Anda di halaman 1dari 6

PUISI WAJIB

SAJAK ORANG MISKIN


Karya: Ws Rendra
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang
selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim..

Djogja, 4 Februari 1978

Puisi-Puisi Pilihan

Puisi Jalanan
Karya: Emha Ainun Najib
Hendaklah puisiku lahir dari jalanan
Dari desah nafas para gelandangan
Jangan dari gedung-gedung besar
Dan lampu gemerlapan
Para pengemis yang lapar
Langsung menjadi milik Tuhan
Sebab rintihan mereka
Tak lagi bisa mengharukan
Para pengemis menyeret langkahnya
Para pemgemis batuk-batuk
Darah dan hatinya menggumpal
Luka jiwanya amat dalam mengental
Hendaklah puisiku anyir
Seperti bau mulut mereka
Yang terdampar di trotoar
Yang terusir dan terkapar
Para pengemis tak ikut memiliki kehidupan
Mereka mengintai nasib orang yang dijumpainya
Tetapi zaman telah kebal
Terhadap cerita mereka yang kekal
Hendaklah puisi-puisiku
Bisa menjadi persembahan yang menolongku
Agar mereka menerimaku menjadi sahabat
Dan memaafkan segala kelalaianku
Yang banyak dilupakan orang ialah Tuhan
Ketika mengucap nama-Mu
Tuhan, ambillah aku
Sewaktu-waktu
Kematianku hendaknya sederhana saja
Orang-orang yang menguburku hendaknya juga dengan sederhana saja

PEREMPUAN BERDOSA
Karya: Dorothea Rosa Herliany
perempuan itu memikul dosa sendirian, seringan jeritannya
yang rahasia: berlari di antara sekelebatan rusa yang diburu
segerombolan serigala.
kautulis igaunya yang hitam, mengendap di bayang dinding
tak memantulkan cahaya.
perempuan itu melukis dosa yang tak terjemahkan
ia tulis rahasia puisi yang perih dendam dalam gesekan rebab.
lalu ia hentakkan tumit penari indian yang gelap dan mistis.
segerombolan lelaki melata di atas perutnya.
mengukur berapa leleh keringat pendakian itu.
sebelum mereka mengepalkan tinjunya
ke langit. dan membusungkan dadanya yang kosong:
mulutnya yang busuk menumpahkan ribuan belatung dan ulatulat.
perempuan itu membangun surga dalam genangan air mata.
menciptakan sungai sejarah: sepanjang abad!
Februari, 2000

Hanya dalam puisi


Karya: Ajip Rosidi
Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy dan Mayakowsky
Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan gunung-gunung
Lalu sajak-sajak tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari mencari Hawa.
Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada situasi?
Dalam lembah menataplah wajahmu yang sabar.
Dari lembah mengulurlah tanganmu yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir: Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.
1968

Anda mungkin juga menyukai