SEMINAR I
KELOMPOK 5
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta, 04 Oktober 2010
BAB I
LAPORAN KASUS
A. KASUS I
Ibu Tuti, seorang perempuan 30 tahun berobat ke suatu rumah sakit. Pada
pemeriksaan darah ditemukan jumlah lekosit 7000/mm³ dengan eosinofil 3% dan kadar IgE
1200 iu/cc.
B. PEMBAHASAN KASUS I
tipe I
b. Anamnesis Tambahan
Identitas Pasien :
- Umur : 30 thn
- Alamat :-
yang lainya?
Riwayat keluarga :
Riwayat kebiasaan :
1. Apakah memelihara kucing, anjing atau binatang yang lain? yang dapat mencetuskan
alergi?
Riwayat pekerjaan :
alergi?
Riwayat pengobatan :
c. Kemungkinan Hipotesis
1. Hipersensitivitas 1 ( alergi )
Reaksi tipe 1 disebut juga reaksi tipe cepat, reaksi anafilasis atau reaksi alergi
di kenal sebagai reaksi yang segera timbul sesudah allergen masauk ke dalam tubuh.
Antigen yang masuk akan di tangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu
dipresentasikan ke sel Th2. Sel yang akhirnya melapaskan sitokin yang merangsang
sel B untuk membentuk Ig E. Ig E akan diikat olah sel yang memiliki reseptor untuk
Ig E seperti sel Mast, basofil dan eosinofil.bila tubauh terpajan ulang dengan allergen
yang sama, allergen yang masuk tubuh akan diikat Ig E ( spesifik ) pada permukaan
sel mast yang menimbulkan degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan
berbagai mediator antara lain histamine yang di dapat dalam granula-granula sel dan
Asma bronchial
Renitis alergika
Sinusitis
Dermatitis atopi
Urtikaria
Angioderma
2. Infeksi Helmintes
Infeksi cacing ditandai dengan adanya peningkatan kadar IgE dan peningkatan
kadar eosinophil.
mengeluarkan manosa yang akan melekat pada sel mast., lalu sel mast akan
mengalami degranulasi dan mengeluarkan mediator nya. Sel mast teraktifasi jika
mengikat IgE atau jika molekul cacing mengikat Toll like receptors. Sel mast yang
Ibu Tuti mengeluh sesak nafas apabila menghisap debu atau bulu kucing, sebelumnya
idak disuntik obat dan tidak alergi terhadap makanan. Pada pemeriksaan ditemukan ekspirasi
memanjang, wheezing, rhonchi dan takikardi, tekanan darah 110/70 dan peak flow rate 65%
dari normal. Bapaknya menderita rhinitis allergica dan kakak perempuannya sinusitis.
D. PEMBAHASAN KASUS II
- Asma Brochiale
1. Tahicardy
>80% ringan
60-80% sedang
<60% berat
4. Sinusitis ( kakak)
5. Sesak napas
6. Ekspirasi memanjang
7. Wheezing
8. Rhonchi
9. IgE ( meningkat )
Berdasarkan kerusakan jaringan yang disebabkan respon imun, asthma
- Hipersensitivitas type I
- Non imun
mucus (meningkat)
Genetik
Lingkungan :
- Food allergic
- Psikologis (depresi)
Obat-obatan :
- aspirin
- penicylin
Penyakit Infeksi
- flu
- sinusitis
- bronchitis
c. Tata Laksana Ibu Tuti
Medikamentosa
1. Bronchodilator,(jangka pendek)
Non Medikamentosa
d. Prognosis
- Ad fungsional : Ad bonam
f. Atopi
terhadap salah satu allergen dan termasuk jenis Hypersensitivitas type I dengan
- Diare ( GI)
* Cross Linking IgE: allergen cros link dengan mast cell – granula – hipersensitivitas
g. Perjalanan Th1 dan Th2
Sel T naïve adalah sel limfosit yang meninggalkan timus, namun belum
permukan CD45RA. Sel di temukan dalam organ limfoid perifer. Sel naïve yang
terpajan dengan antigen akan berkembang menjadi sel Th0 yang selajutnya dapat
berkembang menjadi sel efektor Th1 dan Th2 yang dapat di bedakan atas dasar jenis-
jenis sitokin yang di produksinya. Sel Th0 memproduksi sitokin ke-2 jenis sel tersebut
Sel T CD4 ( Th1 dan Th2 ). Sel T naïve CD4 masuk sirkulasi dan menetap di
dalam organ limfoid seperti kelenjar getah bening untuk bertahun-tahun sebelum
terpajan denagn antigen atau mati. Sel tersebut mengenali antigen yang
mepresentasikan bersama molekul MHC-II oleh APC dan berkembang menjadi subset
sel Th1 atau sel Tdth ( delayed type hypersensitivity ) atau Th2 yang tergantung dari
sitokin lingkungan.
INF gama dan IL-2 yang di produksi APC seperti makrofag dan sl dendritik
yang di aktifkan mikroba merangsang diferensiasi sel CD4 menjadi Th1 yang
berperan dalam reaksi hipersensitivitas lambat sel Th1 berperan untuk mengarahkan
makrofag dan sel inflamasi lainnya ke tepat terjadinya hipersensitivitas tipe lambat.
terpajan dengan antigen, Th0 berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B
1. Fungsi Th 1
- Magrofag
- Natural killer cell adalah sel limfosit tanpa ciri-cirinsel limfoid system imun
spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi oleh karna itu desebut juga sel non B non
2. Fungsi Th 2
- Produksi sitokin
mast.
helmintes.
- IL-4, IL-10, IL-13 untuk inhibisi aktivitas magrofag dan berfungsi sebagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIAL
DEFINISI
Asma adalah penyakit yang telah mendapat banyak perhatian dalam beberapa tahun
ini. Salah satu aspek yang mengejutkan adalah prevalensi yang meningkat di banyak negara
industri. Aspek lain dari industrialisasi yaitu polusi udara yang terus menerus di perkotaan
akibat jumlah kendaraan yang makin banyak. Polusi udara secara meyakinkan berhubungan
dengan bertambahnya gejala asma. Tingkat polusi udara berhubungan dengan efek yang
bronkus, angka kunjungan ke gawat darurat dan rawat inap, peningkatan penggunaan obat,
perubahan peradangan, interaksi antara polusi udara dan faktor alergen serta perubahan sistim
imun.
ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
Genetik
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial
jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
2. Faktor presipitasi
Alergen
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
Lingkungan kerja
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
PATOFISIOLOGI
Alergen yang masuk pada saluran nafas individu rentan asma, ditangkap dan
dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC), khususnya sel dendritik yang berasal dari
sumsum tulang dan sel-sel interdigit yang terletak di bawah epitel saluran nafas. Presentasi
tersebut mengaktifkan sel T naif, dengan melibatkan HLA (human leukocyte antigen) kelas
II, dan selanjutnya terjadi polarisasi ke arah sel Th2. Respons sel Th2 merangsang pelepasan
berbagai sitokin oleh sel-sel efektor yang kemudian merangsang class switching (pergeseran
Selanjutnya terjadi pengerahan berbagai sel efektor seperti sel mast, eosinofil dan
basofil ke lokasi peradangan. Proses class switching (pergeseran kelas) dalam pembentukan
IgE terjadi melalui dua signal. Signal pertama dibawa oleh IL-4 atau IL-13 yang menempel
pada reseptornya di sel B. Signal kedua terjadi melalui ikatan antara CD-40 pada edema
saluran nafas. Terjadi pelepasan enzim misalnya triptase yang menyebabkan proteolisis dan
aktivasi komplemen C3a. Berbagai zat tersebut menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas
KLASIFIKASI
jarang sering
Frekuensi < 1x/bulan >1x/bulan Sering
Lama < 1 minggu >1 minggu Sepanjang bulan
Intensitas Ringan Sedang Berat
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang &
malam
Tidur & aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sanagt terganggu
PF diluar serangan Normal Gangguan +/- Tidak pernah normal
Obat pengendali Tidak perlu Perlu Perlu
Uji faal paru FEV₂ >80% FEV₂ 60-80% FEV₂ <60%
Variabilitas >15% >30% >50%
GEJALA KLINIS
Sesak napas
Episodic
Nocturnal
Riwayat atopi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan sputum
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi
KOMPLIKASI
Atelektasis
Hipoksemia
Pneumothorax
Emfisema
Deformitas thorax
Gagal jantung
PENATALAKSANAAN
Memberikan penyuluhan
Pemberian cairan
Fisiotherapy
2. Pengobatan Farmakologik :
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
Teofilin (Amilex)
lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal
Kromalin
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
Ketolifen
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat
DAFTAR PUSTAKA
EGC; 2007.
3. Suryono, Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001.