paling utama dan berpengaruh hingga sekarang. Ia adalah konseptor dan sekaligus
menimbulkan perang saudara. Ia tertangkap pada tanggal 4 Juni 1962 dan menjalani
hukuman mati tiga bulan kemudian di sebuah pulau yang berada di sekitar teluk Jakarta.
Meski sudah meninggal dunia, namun gagasannya terus dilestarikan oleh para
pengikutnya yang melakukan gerakan bawah tanah selama kekuasaan Orde Baru.
Wilayah pengaruhnya sempat menyebar ke luar Jawa Barat, seperti Jawa Tengah, Aceh,
ditulis
an, Kartosoewirjo sudah menuangkan opininya di beberapa surat kabar, seperti Fadjar
Asia dan Soeara MIAI. Di samping itu juga menulis sikap politik Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII) yang menolak ajakan pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk
saudara selama 13 tahun. Ia kalah, ditangkap, dan dihukum mati oleh Presiden Soekarno
pada tahun 1962. Kartosoewirjo menjalani dua peran sekaligus, yakni sebagai konseptor
dan pelaksana gagasan mendirikan Negara Islam. Untuk itu sangatlah penting memahami
mengetahui pimpinnya tertangkap pada tahun 1962. Mereka lalu menjadi tawanan
Komando Daerah Militer (Kodam) Siliwangi. Ada kesamaan antara keduanya, yakni
kepercayaan Presiden Soeharto yang saat itu memimpin Oprasi Khusus (Opsus) dan
dalam kerusuhan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa ini lebih dikenal
menangkapi para tokoh dan anggota pengikut Kartosoewirjo sepanjang tahun 1974-1980.
Selama dekade 1980-an dan 1990-an, mereka terpaksa menjadi gerakan bawah tanah dan
Kartosoewirjo lahir 7 Januari 1905 di Cepu, sebuah kota kecil di perbatasan Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Pemerintah kolonial Hindia Belanda mendirikan sebuah
bengkel kereta api di Cepu. Kereta api menjadi alat transportasi utama saat itu.
Keberadaan bengkel kereta api memberi keuntungan tersendiri bagi penduduk setempat,
yakni mempermudah mobilitas mereka berhubungan dengan kota-kota yang lebih besar
seperti Surakarta dan Semarang di Jawa Tengah serta Surabaya di Jawa Timur. Namun
Kartosoewirjo tidak lama tinggal di Cepu. Pada usia 10 tahun, ia pindah ke arah utara di
Kota Rembang yang masih masuk kawasan Jawa Tengah. Rembang adalah sebuah kota
yang terletak di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Wilayah ini dihubungkan dengan kota-
kota sekitarnya dengan jalan kereta api. Kartosoewirjo tinggal di Rembang selama empat
tahun. Pada tahun 1919 pindah ke Bojonegoro yang berada di Jawa Timur. Kota ini
dilewati jalan kereta api lintas utara yang menghubungkan tiga kota besar, yaitu Jakarta-
tahun 1923 pindah ke Surabaya, sebuah kota pelabuhan terpenting di wilayah timur Pulau
Jawa. Surabaya menjadi pusat pemerintahan daerah, perdagangan, dan pendidikan. Tiga
aktivitas ini menyebabkan Surabaya menjadi kota yang ditempati beragam etnis,
pada tahun 1927. Ia pindah ke Jakarta yang saat itu masih bernama Batavia. Sejak abad
ke-17 Batavia telah menjadi pusat pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Dua tahun
kemudian ia menetap di Malangbong yang masuk Kabupaten Garut, Jawa Barat. Secara
geografis Garut merupakan daerah pedalaman berdataran tinggi sekitar 300 meter di atas
tahun 1962.
kecil, remaja, dan mudanya di daerah-daerah yang dominasi budaya Jawa pinggiran.
Cepu, Rembang, Bojonegoro, dan Surabaya adalah kota-kota yang berada jauh di luar
pusat budaya Jawa yang berada di Solo dan Jogjakarta. Di kedua wilayah ini feodalisme
Jawa sangat kuat. Pengaruh feodalisme Jawa semakin tipis dalam diri Kartosoewirjo
kedokterannya karena dikeluarkan oleh pimpinan NIAS pada tahun 1927 akibat terlalu
aktif mengikuti kegiatan politik menentang pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sejak
awal kuliah pada tahun 1923 Kartosoewirjo aktif di Jong Java dan sempat menjadi Ketua
Cabang Surabaya sebelum bergabung dengan Jong Islamieten Bond (JIB) pada tahun
1925. Aktivitas di JIB membuatnya berkenalan akrab dengan para tokoh Partai Sarekat
Islam (PSI). Setelah dikeluarkan dari NIAS, ia menjadi sekretaris pribadi Haji Oemar
Cabang Malangbong, Garut, Jawa Barat pimpinan Ardiwisatra, seorang ulama setempat
menjadi tokoh utama dalam kepengurusan PSI yang menentang bekerjasama dengan
Indonesia. Meski lebih banyak aktif di Jawa Barat, namun ketokohannya masih diingat
orang sehingga dimasukan dalam kepengurusan Partai Islam Masjoemi yang berdiri 8
Suasana perang melawan Belanda dan teknologi komunikasi yang masih sangat
Januari 1948. Salah satu isi perjanjian adalah pengosongan wilayah Jawa Barat dari
seluruh pendukung Republik karena akan diserahkan kepada Belanda. Sikap politiknya
kepengurusan Masjoemi Cabang Jawa Barat beserta anak organisasinya dan membentuk
organisasi baru yang dikenal Gerakan Darul Islam. Dua laskar Masjomi, yakni Hizbullah
dan Sabilillah, dilebur menjadi Tentara Islam Indonesia (TII). Mereka langsung
Divisi Siliwangi.
Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta beserta beberapa pejabat tinggi
pewaris yang sah dari Republik. Ia mengeluarkan maklumat atas nama Pemerintah
Negara Islam Indonesia. Isinya memerintahkan perang rakyat melawan Belanda untuk
mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).1 Pendirian NII sendiri baru
Keberadaan NII tidak diakui oleh sebagian besar tokoh politik Indonesia,
Republik Indonesia Serikat (RIS). Sebagai konsekwensinya maka Indonesia terdiri dari
beberapa negara bagian. Untuk wilayah Jawa Barat berdiri Negara Pasundan.
Kartosoewirjo menolak hasil perundingan Den Haag dan membubarkan NII sebagaimana
saudara di Jawa Barat selama 13 tahun. Pada 4 Juni 1962 ia tertangkap dan dijatuhi
1
Teks asli Maklumat dikutik ulang oleh Al Chaidar, Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam
Indonesia S.M. Kartosoewirjo, (Jakarta: Darul Falah, 1999), h. 555-556.
2
Ibid., h. 102.
Tinjauan Historiografi
(1981-1983). Hasil penelitian diterbitkan tahun 1985 dalam bahasa Jerman dengan
bersifat kedaerahan.5
besar sejarah dari Universitas Leiden, Belanda, ini berpendapat sebaliknya, yakni salah
satu pendorong pemberontakan Gerakan Darul Islam Jawa Barat adalah masalah
sentimen daerah. Namun, daya tarik kedaerahan paling menonjol terlihat dalam kasus
Gerakan Darul Islam di Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Isyu utamanya
adalah menolak dominasi Jawa dalam birokrasi sipil maupun militer. Dijk mengutip
keterangan masa kolonial Belanda yang mengungkapkan sikap anti Jawa penduduk asli
3
Pinardi, Sekarmadji Marijan Kartosoewirjo, (Jakarta: Aryaguna, 1964)
4
Karya Dengel diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan di Jakarta oleh Pustaka
Sinar Harapan pada tahun 1995 dengan judul “Darul Islam Dan Kartosoewirjo: Angan-Angan yang
gagal”.
5
Ibid, h. 222.
6
Karnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan di Jakarta oleh Pustaka Grafiti
Press dengan judul “Darul Islam: Sebuah Pemberontakan”. Hingga tahun 1995, buku ini sudah mengalami
empat kali cetak ulang. Cetakan pertama terbit pada tahun 1983.
Jawa Barat untuk memperkuat argumentasinya bahwa Gerakan Darul Islam Jawa Barat
7
Cornelis van Dijk, Darul Islam: Sebuah Pemberontakan”, (Jakarta: Grafiti, 1995), h. 333-334.
Agak sulit menerima argumentasi Dijk mengingat Kartosoewirjo berasal dari
suku Jawa. Dijk telah mengabaikan fakta bahwa Kartosoewirjo juga menerima
keanggotaan dari suku Jawa, sehingga pengaruh Darul Islam sempat meluas ke beberapa
komunitas Jawa di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Bahkan banyak perwira maupun
prajurit Tentara Nasional Indonesia Divisi Dipenogoro yang berasal dari suku Jawa
perkembangan Darul Islam di Jawa Tengah juga dibahas oleh Dijk. Ia juga membahas
gerakan Darul Islam di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Aceh. Pokok bahasan
penelitian yang meluas mengurangi ketajamannya untuk mengamati sifat-sifat yang unik
latar belakang pemberontakan. Beberapa peneliti telah meneliti secara khusus, seperti
Darul Islam di Aceh, 8 Barbara Sillars Harvey dari Universitas Cornell, Amerika Serikat,
yang meneliti Darul Islam di Sulawesi Selatan, 9 dan Anhar Gonggong dari Universitas
Indonesia yang juga meneliti Darul Islam di Sulawesi Selatan.10 Khusus untuk Darul
Islam Jawa Barat diteliti oleh Karl D. Jackson dari Institut Tekonologi Massachusetts,
menyelesaikan pendidikan sarjananya dari jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia pada tahun 1996. Buku ini termasuk karya “orang
dalam gerakan Darul Islam”. Al Chaidar telah aktif dalam gerakan bawah tanah Darul
Islam sejak tahun pertama kuliahnya. Penilaiannya terhadap sosok Kartosoewirjo sangat
bertolak belakang dengan hasil penilaian Pinardi yang menjadikannya sebagai tokoh
kesimpulan Pinardi, Dengel, Jackson, dan Dijk yang menyebut Kartosoewirjo sebagai
seorang pemberontak. Kartosoewrijo bagi Al Chaidar adalah seorang ulama besar dan
perjalanan hidup Kartosoewirjonya sebagai bahan rujukan utama. Berbeda dengan karya
yang lainnya yang berhenti hingga tahun 1962 saat Kartosoewirjo ditangkap dan dijatuhi
hukuman mati, pembahasan Al chaidar terus berlanjut hingga Darul Islam menjadi
gerakan bawah tanah selama masa Orde Baru (1966-1998). Namun pembahasannya tidak
lebih baik dari yang sudah dilakukan oleh Heru Cahyono yang telah meneliti keterlibatan
12
Al Chaidar, Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo,
(Jakarta: Darul Falah, 1999).
13
Ibid. Lihat terutama bab VII.
sisa-sisa tokoh dan pengikut Darul Islam Jawa Barat dalam kerusuhan di Jakarta pada
tahun 1974 yang dikenang sebagai Malapeta Lima Belas Januari (Malari).14
Indonesia dengan mendirikan gerakan Darul Islam dan Negara Islam Indonesia.
1945.
Penelitian yang akan dilakukan tidak berfokus pada latar belakang Kartosoewirjo
mendirikan gerakan Darul Islam dan Negara Islam Indonesia sebagaimana yang telah
diteliti Pinardi, Dengel, Jackson, maupun Dijk. Fokus penelitian adalah menjawab
14
Heru Cahyono, Peranan Ulama Dalam Golkar 1971-1980, (Jakarta: Sinar Harapan, 1992). Hasil
penelitiannya diperkuat oleh kesaksian Panglima Kopkamtib Jenderal Soemitro yang tersingkir setelah
Peristiwa Malari 1975 dalam karnyanya, Pangkopkamtib Jenderal soemitro dan Peristiwa 15 Januari
1974, (Jakarta: Sinar Harapan, 1998).
Pertama, mengapa Kartosoewirjo gagal memperoleh dukungan dari mayoritas
memperoleh dukungan dari Jawa Timur yang dikenal sebagai basis Islam tradisional
Nahdlatul Ulama (NU). Ia juga tidak memperoleh sokongan dari komuniyas Islam
modernis seperti Persatuan Islam di Bandung, Jawa Barat dan Muhammadiyah yang
Indonesia menjadi negara Islam ? Lantas kenapa mereka tidak memberi dukungan kepada
Kartosoewirjo ?
bisa ditelesuri melalui penelitian terhadap berita media-media massa yang terbit antara
tahun 1945 hingga 1962. Hingga kini media-media massa tersebut tersimpan dalam rak-
juga sejumlah arsip NII maupun hasil interogasi para tokoh maupun pengikut
Di samping itu, sumber data akan dicari melalui wawancara terhadap para tokoh partai
Kartosoewirjo? Hal ini sangat penting mengingat ia telah berperan sebagai pelaksana dan
melalui Surat Kabar Fadjar Asia, Soeara PSII, dan Soera MIAI. Sejak tahun 1927
Kartosoewirjo bekerja sebagai wartawan Fadjar Asia. Surat kabar ini milik Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII). Karirnya sangat bagus sehingga menjadi pimpinan utamanya.
Kartosoewirjo juga pernah memimpin Soera PSII dan Soera MIAI. Ketiga surat kabar
yang dipimpinnya bersifat sebagai corong partai untuk membentuk opini publik. Sikap
partai pada saat itu didominasi oleh pimpinan partai yang juga dijabat oleh
penelitian arsip-arsip PSII yang masih tersimpan di Arsip Nasional Indonesia di Jakarta.
asy