Anda di halaman 1dari 4

SUMBER HUKUM FORMAL DAN MATERIAL

Secara harafiah kata sumber berarti asal atau mata air yang selalu mengalirkan airnya.
Dengan demikian, sumber hukum dapat diartikan hukum atau aturan-aturan yang
mengalirkan aturan-aturan atau didapati aturan-aturan yang dijadikan dasar untuk mengatur
atau dijadikan dasar untuk membuat aturan-aturan yang baru yang lebih rinci atau eksplisit
yang merupakan hukum positif ( Hukum yang sedang berlaku).

C.S.T. Kansil mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala apa
saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa,
yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Secara garis besar sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

a. Sumber hukum dalam arti material


Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum.
Hukum ini mengatur segala aspek kehidupan manusia dan setiap manusia hidupnya terikat
oleh aturan-aturan atau hukum. Oleh sebab hukum itu mengatur dan mengikat setiap
manusia, maka hukum tidak hanya dipelajari oleh para ahli hukum saja tetapi dipelajari pula
oleh ahli-ahli ilmu sosial karena hukum merupakan gejala sosial. Bertolak dari pemahaman
bahwa hukum itu dipelajari oleh paa ahli hukum dan lainnya, maka dibawah ini akan
dijelaskan tentang pandangan mereka masing-masing menganai apa yang menjadi sumber
hukum itu.

1) Sudut Ekonomi
Manusia adalah homo economicus (makhluk ekonomi) yang dalam hidupnya diliputi berbagai
kepentingan atau kebutuhan. Dal;am upaya mempertahankan hidupnya itu manusia di
tengah manusia lainnya berjuang dengan segala upaya untuk memenuhi seala
kebutuhannya. Dengn melihat kenyataan kehidupoan manusia seperti itu maka yang
menyebabkan lahirnya atau munculnya hukum adalah kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam
masyarakat. Setiap manusia berjuang unuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sedang bahan
pemenuh kebutuhan terbatas, agar tidak terjdi benturan-benturan kepentingan yang akan
menimbulkan kekacauan perlu dibuat peraturan atau hukum.

2)Sudut Sosiologi atau kemasyarakatan


Interaksi manusia dalam masyarakat sangat kompleks, hal ini disebabkan kepentingan antar
anggota masyarakat itu begitu aneka ragam. Oleh sebab itu, masyarakat mestyi akan muncul
peristiwa-peristiwa kemasyarakatan. Peristiwa inilah yang oleh para sosiolog dikatakan
sebagai sumber hukum.

3)Sudut Sejarah atau Historis


Dari sudut sejarah ini dapat didekati dari dua sisi, yaitu sisi pertama, dari sumber dalam
artian sumber pengenal (kenbron), dimana seseorang dapat mengenal, mengetahui,
mengerti, mendapati, menemui aturan-aturan hukum itu. Kita dapat menemukan aturan-
aturan hukum itu di dalam dokumen-dokumen yang menyangkut masalah hukum.

Van Apeldoorn, mengatakan sumber hukum dalam arti sumber pengenal hukum yakni semua
tulisan dokumen, sekripsi dan sebagainya dari mana kita dapat belajar mengenal hukum
suatu bangsa pada sesuatu waktu. Misalnya; undang-undang, keputusan-keputusan hakim,
piagam-piagam yang memuat perbuatan hukum, tulisan-tulisan yang tidak bersifat yuridis
sepanjang memuat pemberitahuan menganai lembaga-lembaga hukum. Sisi kedua, sumber
dalam arti dari mana asal bahan atau materi hukum itu diambil (welbron). Terhadap suatu
hukum tertentu yang ada sebenarnya dapat dilacak atau ditelusuri asalnya bahan atau materi
hukum, pasti ada sumbernya, induknya atau babonnya.

Van Apeldoorn, mengatakan bahwa sumber dalam arti dari mana asal isi atau materi hukum
itu adalah dari mana pembentuk undang-undang memperoleh bahan dalam membentuk
undang-undang, juga dalam arti sistem-sistem hukum, dari mana tumbuh hukum positif
sesuatu negara.
4) Sudut Filosofis
Para filsuf memberikan dua arti mengenai sumber hukum, yaitu :

a) Sumber hukum tentang isi hukum


Pandangan hukum yang theokratis, mengatakan bahwa kitab suci mengajarkan kepada
manusia bahwa hukum itu berasal atau bersumber dari Tuhan, maka sudah semestinya kita
sebagai makluk ciptaanNya taat pada hukum itu. Demikian juga negara ataupun pemerintah
itu asalnya juga dari Tuhan, sehingga manusia wajib taat kepada pemerintah yang ada.
Pandangan teori hukum kodrat yang dikemukakan oleh J. Verkuyl, bahwa di negeri Barat
paham hukum kodrat (jus naturale) dan hukum susila kodrati (ethica naturalis) mula-mula apa
yang disebut filsafat Stoa (tokoh-tokoh Sencca, Epiktatus dan Marcus Aurrelius awal tahun
masehi). Menurut Stoa, budi ( logos atau rasio) dapat membaca dan merumuskan peraturan-
peraturan alam dari alam itu sendiri. Menurut mereka kodrat manusia itu baik dan sesuai
dengan kodratnya itu, manusia dapat berbuat baik, dan dengan demikian cita-cita orang yang
berhikmat ( apatheia dan antarkeia) dapat dibuat nyata. Berpangkal pada pandangan-
pandangan filsafat itu maka golongan Stoa berusaha membentuk sebuah susunan tentang
hak dan kewajiban manusia (lex naturalis dan ethica naturalis).

Sedangkan menurut Thomas Auquino (1224–1274) ia membedakan di dalam manusia suatu


kodrat (alam) dan kodrat atas (alam atas). Jadi menurut menurut hukum kodrat budilah yang
menjadi sumber isi hukum. Seperti yang ditegaskan oleh Hugo de Groot, mengatakan sumber
hukum adalah budi, sedangkan sumber kekuatan mengikat adalah Tuhan.

b) Sumber hukum dalam arti sebagai sumber atau dasar untuk mengikatnya suatu
aturan hukum.
Pandangan yang lebih modern yang diperkenalkan oleh aliran historis Van Scwigny (Jerman)
mengatakan bahwa sebagai sumber isi hukum harus disebut kesadaran hukum sesuatu
bangsa, atau dengan kata lain pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat
mengenai apa yang disebut hukum.

b.Sumber hukum dalam arti formal.


Sumber hukum dalam arti formil adalah sumber hukum yang dikenalkan dari bentuknya.
Karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum. diketahui dan ditaati. Disinilah
suatu kaidah memperoleh kwalifikasi sebagai kaidah hukum dan oleh yang berwenang ia
merupakan petunjuk hidup yang harus diberi perlindungan. Sumber hukum dalam arti formil
antara lain :

1) Undang-Undang (Statute)

Ada dua pengertian undang-undang, yakni :


a). Undang-undang dalam arti formil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang karena cara
pembuatannya maka disebut undang-undang.
b). Undang-Undang dalam arti materil, yaitu setiap keputusan penguasa dengan nama
apapun dan mengikat umum. Penguasa di sini berarti baik itu pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Menurut Van Apeldoorn, undang-undang dalam arti materiil adalah
sesuatu keputusan pemerintah, yang mengingat isinya disebut undang-undang, yaitu tiap-
tiap keputusan pemerintah, yang menetapan peraturan-peraturan yang mengikat secara
umum (hukum obyaktif). Sedangkan menurut C.S.T. Kansil, undang-undang dalam arti
materiil setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap
penduduk.

2) Kebiasaan (Costum)

Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga


menjadi biasa. Suatu kebiasaan supaya dapat menjadi hukum kebiasaan harus memenuhi
syarat-syarat bahwa perbuatan itu selalu diulang-ulang, menetap, sama dan diikuti secara
terus menerus syarat material. Disamping itu harus ada keyakinan bagi masyarakat rasa
kewajiban hukum untuk berbuat demikian itu (syarat psikologis). Menurut Van Apeldoorn,
untuk terbentuknya hukum kebiasaan terdapat dua syarat yaitu :
- satu yang berifat material, pemakaian yang tetap.
- satu yang bersifat psikologis, keyakinan akan kewajiban hukum (opino necessitatis). Jadi
perbedaan antara undang-undang dengan kebiasaan adalah undang-undang ialah keputusan
yang dipikulkan pada orang-orang oleh pemerintah (dari atas), sedangkan kebiasaan ialah
peraturan yang timbul dari pergaulan hidup sendiri (sehari-hari). Dengan kata lain, undang-
undang mempunyai sifat hiteronom artinya sesuatu kekuasaan yang berdiri di atas
masyarakat, meletakan kehendaknya pada masyarakat, sedangkan hukum kebiasaan
mempunyai sifat otonom, karena di sini pembentuk undang-undang adalah masyarakat itu
sendiri.

3) Keputusan-Keputusan Hakim (Yurisprodensi) Sering hakim dihadapkan kepada perkara


yang belum diatur secara tegas di dalam suatu Kitab Undang-Undang yang tertulis. Dalam hal
ini hakim tidak dibenarkan menolak mengadili perkara tersebut dengan alasan belum ada
aturan tertulisnya yang mengatur. Hakim harus mengambil keputusan atas perkara itu,
kekosongan hukum tidak bisa dibiarkan tetapi mereka mengisinya dengan keputusannya
yang didasarkan pada rasa keadilan masyarakat. Dalam Kamus Hukum, Yurisprodensi
dijelaskan sebagai putusan-putusan pengadilan, apabila mengenai suatu persoalan sudah ada
suatu yurisprodensi yang tetap, maka dianggapnya bahwa yurisprodensi itu telah melahirkn
suatu hukum yang sama kuatnya dengan undang-undang. Karena itu, yurisprodensi juga
dianggap sebagai suatu sumber hukum (dalam arti formil). Menurut Utrecht, yurisprodensi
adalah keputusan-keputusan hakim, ada dua yurisprodensi yaitu yurisprodensi yang tetap
dan yurisprodensi yang tidak tetap. Sedangkan C.S.T. Kansil mengemukakan yurisprodensi
adalah keputusan hakim yang terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan
oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama. Berpijak dari uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa yurisprodensi adalah keputusan hakim atau pengadilan pada waktu yang
lampau biasanya diikuti oleh hakim-hakim yang kemudian terhadap perkara yang sama atau
persoalan yang identik. Yurisprodensi dibedakan menjadi dua yaitu:

- Yurisprodensi tetap, yaitu keputusan hakim ini selalau diikuti oleh hakim-hakim yang
kemudian dan dijadikan dasar dalam mengadili sutu perkara yang sama (stndarrd arresten).
- Yurisprodensi tidak tetap, yaitu keputusan hakim ini (terdahulu) tidak selalu diikuti oleh
hakim-hakim yang berikutnya. Yurisprodensi dapat dimasukkan sebagai sumber hukum
formal sebab seorang hakim di dalam membuat suatu keputusan mengambil dasar dari
putusan hakim lain yang terdahulu terhadap perkara yang sama. Dengan demikian bahwa
keputusan hakim yang terdahulu menjadi sumber hukum bagi hakim yang kemudian.
Keputusan hakim yang terdahulu itu diikuti atas dasar :

- Karena kewibawaan hakim pemutus perkara yang terdahulu.


- Karena pertimbangan praktis
- Karena hakim yang berikutnya sependapat dengan keputusan hakim yang terdahulu.

4)Traktat (Treaty)
Traktat (treaty) adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih. Pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian (baik bilateral maupun multilateral) terikat pada perjanjian yang
mereka buat, mereka harus menepati janji, menaati, sering dikenal dengan istilah Pacta Sunt
Servanda.
Baik traktat bilateral maupun multilateral semuanya merupakan sumber hukum dalam arti
formal karena traktat pada umumnya berisi suatu aturan-aturan tertentu.

5) Pendapat sarjana hukum (doktrin)


Istilah doktrin dari kata Latin yang berarti ajaran yang diberikan oleh Doctor (leraar) artinya
guru. Dalam jaman Romawi doktrin disebut dengan nama Jus prodentibus Constitutum artinya
hukum yang dibuat oleh para prudentes atau para cerdik pandai. Dengan demikian istilah
doktrin dapat diartikan ajaran atau pendapat pada ahli hukum yang ternama dan
dikemukakan secara ilmiah yang dapat dipakai sebagai alat bantu dalam usaha membuat
hukum atau pengambilan keputusan oleh hakim. Pendapat atau ajaran ahli hukum ini akan
lebih menjadi kuat apabila pendapat atau ajaran tersebut telah merupakan doctorum
comunitatis, yaitu pendapat, ajaran atau keputusan hakim itu sudah dimufakati. Doktrin
termasuk sebagai sumber hukum, walaupun tidak ada peraturan perundangan yang
mengatur atau mengharuskan hakim itu terikat pada doktrin.

Anda mungkin juga menyukai