PENDAHULUAN
ATRIAL FIBRILASI
Atrial fibrilasi ( AF ) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di
rumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara
langsung, tetapi AF berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.2
Secara klinis fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi atrium diketahui
dari gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan EKG dapat dilakukan pada saat
menjalani general check-up maupun pada saat sakit tertentu yang prosedur
pemeriksaannya memerlukan pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial
perlu diberitahukan tentang kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan
program tadi.1
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi, etiologi, gejala klinis dan penatalaksanaan dari atrium fibrilasi
2. Memahami aspek pencegahan terjadinya komplikasi dari atrium fibrilasi
ATRIAL FIBRILASI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang f dengan
frekuensi antara 350-650 permenit.3, 4, 5, 6, 7 Fibrilasi atrium dapat timbul dari fokus ektopik
ganda atau daerah reentri multiple. Aktivitas atrium sangat cepat, namun setiap
rangsangan listrik itu hanya mampu mendepolarisasi sangat sedikit miokardium atrium,
sehingga sebenarnya tidak ada kontraksi atrium secara menyeluruh. Karena tidak ada
depolarisasi uniform, tidak terbentuk gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang
disebut gelombang f yang bentuk dan iramanya sangat tidak teratur. Hantaran melalui
nodus AV berlangsung sangat acak dan sebagian tidak dapat melalui nodus AV sehingga
irama QRS tidak teratur. 5, 6
2.2 Prevalensi
Prevalensi AF semakin meningkat bersamaan dengan peningkatan populasi usia
lanjut dan insiden penyakit kardiovaskular. Saat ini AF mengenai 2,2 juta individu di
Amerika Serikat, setiap tahun ditemukan 160.000 kasus baru dan diperkirakan akan
meningkat 2,5 kali pada tahun 2050. Jumlah tersebut dibawah angka sesungguhnya
karena banyak kasus yang asimptomatik . Pada umur dibawah 50 tahun prevalensi AF
kurang dari 1% dan meningkat lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak dijumpai
pada laki-laki dibandingkan wanita.1
Di Inggris lebih dari 46 ribu kasus baru didiagnosa setiap tahunnya. Terjadinya 5
kali peningkatan kejadian tromboemboli, gagal jantung, penurunan kualitas hidup ,
penurunan produktivitas kerja, hospitalisasi dan tingginya biaya perawatan kesehatan
2,4. Berkisar 36% dari seluruh penderita stroke usia 80-89 tahun disebabkan oleh AF.9
AF merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap kejadian stroke
emboli. Kejadian stroke iskemik pada pasien AF non valvular ditemukan sebanyak 5%
per tahun, 2-7 kali lebih banyak dibanding pasien tanpa AF. Pada studi Framingham
ATRIAL FIBRILASI
resiko terjadinya stroke emboli 5,6 kali lebih banyak pada AF non valvular dan 17,6 kali
lebih banyak pada AF valvular dibandingkan dengan kontrol.1
2.3 Etiologi
AF mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat
penyakit jantung. Diketahui bahwa sekitar 25% pasien AF juga menderita penyakit
jantung koroner. Walaupun hanya 10% dari seluruh kejadian infark miokard akut yang
mengalami AF, tetapi kejadian tersebut akan meningkatkan angka mortalitas sampai
ATRIAL FIBRILASI
40%. Pada pasien yang menjalani operasi pintas koroner, sepertiganya mengalami
episode AF terutama pada tiga hari pasca operasi. Walaupun sering menghilang secara
spontan, AF pasca operatif tersebut akan memperpanjang lama tinggal di rumah sakit.1,4
Sedangkan hubungan AF dengan penyakit kelainan katup sudah lama diketahui.
Penyakit katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya AF dan mempunyai
resiko empat kali lipat untuk terjadinya komplikasi tromboemboli. Pada pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri, kejadian AF ditemukan pada satu diantara lima pasien. AF juga
dapat merupakan tampilan awal dari perikarditis akut dan jarang pada tumor jantung
seperti miksoma atrial. Aritmia jantung lain seperti sindroma Wolff Parkinson White
dapat berhubungan dengan AF. Hal yang menguntungkan adalah apabila dilakukan
tindakan ablasi pada jalur aksesori ekstranodal yang menjadi penyebab pada sindroma
ini, akan mengeliminasi AF pada 90% kasus. Aritmia lain yang berhubungan dengan AF
misalnya takikardia atrial, AVNRT ( Atrio Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia ) dan
bradiaritmia seperti sick sinus syndrome dan gangguan fungsi sinus node lainnya. 1,4
AF juga dapat timbut sehubungan dengan penyakit sistemik non-kardiak.
Misalnya pada hipertensi sistemik nonkardiak pada hipertensi sistemik ditemukan 45%
dan diabetes melitus 10% dari pasien AF. Demikian pula pada beberapa keadaan lain
seperti penyakit paru obstruksif kronik dan emboli paru akut. Tetapi pada sekitar 3%
pasien AF tidak dapat ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone AF. Lone AF ini
dikatakan tidak berhubungan dengan resiko tromboemboli yang tinggi pada kelompok
usia muda, tetapi bila terjadi pada kelompok usia lanjut resiko ini tetap akan
meningkat.1,4
Untuk mengetahui kondisi yang kemungkinan berhubungan dengan kejadian AF
tersebut harus dicari kondisi yang berhubungan dengan kelainan jantung maupun
kelainan diluar jantung. Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan kejadian AF dibagi
bersadarkan: 1,4
ATRIAL FIBRILASI
syndrom
Perikarditis
Hipertensi sistemik
Diabetes melitus
Hipertiroidisme
Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal primer, emboli
paru akut
Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada pasien yang
sensitive melalui peniggian tonus vagal atau adrenergik.
2.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari3:
Primer : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik
yang dapat menimbulkan aritmia
Sekunder : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan
sitemik yang dapat menimbulkan aritmia
2. Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke
irama sinus3:
Proksismal : Bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan
sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun
Persisten: Bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan
intervensi pengobatan atau tindakan
Permanen:Bila AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan
AF tetap tidak berubah
3. Dapat pula dibagi sebagai3:
Akut bila : timbul kurang dari 48 jam
Kronik : bila timbul lebih dari 48 jam
2.5 Patofisiologi
ATRIAL FIBRILASI
ATRIAL FIBRILASI
2.6 Diagnosis
AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat
bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF, penyakti yang
mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktivitas,
sesak npas, cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala
iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang
sangat berkurangpada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan
terjadi gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.1,4,7,8
Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi :
Anamnesis:1
terutama saat beraktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau
gagal jantung kongestif
Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari AF misalnya hipertiroid.
Pemeriksaan Fisik:1
Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah,
Tekanan vena jugularis
Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat gagal
katup jantung
Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
ATRIAL FIBRILASI
Ekokardiografi : untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE (Trans
Esophago Echocardiography) untuk melihat trombus di atrium kiri.1
Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama bila laju irama
ventrikel sulit dikontrol.1
Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama
jantung.1
Pemeriksaan
lain
yang
mungkin
diperlukan
adalah
holter
monitoring
studi
elektrofisiolagi.1
2.7 Penatalaksaan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah mengembalikan ke
irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi tromboemboli.
Dalam penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat
dilakukan konversi ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel.
Pada pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan
konversi, sedangkan pada AF permanen sedikit sekali kemungkinan atau tidak mungkin
dikembalikan ke irama sinus, alternatif pengobatan dengan menurunkan laju irama
ventrikel harus dipertimbangkan.1
2.7.1 Kardioversi
Pengembalian ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala, memperbaiki
hemodinamik, menigkatkan kemampuan latihan, mencegah remodeling elektroanatomi
dan memperbaiki fungsi atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau
farmakologis. Kardioversi farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan kardioversi
elektrik. Resiko tromboemboli atau stroke emboli tidak berbeda antar kardioversi
elektrik dan farmakologi sehingga rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada
keduanya.1
Kardioversi farmakologis
ATRIAL FIBRILASI
diperhatikan. Salah satu efek samping obat anti aritmia adalah pro aritmia. Untuk
mengurangi timbulnya pro aritmia maka dalam memilih obat perlu diperhatikan keadaan
pasien.1
Setelah kardioversi kontraksi mekanik atrium kiri masih belum pulih (atrial
stunning) sampai 2-4 minggu setalah kardioversi sehingga ada kemungkinan
terbentuknya trombus baru yang dapat lepas pada periode pasca kardioversi. Oleh karena
itu antikoagulan diberikan sampai 4 minggu pasca kardioversi untuk mencegah
pembentukan trombus baru selama periode atrial stunning dan mencegah pembentukan
trombus apabila setelah kardioversi, AF timbul kembali. Trombus yang terbentuk di
atrium kiri memerlukan waktu kurang lebih 2 minggu untuk mengalami organisasi dan
melekat erat pada dinding atrium sehingga tidak mudah lepas bila atrium berkontraksi
setelah kembali ke irama sinus. Pemberian warfarin akan mempercepat proses organisasi
trombus, penempelan pada dinding atrium dan resolusi trombus.1
Pada pasien AF yang timbul lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya
dianjurkan pemberian warfarin dengan target INR 2-3 diberikan 3 minggu sebelum
kardioversi dan dilanjtkan 4 minggu pasca kardioversi. Pasien diberikan heparin bila
tidak ditemukan trombus, dilakukan kardioversi dan diberikan antikoagulan sampai 4
ATRIAL FIBRILASI
10
BAB III
KESIMPULAN
Fibrilasi atrial (AF) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di
rumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung,
tetapi AF berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Secara klinis
fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi atrium diketahui dari gambaran
ATRIAL FIBRILASI
11
Elektrokardiogram (EKG). Pemeriksaan EKG dapat dilakukan pada saat menjalani general
check-up maupun pada saat sakit tertentu yang prosedur pemeriksaannya memerlukan
pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial perlu diberitahukan tentang
kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan program tadi.
Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF :
Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati Hipertrofi
Aritmia jantung
Perikarditis
Hipertensi sistemik
Diabetes melitus
Hipertiroidisme
Penyakit paru
Neurogenik
ATRIAL FIBRILASI
12
4. Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama (verifikasi AF), hipertrofi
ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma WPW),
identifikasi adanya iskemia
5. Foto Rontgen Toraks Ekokardiografi
6. Pemeriksaan Fungsi Tiroid
7. Uji latih
Penatalaksanaan
Setiap usaha dan cara harus dilakukan untuk mencapai efektifitas terapi, terutama
pada pasien-pasien yang mengalami gejala yang berhubungan dengan fibrilasi atrium.
Pemantauan holter selama 24 jam atau tes treatmil dapat menyokong evaluasi variabilitas
jantung. Terapi terkontrol dapat dilihat dari hate rate 60-80 Bpm pada saat istirahat, dan
90-150 Bpm pada latuhan sedang. Untuk cara mencapai ini dapat dilakukan upaya
medikasi bloking AV node pada pasien-pasien dengan riwayat fibrilasi atrium. Beta
blocker oral, kalsium channel blocker non dihiropiridin dan digoksin biasanya efektif.
Digoksin efektif pada pasien terutama dengan gagal jantung namun dibutuhkan
monitoring ketat dari kadar obat dan fungsi ginjal. Pada keberadaan kardiomiopati
takikardi atau rate ventricular yang tidak adekuat selain obat, dapat dipertimbangkan
pemasangan implant AV node dan pacemaker. Kombinasi dari pengobatan, contohnya
beta blocker dan digoksin lebih baik dibandingkan dengan pengobatan obat tunggal pada
beberapa pasien. Amilodaron dapat mengontrol rate ventrikel tapi disatu sisi obat
antiaritmia dapat mencetuskan fibrilasi atrium dalam bentuk flutter atrial lambat yang
dapat tercetus 1:1 dari atrium ke ventrikel. Terapi dengan obat kelas IC dapat menjaga ke
efektifan kontrol AV node sangat penting pada banyak pasien.9
ATRIAL FIBRILASI
13