AhlulBait
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad al-Badr hafidzahullah
Bismillah…
Menurut Asy Syafi’i rahimahullah, yang termasuk Ahlul Bait adalah bani Hasyim
dan bani Al Muthalib, Ini adalah pengertian secara bahasa. Lebih lanjut,
pensyarah mengemukakan bahwa keluarga beliau shalallahu ‘alayhi wasallam jika
disebut sendirian atau bersama shahabat2nya, maka artinya menjadi semua
pengikut agamanya sejak beliau diutus hingga hari kiamat. Sedangkan jika
dikatakan ‘keluarga beliau dan para pengikut beliau’, Maka yang dimaksud disini
adalah keluarga beliau yang beriman [Syarah Hisnul Muslim Bab Shalawat atas
Nabi shalallahu 'alayhi wasallam setelah tasyahud]
Namun, lain halnya dengan definisi ahlul bait menurut kaum syi’ah. Mereka
hanya mengakui yang termasuk ahlul bait adalah hanya keturunan
Fathimah radhiyallahu ‘anhu, dan hanya keturunan Husein radhiyallahu
‘anhu saja; Keturunan Hasan bukan ahlul bait. Sehingga ada diantara orang orang
‘keturunan’ yang tampak darinya expresi gen timur tengah pada fisiknya dan pada
nama belakangnya atau bahkan pada nama depan dan belakangnya, jika dikatakan
kepadanya, fulan/fulanah memiliki fam nya ‘ini’; Mereka akan menjawab, “Oh,
itu bukan ‘keturunan’..”(penting ya? – pen)
Demikian adalah penjelasan dari oleh Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad
al-Badr hafidzahullah tentang bagaimana sebaiknya sikap seorang Ahlusunnah
terhadap Ahlul bait; saya dapatkan dari salah satu blog [1].
Akidah Ahlussunnah wal Jamaah adalah pertengahan antara ekstrim kanan dan
ekstrim kiri, antara berlebihan dan meremehkan dalam segala perkara akidah.
Diantaranya adalah akidah mereka terhadap ahlu bait Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam, mereka berloyalitas terhadap setiap muslim dan muslimah dari keturunan
Abdul Muththalib, dan juga kepada para istri Rasul shallallahu’alaihi wa sallam
semuanya. Ahlus Sunnah mencintai mereka semua, memuji dan memposisikan
mereka sesuai dengan kedudukan mereka secara adil dan objektif, bukan dengan
hawa nafsu atau serampangan. Mereka mengakui keutamaan orang-orang yang
telah Allah beri kemuliaan iman dan kemuliaan nasab. Barangsiapa yang termasuk
dari ahlul bait dari kalangan sahabat Rasulullah, maka mereka (Ahlussunnah)
mencintainya karena keimanan, ketaqwaan serta persahabatannya dengan Rasul
shallallahu’alaihi wa sallam.
Adapun mereka (ahlul bait) selain dari kalangan sahabat, maka mereka
mencintainya karena keimanan. Ketaqwaan, dan karena kekerabatannya dengan
Rasul shallallahu’alaihi wa sallam. Mereka berpendapat bahwa kemuliaan nasab
itu mengikut kepada kemuliaan iman. Barangsiapa yang diberi oleh Allah kedua
hal tersebut, maka Dia telah menggabungkan antara dua kebaikan. Dan
barangsiapa yang tidak diberi taufik untuk beriman, maka tidak bermanfaat
sedikitpun kemuliaan nasabnya. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu”. (QS. Al-Hujurat: 13)
Barangsiapa yang lambat amal ibadahnya untuk sampai kepada kedudukan yang
tinggi disisi Allah, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya, untuk
menyampaikannya kepada derajat tersebut. Sesungguhnya Allah menyediakan
pahala sesuai dengan amal perbuatan bukan karena nasab, sebagaimana firman
Allah:
“Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab antara
mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya”. (QS. Al-
Mukminun: 101)
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan”. (QS. Ali ‘Imron: 133-134)
Dan firman-Nya:
} َوالَّ ِذينَ هُم بِ َربِّ ِه ْم58{ َت َربِّ ِه ْم ي ُْؤ ِمنُون ِ } َوالَّ ِذينَ هُم بِئَايَا57{ َإِ َّن الَّ ِذينَ هُم ِّم ْن خَ ْشيَ ِة َربِّ ِهم ُّم ْشفِقُون
ُ ِ } َوالَّ ِذينَ ي ُْؤتُونَ َمآ َءاتَوْ ا َوقُلُوبُهُ ْم َو ِجلَةٌ أَنَّهُ ْم إِلَى َربِّ ِه ْم َر59{ َالَيُ ْش ِر ُكون
ار ُعونَ فِي ِ } أوْ لَئِكَ يُ َس60{ َاجعُون
}61{ َت َوهُ ْم لَهَا َسابِقُون ِ ْال َخ ْي َرا
Dan kesyirikan menghinakan Abu Lahab yang memiliki nasab (yang tinggi).
Hal ini berlainan dengan ahli bid’ah, mereka berlebihan terhadap sebagian ahlul
bait. Bersamaan itu pula mereka berbuat kasar/jahat terhadap mayoritas para
sahabat radhiyallahu’anhum. Diantara contoh sikap berlebihan mereka terhadap
12 imam ahlul bait, yakni Ali, Hasan, Husain radhiyallahu’anhum, dan 9
keturunan Husain adalah apa yang tercantum dalam kitab al-Kafi oleh al-
Kulaini[3]…Bab: Bahwasanya Para Imam Tersebut Mengetahui Kapan Mereka
Akan Mati dan Tidaklah Mereka Mati Melainkan Dengan Pilihan Mereka Sendiri,
Bab: Bahwasanya Imam-Imam ‘alaihimussalam Mengetahui Apa Yang Telah
Terjadi dan Apa yang Akan Terjadi, dan Tidak Ada Sesuatupun yang
Tersembunyi Bagi Mereka.
Dan sikap berlebihan inipun dikatakan oleh tokoh kontemporer mereka, yaitu
Khumaini dalam kitabnya al-Hukumah al-Islamiyah (hlm. 52 cetakan al-
Maktabah al-Islamiyah al-Kubra, Teheran): Sesungguhnya diantara prinsip
madzhab kita, bahwasanya imam-imam kita memiliki kedudukan yang tidak bisa
digapai oleh malaikat yang dekat (dengan Allah) maupun Nabi yang diutus (oleh
Allah).
“Orang yang mengaku-ngaku dengan sesuatu yang tidak dia miliki maka dia
seperti pemakai dua pakaian kebohongan.” (HR. Muslim dalam Shahihnya, no.
2129 dari Hadits Aisyah radhiyallahu’anha)
Dan dalam Shahih al-Bukhori, No. 3509 dari hadits Watsilah bin al-Asqa’zia
berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
[1] Di co-past dari blog nashiru sunnah, artikel aslinya disini; Pembahasan ini
diterjemahkan dan disarikan dari kitab Fadhl Ahli al-Bait wa ‘Uluww
Makaanatihim ‘Inda Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah oleh Abdurrahman bin
Thayyib as-Salafi. Sumber: Majalah Adz-Dzakiroh Vol. 8 No. 1 Edisi 43
Ramadhan-Syawal 1429 H. Kami hanya mengambil dua poin pembahasan dari
tiga yang dibahas di sumber tersebut.
[3] Tokoh ulama Syi’ah yang binasa pada tahun 329 H, yang dianggap seperti
imam Bukhorinya Ahlussunnah, pen.
[4] Maka berhati-hatilah mereka yang memakan harta kaum muslimin dengan
cara batil dengan mengaku-ngaku sebagai keturunan rasul shallallahu’alaihi wa
sallam dan menjual akidah serta agama mereka. Na’udzubillahi mindzalik. pen
Tagged: Arab, Jahiliyyah
Posted in: Arobiyyah