelakaan kerja.

Berdasarkan beberapa penelitian diatas, dapat dilihat bahwa metode

DMAIC Six sigma merupakan metode yang paling efektif untuk digunakan dalam

mengatasi masalah kecacatan produk. Metode Six sigma dikembangkan dan

diterima secara luas oleh dunia industri karena metode ini mampu melakukan

6
Adrian Pugna, Romeo Negrea, and Serban Miclea, ‘Using Six Sigma Methodology to Improve the
Assembly Process in an Automotive Company’, Procedia - Social and Behavioral Sciences,
221.June (2016), 308–16 <https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.05.120>.
7
Aulia Ishak and others, ‘Quality Control with Six Sigma DMAIC and Grey Failure Mode Effect
Anaysis (FMEA): A Review’, IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 505.1
(2019) <https://doi.org/10.1088/1757-899X/505/1/012057>.
I-6

peningkatan kualitas secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol (zero defect) 8.

Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengukur, menganalisis dan melakukan

perbaikan kualitas di PT XYZ agar dapat mengurangi tingkat cacat (defect), dengan

menggunakan metode Six Sigma (Define, Measure, Analyze, Improve, Control )

dan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan, dapat dilihat inti

permasalahan pada PT XYZ yaitu masih terdapat produk cacat (defect) sebesar

13,72% dimana permasalahan ini mengakibatkan kerugian besar pada perusahaan

terutama pada biaya produksi sehingga untuk menangani hal tersebut perlu

dilakukan tindakan perbaikan segera .

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendapatkan nilai Defect Per Million Opportunity (DPMO) dan sigma (σ)

level.

2. Mendapatkan resiko kegagalan proses produksi terbesar dalam nilai Risk

Priority Number (RPN)

3. Memberi usulan perbaikan untuk mengurangi jumlah produk cacat.

8
Vincent. Gaspersz, Total Quality Management (PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta., 2002).
I-7

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan tercapai dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Manfaat bagi mahasiswa

Mempertajam kemampuan analisis dan berfikir yang lebih sistematis,

memberikan dan menambah pemahaman tentang cara melakukan suatu

penelitian dalam menghasilkan karya ilmiah yang bermanfaat.

2. Manfaat bagi perusahaan

Sebagai masukan bagi perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen

belum teratasi dan memperoleh masukan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas produk dalam perusahaan.

3. Bagi Departemen Teknik Industri USU

Dapat dijadikan referensi tentang penelitian selanjutnya mengenai

pengendalian kualitas dan mempererat hubungan antara departemen

Teknik Industri dengan perusahaan.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi Penelitian

Batasan dalam penelitian adalah:

1. Penelitian dilakukan untuk produk baut.

2. Pengolahan data menggunakan tools yang terdapat pada metode DMAIC

dan FMEA.

3. Pada penelitian tidak dibahas aspek biaya.

4. Hasil dari penelitian hanya sebatas usulan perbaikan kualitas.


I-8

Asumsi dalam penelitian ini adalah :

1. Proses produksi berjalan dengan baik tanpa ada kegiatan yang menghambat

penelitiaan pada perusahaan.

2. Operator bekerja normal.

3. Fasilitas perusahaan dalam keadaan baik, tidak mengalami kerusakan dan

gangguan.

1.6. Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan laporan dari tugas sarjana akan disajikan dalam Bab

I hingga Bab VII.

Bab I Pendahuluan

Diuraikan latar belakang permasalahan yang mendasari dilakukannya penelitian,

perumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang

digunakan dalam penelitian serta sistematika penulisan laporan penelitian.

Bab II Gambaran Umum Perusahaan

Diuraikan sejarah singkat dari PT. Sedar Anugerah Mandiri, lokasi perusahaan,

daerah pemasaran, proses produksi, dan organisasi manajemen perusahaan

Bab III Landasan Teori

Pembahas tinjauan kepustakaan yang berisi teori-teori pendukung yang digunakan

dalam menganalisis permasalahan yang dijadikan penelitian. Teori-teori yang

digunakan meliputi teori buku, jurnal penelitian dan draft tugas sarjana mahasiswa

yang pernah mengangkat permasalahan yang sama.

Bab IV Metodologi Penelitian


I-9

Diuraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian seperti penentuan

lokasi penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, variabel penelitian, kerangka

konseptual penelitian, prosedur penelitian, pengumpulan data, metode pengolahan

data, analisis pemecahan masalah, serta kesimpulan dan saran.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data

Diuraikan data-data yang dikumpulkan peneliti yang berhubungan dengan

pemecahan permasalahan penelitian, baik data primer maupun data sekunder, serta

bagaimana data-data tersebut diolah untuk memperoleh hasil yang menjadi dasar

pemecahan permasalahan tersebut.

Bab VI Analisis Pemecahan Masalah

Diuraikan analisis terhadap hasil dari pengolahan data dan hasil pemecahan

masalah dalam penelitian.

Bab VII Kesimpulan dan Saran

Diuraikan kesimpulan yang diperoleh dari pemecahan masalah, serta saran-saran

yang bermanfaat bagi perusahaan dan pengembangan penelitian selanjutnya.


BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT XYZ merupakan perusahaan yang bergerak didalam bidang manufaktur

dengan memproduksi spare part material logam baut, mur, dan rubber seal. dengan

merek dagang MJT. PT XYZ didirikan pada tanggal 09 Februari 2018. Perusahaan

ini merupakan pengembangan usaha dari CV XYZ yang berdiri sejak tahun 1999.

Perusahaan berubah badan hukum dari CV ke PT pada tanggal 09 Februari 2018.

PT XYZ memiliki anak perusahaan yaitu CV XYZ yang menangani manajemen

produksi.

Kegiatan kantor pusat dan kegiatan pabrik dalam perusahaan menggunakan

sistem manajemen mutu, sistem K3, dan sistem manajemen lingkungan dengan

mengikuti persyaratan dari ISO 9001:2015 versi terbaru. Sistem ISO ini

berbicara bagaimana sistem proses bisnis perusahaan terus meningkatkan

pelayanan demi mencapai kepuasan pelanggan. Dengan demikian,

perusahaan dapat mengukur kinarja perusahaan dan mudah dalam

melakukan perbaikan yang berkesinambungan sehingga perusahaan akan

terus berkembang ditengah persaingan yang semakin ketat.

Produk baut terbuat dari bahan utama stainless steel berupa batangan

logam berukuran 4 meter dan 6 meter dengan diameter logam bervariasi, batangan

logam tersebut akan diproses di mesin cutting untuk dilakukan pemotongan sesuai

dengan ukuran yang diminta oleh pelanggan. Setelah bahan dipotong, bahan akan

II-1
II-2

dibubut dengan mesin pembubutan untuk membuat diameter dan ulir. Pada tahap

pembubutan sering sekali terjadi kesalahan yang mengakibatkan produk menjadi

cacat dikarenakan kesalahan setting mesin atau kondisi mesin tidak dalam keadaan

stabil sehingga ukuran diameter tidak sesuai dan pembuatan ulir miring atau ulir

tidak bersih. Baut yang diberi ulir kemudian dibentuk kepala baut bentuk hexagonal

atau segi enam dengan menggunakan mesin milling, pada tahap ini juga ada

kemungkinan terjadi kesalahan yang mengakibatkan produk menjadi cacat yaitu

ukuran segi kepala baut berbeda antara sisi satu dengan sisi yang lain atau terjadinya

keretakkan kepala baut akibat kondisi bahan utama yang buruk. Hal-hal yang

mengakibatkan produk cacat selain faktor mesin adalah faktor manusia dimana

operator yang bekerja tidak teliti dan ceroboh pada saat proses produksi

berlangsung, kondisi bahan juga harus diperhatikan karena sangat mempengaruhi

kualitas produk akhir. Apabila bahan setengah jadi mengalami kecacatan pada

tahapan proses produksi maka bahan setengah jadi tersebut tidak bisa diproses ke

tahap berikutnya dan apabila bahan setengah jadi dalam keadaan layak maka

dilanjutkan pada tahap finishing. Pada tahap akhir akan dilakukan penghalusan

secara manual dan pembakaran dengan api untuk menambah kekerasan produk.

Saat ini PT XYZ menjadi pemasok produk ke perusahaan swasta maupun

BUMN. Perusahaan terus berusaha memberikan kualitas terbaik pada produknya

demi kepuasan konsumen dan kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan,

salah satu usaha yang dilakukan yaitu perusahaan sedang mengembangkan

produksi spare part berupa macam-macam gear.


II-3

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dalam produksi spare part

material logam. Spare part yang diproduksi beragam seperti mur dan baut dengan

spesifikasi khusus yaitu shaft sleeve dan shaft. Perusahaan juga bergerak dalam

bidang jasa perbaikan mesin pompa dan motor. Pemasok utama PT XYZ

merupakan perusahaan BUMN PT. PLN (Persero).

2.3. Lokasi Perusahaan

PT XYZ berlokasi di Jl. Sekata No.1C Lingkungan XII Kelurahan Karang

Berombak, Kecamatan Medan Barat, Provinsi Sumatera Utara.

2.4. Daerah Pemasaran

Daerah pemasaran produk PT XYZ yaitu daerah Sumatera Utara

diantaranya perusahaan swasta dan perusahaan BUMN.

2.5. Organisasi dan Manajemen

Pada bagian ini akan dibahas mengenai struktur organisasi, pembagian

tugas dan tanggung jawab serta manajemen PT XYZ.

2.5.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi–fungsi dan

hubungan–hubungan yang menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu

tujuan. Secara fisik struktur organisasi dapat dinyatakan dalam bentuk gambaran
II-4

grafik yang memperlihatkan hubungan unit–unit organisasi dan garis wewenang

yang ada.

Struktur organisasi kita dapat menunjukkan gambaran tentang beberapa hal

yaitu :

1. Struktur organisasi dapat memperlihatkan karakteristik utama dari perusahaan

yang bersangkutan

2. Struktur organisasi dapat memperlihatkan gambaran pekerjaan dan hubungan

yang ada dalam perusahaan.

3. Struktur organisasi dapat digunakan untuk merumuskan rencana kerja yang

ideal sebagai pedoman untuk dapat mengetahui siapa bawahan dan siapa

atasan.

Struktur organisasi suatu perusahaan tentu akan berbeda dengan struktur

organisasi perusahaan lainnya, hal ini tergantung pada besar kecilnya perusahaan.

PT. Sedar Anugerah Mandi membutuhkan suatu struktur organisasi yang tepat agar

dapat secara efektif dan efisien mengatur dan menjelaskan tugas – tugas anggota

organisasinya. Bentuk struktur organisasi yang dilaksanakan PT XYZ adalah

berbentuk lini fungsional. Struktur organisasi dari perusahaan ini dapat dilihat pada

Gambar 2.1.
II-5

Direktur Utama

Direktur

Umum & K3 Engineer Administrasi

Staff & K3 Teknisi Staff Administrasi

Staff & K3 Teknisi Teknisi

Staff & K3 Teknisi Teknisi

Teknisi Teknisi

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT XYZ

Keterangan :

: Garis

: Fungsional

2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Organisasi yang baik adalah organisasi yang jelas dan teratur sehingga

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya setiap pemangku jabatan

memiliki ganbaran dan batasan tugas dan tanggung jawab. Adapun uraian tugas

dan tanggung jawab di PT XYZ adalah sebagai berikut:

1. Direktur Utama

Bertugas untuk memutuskan dan menentukan peraturan dan kebijakan tertinggi

perusahaan, bertanggung jawab dalam memimpin dan menjalankan perusahaan,


II-6

ertanggung jawab atas kerugian yang dihadapi perusahaan termasuk juga

keuntungan perusahaan, erencanakan serta mengembangkan sumber-sumber

pendapatan dan pembelanjaan kekayaan perusahaan, bertindak sebagai

perwakilan perusahaan dalam hubungannya dengan dunia luar perusahaan.

2. Direktur

Bertugas untuk memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-

kebijakan perusahaan atau institusi, memilih, menetapkan, mengawasi tugas

dari karyawan dan kepala bagian (manajer) atau wakil direktur, menyetujui

anggaran tahunan perusahaan atau institusi.

3. Umum dan K3

Bertugas untuk melakukan identifikasi, evaluasi, pengendalian resiko, dalam

pelaksanaan K3. Mampu melaksanakan K3 di tempat kerja, yang mampu

menjelaskan teknik pencegahan dan penangulangan kecelakaan kerja, dapat

mengelola dan menjalankan organisasi P2K3.

4. Enginer

Bertugas untuk mengelola proyek, termasuk masalah anggaran, jadwal.,

melakukan review terhadap kebijakan atau rincian detail proyek. melakukan

review atas rencana pembangunan sesuai dengan standar teknik yang baik.

5. Teknisi

Bertugas untuk membuat rencana: jadwal pemeliharaan, rencana biaya dan

jumlah material yang diperlukan untuk pemeliharaan mesin dan

kelengkapannya.elaksanakan pemeliharaan dibidangnya, mengatasi gangguan

pada peralatan kontrol dan kelengkapannya.


II-7

6. Administrasi

Tanggung jawab admin sangat luas namun intinya memastikan segala kegiatan

yang bersifat administratif / ketatausahaan kantor atau perusahaan berjalan

dengan baik dan lancar.

2.6. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

2.6.1. Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja di PT XYZ adalah 15 orang. Rincian jumlah tenaga

kerja yang ada pada PT XYZ dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jumlah Tenaga Kerja


No Jabatan Jumlah
1 Direktur Utama 1 orang
2 Direktur 1 orang
3 Umum & K3 1 orang
4 Staff Umum & K3 3 orang
5 Enginer 1 orang
6 Teknisi 6 orang
7 Administrasi 1 orang
8 Staff Administrasi 1 orang
Total 15 orang
Sumber: PT XYZ

2.6.2. Jam Kerja

Jam kerja di PT XYZ perhari adalah 8 jam kerja. Jam kerja lembur terhitung

apabila seorang pekerja bekerja lebih dari 8 jam. Waktu jam kerja pada PT XYZ

dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Jam Kerja Karyawan


Hari Shift Keterangan
08.00-12.00 Bekerja
Senin-Kamis 12.00-13.30 Istirahat
13.30-16.30 Bekerja
II-8

Tabel 2.3. Jam Kerja Karyawan (Lanjutan)


Hari Shift Keterangan
08.00-12.00 Bekerja
Jumat 12.00-14.00 Istirahat
14.00-16.30 Bekerja
08.00-12.00 Bekerja
Sabtu 12.00-13.00 Istirahat
13.00-14.30 Bekerja
Sumber: PT XYZ

2.7. Sistem Pengupahan dan Kesejahteraan Karyawan

Meningkatkan produktivitas kerja karyawan, perusahaan harus

memperhatikan tingkat kesejahteraan karyawan. Salah satu indikator kesejahteraan

karyawan adalah menyediakan biaya untuk kebutuhan hidup karyawan dalam

bentuk upah yang layak sesuai kemampuan perusahaan dan sesuai ketentuan Upah

Minimum Sektoral Regional (UMSR) yang ditetapkan pemerintah.

Sistem pengupahan pada PT XYZ dibedakan atas dua jenis, yaitu :

1. Upah Bulanan

Upah bulanan untuk tenaga kerja tetap, yaitu bagian kantor, manager dan

satpam. Upah ini dibayar setiap hari kerja pada akhir bulan.

2. Upah Harian

Upah harian untuk tenaga kerja bagian produksi. Namun pembayaran

dilakukan setiap akhir minggu hari kerja dengan perhitungan akumulasi harian

pekerja.

Fasilitas lain yang diberikan oleh perusahaan adalah :

a. Upah lembur

Upah yang diberikan apabila pekerja bekerja melebihi jam kerja.


II-9

b. Tunjangan Hari Raya

Bonus yang diberikan kepada karyawan pada hari raya dan tahun baru. THR

ini diberikan kepada karyawan yang sudah bekerja lebih dari 1 tahun sebesar 1

bulan gaji.

c. Cuti

Perusahaan memberikan cuti kepada karyawan yang memiliki keperluan

penting diluar kepentingan perusahaan. Namun perusahaan tidak menetapkan

jatah cuti setiap karyawan dikarenakan cuti yang diambil sesuai ijin

manajemen perusahaan.

d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Jaminan social tenaga kerja yang diberikan adalah bentuk asuransi yang dibuat

oleh pemerintah untuk melindungi tenaga kerja berupa BPJS kesehatan dan

BPJS ketenagakerjaan.

2.8. Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dari untuk

mengubah atau memberikan nilai tambah pada suatu barang atau jasa dengan

berbagai perlakuan seperti penggunaan sumber daya (bahan baku, mesin-mesin,

peralatan, energi, dan lain-lain).


II-10

2.8.1. Standar Mutu Bahan/Produk

Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan produk baut adalah

stainless. Bahan penolong yaitu coolant dan oil untuk mendinginkan selama proses

produksi. Untuk dimensi produk disesuaikan dengan permintaan konsumen.

2.8.2. Bahan yang digunakan

Jenis produk yang dihasilkan oleh PT XYZ salah satunya adalah baut. Untuk

menghasilkan produk ini dibutuhkan bahan baku, bahan tambahan, dan bahan

penolong.

2.8.2.1.Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama dalam pembuatan produk baut yang sudah

distandarisasi dan memiliki persentase relatif besar dalam produk dibandingkan

dengan bahan lain. Bahan baku yang digunakan dapat dilihat pada table 2.4.

Tabel 2.4. Bahan Baku


Nama Bahan Gambar Fungsi

Sebagai bahan utama


Stainless untuk pembuatan produk
baut

Sumber: PT XYZ
II-11

2.8.2.2.Bahan Tambahan

Bahan Tambahan adalah bahan yang memiliki persentase kecil dalam

pembuaatan produk dibandingkan dengan bahan utama. Namun pada pembuatan

baut tidak membutuhkan bahan tambahan apapun.

2.8.2.3.Bahan Penolong

Bahan penolong merupakan bahan yang membantu dalam proses produksi

agar diperoleh hasil yang lebih baik. Bahan penolong yang digunakan adalah

coolant dan oli sebagai pendingin pada saat proses produksi. Bahan penolong yang

digunakan dapat dilihat pada table 2.5.

Tabel 2.5. Bahan Penolong


Nama
No. Gambar Jumlah
Bahan

Untuk mendinginkan
1. Coolant materal selama
proses pembubutan

Untuk menjaga
2. Oli
kestabilan

Sumber: PT XYZ

2.8.3. Uraian Proses Produksi

Tahapan yang dilakukan untuk memproduksi baut adalah :

1. Proses Cutting

Pada proses ini, bahan baku dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan

dikarenakan bahan baku dibeli berupa logam batangan. Batangan logam


II-12

sebelum dipotong memiliki ukuran antara 4 meter dan 6 meter dengan diameter

logam bervariasi, kemudian bahan baku tersebut dipotong sesuai dengan

ukuran yang dibutuhkan.

2. Proses Pembubutan

Pada proses ini, logam batangan dibubut untuk membuat diameter logam sesuai

dengan ukuran standar perusahaan. Batang logam yang telah dibubut kemudian

dibuat ulir luar.

3. Proses Milling

Pada proses ini, logam batangan yang telah dibubut dan diberi ulir kemudian

dibentuk kepala baut dengan bentuk hexagonal atau segi enam. Proses

pembentukkan kepala baut harus memiliki ukuran yang simetris setiap segi

yang dibentuk.

4. Proses Finishing

Setelah proses selesai, produk dihaluskan kemudian dilakukan oksidasi dengan

membakar produk menggunakan api sampai suhu tertentu dengan lama waktu

sesuai standar perusahaan. Proses ini berfungsi untuk menambah kekerasan

produk.

2.9. Mesin dan Peralatan Produksi

2.9.1. Mesin Produksi

Mesin dan peralatan yang digunakan untuk keperluan produksi PT XYZ

dapat dilihat pada table 2.6.


II-13

Tabel 2.6. Mesin


Nama
No. Gambar Jumlah
Bahan

Mesin
1. 1 unit
Cutting

Mesin
2. 1 unit
Bubut

Mesin
3. 1 unit
Milling

Sumber: PT XYZ

2.9.2. Peralatan (Equipment)

Adapun peralatan yang digunakan oleh perusahaan dalam proses produksi

baut antara lain dapat dilihatpada tabel 2.7.

Tabel 2.7. Peralatan


Nama Bahan Gambar Fungsi

Untuk menghaluskan
permukaan logam
Kertas Pasir
dan sudut hexagonal.

Sumber: PT XYZ
II-14

2.10. Utilitas

Untuk membantu kelancaran proses produksi dan kerja perusahaan,

digunakan fasilitas pendukung antara lain:

1. Air

Digunakan untuk proses produksi sebagai bahan penolong dalam proses

pendinginan produk dan juga untuk kegunaan sehari-hari para pekerja

perusahaan.

2. Listrik

Sumber energy yang digunakan untuk menggerakkan mesin dan peralatan yang

digunakan oleh perusahaan. Sumber tenaga listrik yang diperoleh dari PLN dan

Genset.

3. Telekomunikasi

Digunakan untuk mendukung kegiatan perusahaan dalam proses produksi

maupun proses diluar produksi.


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kualitas1

Kualitas adalah ukuran seberapa mampu suatu barang atau jasa memenuhi

kebutuhan konsumen sesuai dengan standar tertentu. Kualitas dapat didefenisikan

sebagai keseluruhan segi, keistimewaan dan karakteristik sebuah produk atau jasa

layanan yang memberikan kepuasan terhadap kebutuhan pelanggan. Kebutuhan ini

meliputi harga, keamanan, kemampuan, ketahanan, keandalan, kemudahan

penggunaan dan lain sebagainya. Kualitas didasari dengan penglihatan kasat mata

para pelanggan. Sementara kebutuhan yang lain didefinisikan dengan

menerjemahkan karakteristik itu oleh perusahaan penghasil produk ke dalam

spesifikasi-spesifikasi yang ditetapkan. Kualitas juga merupakan kesesuaian

spesifikasi, dan tingkat kesesuaian merupakan pengukur kualitas. Jika spesifikasi

tidak memuaskan kebutuhan pelanggan, spesifikasi-spesifikasi tersebut harus

dirubah.

3.2. Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas merupakan kombinasi seluruh alat dan teknik yang

digunakan untuk mengontrol kualitas suatu produk dengan biaya yang seekonomis

mungkin dan memenuhi syarat pelanggan yang memesan. Tujuan utama dari

1
Dale H. Besterfield, Quality Control, New Jersey, 1998.

III-1
III-2

pengendalian kualitas adalah meningkatkan dan menjaga kepuasan dari pelanggan.

Keuntungan dari pengendalian kualitas adalah :

1. Meningkatkan kualitas dan desain yang digunakan pada produk

2. Meningkatkan aliran proses produksi

3. Meningkatkan moral tenaga kerja dan kesadaran mereka mengenai kualitas

4. Memperluas pangsa pasar

Pengendalian kualitas dilakukan mulai dari proses input (informasi/bahan

baku) dari pihak marketing dan purchasing hingga bahan baku tersebut masuk ke

pabrik dan bahan baku itu diolah (fase transformasi) yang akhirnya dikirim ke

pelanggan.

3.3. Six Sigma2

Six sigma merupakan suatu proses disiplin ilmu yang membantu kita

mengembangkan dan menghantarkan produk mendekati sempurna. Six sigma

bukan semata-mata merupakan inisiatif kualitas. Six sigma merupakan inisiatif

bisnis untuk mendapatkan dan menghilangkan penyebab kesalahan atau cacat pada

output proses bisnis yang penting di mata pelanggan.

Defenisi lain dari Six sigma adalah tujuan yang hampir sempurna dalam

memenuhi persyaratan pelanggan. Pada dasarnya, defenisi itu juga akurat karena

istilah” Six sigma” sendiri merujuk kepada target kinerja operasi yang diukur secara

statistik dengan hanya 3,4 cacat (defect) untuk setiap juta aktivitas atau peluang.

Hanya segelintir perusahaan atau yang dapat mengklaim telah meraih tujuan

2
S Peter. Pande, The Six Sigma Way (Andi, Yogyakarta, 2002).
III-3

tersebut. Manfaat Six sigma mencakup :

1. Pengurangan biaya

2. Peningkatan produktivitas

3. Pertumbuhan pangsa pasar

4. Retensi pelanggan

5. Pengurangan waktu siklus

6. Pengurangan defect (cacat)

7. Pengembangan produk/jasa

3.3.1. Pendekatan Six Sigma3

Sigma merupakan unit pengukuran statistikal yang mendeskripsikan

distribusi tentang nilai rata-rata (mean) dari setiap proses atau prosedur. Suatu

proses atau prosedur dapat mencapai lebih atau kurang dari kapabilitas Six Sigma

dapat diharapkan memiliki tingkat cacat yang tidak lebih dari beberapa ppm (part

per million).

Nilai sigma mengukur Defects Per Million Opportunities (DPMO). Six

Sigma (6σ) sama dengan 3,4 defect (cacat) per sejuta kesempatan. Alat ukur sigma

mengizinkan untuk membandingkan proses yang berbeda dari segi jumlah defect

yang dihasilkan pada proses dalam satu juta kesempatan. Tingkat kualitas sigma

memberikan indikator seberapa sering abnormalitas terjadi. Artinya semakin tinggi

kualitas sigma mengindikasikan proses semakin sedikit menghasilkan produk

cacat.

3
Vincent. Gaspersz, Total Quality Control (Jakarta: Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008).
III-4

Six Sigma adalah upaya terus menerus (continuous improvement efforts)

untuk menurunkan variasi dari proses, agar meningkatkan kapabilitas proses dalam

menghasilkan produk (barang dan/jasa) yang bebas kesalahan (zero defects-target

minimum 3,4 Defects Per Million Opportunities (DPMO) dan untuk memberikan

nilai kepada pelanggan (customer value). Berikut level Sigma dapat dilihat pada

Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Level Sigma

Cacat dalam sejuta


Sigma Cacat dalam persentase
kesempatan (DPMO)

1 69% 691.462
2 31% 308.538
3 6,7% 66.807
4 0,62% 6.210
5 0,023% 233
6 0,00034% 3.4
Sumber : Vincent Gaspersz

3.3.2. Konsep Six Sigma Motorola4

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai

sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa)

diproses pada tingkat kualitas Six sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4

kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966

persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan

4
Vincent. Gaspersz, Total Quality Management (PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta., 2002).
III-5

demikian Six sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang

bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan

pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem

industri akan semakin baik. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-

sigma, 4-sigma lebih baik dari 3-sigma. Six sigma juga dapat dianggap sebagai

strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar

biasa (dramatic) di tingkat bawah. Six sigma juga dapat dipandang sebagai

pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada

kemampuan proses (process capability).

Apabila konsep Six sigma akan ditetapkan dalam bidang manufakturing,

terdapat enam aspek yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Identifikasi karakteristik produk yang memuaskan pelanggan (sesuai

kebutuhan dan ekspetasi pelanggan).

2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (Critical-To-

Quality) individual.

3. Menentukan apakah setiap CTQ tersebut dapat dikendalikan melalui

pengendalian material, mesin proses kerja dan lain-lain. Menentukan batas

maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggn

(menentukan nilai UCL dan LCL dari setiap CTQ).

4. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai

maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ ).

5. Mengubah desain produk dan/atau proses sedemikian rupa agar mampu

mencapai nilai target Six sigma, yang berarti memiliki indeks kemampuan
III-6

proses, Cpm minimum sama dengan dua (Cpm ≥2).

Pendekatan pengendalian proses 6-sigma Motorola (Motorola’s Six sigma

process control) mengizinkan adanya pergesaran nilai rata-rata (mean) setiap CTQ

individual dari proses industri terhadap nilai spesifikasi target (T) sebesar ± 1,5-

sigma, sehingga akan menghasilkan 3,4 DPMO (defects per million opportunities).

Dengan demikian berdasarkan konsep Six sigma Motorola, berlaku toleransi

penyimpangan (mean - target) = (μ - T) = ± 1,5σ, atau μ = T ± 1,5σ

Proses Six sigma dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai rata- rata

(mean) proses bergeser 1,5σ dari nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan

oleh pelanggan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal Bergeser

1,5 –Sigma

Perlu dicatat dan dipahami sejak awal bahwa konsep Six sigma Motorola

dengan pergeseran nilai rata-rata (mean) dari proses yang diizinkan sebesar 1,5σ

(1,5 x deviasi maksimum) adalah berbeda dari konsep Six sigma dalam distribusi

normal yang umum dipahami selama ini yang tidak mengizinkan pergesearan
III-7

dalam nilai rata-rata (mean) dari proses. Perbedaan ini ditunjukkan dalam Tabel

3.2.

Tabel 3.2. Perbedaan True 6-Sigma dengan Motorola’s 6-Sigma

Motorola’s 6-Sigma Process


True 6-Sigma Process
(Normal Distribution Shifted 1,5-
(Normal Distribution Centered)
Sigma)
LSL – USL LSL – USL DPMO LSL – USL LSL – USL DPMO
±1-sigma 68,27% 317.300 ±1-sigma 30,8538% 691.462
±2-sigma 95,45% 45.500 ±2-sigma 69,1462% 308.538
±3-sigma 99,73% 2.700 ±3-sigma 93,3193% 66.807
±4-sigma 99,9937% 63 ±4-sigma 99,3790% 6.210
±5-sigma 99,999943% 0,57 ±5-sigma 99,9767% 233
±6-sigma 99,9999998% 0,002 ±6-sigma 99,99966% 3,4
Sumber : Vincent Gaspersz, 2002

3.4. DMAIC5

DMAIC adalah akronim dari metodologi Six Sigma (Define, Measure,

Analyze, Improve dan Control) yang paling banyak digunakan. Metodologi ini

dikembangkan untuk perbaikan proses, aplikasi perancangan dan perancangan

ulang Lima tahap metodologi DMAIC tersebut yaitu:

1. Define adalah fase pertama dalam siklus DMAIC, dimana ditentukan masalah,

proses, target dan persyaratan pelanggan.

2. Measure adalah fase kedua dalam siklus DMAIC, dimana ukuran-ukuran kunci

diidentifikasi dan data dikumpulkan, disusun, dan disajikan.

5
Peter S. Pande, The Six Sigma Way (Yogyakarta : Penerbit Andi., 2009).
III-8

3. Analyze adalah fase ketiga dalam siklus DMAIC, dimana detail proses diperiksa

dengan cermat. Yang perlu diperhatikan dalam fase ini yaitu:

a. Data diinvestigasi dan diverifikasi untuk membuktikan akar masalah yang

diperkirakan dan memperkuat pernyataan masalah.

b. Analisis proses meliputi meninjau peta proses untuk aktivitas bernilai

tambah/ tidak bernilai tambah.

4. Improve adalah fase keempat dalam siklus DMAIC, dimana solusi-solusi dan

ide-ide secara kreatif dibuat dan diputuskan. Sekali sebuah masalah telah

diidentifikasi, diukur dan dianalisis, maka dapat ditentukan solusi-solusi

potensial untuk memecahkan masalah.

5. Control adalah tahap terakhir dalam metode DMAIC, dimana setelah solusi-

solusi diestimasi, hasil-hasil peningkatan didokumentasikan, prosedur-prosedur

didokumentasikan dan dijadikan sebagai pedoman kerja standar.

3.4.1. Define

Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-

persyaratan pelanggan. Pada tahap define, ada 2 hal yang perlu dilakukan, yaitu:

a. Mendefinisikan proses inti perusahan

Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai

departemen atau fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan,

informasi) kepada para pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma

pertama-tama yang dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan

dari suatu proses inti yang akan dievaluasi.


III-9

b. Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan6

Dalam hal mendefinisikankebutuhan spesifik dari pelanggan yang

terpenting adalah memahami dan membedakan diantara dua kategori persayaratan

kritis, yaitu persyaratan output dan persyartan pelayanan. Setelah semua varibel

yang dipandang penting oleh pelanggan didapatkan dan diberi nilai terukur (varibel

terukur tersebut disebut CTQ).Dengan kata lain, CTQ adalah sebuah karakteristik

dari sebuah produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan (internal

ataupun eksternal)

3.4.1.1.Diagram SIPOC7

Diagram SIPOC adalah peta yang digunakan untuk menentukan batasan

proyek Six Sigma dengan cara mengidentifikasi proses yang sedang dipelajari, input

dan output proses tersebut serta pemasok dan pelanggannya. Dengan informasi yang

cukup mengenai fungsi-fungsi yang terkait dalam perusahaan itu, dapat dipahami dan

diketahui jalannya proses yang ada di dalam perusahaan dari awal sampai akhir

sehingga dapat melakukan perbaikan terhadap masalah yang ada di dalam proses

secara tepat. Bentuk dari diagream SIPOC dapat dilihat pada Gambar 3.2.

6
DC Montgomery, Introduction to Statistical Quality Control 6 Th Edition. (United States: Jhon
Wiley, 2009).
7
James R. Evan, An Introduction to Six Sigma and Process Improvement (Jakarta : Salemba
Empat., 2007).
III-10

Gambar 3.2. Bentuk Diagram SIPOC

Adapun penjelasan dari masing-masing bagian pada diagram SIPOC di atas,

yaitu:

1. Supplier (Pemasok)

Supplier adalah orang, proses, perusahaan yang menyalurkan dan menyediakan

bahan dan segala sesuatu yang dikerjakan di dalam proses. Pihak supplier bisa

berupa supplier eksternal dan supplier internal. Yang dimaksud dengan

supplier eksternal adalah supplier yang berasal dari luar perusahaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan supplier internal adalah supplier yang

berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berasal dari proses sebelumnya.

2. Input (Masukan)

Input adalah barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu proses untuk

menghasilkan output. Input tidak hanya berupa material atau bahan mentah

yang diperlukan untuk proses produksi, akan tetapi juga dapat pula berupa

informasi, yang kemudian input ini akan diolah lebih lanjut di dalam proses.
III-11

3. Process (Proses)

Proses adalah langkah-langkah yang diperlukan baik langkah-langkah yang

memberikan nilai tambah terhadap produk maupun yang tidak untuk membuat

produk mulai dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi.

4. Output (Hasil)

Output adalah produk jadi, baik itu barang ataupun jasa atau informasi yang

dihasilkan oleh proses dimana hasil ini kemudian dikirimkan kepada

konsumen.

5. Customer (Pelanggan)

Pelanggan adalah orang, departemen atau perusahaan yang menerima output,

dan juga bisa bersifat eksternal maupun internal terhadap perusahaan.

Pelanggan eksternal adalah pelanggan yang berasal dari luar perusahaan yang

biasanya membeli produk jadi, sedangkan pelanggan internal adalah pelanggan

yang berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berupa proses atau divisi

yang selanjutnya akan menerima hasil dari proses sebelumnya.

3.4.1.2.Critical to Quality (CTQ)8

Critical to Quality adalah kebutuhan yang sangat penting dari produk yang

diperlukan oleh pelanggan. Identifikasi CTQ membutuhkan pemahaman akan suara

pelanggan (voice of customer), yaitu kebutuhan pelanggan yang diekspresikan

dalam bahasa pelanggan itu sendiri.

8
Gaspersz, Total Quality Control.
III-12

Perusahaan bersangkutan harus dengan jelas mendefenisikan bagaimana

karakteristik CTQ ini dapat diukur dan dilaporkan. CTQ yang merupakan

karakteristik kualitas yang ditetapkan seharusnya berhubungan langsung dengan

kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-

persyaratan output dan pelayan.

3.4.2 Measure9

Tujuan dari tahapan measure adalah untuk mengevaluasi dan memahami

keadaan disaat proses berlangsung. Langkah kedua dalam tahapan operasional pada

program peningkatan kualitas Six Sigma terdapat 3 hal pokok yang dilakukan yaitu:

1. Menentukan karakteristik kualitas kunci

CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan

yang diturunkan secara langsung dari persyaratan - persayaratan output dan

pelayanan. Dalam buku lain menyebutkan bahwa karakteristik kualitas sama

dengan jumlah kesempatan penyebab cacat.

2. Mengembangkan rencana pengumpulan data

Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga

tingkat, yaitu:

a. Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah atau

aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh

pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karaktersitik kualitas

9
Montgomery.
III-13

output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran ini adalah mengidentifikasi

setiap perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses.

b. Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang

dihasilkan suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas yang

diinginkan pelanggan.

c. Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu

produk atau jasa itu memenuhi kebutuhan spessifik dari pelanggan. Jadi

pada tingkat ini adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam menggunakan

produk dan/atau jasa yang diserahkan kepada pelanggan.Pengukuran

baseline kinerja

3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) untuk ditetapkan sebagai

baseline kinerja pada awal proyek Six Sigma.

a. Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus pada

upaya-upaya yang giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol

(zero defects) sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan.

Maka sebelum peningkatan kualitas six sigma dimulai, kita harus

mengetahui tingkat kinerja sekarang atau dalam terminologi Six Sigma

disebut sebagai baseline kinerja. Setelah mengetahui baseline kinerja maka

kemajuan peningkatan-peningkatan yang dicapai dapat diukur sepanjang

masa berlaku Six Sigma:

b. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat proses, biasanya dilakukan

apabila itu terdiri dari beberapa sub proses. Pengukuran kinerja pada tingkat
III-14

proses akan memberikan baganan secara jelas dan konprehensif tentang

segala sesuatu yang terjadi dalam sub proses itu.

3.4.2.1.Pengukuran Nilai Sigma10

Pengukuran dilakukan dengan mengasumsikan semua kemungkinan nilai

termasuk penilaian data kontinu misalnya waktu siklus pelayanan pelanggan. Untuk

menghitung tingkat sigma, maka harus mengkalkulasi DPMO kemudian

mengkonversikan ke tingkat sigma. Perhitungan DPMO dan tingkat sigma dapat

dilakukan sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini:

1. Perhitungan Defect Per Unit (DPU)

Total Defects
DPU=
Total Units

Dimana,

D = jumlah defect atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses produksi

U = jumlah unit yang diperiksa

2. Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO mengindikasikan berapa

banyak cacat akan muncul jika ada satu juta peluang.

DPU x 1.000.000
DPMO =
opportunities for error in a unit

3. Perhitungan tingkat Sigma dapat dihitung dengan menggunakan Microsoft

Excel yaitu dengan menggunakan formula berikut ini:

=NORMSINV(1-DPMO/1.000.000)+1,5

10
S Peter. Pande.
III-15

3.4.2.2.Kapabilitas Proses11

1. Kapabilitas Proses Berdasarkan Data Variabel

Kemampuan proses (process capability) adalah batas-batas antara, dimana

nilai-nilai individual yang dihasilkan oleh suatu proses diharapkan jatuh

diantaranya, bila hanya keragaman acak saja yang muncul (Besterfield, 1998)..

Batas-batas antara itu adalah:

a. Batas Atas Toleransi Alamiah (Upper Natural Tolerance Limits, UNTL),

berjarak +3 σ dari rata-rata proses

b. Batas Bawah Toleransi Alamiah (Lower Natural Tolerance Limits, LNTL),

berjarak - 3 σ dari rata-rata proses.

Ukuran dari process capability disebut capability index, yaitu Cp dan Cpk.

Capability index suatu proses adalah perbandingan variasi proses terhadap

spesifikasi yang telah ditentukan. Perlu diketahui, nilai Cp tidak mengindikasikan

bahwa suatu proses telah benar-benar sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditentukan terhadap proses, tetapi hanya merupakan hasil perhitungan dari proses

statistical control. Nilai yang menentukan bahwa proses telah sesuai atau tidak

terhadap karakteristik proses adalah nilai dari Cpk (performance index), dimana

nilai minimum dari Cpk yang telah dianjurkan adalah 1,00. Berikut merupakan

analisa hubungan dari nilai Cp dan Cpk :

1. Nilai Cp = Cpk ketika proses terpusat (process centered)

2. Nilai Cpk hampir mendekati atau sama dengan nilai Cp

11
Gaspersz, Total Quality Management.
III-16

3. Nilai Cpk = 1, maka disimpulkan bahwa proses menghasilkan produk sesuai

spesifikasi.

4. Dengan nilai Cpk < 1, mengindikasikan produk yang tidak sesuai spesifikasi.

5. Nilai Cp < 1, mengindikasikan proses tidak capable.

6. Nilai Cpk = 0, mengindikasikan rata-rata sama dengan batas spesifikasi.

7. Nilai Cpk < 0, menyatakan rata-rata spesifikasi yang keluar.

Analisa Capability Process dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Analisa Capability Process

Process capability dapat ditentukan dengan menggunakan range.

R
0  ...........................................................................(14)
d2
III-17

USL  LSL
Capability proccess (Cp)  ..........................(15)
6 0

USL  X 
CPU = ………………………………..…….(16)
3 0

X  LSL
CPL= …………………………………......…..(17)
3 0

Cpk  MinCPU atauCPL .......................................(18)

2. Kapabilitas Proses Berdasarkan Data Atribut

Untuk mendapatkan nilai kapabilitas proses untuk data atribut adalah dengan

rumus sebagai berikut:

Cp 1  p

Dimana : Cp = indeks kapabilitas proses

P = rata-rata proporsi cacat

Sebagai contoh kapabilitas proses dari perusahaan adalah 1- 0.202 = 0.798 atau

sekitar 80 %, hal ini serupa dengan kemampuan proses menghasilkan produk

cacat sekitar 20 %. Keadaan ini sudah cukup baik, tetapi dengan tingkat

kapabilitas ini proses masih belum dapat untuk menghasilkan kualitas produk

yang bebas cacat atau zero defect, karena masih ada 20% dari produk yang

mengalami kegagalan dalam proses dan setidaknya ingin mencapai target

sampai dengan 5% dalam menghasilkan produk cacat.


III-18

3.4.2.3.Peta Kontrol12

Dalam membuat peta kontrol, yang peratama-tama harus dilakukan adalah

menentukan jenis data yang akan diolah dalam peta kontrol. Jenis data yang akan

diolah terdiri dari data variabel (variables data) dan data atribut (atributes data).

Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis dan

data atribut merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan

analisis. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian

dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.

Salah satu peta kontrol yang digunakan untuk menggambarkan keadaan

data atribut adalah peta kontrol p. Peta kontrol p adalah peta kontrol untuk

mengamati proporsi atau perbandingan antara produk yang cacat dengan total

produksi. Dengan demikian, peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan

proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau

proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Proporsi yang

tidak memenuhi syarat didefenisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak

memenuhi syarat dalam satu kelompok terhadap total banyaknya item dalam

kelompok itu. Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang

diperiksa atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu tidak

memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik kualitas yang diperiksa, item-

item itu digolongkan tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat. Peta kontrol p

digunakan untuk mengukur proporsi produk yang rusak atau cacat dengan jumlah

inspeksi (Number of inspection) yang berbeda dalam setiap subgrup.

12
Evan.
III-19

Pembuatan peta kontrol p dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut

1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar ( n > 30)

2. Hitung nilai proporsi cacat dan simpangan baku

Jumlah cacat
p = Jumlah sampel

Total jumlah cacat


p =Total jumlah sampel

3. Hitung batas kontrol 3-sigma

CL= p̅

p̅ (1- p̅ )
UCL= p̅=3√ ni

Untuk peta kontrol atribut ini, ketika nilai LCL bernilai negatif maka nilai LCL

diubah menjadi nol (LCL= 0). Hal ini dikarenakan jika nilai proporsi dari suatu

subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan dianggap out of control (diluar

batas kendali), sedangkan dalam pengertian pengendalian kualitas suatu proses

produksi dikatakan memiliki kualitas baik apabila proporsi kecacatannya

mendekati nol.

4. Plot atau tebarkan data proporsi (atau presentase) yang cacat dan lakukan

pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.

5. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada pengendalian

statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau terus menerus. Tetapi apabila

data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak berada pada pengendalian

statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan

peta kontrol itu untuk pengendalian kualitas terus-menerus.


III-20

6. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada pengendalian

statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk yang sesuai (tidak

cacat) sebesar (1 – p̅).

3.4.3. Analyze13

Tahap analisi dilakukan dengan mengidentifikasi hubungan sebab akibat

yang terjadi dalam proses untuk mengetahui penyebab potensial permasalahan

kualitas.

3.4.3.1.Diagram Pareto

Pareto digunakan untuk menstratifikasi data kedalam kelompok-

kelompok dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Dengan berntuknya

berupa diagram batang, pareto membantu untuk mengidentifikasi kejadian-

kejadian atau penyebab masalah yang paling umum. Untuk menggunakan diagram

pareto, perlu dipastikan bahwa harus memiliki data diskrti atau kategori. Diagram

ini tidak akan bekerja dengan ukuran-ukuran seperti berat atau temperature (data

kontinus). Analisis pareto didasarkan pada “Hukum 80/20”- bahwa 80%

pengeluaran atau kerugian didalam sebuah organisasi dibuat oleh hanya 20%

masalah. Angkanya tidak selalu tepat 80 dan 20 tetapi efeknya sering kali sama.

Kegunaan Diagram pareto adalah

1. Menyaring data masalah menurut wilayah dan menemukan wilayah mana yang

memiliki paling banyak masalah

13
Montgomery.
III-21

2. Membandingkan data defect menurut tipe dan mengetahui defect mana yang

paling umum

3. Membandingkan masalah menurut hari dalam minggu (atau bulan atau waktu

dalam hari) untuk mengetahui selama periode mana masalah paling sering

terjadi.

4. Menyaring complain pelanggan menurut tipe complain untuk mengetahui

complain apa yang paling umum.

Gambar 3.4. Diagram Pareto

3.4.3.2.Cause Effect Diagram14

Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone

diagram) yang diperkenalkan pertama kalinya oleh Prof. Kaoru Ishikawa (Tokyo

University) pada tahun 1943. Diagram ini berguna untuk menganalisis dan

menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan

14
Besterfield.
III-22

karakteristik kualitas output kerja. Di samping itu juga diagram ini berguna untuk

mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Dalam hal ini

metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukup efektif digunakan

untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara detail.

Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas

hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab

utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Manusia (Man)

2. Metode Kerja (Work method)

3. Mesin atau peralatan kerja lainnya (Machine/Equipment)

4. Bahan-bahan baku (Raw material)

5. Lingkungan kerja (Work environment)

METODE KERJA MANUSIA

KUALITAS

LINGKUNGAN BAHAN BAKU MESIN /


KERJA PERALATAN

Gambar 3.5. Cause and Effect Diagram


III-23

3.4.4. Improve15

Improve dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah

kualitas teridentifikasi, maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan untuk

melakukan peningkatan kualitas Six Sigma. Pada dasarnya rencana-rencana

tindakan akan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas

dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana

tersebut.Menetapkan Suatu Rencana Tindakan untuk Melakukan Peningkatan

Kualitas Six Sigma:

1. Dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas

teridentifikasi

2. Rencana Tindakan mendeskripsikan tentang alokasisumber-sumber daya serta

prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana

itu.

3.4.4.1. 5W + 1H16

Metode 5W-1H merupakan rencana tindakan (actioin plan) yang memuat

secara jelas setiap tindakan perbaikan atau peningkatan kualitas six sigma.

Penggunaan Metode 5W+1H dapat dilihat dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Penggunaan Metode 5W+1H Untuk Pengembangan Rencana


Tindakan
Jenis 5W + 1H Deskripsi
Tujuan
What Apa yang menjadi target utama dari perbaikan?
utama

15
Montgomery.
16
Gaspersz, Total Quality Management.
III-24

Tabel 3.3. Penggunaan Metode 5W+1H Untuk Pengembangan Rencana


Tindakan (Lanjutan)
Jenis 5W + 1H Deskripsi
Lokasi Where Di mana rencana tindakan ini akan dilaksanakan?
Penyebab Why Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
Orang Who Siapa yang akan mengerjakan rencana tindakan itu?
Pelaksanaan When Dimana hal tersebut dilaksanakan?
Tindakan
How Bagaimana metode perbaikan yang dilakukan?
perbaikan

3.4.5. Control 17

Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu adanya pengawasan untuk

meyakinkan bahwa hasil yang diiginkan sedang dalam proses pencapaian. Hasil

dari tahap improve harus diterapkan dalam kurun waktu tertentu untuk dapat dilihat

pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Pada tahap Control (C) ini

hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-

praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan

disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja

standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma

kepada pemilik atau penanggung jawab proses.

3.5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)18

FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam mengidentifikasi

dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses. Penggunaan efektif

FMEA dapat menghasilkan pengurangan dalam hal berikut :

17
Montgomery.
18
Stephen P. Robbin, Perilaku Organisasi (Jakarta : Salemba Empat., 2009).
III-25

1. Meningkatkan reliabilitas dan kualitas produk/proses.

2. Meningkatkan kepuasan pelanggan.

3. Cepat dalam mengidentifikasi dan mengurangi kecacatan yang terjadi pada

produk/proses.

4. Memprioritaskan pada kekurangan produk/proses.

5. Mendapatkan perekayasaan atau pembelajaran keorganisasian.

6. Menekankan pada pencegahan terjadinya masalah.

7. Mempunyai sistem pengulangan jenis kecacatan komponen yang sistematik

untuk meyakinkan bahwa beberapa kegagalan minimal menghasilkan kerugian

bagi produk dan proses.

8. Mengetahui efek-efek dari kegagalan pada produk atau proses yang diteliti dan

fungsi-fungsinya.

9. Menetapkan komponen-komponen dari produk atau proses yang gagal akan

memiliki efek kritis pada produk atau proses dan kecacatan-kecacatan tersebut

akan menghasilkan efek merugikan.

Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada proses

dan produk. Jika digunakan dalam desain dan proses manufaktur, FMEA dapat

mengurangi atau menekan biaya dengan mengidentifikasi dan memperbaiki

produkdan proses secara cepat pada saat proses pengembangan. Pembuatannya

relatif mudah serta tidak membutuhkan biaya yang banyak. Hasilnya adalah proses

menjadi lebih baik karena telah dilakukan tindakan koreksi dan mengurangi serta

mengeliminasi kegagalan.
III-26

Dalam industri otomotif, kebanyakan perusahaan membagi FMEA ke

dalam dua jenis yaitu sebagai berikut:

1. Design FMEA Berfokus pada pemeriksaan fungsi subsistem, komponen

atausistem utama. Fokus dari desain FMEA adalah pada desain produk yang

akan dikirimkan ke konsumen akhir.

2. Process FMEA Berfokus pada penelitian proses yang digunakan untuk

membuat komponen, subsistem, atau sistem utama. Process FMEA

mengungkap masalah yang berkaitan dengan proses pembuatan produk. Process

FMEA digunakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegagalan proses dengan

pengurutan tingkat kegagalan dan membantu untuk menetapkan prioritas

berdasarkan dampak yang diakibatkan baik pada pelanggan eksternal maupun

internal.

3.5.1. Tahapan Pembuatan Failure Mode Effect Analysis (FMEA)19

Prosedur dalam pembuatan FMEA mengikuti sepuluh tahapan berikut ini.

1. Melakukan peninjauan terhadap proses.

2. Mengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) pada

proses.

3. Membuat daftar potential effect (akibat potensial) dari masing-masing mode

kegagalan.

19
Dyadem, Guidelines for Failure Mode and Effect Analysis, For Automotive, Aerospace and
General Manufacturing Industries (CRC Press, Boca Raton London New York Washington, D.C.,
2003).
III-27

4. Menentukan peringkat severity untuk masing-masing cacat yang terjadi.

Penilaian rating severity ditunjukkan Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Rating Severity

Efek Kriteria Ranking


Dapat membahayakan konsumen
Berbahaya tanpa ada
Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah 10
peringatan
Tidak ada peringatan
Dapat membahayakan konsumen
Berbahaya dan ada
Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah 9
peringatan
ada peringatan
Mengganggu kelancaran produksi
Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat
Sangat Tinggi 8
disortir (apakah sudah baik/bisa di rework)
Pelanggan tidak puas
Sedikit Mengganggu kelancaran produksi
Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat
Tinggi 7
disortir (apakah sudah baik/bisa di rework)
Pelanggan tidak puas
Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya dapat
Sedang 6
disortir
Rendah 100% produk dapat di rework 5
Produk pasti dikembalikan oleh konsumen
Sebagian dapat di rework
Sangat Rendah Kemungkinan produk dikembalikan oleh 4
konsumen
Hanya sebagian kecil yang dapat di rework
Kecil 3
Rata-rata pelanggan komplain
Komplain hanya diberikan oleh pelanggan
Sangat Kecil 2
tertentu
Tidak ada Tidak ada efek buat konsumen 1
Sumber : Dyadem, 2003

5. Menentukan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan.

Penilaian rating occurance ditunjukkan Tabel 3.4.


III-28

Tabel 3.4.. Rating Occurance

Peluang Terjadinya Tingkat Kemungkinan


Ranking
Penyebab Kegagalan Kegagalan
1 dalam 2 10
Sangat Tinggi 1 dalam 3 9
Sedang 1 dalam 80 6
1 dalam 400 5
1 dalam 3.000 4
1 dalam 15.000 3
Rendah
1 dalam 150.000 2
Sangat Kecil 1 dalam 1.500.000 1
Sumber : Dyadem, 2003

6. Menentukan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan dan/atau

akibat yang terjadi. Penilaian rating detection ditunjukkan Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Rating Detection

Keterangan Ranking
Selalu jelas, sangat mudah untuk diketahui 1
Jelas bagi indrea manusia 2
Memerlukan inspeksi 3
Inspeksi yang hati-hati dengan indra manusia 4
Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indra manusia 5
Memerlukan bantuan atau pembongkaran sederhana 6
Diperlukan inspeksi dan pembongkaran 7
Diperlukan inspeksi dan pembongkaran kompleks 8
Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi 9
Tidak dapat di deteksi 10
Sumber : Dyadem, 2003

7. Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masing cacat.

8. Membuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk dilakukan

tindakan perbaikan.
III-29

9. Melakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan yang

paling banyak terjadi.

10. Mengkalkulasi hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau

dieliminasi.

Kesepuluh tahapan tersebut dituangkan ke dalam lembar kerja FMEA.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT XYZ yang berlokasi di Jl. Sekata No.1C

Lingkungan XII Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Provinsi

Sumatera Utara. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 –

selesai.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (descriptive

research). Jenis penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik,

faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi

tertentu.

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah bagian produksi yang memproduksi

produk baut di PT XYZ.

IV-1
IV-2

4.4. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen

Variabel independen (predictor variable) ialah variabel yang mempengaruhi

variabel dependen baik secara positif maupun secara negatif.

Adapun yang menjadi variabel independen pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Critical to Quality adalah kebutuhan yang sangat penting dari produk yang

diperlukan oleh pelanggan.

b. Jumlah produksi, banyaknya unit produk yang diproduksi oleh perusahaan.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen (criterion variable) adalah variabel yang nilai atau valuenya

dipengaruhi atau ditentukan oleh nilai variabel lain.

Variabel dependen pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Jumlah kecacatan, banyaknya produk produk yang tidak memenuhi

spesifikasi.

b. Tingkat sigma, yaitu tingkat kualitas sigma memberikan indikator

abnormalitas. Artinya semakin tinggi kualitas sigma maka semakin sedikit

menghasilkan produk cacat.

c. Kualitas produk adalah ukuran seberapa mampu suatu barang atau jasa

memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan standar tertentu.


IV-3

4.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual menunjukkan hubungan logis antara faktor/ variabel

yang diidentifikasi penting untuk menganalisis masalah penelitian. Kerangka

konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Jumlah produksi

Jumlah
Nilai sigma Kualitas produk baut
kecacatan

Critical to quality

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian

4.6. Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tahap awal penelitian yaitu studi pendahuluan untuk mengetahui kondisi

perusahaan, proses produksi baut, dan informasi pendukung yang diperlukan

serta studi literatur tentang metode pemecahan masalah yang digunakan dan

teori pendukung lainnya.

2. Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ada

dua jenis yaitu:

a. Data primer berupa urutan proses produksi, kuisioner FMEA, nilai

severity, occurance, dan detection, serta data CTQ

b. Data sekunder berupa data historis mengenai data atribut kualitas, jumlah

produksi, jumlah kecacatan produk dan data gambaran umum perusahaan.

3. Pengolahan data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan.

4. Analisis terhadap hasil pengolahan data.

5. Kesimpulan dan saran diberikan untuk penelitian.


IV-4

Langkah-langkah proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2

Mulai

Studi Pendahuluan
Studi Literatur
1. Kondisi Perusahaan
1. Teori Buku
2. Proses Produksi
2. Referensi Jurnal Penelitian
3. Informasi Pendukung

Identifikasi Masalah Awal


Kecacatan Produk Baut yang Berada
di atas 5% Dari Total Produksi

Pengumpulan Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder

Pengolahan Data
1. Define
- Diagram SIPOC
- Critical To Quality (CTQ)
2. Measure
- Penentuan Batas Control (Peta P)
- Perhitungan Defect Per Million Opportunity (DPMO)
- Pengukuran Nilai Sigma
3. Analyze
- Diagram Pareto
- Analisis Cause And Effect Diagram
- Perhitungan Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)
4. Improve
- Diagram 5W+1H
5. Control

Analisis Dan Pemecahan Masalah

Kesimpula Dan Saran

Selesai

Gambar 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian


IV-5

4.7. Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara mencari secara

langsung dari sumbernya oleh peneliti yang bersangkutan. Data primer yang

dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi (Pengamatan)

Pengamatan dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran langsung terhadap

objek penelitian yaitu pada bagian produksi. Instrumen yang digunakan adalah

lembar kerja (worksheet).

2. Wawancara

Pengumpulan data ini dilakukan dengan tanya jawab terhadap pihak yang

bertanggung jawab mengenai hal-hal yang berhubungan dengan proses

produksi. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara.

3. Survei

Teknik untuk mendapatkan data primer yang dibutuhkan berkaitan dengan

penelitian di PT Sedar Anugerah Mandiri dengan menyebarkan kuesioner

terbuka dan kuesioner tertutup.

4. Dokumentasi

Dokumentasi bertujuan untuk mengumpulkan data sekunder yang terdapat di

perusahaan dan berhubungan dengan objek penelitian.

8.7.1. Instrumen Penelitian

Instrumen dari penelitian ini adalah kuisioner. Kuisioner merupakan suatu

bentuk instrumen pengumpulan data dalam format pertanyaan tertulis yang dilengkai
IV-6

dengan kolom dimana responden akan menuliskan jawaban atas pertanyaan yang

diarahkan kepadanya. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk memperoleh

informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Syarat utama pengisian kuesioner

adalah pertanyaan yang jelas dan mengarah ke tujuan.

4.8. Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang dilakukan yaitu metode DMAIC (Define, Measure,

Analyze, Improve, dan Contorl). Tahapan DMAIC akan dijelaskan sebagai

berikut.

1. Tahap Define

Pada tahap ini dilakukan pernyataan kegiatan penelitian, pemilihan produk

yang akan dijadikan fokus penelitian, penggambaran proses produksi meliputi

diagram SIPOC, dan CTQ (Critical to Quality).

2. Tahap Measure

Pada tahap ini dilakukan pengukuran kualitas produk. Pengukuran yang

berkaitan dengan kualitas produk dimulai dengan penentuan DPMO dan

perhitungan tingkat sigma, dan perhitungan batas peta kontrol.

3. Tahap Analyze

Tahap analisis ini dilakukan analisis proses produksi dengan menggunakan

diagram pareto, analisis Cause And Effect Diagram, kemudian dilakukan

perhitungan nilai RPN dengan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).

Analisis ini dilakukan untuk mengurangi produk cacat yang terjadi dengan

memandang permasalahan yang terjadi dari beberapa faktor yaitu manusia,

mesin, material, metode kerja, lingkungan dan pengukuran yang dilakukan.


IV-7

4. Tahap Improve

Pada tahap ini akan dilakukan penetapan sasaran dan alternatif untuk

perbaikan dari hasil analsisi FMEA.

5. Tahap Control

Pada tahap ini akan dilakukan suatu usaha pengendalian berupa pembuatan

SOP agar rancangan perbaikan yang diberikan dapat berjalan dengan efektif

dan efisien.

Define Measure Analyze Improve Control

· Mengidentifikasi
diagram SIPOC
· Mengidentifikasi
Critical to Quality
(CTQ)
· peta kontrol atribut
· perhitungan DPMO
· Perhitungan nilai
sigma
· Analisis diagram pareto
· Analisis cause and effect
diagram
· Analisis FMEA · Diagram 5W+1H
Usaha pengendalian kualitas
berupa pembuatan SOP

Gambar 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data

4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap hasil pengolahan data dari

metode DMAIC yang berkaitan dengan masalah kecacatan (defect) dan kualitas

produk yang terjadi selama proses berlangsung.


IV-8

4.10. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan metode dan analisis yang dilakukan, kesimpulan yang

diharapkan dari penelitian ini adalah kecacatan produk pada perusahaan dapat

dikurangi dengan mempertimbangkan faktor penyebabnya agar perusahaan tidak

mengalami kerugian.
BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari hasil wawancara, dokumentasi

perusahaan dan pengamatan langsung di lantai produksi pada PT XYZyang

meliputi jumlah produksi, jumlah kecacatan, penyebab kecacatan dan kondisi

yang ada pada lantai produksi. Data yang dikumpulkan adalah data selama

periode tahun 2019.

1. Data Poduksi

Data produksi yang dikumpulkan pada penelitian ini diambil dari data

produksi pada periode Januari 2019- Desember 2019.

2. Data Kecacatan Produk Baut

Jumlah kecacatan produk baut yang dikumpulkan untuk setiap jenis

kecacatan periode Januari 2019 - Desember 2019.

5.2. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan prosedur lima tahap

DMAIC yang merupakan peningkatan kualitas terus menerus menuju Six

Sigma, yaitu Define, Measure, Analyze, Improve dan Control yang akan

dijabarkan secara bertahap menurut langkah-langkah yang ada pada metode

Six Sigma.
V-2

5.2.1. Define

Tahap define dilakukan untuk mengidentifikasi masalah utama yang

akan diselesaikan. Tahap define yang akan dijelaskan berupa diagram SIPOC,

dan CTQ.

5.2.1.1. Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer)

Diagram SIPOC digunakan untuk menjelaskan hubungan keterkaitan

antara Supplier, Input, Process, Output, dan Customer. Diagram ini bertujuan

untuk memberikan gambaran informasi secara umum mengenai proses bisnis

yang dilakukan, mulai dari supplier sampai ke customer.

5.2.1.2.Mengidentifikasi CTQ (Critiqal to Quality)

Critical To Quality (CTQ) merupakan atribut-atribut yang sangat

penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan

kepuasan pelanggan. Suatu produk dikategorikan sebagi produk cacat, apabila

kriteria-kriteria tentang kegagalan atau kecacatan telah didefenisikan terlebih

dahulu.

Dalam proyek Six Sigma, jenis dari kecacatan disebut dengan CTQ

(Critical To Quality). Untuk lebih memperjelas defenisi dari faktor-faktor

yang mempengaruhi kecacatan produk Baut dapat dilihat pada Tabel 5.3.
V-3

Tabel 5.3. Critical to Quality (CTQ) Produk Baut


Crtitcal To Quality
Keterangan
(CTQ)
Permukaan ulir tidak bersih, ulir miring yang
1 Cacat ulir dapat mengakibatkan ketidaksesuaian pada
mur yang akan dipasangkan.
Diameter baut terlalu besar atau kecil
2 Cacat diameter sehingga mengakibatkan ketidaksesuaian
pada mur yang akan dipasangkan.
Cacat segi kepala Segi kepala baut tidak simetris atau retak
3
baut sehingga tidak dapat dikunci oleh kunci baut.
Sumber : PT XYZ

5.2.2. Measure

5.2.2.1.Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)

Penentuan batas kendali merupakan syarat dalam perhitungan process

capability. Dalam penentuan batas control (batas kendali) yang digunakan

adalah peta p, dimana peta p menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak

sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Data yang digunakan adalah data

pengamatan selama 25 hari di lantai produksi.

Total kecacatan (∑ np) = 17

Total inspeksi (∑n) = 125

Total inspeksi subgroup 1 (np1) = 5

Total kecacatan subgroup 1 (np1) = 0

Maka proporsi kecacatan subgroup 1 adalah :

p (1  p )
UCL  p  3
n
0.136 (1  0.36)
UCL  0.136  3
5
UCL  0.59590
V-4

p (1  p )
LCL  p  3
n
0.136 (1  0.136)
LCL  0.136  3
5
LCL  0.32390  0

Berdasarkan hasil perhitungan nilai LCL dan UCL seperti pada tabel di atas,

terlihat bahwa proporsi kecacatan (p) pada kedua puluh lima subgrup masih

berada dalam batas kontrol sehingga tidak perlu dilakukan revisi. Setelah

melakukan perhitungan terhadap nilai LCL dan UCL untuk masing-masing

subgrup, sehingga perhitungan kapabilitas proses (CP) quality control dalam

menghasilkan produk yang tidak cacat yaitu sebesar:

Cp = 1− 𝑝̅ = 1−0.136 = 0.864 ≈ 86%

Langkah selanjutnya adalah pembuatan peta kontrol atribut dapat dilihat pada

Gambar 5.2.

Peta Kendali p
0.8000

0.6000

0.4000

0.2000

0.0000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
-0.2000

-0.4000

Proporsi Kecacatan (p) LCL UCL

Gambar 5.2 Peta Kendali p


V-5

Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan

proporsi kecacatan pada setiap subgrup berada dalam batas kontrol (In

Control)

5.2.2.2. Pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities) dan Nilai

Sigma (σ)

DPMO (Defect Per Million Opportunity) adalah ukuran kegagalan

dalam six sigma yang menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan. Nilai

DPMO produk baut untuk periode Januari 2019 diperoleh dengan

menggunakan persamaan yaitu:

D
DPO = Unit x OP(Peluang)
18
= 125 x 3 = 0.048

DPMO = DPO X 1000000


= 0.048 X 1000000
= 48.000
Nilai sigma (σ) merupakan ukuran dari kinerja perusahaan yang

menggambarkan kemampuan dalam menghasilkan produk bebas cacat. Nilai

σ untuk periode Januari 2019 diperoleh dengan menggunakan persamaan

berikut:

106 - 48.000
Nilai Sigma (σ) = Normsinv ( ) + 1,5
106

Nilai Sigma (σ) = 3.16


V-6

5.2.3. Analyze

Pada tahap ini dilakukan analisis diagram pareto, pembuatan diagram

sebab akibat serta FMEA yang dijadikan sebagai alat untuk menganalisis lebih

lanjut hasil yang telah didapatkan pada tahap Measure.

5.2.3.1.Diagram Pareto

Pareto Diagram digunakan untuk mengetahui jenis-jenis kecacatan

yang memberikan kontribusi terhadap kecacatan dalam suatu perusahaan.

Langkah awal yang dilakukan adalah mengurutkan setiap jenis kecacatan dari

jumlah kecacatan terbesar hingga yang terkecil. Kemudian dilakukan

perhitungan persentase kecacatan dan persentase kumulatif dari setiap jenis

kecacatan.

Aturan pareto yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80-20 yang

berarti 20% dari kecacatan produk menyebabkan 80% masalah pada proses

produksi. Jenis kecacatan yang memiliki presentasi kesalahan kumulatif 80-

20 adalah cacat ulir dan cacat segi kepala baut dengan kumulatif 42,03% dan

74.88%, sehingga untuk mengurangi jumlah produk cacat sampai tingkat 80%

cukup dengan mengendalikan jenis cacat cacat ulir dan cacat segi kepala baut.

Sebab jika mengendalikan semua jenis kecacatan yang ada akan menjadi tidak

efisien karena akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang sangat besar

sehingga harus dianalisis lebih lanjut penyebab terjadinya permasalahan pada

produk.
V-7

5.2.3.2. Analisis Cause & Effect Diagram

Berdasarkan diagram pareto terdapat dua jenis kecacatan yang paling

dominan yaitu cacat ulir dan cacat segi kepala baut, oleh karena itu untuk

mengetahui akar penyebab masalah yang terjadi pada kedua jenis kecacatan

tersebut digunakan Cause & Effect Diagram.

1. Cause and Effect Diagram Cacat Ulir

Diagram ini digunakan untuk membantu mengorganisasi informasi

tentang penyebab-penyebab potensial suatu masalah. Analisis yang dilakukan

meliputi analisis manusia, lingkungan kerja, mesin dan peralatan, metode

kerja dan material terhadap atribut kecacatan yang diperoleh. Diagram ini

dibuat dengan melakukan brainstorming dengan pihak pemeriksaan dan

melakukan wawancara dengan operator yang bekerja di lantai produksi.

Operator yang bekerja dilantai produksi berjumlah 3 orang pekerja. Dari hasil

brainstorming dan wawancara dengan operator lantai produksi didapat hasil

penyebab masalah kecacatan.

5.2.3.3.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

FMEA merupakan suatu metode yang sistematik dalam

mengidentifikasi dan mencegah masalah yang terjadi pada produk dan proses.

Tujuan dari penerapan FMEA adalah mencegah masalah terjadi pada proses

dan produk.
V-8

5.2.4. Improve

Improve (tahap perbaikan) merupakan tahapan keempat dalam

perbaikan kualitas metode Six sigma. Pada tahapan perbaikan ini diterapkan

suatu rencana tindakan peningkatan kualitas Six sigma, melalui perbaikan

terhadap sumber-sumber penyebab terjadinya produk cacat yang disebabkan

oleh ulir, diameter, dan segi kepala baut. Rencana perbaikan dilakukan

terhadap segala sumber yang berpotensi untuk menciptakan produk cacat

berdasarkan hasil analisis cause and effect diagram, dan perioritas tindakan

perbaikan didasarkan pada nilai RPN hasil dari analisis FMEA.

5.2.4.1.Metode 5W + 1H

Setelah penyebab dominan diketahui langkah selanjutnya menyusun

rencana-rencana perbaikan dan menyusun target. Rencana perbaikan disusun

dengan melakukan teknik brainstorming untuk mencari berbagai alternatif

rencana yang tepat untuk penyelesaian masalah. Penyusunan rencana

perbaikan ini dibantu oleh beberapa orang dari perusahaan. Rencana perbaikan

dituangkan dalam model matriks berdasarkan prinsip 5 W (why, what, where,

when, dan who) dan 1 H (How), yang dibuat secara jelas dan terinci. Metode

tersebut meliputi pertanyaan:

1. What, jenis kecacatan yang terjadi pada produk baut

2. Where, dimana tempat / sumber terjadinya kecacatan produk baut

3. Why, mengapa kecacatan produk baut tersebut dapat terjadi yang ditelaah

dari faktor manusia, material, mesin, metode, dan lingkungan.


V-9

4. Who, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap tindakan perbaikan

untuk mengawasi, mengatur, dan menghilangkan kecacatan yang

dilakukan.

5. When, kapan hal tersebut terjadi.

6. How, bagaimana tindakan perbaikan yang diambil untuk meningkatkan

kualitas produk baut agar tidak ada lagi cacat produk baut.

5.2.5. Control

Tahapan analisa terakhir dari Six Sigma adalah tahapan Control

(tahap pengendalian). Pada tahapan ini akan dilakukan tindakan pengawasan

terhadap hasil yang telah diperoleh pada tahapan-tahapan sebelumnya. Dan ini

merupakan sebuah langkah awal dari perbaikan terus menerus dan integrasi

sistem Six sigma. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pembakuan,

pendokumentasian dan penyebarluasan dari tindakan perbaikan supaya

kegagalan yang pernah terjadi tidak terulang kembali. Tindakan yang perlu

dilakukan adalah:

1. Membuat standar terhadap semua tindakan-tindakan perbaikan pada

proses dalam bentuk Standard Opertaion Procedure (SOP) yang

ditempelkan pada departemen atau stasiun kerja terkait.

2. Melakukan perhitungan DPMO dan level sigma secara rutin tiap periode

untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk tanpa

cacat per satu juta kesempatan.

3. Melakukan pengawasan penuh pada seluruh stasiun kerja, memastikan


V-10

seluruh bagian lantai produksi layak untuk beroperasi seperti kelayakan

material, dan mesin yang akan digunakan.


BAB VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Masalah

6.1.1. Analisis Tahap Define

PT XYZ merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang

memproduksi spare part logam baut. Pada tahap pertama dilakukan pendefenisian

masalah kualitas produk dengan melakukan perhitungan presentasi produk cacat

pada baut selama periode tahun 2019.

Berikut pembahasan tahapan pendefenisian masalah pada define.

1. Diagram SIPOC

Pada diagram SIPOC, dipaparkan urutan proses produksi baut dari supplier,

input, proses, output, dan customer. Berikut uraian pembahasan diagram SIPOC.

2. Pengidentifikasian CTQ (Critical to Quality)

Dari dokumentasi catatan bagian quality control dan wawancara, dapat

diketahui terdapat 3 (tiga) jenis CTQ untuk produk baut yaitu cacat ulir, cacat

diameter, dan cacat segi kepala baut. Diantara semua jenis kecacatan diperoleh 2

(dua) CTQ cacat dominan yaitu cacat ulir dan cacat segi kepala baut.

6.1.2. Analisis Tahap Measure

Tahap measure merupakan tahap operasional yang kedua dalam upaya

peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap ini dengan melakukan pengukuran

tingkat kecacatan yang terkait beberapa langkah adalah sebagai berikut :

VI-1
VI-2

1. Peta kendali (p-chart)

Peta kendali (p-chart) digunakan untuk menunjukkan apakah jumlah produk

cacat baut yang dihasilkan masih dalam batas yang disyaratkan. Hasil produksi pada

bulan Desember 2019-Januari 2020 sebanyak 125 unit baut diantaranya terdapat 17

produk cacat berada dalam batas kendali (in control). Analisis Process Capability

Pada tahap Process Capability dijelaskan kecacatan baut adalah bersifat atribut

(tidak dapat diukur). Process Capability untuk setiap parameter ditunjukkan oleh

nilai tengah peta kontrol p yaitu Cp = 1− 𝑝̅ = 1−0.136 = 0.864, ini berarti bahwa

proses menghasilkan produk tidak cacat rata-rata sebesar 86%.

2. Analisis DPMO

Pada tahap ini akan dibandingkan tingkat pengukuran DPMO dan nilai sigma

pada kondisi aktual dan kondisi ideal.

6.1.3. Analisis Tahap Analyze

Tahap ini merupakan tahap operasional yang ketiga dalam upaya

peningkatan kualitas six sigma. Tahap analyze digunakan untuk mengindetifikasi

sumber penyebab kecacatan produk baut PT XYZ. Langkah–langkah yang

dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut.

1. Menentukan stabilitas dan kemampuan (kapabilitas) pada proses untuk data

jenis kecacatan produk baut dengan diagram pareto.

2. Analisis Diagram Sebab Akibat, diagram sebab akibat digunakan untuk

menyelidiki akibat-akibat yang buruk dari suatu masalah untuk dicari

solusinya atau akibat-akibat yang baik untuk dipelajari penyebab-penyebabnya


VI-3

karena setiap akibat selalu terdiri dari banyak penyebabnya.

3. Analisis Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)

Berdasarkan analisis Failure Mode Effect and Analysis (FMEA) setelah

melakukan perhitungan dari diagram sebab akibat, didapatkan bahwa faktor utama

kecacatan ialah faktor mesin.

6.2. Pemecahan Masalah

6.2.1. Analisis Tahap Improve

Pada tahap improve yang perlu dilakukan adalah menetapkan suatu rencana

tindakan untuk melakukan peningkatan kualitas pada produk baut di PT XYZ

dengan analisis 5W + 1H. Pemilihan sasaran improvement ini didasarkan pada hasil

analisis Cause and effect diagram dan nilai FMEA. Namun perbaikan yang

dilakukan hanya sebatas rekomendasi, tidak diterapkan langsung pada perusahaan

karena keterbatasan waktu, biaya dan kesempatan yang diberikan pihak

perusahaan.

6.2.2. Analisis Tahap Control

Adapun Control (tahapan pengendalian) sebagai proyek six sigma yang

menekankan terhadap pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan

tindakan yang telah dilakukan dan mempunyai tujuan untuk mengevaluasi proses

perbaikan yang telah dilakukan dengan efektif dan efisien serta untuk menjaga

kondisi proses agar tetap stabil dan tidak dapat mengalami penurunan kembali.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Nilai DPMO perusahaan PT XYZ diperoleh sebesar 45.744 dengan nilai σ

sebesar 3.19 yang artinya masih jauh dengan standar internasional yang

mencapai

2. Risk Priority Number (RPN) perusahaan tertinggi adalah 265 yang

disebabkan oleh keadaan mesin kurang.

3. Usulan perbaikan kualitas produk baut dengan metode Six Sigma dan FMEA

terhadap perusahaan yaitu periksa kondisi mesin, pastikan dies mesin dalam

keadaan layak untuk beroperasi, periksa cutter dan fan belt mesin, tingkatkan

ketelitian pada saat penyeleksian bahan baku, memberikan pelatihan kepada

operator, dan menetapkan SOP setting pada mesin.

7.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu:

1. Agar perusahaan dapat lebih mengembangkan aktivitas pengendalian kualitas

terhadap kegiatan proses produksi agar kegagalan proses lebih minimum

dengan mempertimbangkan hasil penelitian dengan metode Six sigma

(DMAIC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ini.

VII-1
VII-2

2. Sebaiknya pihak perusahaan lebih memperhatikan kinerja dari operator dengan

melakukan diskusi dan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia (SDM) perusahaan.

3. Sebaiknya perusahaan memeriksa kualitas bahan baku yang diterima dari

supplier dan saling meningkatkan informasi dengan supplier untuk dapat

memperoleh bahan yang berkualitas baik.

4. Sebaiknya perusahaan menyusun jadwal perawatan mesin secara berkala.

5. Sebaiknya perusahaan membuat dan menerapkan SOP instruksi kerja mesin di

lantai produksi.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2013). No TitleProsedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.
Besterfield, D. H. (1998). Quality Control (New Jersey).
Caesaron, D., & Tandianto, T. (2015). Penerapan Metode Six Sigma Dengan
Pendekatan Dmaic Pada Proses Handling Painted Body Bmw X3 (Studi Kasus:
Pt. Tjahja Sakti Motor). Jurnal PASTI, 9(3), 248–256.
De Mast, J., & Lokkerbol, J. (2012). An analysis of the Six Sigma DMAIC method
from the perspective of problem solving. International Journal of Production
Economics, 139(2), 604–614. https://doi.org/10.1016/j.ijpe.2012.05.035
Dyadem. (2003). Guidelines for Failure Mode and Effect Analysis, For Automotive,
Aerospace and General manufacturing Industries. CRC Press, Boca Raton
London New York Washington, D.C.
Evan, J. R. (2007). An Introduction to Six Sigma and Process Improvement. Jakarta :
Salemba Empat.
Feigenbaum, A. V. (1961). Total Quality Control (3rd, berilus ed.). MCGraw-Hill
Book Company.
Gaspersz, V. (2002). Total Quality Management. PT. Gramedia Pustaka Umum,
Jakarta.
Gaspersz, V. (2008). Total Quality Control. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
George, Michael L, D. (2005). The Lean Six Sigma Pocket Toolbool. New York :
McGraw-Hill.
Girmanová, L., Šolc, M., Kliment, J., Divoková, A., & Mikloš, V. (2017).
Application of Six Sigma Using DMAIC Methodology in the Process of Product
Quality Control in Metallurgical Operation. Acta Technologica Agriculturae,
20(4), 104–109. https://doi.org/10.1515/ata-2017-0020
Handra, N., & Brazi. (2012). Pengaruh posisi baut galvanis dan stainless steel ditinjau
dari. Jurnal Teknik Mesin, 2(1), 26–34.
Ishak, A., Siregar, K., Asfriyati, & Naibaho, H. (2019). Quality Control with Six
Sigma DMAIC and Grey Failure Mode Effect Anaysis (FMEA): A Review. IOP
Conference Series: Materials Science and Engineering, 505(1).
https://doi.org/10.1088/1757-899X/505/1/012057
Jirasukprasert, P., Garza-Reyes, J. A., Kumar, V., & Lim, M. K. (2015). A six sigma
and dmaic application for the reduction of defects in a rubber gloves
manufacturing process. International Journal of Lean Six Sigma, 5(1), 2–22.
https://doi.org/10.1108/IJLSS-03-2013-0020
Montgomery, D. (2009). Introduction to Statistical Quality Control 6 th Edition.
United States: Jhon Wiley.
Pande, P. S. (2009). The Six Sigma Way. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Pande, S. P. (2002). The Six Sigma Way. Andi, Yogyakarta.
Pugna, A., Negrea, R., & Miclea, S. (2016). Using Six Sigma Methodology to
Improve the Assembly Process in an Automotive Company. Procedia - Social
and Behavioral Sciences, 221(June), 308–316.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.05.120
Robbin, S. P. (2009). Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.
Rudi M, T. (2008). Standard Operating Procedures (SOP). Jakarta: Maiestas
Publishing.
Sinulingga, S. (2011). Metode Penelitian. Edisi: 1. Medan: USU Press.
Sinulingga, S. (2013). Perencanaan dan Pengendalian Produksi (Edisi Pert). Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Sinulingga, S. (2015). Metode Penelitian. Edisi Ketiga. Medan: USU Press.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSTAS SUIMATERA UTARA
FARULI AN IEKNIK
DEPARTEMEN IEKNIK INDUSTRI
Jalan Ananialer kaimuo tstI Medan 2015
Telepon: (0ol ?1 1251 an (0,1A213250
Website htps:/ usua id, mail
dtiuetignail.com

SURAT-KEPUTUSAN
TENTAN

PERPANJANGAN MASA BERLAKU

TUGASSARJANA MAIIASISWA
Nomor. 915 /UN5,.2.1.4.1.4/TPM/2020

Berdasarkan surat keptusan tugas sarjana mahasiswa Nomor. 531/UNS.2.14.14/TPM/ 2020,


tanggal 1 Juni 2020

Na m a :Nitra Elisabeth Zalukhu


NIM :150403054
Dosen Pembimbing I : Ir. Aulia Ishak, MT, Ph.D, IPM
Dosen Pembimbing Il:

diberi perpanjangan:
Kedua dari tanggal:22 Agustus 2020 s/d 22 Oktober 2020
Alasan perpanjangan Laporan Tugas Sarjana masih dalam penyelesaian. berdasarkan
permohonan yang bersangkutan tanggal 24 Agustus 2020 yang telah disetujui oleh dosen
pembimbingnya.
staDAN
NDIDRA

200

D UAS
Mataana Sembirng. MT. IPM
Tembusan: NIP 197005031997022001
Dekan FT. USU
. Dosen Ybs
3. Mahasiswa Ybs.
Arsip

Catatan:
Surat Keputusan Perpanjangan ini harus dilckatkan pada Swal Keputrsan ashinya

Anda mungkin juga menyukai