Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI KASUS PENDIDIKAN DI

SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) WACHID HASYIM

PARENGAN – MADURAN – LAMONGAN

BAGIAN I

LATAR BELAKANG MASALAH

A. IDENTITAS SISWA

Nama :M

Tempat & Tanggal Lahir : lakitan 22 Desember 1993

Alamat : lakitan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 16 Tahun

Agama : Islam

Kelas :2A

Orang tua :H

Pekerjaan : Petani

B. PELANGGARAN YANG DILAKUKAN

Sering membolos sekolah

C. SUMBER INFORMASI
Informasi diperoleh dari guru BK SMA Wachid Hasyim. Berdasar data
dari guru BK. Saudara As’ad tercatat rata-rata membolos 4 -5 kali
dalam satu bulan.

D. TUJUAN DILAKUKANNYA WAWANCARA DAN OBSERVASI

1. Tujuan khusus : Untuk mengetahui latar belakang perilaku


membolos saudara M dan untuk menentukan langkah-langkah
penanganannya.

2. Tujuan umum : Hasil wawancara dan observasi ini, nantinya


akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan sebuah program
yang bertujuan untuk meminimalisasi prevalensi perilaku membolos
sekolah pada siswa-siswi SMA Wahid Hasyim. Mengingat sebagai
suatu komunitas, tentunya antara siswa yang satu dengan siswa
yang lain banyak memiliki kesamaan, baik dari segi fase
perkembangan, status sosial orang tua, dan tingkat ekonomi.
Sehingga hasil wawancara dan observasi terhadap saudara As’ad ini
nantinya akan dapat digunakan sebagai dasar yang relevan dalam
menentukan sebuah program penanganan untuk mengurangi
prevalensi perilaku membolos pada siswa-siswi SMA Wachid Hasyim.
BAGIAN II

TEORI RUJUKAN

REMAJA

Masa remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas


diri dan merupakan periode yang paling berat (Hurlock, 1993). Calon
(1953) dalam Monks (2002) mengatakan masa remaja menunjukkan
dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum
memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak, karena
secara fisik mereka sudah seperti orang dewasa. Perkembangan fisik dan
psikis menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini
disebut oleh orang barat sebagai periode sturm und drung dan akan
membawah akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan,
serta kepribadian remaja (Monsk, 2002). Lebih jelas pada tahun 1974,
WHO memberiikan definisi tentang remaja secara lebih konseptual,
sebagai berikut (Sarwono, 2001):
Remaja adalah suatu masa dimana:
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-
tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

DELINKUEN
Ada beberapa pengertian tentang perilaku delinkuen, M. Gold dan J.
Petronio dalam (Sarwono, 2001) mengartikan kenakalan remaja sebagai
tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar
hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatan itu
sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.
Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos RI No. 23/HUK/1996) menyebutkan
anak nakal adalah anak yang berperilaku menyimpang dari norma-norma
sosial, moral dan agama, merugikan keselamatan dirinya, mengganggu
dan meresahkan ketenteraman dan ketertiban masyarakat serta
kehidupan keluarga dan atau masyarakat (Pusda Depsos RI, 1999). B.
Simanjutak dalam (Sudarsono, 1995) memberii tinjauan secara
sosiokultural tentang arti Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja,
suatu perbuatan itu disebut delinkuen apabila perbuatan-perbuatan
tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat
dimana ia hidup, atau suatu perbuatan yang anti-sosial dimana
didalamnya terkandung unsur-unsur normatif. Psikolog Bimo Walgito
dalam (Sudarsono, 1995) merumuskan arti selengkapnya dari Juvenile
Delinquency sebagai tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan
oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi
merupakan berbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak,
khususnya anak remaja. Sementara John W. Santrock (1995)
mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada
suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat
diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah),
pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan
kriminal (seperti mencuri).

BENTUK- BENTUK KENAKALAN

William C. Kvaraceus dalam (Mulyono, 1995) membagi bentuk kenakalan


menjadi dua, yaitu:
1. Kenakalan bisaa seperti: Berbohong, membolos sekolah,
meninggalkan rumah tanpa izin (kabur), keluyuran, memiliki dan
membawa benda tajam, bergaul dengan teman yang memberii
pengaruh buruk, berpesta pora, membaca buku-buku cabul, turut
dalam pelacuran atau melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan
minum minuman keras.
2. Kenakalan Pelanggaran Hukum, seperti: berjudi, mencuri,
mencopet, menjambret, merampas, penggelapan barang, penipuan
dan pemalsuan, menjual gambar-gambar porno dan film-film porno,
pemerkosaan, pemalsuan uang, perbuatan yang merugikan orang
lain, pembunuhan dan pengguguran kandungan.

FAKTOR PENYEBAB PERILAKU DELINKUEN

Menurut Kartini Kartono (1998), Juvenile Delinquency adalah perilaku


jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda,
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga
mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang.

Kartini Kartono (1998) membagi faktor penyebab perilaku delinkuen


menjadi dua bagian sebagai berikut:

FAKTOR INTERNAL
Perilaku delinkuen pada dasarnya merupakan kegagalan sistem
pengontrol diri anak terhadap dorongan-dorongan instingtifnya, mereka
tidak mampu mengendalikan dorongan-dorongan instingtifnya dan
menyalurkan kedalam perbuatan yang bermanfaat. Pandangan
psikoanalisa menyatakan bahwa sumber semua gangguan psikiatris,
termasuk gangguan pada perkembangan anak menuju dewasa serta
proses adaptasinya terhadap tuntutan lingkungan sekitar ada pada
individu itu sendiri, barupa:
1. Konflik batiniah, yaitu pertentangan antara dorongan infatil
kekanak-kanakan melawan pertimbangan yang lebih rasional.
2. Pemasakan intra psikis yang keliru terhadap semua pengalaman,
sehingga terjadi harapan palsu, fantasi, ilusi, kecemasan (sifatnya
semu tetapi dihayati oleh anak sebagai kenyataan). Sebagai
akibatnya anak mereaksi dengan pola tingkah laku yang salah,
berupa: apatisme, putus asa, pelarian diri, agresi, tindak kekerasan,
berkelahi dan lain-lain.
3. Menggunakan reaksi frustrasi negatif (mekanisme pelarian dan
pembelaan diri yang salah), lewat cara-cara penyelesaian yang
tidak rasional, seperti: agresi, regresi, fiksasi, rasionalisasi dan lain-
lain.

Selain sebab-sebab diatas perilaku delinkuen juga dapat diakibatkan oleh:


1. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada anak-anak remaja.
2. Gangguan berfikir dan inteligensi pada diri remaja, hasil penelitian
menunjukkan bahwa kurang lebih 30% dari anak-anak yang
terbelakang mentalnya menjadi kriminal.
3. Gangguan emosional pada anak-anak remaja, perasaan atau emosi
memberiikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali
besar kecilnya kebagahiaan serta rasa kepuasan. Perasaan
bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan
kebutuhan manusia, jika semua terpuaskan orang akan merasa
senang dan sebaliknya jika tidak orang akan mengalami
kekecewaan dan frustrasi yang dapat mengarah pada tindakan-
tindakan agresif. Gangguan-gangguan fungsi emosi ini dapat
berupa: inkontinensi emosional (emosi yang tidak terkendali),
labilitas emosional (suasana hati yang terus menerus berubah,
ketidak pekaan dan menumpulnya perasaan.
4. Cacat tubuh, faktor bakat yang mempengaruhi temperamen, dan
ketidak mampuan untuk menyesuaikan diri (Philip Graham, 1983
dalam Sarwono, 2001).

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, perilaku


delinkuen merupakan kompensasi dari masalah psikologis dan konflik
batin karena ketidak matangan remaja dalam merespon stimuli yang
ada diluar dirinya. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan
bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki
emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan
memiliki perasaan rendah diri yang kuat (Tambunan, 2008).

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku delinkuen diatas


dapat digambarkan sebagai berikut:
faktor-faktor internal penyebab perilaku delinkuen
1). Reaksi frustrasi negatif
2). Gangguan pengamatan dan tanggapan
Faktor internal
3). Gangguan cara berfikir
4). Gangguan emosional atau perasaan
Sumber: Kartini Kartono, Patologi Sosial 2, (Jakarta:Radja Grafindo Persada,1998),
cet 3, hal. 120.

FAKTOR EKSTERNAL
Disamping faktor-faktor internal, perilaku delinkuen juga dapat
diakibatkan oleh faktor-faktor yang berada diluar diri remaja, seperti
(Kartono, 1998):
1. Faktor keluarga, keluarga merupakan wadah pembentukan peribadi
anggota keluarga terutama bagi remaja yang sedang dalam masa
peralihan, tetapi apabila pendidikan dalam keluarga itu gagal akan
terbentuk seorang anak yang cenderung berperilaku delinkuen,
semisal kondisi disharmoni keluarga (broken home), overproteksi
dari orang tua, rejected child, dll.
2. Faktor lingkungan sekolah, lingkungan sekolah yang tidak
menguntungkan, semisal: kurikulum yang tidak jelas, guru yang
kurang memahawi kejiwaan remaja dan sarana sekolah yang
kurang memadai sering menyebabkan munculnya perilaku
kenakalan pada remaja. Walaupun demikian faktor yang
berpengaruh di sekolah bukan hanya guru dan sarana serta
perasarana pendidikan saja. Lingkungan pergaulan antar teman pun
besar pengaruhnya.
3. Faktor milieu, lingkungan sekitar tidak selalu baik dan
menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan anak.
Lingkungan adakalanya dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak
muda kriminal dan anti-sosial, yang bisa merangsang timbulnya
reaksi emosional buruk pada anak-anak puber dan adolesen yang
masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah
terjangkit oleh pola kriminal, asusila dan anti-sosial.
4. Kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan (polusi,
kecelakaan lalu lintas, bencana alam dan lain-lain (Graham, 1983).

Faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku delinkuen


diatas dapat digambarkan sebagai berikut:

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku delinkuen


1.1. Broken home
1.2. Perlindungan lebih
1). Faktor keluarga
1.3. Penolakan orang tua
Faktor eksternal 1.4. Pengaruh buruk dari
orang tua
2). Faktor sekolah
3). Milieu

Sumber: Kartini Kartono, Patologi Sosial 2, (Jakarta:Radja Grafindo Persada,1998),


cet 3, hal. 126.

Faktor keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan


perilaku menyimpang pada remaja, gangguan-gangguan atau kelainan
orang tua dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek
manajemen secara konsisten diketahui berkaitan dengan perilaku anti
sosial anak-anak remaja , semidal overproteksi, rejected child dan
lain=lain(Santrock, 1995). Sebagai akibat sikap orang tua yang otoriter
menurut penelitian Santrock & Warshak (1979) di Amerika Serikat
maka anak-anak akan terganggu kemampuannya dalam tingkah laku
sosial. Kempe & Helfer menamakan pendidikan yang salah ini dengan
WAR (Wold of Abnormal Rearing), yaitu kondisi dimana lingkungan
tidak memungkinkan anak untuk mempelajari kemampuan-
kemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar manusia
(Sarwono, 2001.

Selain faktor keluarga dan sekolah, faktor milieu juga sangat


berpengaruh terhadap perilaku kenakalan, karena milieu-milieu yang
ada dalam masyarakat akan turut mempengaruhi perkembangan
perilaku remaja. Menurut Sutherland perilaku menyimpang yang
dilakukan remaja sesungguhnya merupakan sesuatu yang dapat
dipelajari. Asumsi yang melandasinya adalah 'a criminal act occurs
when situation apropriate for it, as defined by the person, is present'
(Rose Gialombardo; 1972). Lebih lanjut menurutnya (Gialombardo,
1972 dalam Suyatno, 2008):
1. Perilaku remaja merupakan perilaku yang dipelajari secara
negatif dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi (genetik). Jika
ada salah satu anggota keluarga yang berposisi sebagai
pemakai maka hal tersebut lebih mungkin disebabkan karena
proses belajar dari obyek model dan bukan hasil genetik.
2. Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari
melalui proses interaksi dengan orang lain dan proses
komunikasi dapat berlangsung secara lisan dan melalui bahasa
isyarat.
3. Proses mempelajari perilaku bisaanya terjadi pada
kelompok dengan pergaulan yang sangat akrab. Remaja dalam
pencarian status senantiasa dalam situasi ketidaksesuaian baik
secara biologis maupun psikologis. Untuk mengatasi gejolak ini
bisaanya mereka cenderung untuk kelompok di mana ia diterima
sepenuhnya dalam kelompok tersebut. Termasuk dalam hal ini
mempelajari norma-norma dalam kelompok. Apabila kelompok
tersebut adalah kelompok negatif niscaya ia harus mengikuti
norma yang ada.
a. Apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka
yang dipelajari meliputi: teknik melakukannya, motif atau
dorangan serta alasan pembenar termasuk sikap.
b. Arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dari
peraturan hukum

Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan psikologis anak


digambarkan oleh Hasbullah M. Saad (2003) dalam bukunya
Perkelahian Pelajar seperti dibawah ini:

Model umum pengaruh kondisi lingkungan terhadap


Perkembangan psikologis anak
Lingkungan makro
Karakter anak
Atensi

Karakter keluarga Interaksi antar perhatian ibu dengan anak


Mainutris

Perkembangan psikologis

Sumber: Hasbullah M. Saad, Perkelahian Pelajar: Potret Siswa SMU di DKI Jakarta,
(Yogyakarta:Galang Press, 2003), hal. 32.
BAGIAN III

WAWANCARA & OBSERVASI UNTUK TUJUAN ASSESMENT

Dasar-dasar teori diatas kemudian dijadikan sebagai acuan untuk


membuat guide interview & check-List untuk mendapatkan informasi
mengenahi latar belakang masalah yang sedang dihadapi oleh saudara
As’ad (Perilaku membolos).

1. HASIL OBSERVASI

CHECK LIST UNTUK OBSERVASI KONDISI SUBJEK SAAT INI

No. Aspek Yang diobservasi Penilaian


1. Cara berpakaian sangat cukup Tdk rapi
rapi
2. Sopan Santun baik cukup kurang
3. Pergaulan baik cukup kurang
4. Keseriusan dalam baik cukup kurang
mengikuti pelajaran
5. Mencatat materi pelajaran selalu kadang2 tdk pernah
6. Membolos sekolah sering kadang 2 tdk pernah
7. Mengikuti kegiatan ekstra selalu kadang 2 tdk pernah
8. Mematuhi peraturan selalu kadang 2 tdk pernah
sekolah
9. Cara berinteraksi dengan baik cukup kurang
teman.
10. Menggunakan bahasa selalu kadang 2 tdk pernah
yang positif.
11. Duduk di barisan depan selalu kadang 2 tdk pernah
12. Ikut serta dalam diskusi selalu kadang 2 tdk pernah
kelas

Keterangan:

• Berilah tanda check list pada kotak penilaian yang sesuai dengan kondisi
siswa saat ini.

• Untuk penilaian membolos sekolah:

1. Sering (setiap dua minggu ada 1 hari yang tidak masuk).

2. Kadang-kadang (dalam 1 bulan ada 1 hari yang membolos).

CHECK LIST UNTUK OBSERVASI HUBUNGAN

SUBJEK DENGAN ORANG TUA

No. Aspek Yang diobservasi Penilaian


1. Perhatian orang tua baik cukup kurang
2. Komunikasi baik cukup kurang
3. Cara orang tua baik cukup kurang
berinteraksi dengan anak.
4. Cara anak berinteraksi baik cukup kurang
dengan orang tua.
5. Patuh terhadap aturan selalu kadang2 tdk pernah
orang tua.
6. Menghormati orang tua selalu kadang 2 tdk pernah
7. Penghargaan orang tua baik cukup kurang
terhadap pendapat anak.
8. Model pendidikan ortu otoriter demokrati
s
Keterangan:

• Beri tanda check list pada kotak penilaian yang sesuai dengan kondisi
siswa saat ini.

Observasi disekolah dilakukan pada tanggal 24, 31 Mei & 7 Juni dan
observasi rumah dilakukan pada tanggal 25 Mei, 1 Juni dan 8 Juni, adapun
untuk aspek penilaian membolos sekolah digunakan data absensi kelas.
Hasil observasi menunjukkan As’ad adalah termasuk siswa yang tidak
begitu disukai oleh teman-teman temannya karena As’ad dalam
berkomunikasi dengan teman-temannya selalu menggunakan bahasa-
bahasa yang tidak positif seperti kata “jancuk” dan lain sebagainya. Cara
berpakaian As’ad juga tidak rapi, bajunya tidak pernah dimasukkan dan
rambutnya panjang. Selain itu As’ad juga tidak memiliki sopan santun
terhadap guru, ketika berada di dalam kelas A’ad selalu membuat gaduh
saat pelajaran sedang berlangsung, tidak pernah mencatat materi yang
diberikan oleh guru, tidak pernah mengikuti diskusi dan selalu duduk
paling belakang. As’at juga terkenal sebagai siswa yang tidak pernah
patuh terhadap peraturan-oeraturan sekolah, seperti tidak pernah
mengikuti kegiatan ekstra, selalu membolos dan tidak pernah serius
dalam mengikuti pelajaran.

Orang tua As’ad terlalu bersikap otoriter dalam mendidik anak-anaknya


terlebih terhadap As’ad karena As’ad tidak pernah patuh dan
menghormati aturan-aturan yang ada dalam keluarga. Cara berinteraksi
As’ad dengan orang tua atau sebaliknya orang tua dengan As’ad
tergolong kurang baik. Dalam lingkungan keluarga As’ad kurang
mendapat penghargaan dari orang tua dan kurang diperhatikan, karena
orang tua As’ad tidak pernah mau tau terhadap masalah As’ad, yang ada
As’ad selalu mendapat marah dari orang tua.

2. HASIL WAWANCARA
Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Juni, karena keterbatasan waktu
wawancara hanya dilakukan kepada As’ad untuk melengkapi hasil
observasi. Adapun hasil wawancara dengan As’ad secara verbatim
disajikan dibawah ini:

Bari Masalah Yang


s
Isi wawancara Baris Ditemukan
1 + Selamat siang mas As’ad
++ Siang pak! (agak tidak suka)
+ maaf mengganggu belajar mas
As’ad sebentar
5 ++ tidak apa-apa pak
+ terima kasih. Kalau boleh tau 5–9 Keluyuran
sepulang dari sekolah bisaanya apa
kegiatan mas As’ad?
++ bisaanya saya tidak langsung
10 pulang pak, mampir kewarung kopi
dulu, baru pulang 12 Selalu dimarahi ortu
+ kenapa mas As’ad tidak langsung
pulang dan lebih memilih kewarung
kopi dulu?
15 ++ dari pada di rumah dimarahi terus
sama orang tua pak, lebih baik
kewarung kopi bisa kumpul dengan
teman-teman yang lain.
+ bisaanya kewarung kopi mana dan
20 apa yang mas As’ad lakukan di sana? 21 – 26 Tidak mau mengikuti
++ warung kopinya di Maduran Pak di aturan orang tua.
desa saya sendiri, ya Cuma nongkrong
saja Pak, kadang-kadang ya sambil
main remi (main kartu).
25 + sepulang dari warung kopi, apa
As’ad juga ikut mengaji di mushollah, 26 – 28 Tidak pernah belajar
saya dapat informasi dari sekolah
katanya bapak anda pak haji?
++ yang haji kan orang tua saya pak.
30 Bisaanya ya tidur pak kalau tidak ada 31 -34 Tidak suka dengan
acara keluar dengan teman. sekolahnya.
+ kalau begitu kapan As’ad belajar?
++ tidak pernah belajar pak, belajar
juga buat apa, wong saya ini tidak
35 pernah diperhatikan oleh orang tua
saya kok.
+ masuk As’ad tidak memperhatikan?
++ saya itu sebenarnya kepingin
masuk ke STM (Sekolah Teknik Mesin), 40 – 45 Membolos sekolah
40 tapi orang tua tidak pernah mau Tidak bisa mengikuti
mendengarkan keinginan saya dan pelajaran.
akhirnya saya sekolah di SMA Wachid
Hasyim ini pak.
+ kalau boleh tau apa yang menjadi
45 alasan orang tua As’ad lebih memilih
SMA daripada STM?
++ orang tua saya itu kepinginnya
saya jadi guru agama, saya pernah
dipondokkan di pesantren Langitan 50 -53 Tidak disukai oleh
50 Tuban tapi saya tidak kerasan. teman
+ apa karena tidak boleh masuk STM
itu yang membuat As’ad selalu
membolos sekolah?
++ iya pak, lawong saya itu tidak 55 – 60
55 berminat sekolah diselain STM, ya mau Tidak punya motivasi
bagaimana lagi pak, saya itu tidak bisa
mengikuti pelajaran dengan baik.
+ As’ad bisa bertanya pada teman-
teman yang lain kan?
60 ++ teman-teman tidak ada yang suka
dengan saya pak, soalnya kata teman-
teman saya itu kalau bicara arogan.
Makanya saya sering bolos karena
saya tidak punya teman di sekolah, 65-70
65 lebih baik saya kewarung kopi banyak Komunikasi dengan
yang menghargai saya. orang tua tidak baik.
+ apa As’ad tidak merasa rugi kalau
As’ad selalu membolos sekolah?
++ tidak pak buat apa wong saya
70 memang sudah tidak suka sekolah
disini. Kalau orang tua saya mau
memindahkan ke STM ya saya akan
rajin sekolah pak.
+ belajar mesin kan tidak hanya di
75 sekolah, As’ad bisa ambil kursus mesin
sambil tetap sekolah. Selain As’ad
senang orang tua As’ad juga senang.
Apa As’ad tidak pernah coba 80 -84
membicarakan kepada orang tua Tidak pernah ikut
80 As’ad? ekstra kulikuler
++ saya itu jarang bicara dengan
orang tua saya pak, begitu juga
dengan orang tua saya. Paling-paling 85 – 89
kalau mau marahi atau menyuruh saya Tidak mendengarkan
85 saja baru bicara. Mereka itu tidak guru
pernah mau tau dengan keinginan
anak-naknya. Makanya kakak saya
dulu juga sering dapat masalah di
sekolah seperti saya ini. 90 – 93
90 + jadi komunikasi As’ad dengan orang
tua selama ini bagaimana? Tidak pernah
++ ya seperti yang saya bilang tadi mengrjakan PR
pak. 95-100
+ menurut informasi dari guru BK,
95 As’ad juga tidak punya sopan santun Tidak pernah
pada guru dan tidak pernah ikut berpakaian rapi
kegiatan ekstra kulikuler, apa benar
demikian?
100 ++ saya tidak pernah mengikuti 103-105
kegiatan ekstra kulikuler karena tidak
ada yang saya sukai pak, jadi buat apa Tidak diperhatikan
saya ikut. Kalau tidak sopan dengan orang tua
para guru….saya sopan kok pak
105 (defend)
+ pernah tidak As’ad bicara sendiri
saat pelajaran berlangsung? 105-110
++ sering pak, saya tidak suka dengan
pelajarannya makanya saya tidak mau Tidak pernah dihargai
110 mendengarkan pak. orang tua
+ apa As’ad selalu mengerjakan
Pekerjaan Rumah (PR) yang diberikan
oleh pak guru?
++ tidak pak.
115 + baik, apa alasan As’ad tidak pernah
memasukkan baju dan berambut
panjang?
++ biar keren pak, biar kelihatan
119 macho, kalau tidak begini tidak ada
cewek yang naksir saya donk pak,
sudah bodoh dan tidak keren. Kalau
begini kan keren pak.
+ lalu apa yang membuat As’ad tidak
pernah mematuhi peraturan orang
tua?
++ mereka juga tidak pernah
memperhatikan saya pak.
+ maksud As’ad?
++ mereka kan maunya menang
sendiri. Mereka juga tidak pernah
memberii penghargaan atas prestasi
saya. Saya pernah menag juara 1
dalam lomba menggambar tingkat
kecamatan. Semua teman memberii
ucapan selama. Tapi orang tua saya
bisaa saja dan tidak menghargai saya.
+ baik, kalau begitu untuk sementara
cukup dulu. Terima kasih dan minggu
depan saya akan memanggil As’ad lagi
untuk mendengarkan keinginan-
keinginana As’ad yang nanti akan saya
sampaikan kepada orang tua As’ad.
Bagaimana anda bersedia.
++ asalkan untuk saya pak.
+ baik.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa perilaku membolos sekolah


saudara As’ad disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Faktor internal
Faktor emosi, dalam hal ini adalah ketidak mampuan subjek
secara emosi dalam mensikapi perlakuan orang tua yang terlalu
otoriter dan tidak memberi ruang diskusi pada subjek. Sehingga
subjek merespon sikap orang tua yang demikian dengan melakukan
perilaku-perilaku yang melanggar aturan-aturan keluarga dan
aturan-aturan sekolah. Ini senada dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Kartini Kartono (1998), bahwa gangguan
emosional pada anak-anak remaja, perasaan atau emosi
memberiikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali
besar kecilnya kebagahiaan serta rasa kepuasan. Perasaan
bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan
kebutuhan manusia, jika semua terpuaskan orang akan merasa
senang dan sebaliknya jika tidak orang akan mengalami
kekecewaan dan frustrasi yang dapat mengarah pada tindakan-
tindakan agresif. Gangguan-gangguan fungsi emosi ini dapat
berupa: inkontinensi emosional (emosi yang tidak terkendali),
labilitas emosional (suasana hati yang terus menerus berubah,
ketidak pekaan dan menumpulnya perasaan.

Ketidak mampuan subjek dalam melakukan penyesuaian diri


dengan lingkungan sekolah. Philip Graham (1983) menjelaskan
bahwa factor ketidak mampuan subjek dalam menyesuaikan diri
juga dapat menyebabkan perilaku delinkuen.

Reaksi frustrasi. Dalam hal ini adalah ketidak puasan subjek


terhadap keputusan memasukkan dirinya ke sekolah SMA, yang
kemudian direspon secara negative oleh subjek, seperti tidak mau
memperhatikan guru dan membolos.

2. Faktor eksternal

Pola asuh keluarga yang otoriter. Hal ini senada dengan yang
dikemukakan oleh Santrock, menurutnya faktor keluarga memang
sangat berperan dalam pembentukan perilaku menyimpang pada
remaja, gangguan-gangguan atau kelainan orang tua dalam
menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen
secara konsisten diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial
anak-anak remaja , semidal overproteksi, rejected child dan
lain=lain(Santrock, 1995). Sebagai akibat sikap orang tua yang
otoriter menurut penelitian Santrock & Warshak (1979) di Amerika
Serikat maka anak-anak akan terganggu kemampuannya dalam
tingkah laku sosial. Kempe & Helfer menamakan pendidikan yang
salah ini dengan WAR (Wold of Abnormal Rearing), yaitu kondisi
dimana lingkungan tidak memungkinkan anak untuk mempelajari
kemampuan-kemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar
manusia (Sarwono, 2001).

Lingkungan sekolah. Kondisi sekolah yang belum memiliki tenaga


Psikolog membuat As’ad cuma menjadi bahan cemoohan dan tidak
mendapat problem solving yang tepat, akibatnya As’ad cenderung
menarik diri dari pergaulan sekolah dan lebih memilih bergaul
dengan remaja-remaja yang nongkrong diwarung kopi.

BAGIAN IV

PENANGANAN KASUS

UNTUK TUJUAN PENYELESAIAN MASALAH AS’AD


Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh As’ad. Dapat dilakukan
konseling kepada As’ad yang berorientasi pada menumbuhkan kesadaran
pada diri subjek bahwa cara dirinya mensikapi pendidikan orang tuanya
yang terlalu otoriter itu kurang tepat, karena langkah yang diambil oleh
subjek justeru merugikan diri subjek sendiri. Selain itu konseling juga
diarahkan pada menjadikan subjek sebagai orang yang mampu
bertanggung jawab terhadap dirinya. Dengan teknik-teknik konfrontasi
dengan pendekatan RET (Rational Emotif) dan Pendekatan Realitas akan
mampu membantu subjek menyelesaikan masalahnya secara positif dan
konstruktif.

Selain itu, konseling juga dilakukan kepada kedua orang tua As’ad, untuk
memberii pengertian kepada mereka akan pentingnya komunikasi dalam
keluarga. Selain itu konseling ditujukan untuk memberi pengertian kepada
orang tua, bahwa sangat disarankan kepada orang tua untuk
menempatkan anak pada pendidikan yang sesuai dengan minat anak.
Berkaitan dengan masalah As’ad orang tua dapat disarankan untuk
mencarikan solusi alternative untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki As’ad, dengan memasukkan As’ad pada kursus Teknik Mesin.

UNTUK TUJUAN MEMINIMALISASI PREVALENSI MEMBOLOS PADA


SISWA SMA WACHID HASYIM

Untuk tujuan diatas, dapat dibuat program kegiatan semisal seminar


tentang pendidikan anak yang diperuntukkan untuk para orang tua yang
anaknya memiliki masalah di sekolah dan dapat dibuat program seminar
tentang pentingnya management diri untuk mencapai kesuksesan dimasa
depan yang diperuntukkan bagi para siswa yang bermasalah.

Catatan:

Sebagai bentuk tanggung jawab professional, karena telah


melakukan assessment penulis telah melakukan konseling
kepada As’ad dan orang tua. Namun demikian penulis belum
bisa menyertakan dalam laporan ini. Karena proses konseling
belum selesai dan baru berjalan satu sesi saja.
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock., E. B., 1993, Psikologi Perkembangan Edisi ke-5, Jakarta:Erlangga.

Kartono., Kartini, 1998, Patologi Sosial 2, Jakarta:Radja Grafindo Persada.

Monks., F.J., dkk, 2002, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Gadjah Mada


University Press.

Mulyono., Y. Bambang, 1995, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan


Penanggulangannya, Yogyakarta:Kanisius.
Saad., Hasbullah M., 2003, Perkelahian Pelajar;Potret Siswa SMU di DKI
Jakarta, Yogyakarta:Galang Press.
Santrock., John W., 1995, Perkembangan Masa Hidup jilid 2. Terjemahan oleh
Juda Damanika & Ach. Chusairi, Jakarta:Erlangga.

Sarwono., Sarlito Wirawan, 2001, Psikologi Remaja, Jakarta:Radja Grafindo


Persada.

Sudarsono, 1995, Kenakalan Remaja, Jakarta:Rineka Cipta.

Tambunan., Raimon, Perkelahian Pelajar, http// e-psikologi.com, diakses 20 Mei


2008.

Suyatno., Bagong, Memahami Remaja Dari Berbagai Perspektif Kajian


Sosiologis, http://bkkbn.go.id, diakses 20 Mei 2008.

Anda mungkin juga menyukai