Anda di halaman 1dari 20

MODUL ALERGI IMUNOLOGI

SEMINAR I

KELOMPOK 5

0302007006 Adisti Putri R


0302007076 Edi Susanto
0302007127 Juliana
0302007222 Riri Mega Lestari
0302008131 Jonathan Sinarta K
0302009007 Al Adip Indra M
0302009029 Arini Damayanti
0302009059 Debora Indah A
0302009089 Finesukma A
0302009115 I Nyoman Gde D K
0302009141 Malvin Giovanni
0302009173 Noviana Sie
0302009199 Reza Gharba A
0302009221 Salzabila
0302009241 Sri Chitra A S
0302009265 Vita Alfia S
0302009165 Nadya Anggun M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta, 04 Oktober 2010
BAB I

LAPORAN KASUS

A. KASUS I

Ibu Tuti, seorang perempuan 30 tahun berobat ke suatu rumah sakit. Pada

pemeriksaan darah ditemukan jumlah lekosit 7000/mm³ dengan eosinofil 3% dan kadar IgE

1200 iu/cc.

B. PEMBAHASAN KASUS I

a. Masalah pada Ibu Tuti

1. Peningkatan Ig E di mana Ig E ini menandakan adanya suatu alergi hipersensitivitas

tipe I

b. Anamnesis Tambahan

Identitas Pasien :

- Nama : ibu tuti

- Umur : 30 thn

- Jenis kelamin : wanita

- Alamat :-

Riwayat penyakit sekarang :

1. Sejak kapan terjadinya alergi ?

2. Apakah ada yang mencetuskan keluhan ?


3. Apakah ada keluhan yang lainya seperti gatel-gatel pada kulit, batuk, wheezing atau

yang lainya?

Riwayat penyakit dahulu :

1. Pernahkan menderita alergi sebelumnya ?

2. Apa saja alergi yang pernah di derita ?

3. Apakah mempunyai penyakit yang mendasari ?

Riwayat keluarga :

1. Adakah keluarga mempunyai gejala yang sama ?

2. Adakah riwayat alergi dalam keluarga?

3. Bagaimana kebersihan rumah ?

Riwayat kebiasaan :

1. Apakah memelihara kucing, anjing atau binatang yang lain? yang dapat mencetuskan

alergi?

Riwayat pekerjaan :

1. Bagaimana lingkungan pekerjaan, bersih atau banyak yang dapat mencetuskan

alergi?

Riwayat pengobatan :

1. Apakah pernah berobat sebelumnya ?

2. Apabila sudah pernah, bagaimana hasilnya membaik atau memburuk ?

c. Kemungkinan Hipotesis

1. Hipersensitivitas 1 ( alergi )

Reaksi tipe 1 disebut juga reaksi tipe cepat, reaksi anafilasis atau reaksi alergi

di kenal sebagai reaksi yang segera timbul sesudah allergen masauk ke dalam tubuh.
Antigen yang masuk akan di tangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu

dipresentasikan ke sel Th2. Sel yang akhirnya melapaskan sitokin yang merangsang

sel B untuk membentuk Ig E. Ig E akan diikat olah sel yang memiliki reseptor untuk

Ig E seperti sel Mast, basofil dan eosinofil.bila tubauh terpajan ulang dengan allergen

yang sama, allergen yang masuk tubuh akan diikat Ig E ( spesifik ) pada permukaan

sel mast yang menimbulkan degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan

berbagai mediator antara lain histamine yang di dapat dalam granula-granula sel dan

menimbulkan gejala pada reaksi hipersensitivitas tipe 1.

 Asma bronchial

 Renitis alergika

 Sinusitis

 Dermatitis atopi

 Urtikaria

 Angioderma

2. Infeksi Helmintes

Infeksi cacing ditandai dengan adanya peningkatan kadar IgE dan peningkatan

kadar eosinophil.

Pada infeksi cacing, IgE dapat mensensitisasi eosinophil. Cacing akan

mengeluarkan manosa yang akan melekat pada sel mast., lalu sel mast akan

mengalami degranulasi dan mengeluarkan mediator nya. Sel mast teraktifasi jika

mengikat IgE atau jika molekul cacing mengikat Toll like receptors. Sel mast yang

teraktifasi akan mengeluarkan IL-3 yang menarik eosinophil. Eosinophil teraktifasi

dan melepaskan mediatornya.


C. KASUS II

Ibu Tuti mengeluh sesak nafas apabila menghisap debu atau bulu kucing, sebelumnya

idak disuntik obat dan tidak alergi terhadap makanan. Pada pemeriksaan ditemukan ekspirasi

memanjang, wheezing, rhonchi dan takikardi, tekanan darah 110/70 dan peak flow rate 65%

dari normal. Bapaknya menderita rhinitis allergica dan kakak perempuannya sinusitis.

D. PEMBAHASAN KASUS II

a. Diagnosis Ibu Tuti

- Asma Brochiale

 Dengan gejala klinis :

1. Tahicardy

2. Flow rate 65% (sedang)

 >80%  ringan

 60-80%  sedang

 <60%  berat

3. Rhintis allergic ( bapak)

4. Sinusitis ( kakak)

5. Sesak napas

6. Ekspirasi memanjang

7. Wheezing

8. Rhonchi

9. IgE ( meningkat )
 Berdasarkan kerusakan jaringan yang disebabkan respon imun, asthma

bronchiale termasuk penyakit :

- Penyakit paru obstruktif\

- Hipersensitivitas type I

- Non imun

 Sistem saraf otonom dan akson – hiperesponsive saluran nafas –

mucus (meningkat)

b. Penyebab Asma Bronkhiale

 Genetik

 Lingkungan :

- Food allergic

- Psikologis (depresi)

- Perubahan cuaca dan lingkungan kerja

- Inhalasi allergen : unggas, debu, bulu binatang

- Inhalasi iritan : asap rokok, minyak wangi

 Obat-obatan :

- aspirin

- penicylin

 Penyakit Infeksi

- flu

- sinusitis

- bronchitis
c. Tata Laksana Ibu Tuti

 Medikamentosa

1. Bronchodilator,(jangka pendek)

2. beta 2 agonis, menurunkan bronkospasme

3. Metilxantin, efek broncodilatasi

4. Anti kolinergik, tonus fagus inti saluran pernapasasn

5. Anti inflamasi (jangka panjang)

6. Corticosteroid menghambat pelepasan mediator

7. Natrium cromolin, non steroid

8. Antibiotic (infeksi saluran nafas)

 Non Medikamentosa

1. Menghindari factor pencetus

2. Menghindari bahan alergan

3. Mencegah efek samping obat

4. Istirahat yang cukup

5. Immune theraphy ( extra allergen)

6. Exercise (senam, renang dan yoga)

d. Prognosis

- Ad vitam : Dubia ad bonam

- Ad fungsional : Ad bonam

- Ad sanationam : Dubia ad malam ( bisa dikontrol )


e. Tipe-tipe dari penyakit Hypersensitivity Diseases dan perbedaannya

Type Mediasi Onset Penyakit


sangat cepat 10 menit (sel asthma, rhinitis, sinusitis
Immediate hypersensitivity
I mast mengeluarkan
IgE
mediator IgE)
kurang lebih 30 menit, good pasteur syndr.,grave
Antibody mediate
II inflamasi ( IgM & IgG) disease,autoimmune
IgG/IgM (local)
trombositopeni purpura
Kurang lebih 12 jam - SLE, poststreptococcus

Immune complex mediate /aktivitas fagosit (masuk glomerulonefritis


III
IgG/IgM (soluble) kedalam sirkulasi darah

dan bersifat sistemik)


Cell mediate kurang lebih 5 hari, DM, rhematic, arthritis,
IV
(Limfosit T dan Makrofag) matusasi sel T dan migrasi multiple sklerosis

f. Atopi

» Atopi adalah Reaksi immunologis yang berrlebihan ( IgE meningkat), kontak

terhadap salah satu allergen dan termasuk jenis Hypersensitivitas type I dengan

gejala klinis seperti :

- Asma (Paru Obstruktif)

- Urtikaria ( eczema & kulit)

- Diare ( GI)

- Sirkulasi darah : anafilaksis ( tekanan darah menurun ) contohnya: obat-obatan

* Cross Linking IgE: allergen cros link dengan mast cell – granula – hipersensitivitas
g. Perjalanan Th1 dan Th2

Sel T naïve adalah sel limfosit yang meninggalkan timus, namun belum

berdiferesiasi, belum pernah terpajan dengan antigen dan menunjukan molekul

permukan CD45RA. Sel di temukan dalam organ limfoid perifer. Sel naïve yang

terpajan dengan antigen akan berkembang menjadi sel Th0 yang selajutnya dapat

berkembang menjadi sel efektor Th1 dan Th2 yang dapat di bedakan atas dasar jenis-

jenis sitokin yang di produksinya. Sel Th0 memproduksi sitokin ke-2 jenis sel tersebut

seperti IL-2, INF dan IL-4.

Sel T CD4 ( Th1 dan Th2 ). Sel T naïve CD4 masuk sirkulasi dan menetap di

dalam organ limfoid seperti kelenjar getah bening untuk bertahun-tahun sebelum

terpajan denagn antigen atau mati. Sel tersebut mengenali antigen yang

mepresentasikan bersama molekul MHC-II oleh APC dan berkembang menjadi subset

sel Th1 atau sel Tdth ( delayed type hypersensitivity ) atau Th2 yang tergantung dari

sitokin lingkungan.

INF gama dan IL-2 yang di produksi APC seperti makrofag dan sl dendritik

yang di aktifkan mikroba merangsang diferensiasi sel CD4 menjadi Th1 yang

berperan dalam reaksi hipersensitivitas lambat sel Th1 berperan untuk mengarahkan

makrofag dan sel inflamasi lainnya ke tepat terjadinya hipersensitivitas tipe lambat.

Atas pengaruh sitokin IL-4,IL-10,IL-5,IL-13 yang dilepas sel mast yang

terpajan dengan antigen, Th0 berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B

untuk meningkatkan produksi antibody.kebanyakan sel Th adalah CD 4 yang

mengenali antigen yang dipresentasikan di permukaan sel APC yang berhubungan

dengan molekul MHC-II.


 Adapun fungsi dari Th 1 dan Th 2:

1. Fungsi Th 1

IFN gama aktifkan :

- Magrofag

 Membunuh mikroba intraseluler

 menstimulasi pembentukan antibody, aktifkan complemen sehingga

terjadila opsonisasi dan fagositosis

- Natural killer cell adalah sel limfosit tanpa ciri-cirinsel limfoid system imun

spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi oleh karna itu desebut juga sel non B non

T. morfologi, NK sel merupakan limfosit dengan granula besar,oleh karna itu

disebut juga large garanular lymphocyte / LGL.

2. Fungsi Th 2

- Produksi sitokin

- IL-4 untuk menstimulasi Ig E dimana Ig E digunakan untuk degranulasi sel

mast.

- IL-5 untuk ativitas eosinofil dimana eosinofil digunakan untuk destruksi

helmintes.

- IL-4, IL-10, IL-13 untuk inhibisi aktivitas magrofag dan berfungsi sebagai

antagonis INF gama yang menekan Th 1.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ASMA BRONKIAL

DEFINISI

Asma adalah penyakit yang telah mendapat banyak perhatian dalam beberapa tahun

ini. Salah satu aspek yang mengejutkan adalah prevalensi yang meningkat di banyak negara

industri. Aspek lain dari industrialisasi yaitu polusi udara yang terus menerus di perkotaan

akibat jumlah kendaraan yang makin banyak. Polusi udara secara meyakinkan berhubungan

dengan bertambahnya gejala asma. Tingkat polusi udara berhubungan dengan efek yang

merugikan kesehatan individu penyandang asma.

Efek-efek tersebut antara lain penurunan fungsi paru, peningkatan hiperesponsivitas

bronkus, angka kunjungan ke gawat darurat dan rawat inap, peningkatan penggunaan obat,

perubahan peradangan, interaksi antara polusi udara dan faktor alergen serta perubahan sistim

imun.

ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi

timbulnya serangan asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi

 Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial
jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran

pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

 Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut

ex: makanan dan obat-obatan

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

ex: perhiasan, logam dan jam tangan

 Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan

asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim

hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin

serbuk bunga dan debu.

 Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga

bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang

timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah

pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa

diobati.
 Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal

ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

 Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah

menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi

segera setelah selesai aktifitas tersebut.

PATOFISIOLOGI

Alergen yang masuk pada saluran nafas individu rentan asma, ditangkap dan

dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC), khususnya sel dendritik yang berasal dari

sumsum tulang dan sel-sel interdigit yang terletak di bawah epitel saluran nafas. Presentasi

tersebut mengaktifkan sel T naif, dengan melibatkan HLA (human leukocyte antigen) kelas

II, dan selanjutnya terjadi polarisasi ke arah sel Th2. Respons sel Th2 merangsang pelepasan

berbagai sitokin oleh sel-sel efektor yang kemudian merangsang class switching (pergeseran

kelas) sel limfosit B untuk menghasilkan IgE.

Selanjutnya terjadi pengerahan berbagai sel efektor seperti sel mast, eosinofil dan

basofil ke lokasi peradangan. Proses class switching (pergeseran kelas) dalam pembentukan

IgE terjadi melalui dua signal. Signal pertama dibawa oleh IL-4 atau IL-13 yang menempel

pada reseptornya di sel B. Signal kedua terjadi melalui ikatan antara CD-40 pada edema

saluran nafas. Terjadi pelepasan enzim misalnya triptase yang menyebabkan proteolisis dan
aktivasi komplemen C3a. Berbagai zat tersebut menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas

dan hiperresponsivitas bronkial serta gejala dan tanda asma.

KLASIFIKASI

Pembagian asma berdasarkan drajat penyakit

Parameter Asma episodic Asma episodic Asma persisten

jarang sering
Frekuensi < 1x/bulan >1x/bulan Sering
Lama < 1 minggu >1 minggu Sepanjang bulan
Intensitas Ringan Sedang Berat
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang &

malam
Tidur & aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sanagt terganggu
PF diluar serangan Normal Gangguan +/- Tidak pernah normal
Obat pengendali Tidak perlu Perlu Perlu
Uji faal paru FEV₂ >80% FEV₂ 60-80% FEV₂ <60%
Variabilitas >15% >30% >50%

GEJALA KLINIS

 Sesak napas

 Mengi (wheezing) yang berulang

 Batuk dengan dahak yang kental dan lengket

 Episodic

 Nocturnal

 Riwayat atopi

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:


 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal

eosinopil.

 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang

bronkus.

 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah

 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

menandakan terdapatnya suatu infeksi.

 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada

waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan

menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah

dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila

terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan

semakin bertambah.
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,

maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

2. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat

dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada

empisema paru yaitu :

 perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan

clock wise rotation.

 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB

(Right bundle branch block).

 Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan

VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara

selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat

dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian

bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan


FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya

respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja

penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi

dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan

spirometrinya menunjukkan obstruksi

KOMPLIKASI

 Atelektasis

 Hipoksemia

 Pneumothorax

 Emfisema

 Deformitas thorax

 Gagal jantung

PENATALAKSANAAN

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan Non Farmakologik:

 Memberikan penyuluhan

 Menghindari faktor pencetus

 Pemberian cairan

 Fisiotherapy

 Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan Farmakologik :

 Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2

golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :

 Orsiprenalin (Alupent)

 Fenoterol (berotec)

 Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,

sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered

dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup

(Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan

broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh

alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus

) untuk selanjutnya dihirup.

b. Santin (teofilin)

Nama obat :

 Aminofilin (Amicam supp)

 Aminofilin (Euphilin Retard)

 Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi

cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan

efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan

teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan

perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering

merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum

sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit

lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke

dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal

tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

 Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan

asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak.

Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan

efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

 Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya

diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat

diberika secara oral.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wison, Lorraine. Price, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi ke-6. Jakarta: EGC;2006.


2. Kee, Jajce Lefever. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostic. Jakarta:

EGC; 2007.

3. Suryono, Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2001.

4. Buckhart, CG. Asthma Bronchiale. 13 November 2009. Available at

http://www.medscape.com. Accessed on 20 September 2010.

5. Subakir. Asthma. Cermin Dunia Kedokteran No.76. 2000

6. Allen, RA. Hypersensitivity Disease. 26 Januari 2009. Available at

http://www.medscape.com. Accessed on 22 September 2010.

7. Wong, HK. Asthma Bronciale. 26 Februari 2007. Available at

http://www.eMedicine.com. Accessed on 23 September 2010.

Anda mungkin juga menyukai