Anda di halaman 1dari 4

GERILYA

karya W.S. Rendra


Tubuh biru
tatapan mata biru lelaki terguling di jalan.

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana.

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Dengan tujuh lubang pelor


diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kasumatnya.

Gadis berjalan di subuh merah


dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama.

Ia beri jeritan manis


dan duka daun wortel.

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Orang-orang kampung mengenalnya


anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya.

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Lewat gardu Belanda dengan berani


berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya.

Sumber: Siasat (1955)


Menatap Merah Putih
Karya: Sapardi Djoko Damono

Menatap merah putih


Melambai dan menari-nari di angkasa
Kibarannya telah banyak menelan korban nyawa dan harta benda
Berkibarnya merah putih
Yang menjulang tinggi di angkasa
Selalu teriring senandung lagu Indonesia Raya dan tetesan air mata Dulu,
Ketika masa perjuangan pergerakan kemerdekaan
Untuk mengibarkan merah putih
Harus diawali dengan pertumpahan darah Pejuang
Yang tak pernah merasa lelah untuk berteriak : Merdeka!

Menatap merah putih


Adalah perlawanan melawan angkara murka
Membinasakan penindas dari negeri tercinta Indonesia

Menatap merah putih


Adalah bergolaknya darah demi membela kebenaran dan azasi manusia
Menumpas segala penjajahan di atas bumi pertiwi
Menatap merah putih Adalah kebebasan yang musti dijaga dan dibela
Kinarannya di angkasa raya
Berkibarlah terus merah putihku dalam kemenangan dan kedamaian.
Tanah Air Mata
karya: Sutardji Calzoum Bachri

tanah air mata


tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami

di sinilah kami berdiri


menyanyikan airmata kami

di balik gembur subur tanahmu


kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami

kami coba simpan nestapa


kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana

bumi memang tak sebatas pandang


dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata.

1991
Anak-Anak Indonesia
karya Ahmadun Yosi Herfanda

Kehilangan ladang di kampung mereka


Anak-anak Indonesia merangkak
di lorong-lorong gelap kota
Berjejal mereka di gerbong-gerbong

Kereta api senja


Terimpit dalam gubuk-gubuk
tanpa jendela
Anak-anak Indonesia akan digiring
kemanakah mereka

Bagai berjuta bebek mereka bersuara menyanyi


lagu tanpa syair dan nada
Sebelum matahari terbit, anak-anak Indonesia
berderet di tepi jalan raya
menggapai-gapaikan tangan mereka ke gedung-
gedung berkaca yang selalu tertutup pintu-pintunya.

Dari pagi hingga sore mereka antre lowongan kerja


tapi lantas dibuang ke daerah transmigrasi
Terusir dari tanah kelahiran (demi bendungan dan lapangan
golf katanya)

Anak-anak Indonesia tercecer di pasar-pasar kota, di kaki-


kaki hotel dan biro-biro ekspor tenaga kerja
Anak-anak Indonesia, akan dibawa kemanakah
Ketika bangku-bangku sekolah bukan lagi dewa
yang bisa menolong nasib mereka?

1996

Anda mungkin juga menyukai