Anda di halaman 1dari 8

Bersyukur Adalah Jalan Hidup Para Nabi

Khutbah Pertama:

‫ َوأَ ْش ُك ُرهُ َج َّل َو َعاَل َعلَى نِ َع ِم ِه‬،‫ضالِ ِه ال َع ِظ ْي َم ِة‬ َّ ‫ َوأُ ْثنِي َعلَ ْي ِه ُس ْب َحانَهُ ثَنَا َء‬، َ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َح ْم َد ال َّشا ِك ِر ْين‬
َ ‫ أَحْ َم ُدهُ ُس ْب َحانَهُ َعلَى أَ ْف‬، َ‫الذا ِك ِر ْينَ ال ُم ْخبِتِ ْين‬
، ‫ك َوتَ َعالَى َك َما أَ ْثنَى َعلَى نَ ْف ِس ِه‬ َ ‫صي ثَنَا ًء َعلَ ْي ِه هُ َو تَبَا َر‬ ِ ْ‫ اَل أُح‬، ‫ار‬ ِ ‫ار َو َعطَائِ ِه ال ِم ْد َر‬ ِ َ‫ار َوآاَل ئِ ِه ال ِغز‬ ِ َ‫ أَحْ َم ُدهُ َج َّل َو َعاَل َعلَى نِ َع ِم ِه ال ُكث‬، ‫َر ْي َم ِة‬ ِ ‫الك‬
‫ك َوتَ َعالَى‬ ‫ر‬ ‫ا‬‫ب‬َ ‫ت‬
َ َ َ ِ َ ‫هَّلِل‬ ‫م‬‫ا‬َ ‫ق‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬ ‫ل‬ُ ‫ض‬ ْ
‫ف‬ َ ‫أ‬‫و‬ ْ
‫ي‬ ‫د‬
َ َ َ َ‫ِ ِ نَ َ َ ِ ُ َ ِ ن‬‫ح‬
ِّ ‫و‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫ة‬‫و‬ ‫د‬ْ ُ ‫ق‬‫و‬ ْ
‫ي‬ ‫ر‬ ‫ك‬ ‫ا‬‫ش‬َّ ‫ال‬ ‫م‬‫ا‬ ‫م‬ ‫إ‬ ُ ‫ه‬ُ ‫ل‬ ‫س‬‫ر‬
َ َ ِ ْ‫َ ُ َ َ ُو‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫د‬ُ ْ
‫ب‬ ‫ع‬ ً ‫ا‬ ‫محمد‬ ‫ن‬َّ َ ‫أ‬ ُ
‫د‬ ‫ه‬‫ش‬
َ َْ َ ‫أ‬‫و‬ ، ُ ‫ه‬َ ‫ل‬ ‫ك‬
َ ِْ
‫ي‬ ‫َر‬‫ش‬ ‫اَل‬ ‫ه‬‫د‬ ْ‫ح‬‫و‬
َُ َ ُ ‫هللا‬ ‫اَّل‬ ‫إ‬ ‫ه‬َ
ِ َ ِ ‫ل‬‫إ‬ ‫اَل‬ ْ
‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫د‬ُ َ‫َوأَ ْشه‬
‫ان إِلَى يَوْ ِم ال ِّدي ِْن‬ٍ ‫ات هللاِ َو َساَل ُمهُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه َوأَصْ َحابِ ِه أَجْ َم ِع ْينَ َو َم ِن اتَّبِ َعهُ ْم بِإِحْ َس‬ ُ ‫صلَ َو‬َ َ‫ بِال ُّش ْك ِر َوال ِّذ ْك ِر ؛ ف‬.

‫ َوأَسْأ َ ُل هللاَ َج َّل َو َعاَل أَ ْن‬، ‫ح َو ْالفَوْ ُز فِي ال ُّد ْنيَا َواآل ِخ َر ِة‬ ِ ْ‫ أُو‬: ِ‫أَ َّما بَ ْع ُد ِعبَا َد هللا‬
ِ ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِسي بِتَ ْق َوى هللاِ ؛ فَإِ َّن تَ ْق َوى هللاِ َج َّل َو َعاَل ِه َي َسبِ ْي ُل الفَاَل‬
َ‫ يَجْ َعلَنَا َوإِيَّا ُك ْم ِمنَ ال ُمتَّقِ ْين‬.

I’lamu rahimakumullah,

Sesungguhnya keutamaan dan keagungan syukur adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi. Syukur
kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala atas nikmat dan anugerahnya yang terus-menerus adalah sesuatu yang
Dia perintahkan, sebagaimana dijelaskan di dalam Alquran. Dan Allah melarang kita untuk mengkufuri
nikmat-Nya.

Allah Tabaraka wa Ta’ala memuji orang-orang yang bersyukur dan memberikan keistimewaan bagi
mereka. Dia juga menjanjikan balasan yang lebih baik, kenikmatan yang kian bertambah, dan menjaga
nikmat-nikmat yang telah Dia berikan. Banyak ayat-ayat yang memerintahkan agar kita bersyukur.
Mengapa? Karena Allah sayang kepada kita. Dia ingin agar kita mendapatkan kebaikan yang banyak
karena melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,

َ‫َوا ْش ُكرُوا نِ ْع َمتَ هَّللا ِ إِ ْن ُك ْنتُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعبُ ُدون‬

“Dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. An-Nahl: 114).

Firman-Nya yang lain,

‫َوا ْش ُكرُوا لِي َواَل تَ ْكفُرُو ِن‬

“Bersyukurlah kalian kepada-Ku dan janganlah kalian kufur.” (QS. Al-Baqarah: 152).

Firman-Nya juga,

َ ‫فَا ْبتَ ُغوا ِع ْن َد هَّللا ِ الر ِّْز‬


َ‫ق َوا ْعبُدُوهُ َوا ْش ُكرُوا لَهُ إِلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬

“maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-
Nya-lah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Ankabut: 17).

Allah Ta’ala menggandengkan syukur dengan keimanan dan Allah juga mengabarkan tidak akan
mengadzab hamba-hamba-Nya selama mereka bersyukur dan beriman kepada-Nya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
‫َوإِ ْذ تَأ َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن َشكَرْ تُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم َولَئِ ْن َكفَرْ تُ ْم إِ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-
Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7).

Ibadallah,

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membagi keadaan manusia menjadi dua golongan: orang
yang bersyukur dan orang yang kufur. Dia membenci segala sesuatu terkait kekufuran dan mencintai
segala sesuatu terkait rasa syukur. Tentang keadaan manusia ini, Allah Ta’ala berfirman,

‫يل إِ َّما شَا ِكرًا َوإِ َّما َكفُورًا‬


َ ِ‫إِنَّا هَ َد ْينَاهُ ال َّسب‬

“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.”
(QS. Al-Insan: 3).

Dia juga berfirman,

َ ْ‫ضى لِ ِعبَا ِد ِه ْال ُك ْف َر َوإِ ْن تَ ْش ُكرُوا يَر‬


‫ضهُ لَ ُك ْم‬ َ ْ‫إِ ْن تَ ْكفُرُوا فَإِ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َع ْن ُك ْم َواَل يَر‬

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran
bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu…” (QS. Az-
Zumar: 7).

Firman-Nya yang lain,

‫َو َم ْن يَ ْش ُكرْ فَإِنَّ َما يَ ْش ُك ُر لِنَ ْف ِس ِه َو َم ْن َكفَ َر فَإِ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌد‬

“Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri;
dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS.
Luqman: 12).

Firman-Nya yang lain,

ِ ‫َو َم ْن َش َك َر فَإِنَّ َما يَ ْش ُك ُر لِنَ ْف ِس ِه َو َم ْن َكفَ َر فَإِ َّن َربِّي َغنِ ٌّي ك‬
‫َري ٌم‬

“Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri
dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. (QS. An-Naml:
40).

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa musuh Allah, iblis, memiliki tujuan tertinggi yaitu
menjadikan manusia sebagai hamba yang tidak bersyukur. Hal itu lantaran mereka mengetahui betapa
pentingnya kedudukan syukur dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman,

َ‫ثُ َّم آَل تِيَنَّهُ ْم ِم ْن بَ ْي ِن أَ ْي ِدي ِه ْم َو ِم ْن خَ ْلفِ ِه ْم َوع َْن أَ ْي َمانِ ِه ْم َوع َْن َش َمائِلِ ِه ْم َواَل تَ ِج ُد أَ ْكثَ َرهُ ْم شَا ِك ِرين‬
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri
mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. Al-A’rah: 17).

Dan Allah juga mengabarkan bahwa sedikit sekali hamba-hamba-Nya yang bersyukur:

‫ي ال َّش ُكور‬
َ ‫َوقَلِي ٌل ِم ْن ِعبَا ِد‬

“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur (berterima kasih).” (QS. Saba’: 13).

Allah Ta’ala juga berfirman,

ِ َّ‫َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬


َ‫اس اَل يَ ْش ُكرُون‬

“Akan tetapi kebanyak manusia tidak bersyukur.” (QS. Yusuf: 38).

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kepada kita bahwa tujuan pokok diciptakan berbagai
keberagaman yang ada sebagai anugerah dari-Nya agar kita menjadi orang-orang yang bersyukur. Dia
berfirman,

َ ‫ون أُ َّمهَاتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُمونَ َش ْيئًا َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َواأْل َ ْب‬


﴿ َ‫صا َر َواأْل َ ْفئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬ ِ ُ‫َوهَّللا ُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن بُط‬

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78).

Dia juga berfirman,

َ‫َو ِم ْن َرحْ َمتِ ِه َج َع َل لَ ُك ُم اللَّي َْل َوالنَّهَا َر لِتَ ْس ُكنُوا فِي ِه َولِتَ ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ لِ ِه َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬

“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam
itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur
kepada-Nya.” (QS. Al-Qashas: 73).

Firman-Nya yang lain,

َ‫ًّا َوتَ ْست َْخ ِرجُوا ِم ْنهُ ِح ْليَةً ت َْلبَسُونَهَا َوتَ َرى ْالفُ ْلكَ َم َوا ِخ َر فِي ِه َولِتَ ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ لِ ِه َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬kl‫َوه َُو الَّ ِذي َس َّخ َر ْالبَحْ َر لِتَأْ ُكلُوا ِم ْنهُ لَحْ ًما طَ ِرًي‬

“Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya
daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu
melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan
supaya kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 14).

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang serupa dengan ayat-ayat di atas.

Ibadallah,

Syukur adalah jalan hidupnya para nabi, orang-orang istimewa dari kalangan orang-orang yang dekat
dengan-Nya. Allah Ta’ala telah memuji Nuh, Rasul pertama yang Dia utus, dengan firman-Nya,

ٍ ُ‫ُذ ِّريَّةَ َم ْن َح َم ْلنَا َم َع ن‬


‫وح إِنَّهُ َكانَ َع ْبدًا َش ُكورًا‬
“(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah
hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al-Isra: 3).

Allah sebut “anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh” karena seluruh para Nabi
adalah keturunan Nabi Nuh. Nabi Nuh adalah bapak manusia yang kedua, setelah Nabi Adam. Karena
saat terjadi banjir di zaman Nabi Nuh, tidak tersisa keturunan manusia manapun keculi dari keturunan
Nabi Nuh. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

‫َو َج َع ْلنَا ُذرِّ يَّتَهُ هُ ُم ْالبَاقِي‬

“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (QS. Ash-Shaffat: 77).

Dan Allah memerintahkan anak keturunannya untuk meneladani bapak mereka. Karena ia adalah
seorang hamba yang bersyukur.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memuji kekasih-Nya Ibrahim sebagai hamba yang bersyukur atas
nikmat-Nya:

‫اط ُم ْستَقِ ٍيم‬


ٍ ‫ص َر‬ ُ َ‫إِ َّن إِ ْب َرا ِهي َم َكانَ أُ َّمةً قَانِتًا هَّلِل ِ َحنِيفًا َولَ ْم ي‬
ِ ‫) شَا ِكرًا أِل َ ْن ُع ِم ِه اجْ تَبَاهُ َوهَدَاهُ إِلَى‬120( َ‫ك ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكين‬

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan
hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang
mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.”
(QS. An-Nahl: 120-121).

Allah menjadikannya sebagai teladan profil dalam kebaikan, sebagai seorang hamba yang senantiasa
menaati kepada Allah, dan seorang yang hanif, yaitu mentauhidkan Allah dan mengkufuri selain-Nya.
Dan Allah tutup ayat ini dengan sifat beliau sebagai seorang yang bersyukur. Allah menjadikan syukur
sebagai puncaknya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan Nabi Musa ‘alaihissalam untuk bersyukur atas
kenikmatan nubuwah, risalah, dan diberi kesempatan berdialog dengan Allah. Allah Ta’ala berfirman,

َ‫اس بِ ِر َسااَل تِي َوبِكَاَل ِمي فَ ُخ ْذ َما آتَ ْيتُكَ َو ُك ْن ِمنَ ال َّشا ِك ِرين‬
ِ َّ‫ك َعلَى الن‬
َ ُ‫يَا ُمو َسى إِنِّي اصْ طَفَ ْيت‬

Allah berfirman: “Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di
masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang
teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur”. (QS. Al-A’ra: 144).

Masih banyak ayat lain yang menjelaskan bahwa syukur adalah jalan hidup para nabi ‘alaihimussalam.

Adapun syukur yang dipraktikkan oleh penghulu anak Adam dan penutup para nabi, Muhammad bin
Abdullah ‘alaihi afdhalu ash-shalatu wa azka at-taslim, adalah sesuatu yang luas. Ia adalah hamba Allah
yang mengetahui hal ini, paling takut kepada Allah, dan paling bersyukur kepada-Nya. Dari Mughirah bin
Syu’bah radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
‫ أَفَاَل أَ ُكونُ َع ْبدًا َش ُكورًا‬: ‫ قَا َل‬، ‫ك َو َما تَأ َ َّخ َر‬ َ َ‫ت قَ َد َماهُ فَقِي َل لَهُ َغفَ َر هَّللا ُ ل‬
َ ِ‫ك َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنب‬ ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َحتَّى ت ََو َّر َم‬
َ ‫قَا َم النَّبِ ُّي‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri shalat hingga kaki beliau pecah. Lalu dikatakan, ‘Allah telah
mengampuni kesalahan Anda yang telah lalu dan yang akan datang’. Beliau menjawab, ‘Tidakkah pantas
aku menjadi hamba yang bersyukur’.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫إِ َّن أَ ْتقَا ُك ْم َوأَ ْعلَ َم ُك ْم بِاهَّلل ِ أَنَا‬

“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa dan paling mengenal Allah.” (HR. Bukhari).

Semoga shalawat dan salam semoga tercurah kepada beliau.

Ibadallah,

Hakikat syukur adalah mengakui nikmat yang diberikan oleh pemberi nikmat, pengakuan berupa
ketundukan, merendahkan diri, dan mencintainya. Barangsiapa yang tidak mengetahui kenikmatan
adalah sebuah kenikmatan, maka dia tidaklah dikatakan bersyukur. Dan orang yang mengetahui
kenikmatan tapi ia tidak mengetahui sang pemberi nikmat, ia juga tidak dikatakan sebagai orang yang
bersyukur. Demikian juga orang yang mengetahui kenikmatan, lalu ia mengetahui pula sang pemberi
nikmat, namun ia membantahnya dengan melakukan kemungkaran, maka orang ini telah mengkufuri
nikmat tersebut. Sama halnya dengan orang yang mengetahui kenikmatan dan yang memberikan
nikmat, ia mengakui keduanya, tidak membantahnya, akan tetapi tidak mencintai sang pemberi dan
patuh padanya, orang ini juga tidak bisa dikatakan sebagai orang yang bersyukur. Orang yang bersyukur
adalah mereka yang mengenal kenikmatan dan yang memberinya, tunduk patuh, ridha, mencintainya,
dan menggunakan kenikmatan tersebut pada sesuatu yang dicintai serta untuk menaati sang pemberi
nikmat. Inilah orang yang bersyukur.

Dengan demikian syukur itu terdiri dari 5 prinsip: (1) Ketundukan orang yang bersyukur kepada yang
member, (2) mencintai sang pemberi, (3) mengakui nikmatnya, (4) memuji sang pemberi atas nikmat
tersebut, dan (5) tidak menggunakan kenikmatan tersebut pada sesuatu yang dibenci oleh yang
memberi. Inilah lima komponen asas syukur. Apabila salah satu dari lima hal ini hilang, maka rusaklah
bangunan syukur tersebut.

Rasa syukur dan lima unsurnya ini terdapat di hati dan amalan anggota badan. Hati yang tunduk dan
tenang dalam mencintainya. Lisan yang mengakuinya dengan mengucapkan pujian. Dan anggota badan
merealisasikan ketaatan kepadanya.

Ibnu Abi Dunya rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya asy-Syukru bahwa ada seorang laki-laki yang
berkata kepada Abu Hazim Salamah bin Dinar, “Bagaimana bentuk syukur dari kedua mata wahai Abu
Hazim”? Salamah bin Dinar menjawab, “Apabila dengan keduanya engkau melihat yang baik, engkau
ceritakan kebaikan itu. Dan apabila dengan keduanya engkau melihat yang jelek, maka engkau
rahasiakan kejelakan tersebut.
Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kedua telinga”? Dijawab, “Jika dengan keduanya engkau
mendengarkan yang baik-baik, maka engkau terima. Jika dengan keduanya engkau mendengar kejelekan
(maksiat), maka engkau tolak”.

Ia bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kedua tangan”? Salamah bin Dinar menjawab, “Jangan engkau
gunakan keduanya untuk sesuatu yang bukan menjadi tujuan ia diberikan dan jangan engkau menolak
hak Allah pada keduanya”.

Ia bertanya lagi, “Bagaimana bersyukurnya perut”? Dijawab, “Engkau jadikan bagian bawahnya makanan
dan bagian atasnya ilmu”. Ia kembali bertanya, “Bagaimana bersyukurnya kemaluan”? Salamah bin
Dinar menjawabnya dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla,

َ ِ‫ك فَأُولَئ‬
َ‫ك هُ ُم ْال َعا ُدون‬ َ ِ‫) فَ َم ِن ا ْبتَغَى َو َرا َء َذل‬6( َ‫َت أَ ْي َمانُهُ ْم فَإِنَّهُ ْم َغ ْي ُر َملُو ِمين‬
ْ ‫اج ِه ْم أَوْ َما َملَك‬
ِ ‫) إِاَّل َعلَى أَ ْز َو‬5( َ‫ُوج ِه ْم َحافِظُون‬
ِ ‫َوالَّ ِذينَ هُ ْم لِفُر‬

“dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang
mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik
itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Mukminun: 5-7).

Adapun orang yang bersyukur dengan lisannya namun tidak dengan seluruh anggota badannya, ia
bagaikan seorang yang memiliki kain. Ia gunakan ujung kain itu, akan tetapi ia tidak memakainya. Kain
itu tidak bermanfaat baginya di saat panas maupun dingin, saat hujan dan bersalju.

Ibdallah,

Sesungguhnya bersyukur kepada Allah itu wajib bagi setiap muslim dan mukmin. Dan hal ini menjadi
sebab langgengnya kenikmatan. Sebaliknya saat rasa syukur itu tidak ada, maka kenikmatan pun akan
hilang.

Syukur adalah pengikat kenikmatan dan pemburunya tatkala ia masih belum didapat. Mengkufurinya
adalah sebab hilangnya kenikmatan itu. Orang-orang shaleh menyebut syukur adalah penjaga karena ia
menjaga kenikmatan yang sudah ada. Mereka juga menamainya dengan pembawa karena lantaran
syukur kenikmatan yang belum datang pun akan terbawa. Kenikmatan itu apabila disyukuri, maka ia
akan tetap, dan apabila dikufuri ia akan berlari.

Semoga Allah Jalla wa ‘Ala menganugerahkan saya dan Anda sekalian sifat syukur dan melindungi kita
dari tabiat kufur terhadap kenikmatan. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan
permintaan.

ٍ ‫أَقُوْ ُل هَ َذا القَوْ ِل َوأَ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُم ْسلِ ِم ْينَ ِم ْن ُك ِّل َذ ْن‬.
‫ب فَا ْستَ ْغفِرُوْ هُ يَ ْغفِرْ لَ ُك ْم إِنَّهُ ه َُو ال َغفُوْ ُر ال َر ِح ْي ُم‬

Khutbah Kedua:

‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن محمداً َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ اَل َّدا ِع َي‬, ُ‫ك لَه‬ ِ ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل ش‬, ‫اس ِع الفَضْ ِل َوالجُوْ ِد َوا ِال ْمتِنَا ِن‬
َ ‫َر ْي‬ ِ ‫اإلحْ َس‬
ِ ‫ان َو‬ ِ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ ع‬
ِ ‫َظي ِْم‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه َوأَصْ َحابِ ِه َوأَ ْع َوانِ ِه‬ َ ‫ إِلَى ِرضْ ِوانِ ِه ؛‬.

‫أَ َّما بَ ْع ُد ِعبَا َد هللاِ اِتَّقُوْ ا هللاَ تَ َعالَى‬


‫‪Ibadallah,‬‬

‫‪Ketahuilah bahwa syukur memiliki tiga rukun yang penting. Seseorang hamba tidak akan disebut sebagai‬‬
‫‪orang yang bersyukur kecuali dengan adanya ketiga hal ini:‬‬

‫‪Pertama: mengakui dengan hati atas kenikmatan yang Allah berikan. Dan meyakini bahwa nikmat‬‬
‫‪tersebut adalah wasilah untuk mendekatkan diri kepada-Nya.‬‬

‫‪Kedua: mengucapkan dengan lisan. Orang yang mendapatkan kenikmatan ia harus memuji Allah,‬‬
‫‪bersyukur kepada-Nya dengan lisannya, dan tidak boleh menisbatkan kenikmatan itu kepada selain‬‬
‫‪Allah, sehingga tidak termasuk seperti orang yang Allah firmankan,‬‬

‫ْرفُونَ نِ ْع َمتَ هَّللا ِ ثُ َّم يُ ْن ِكرُونَهَا‬


‫يَع ِ‬

‫‪“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya…” (QS. An-Nahl: 83).‬‬

‫‪Ketiga: menggunakan kenikmatan ini sebagai alat bantu dalam menaati Allah dan menggapai ridha-Nya.‬‬
‫‪Jika kenikmatan itu digunakan dalam kemaksiatan, maka ia telah mengkufuri nikmat Allah kepadanya.‬‬
‫‪Orang yang kuat badannya, sehat, dan memiliki harta, lalu ia gunakan untuk memaksiati Allah, ia telah‬‬
‫‪mengkufuri nikmat Allah tersebut. Orang yang melakukan demikian, maka ia layak untuk mendapatkan‬‬
‫‪hukuman.‬‬

‫‪Semoga Allah menganugerahkan kita syukur akan kenikmatan dan menolong kita untuk mengingat-Nya,‬‬
‫‪mensyukuri-Nya, dan memperbagus ibadah kita kepada-Nya.‬‬

‫ال‬‫ك فِي ِكتَابِ ِه فَقَ َ‬ ‫صلُّوْ ا َو َسلِّ ُموْ ا َرعَا ُك ُم هللاُ َعلَى ُم َح َّم ِد ا ْب ِن َع ْب ِد هللاِ َك َما أَ َم َر ُك ُم هللاُ بِ َذلِ َ‬
‫ُصلُّونَ َعلَى النَّبِ ِّي يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ‪َ : ‬و َ‬ ‫إِ َّن هَّللا َ َو َماَل ئِ َكتَهُ ي َ‬
‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِيما ً‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َع ْشرًا))‪َ ,‬وقَا َل َعلَ ْي ِه ‪] ،‬األحزاب‪َ  [56:‬‬ ‫ي َوا ِح َدةً َ‬ ‫صلَّى َعلَ َّ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ‪َ (( :‬م ْن َ‬
‫َوقَا َل َ‬
‫صلَ َو ُ‬
‫ات هللاِ‬ ‫صاَل ِة َوال َساَل ِم َعلَى َرسُوْ ِل هللاِ َ‬ ‫ي)) ‪َ ،‬ولِهَ َذا فَإِ َّن ِمنَ الب ُْخ ِل َع َد ُم ال َّ‬ ‫ت ِع ْن َدهُ فَلَ ْم ي َ‬
‫ُصلِّ َعلَ َّ‬ ‫الصاَل ةُ َوال َساَل ُم ‪َ (( :‬ر ِغ َم أَ ْنفُ َر ُج ٍل ُذ ِكرْ ُ‬ ‫َ‬
‫‪َ .‬و َساَل ُمهُ َعلَ ْي ِه ِع ْن َد ِذ ْك ِر ِه صلى هللا عليه وسلم‬

‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ ‫آل إِ ْب َرا ِه ْي َم إِنَّ َ‬


‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد ‪َ ،‬وبَ ِ‬ ‫صلَيْتَ َعلَى إِب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى ِ‬ ‫اَللَّهُ َّم َ‬
‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ ‫ْ‬
‫بَا َركتَ َعلَى إِ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل إِ ْب َرا ِه ْي َم إِنَّ َ‬

‫ض‬‫الح َسنَ ْي ِن َعلِي‪َ ،‬وارْ َ‬ ‫ق ‪َ ،‬وع ُْث َمانَ ِذيْ النُوْ َر ْي ِن‪َ ،‬وأَبِي َ‬ ‫ْق ‪َ ،‬و ُع َم َر الفَارُوْ ِ‬ ‫َّاش ِد ْينَ األَئِ َّم ِة ال َم ْه ِديِ ْينَ أَبِ ْي بَ ْك ِر الصِّ ِّدي ِ‬
‫ض اللَّهُ َّم ع َِن ال ُخلَفَا ِء الر ِ‬
‫َوارْ َ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫ك يَا أك َر َم األك َر ِم ْينَ‬ ‫ك َو َك َر ِم َ‬
‫ك َوإِحْ َسانِ َ‬ ‫ِّ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫َّحابَ ِة أجْ َم ِع ْينَ ‪َ ،‬وع َِن التَابِ ِع ْينَ َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِإِحْ َسا ٍن إِلى يَوْ ِم ال ِّد ْي ِن‪َ ،‬و َعنا َم َعهُ ْم بِ َمن َ‬
‫‪.‬اللهُ َّم ع َِن الص َ‬ ‫َّ‬

‫ك َوال ُم ْش ِر ِك ْينَ ‪َ ،‬و َد ِّمرْ أَ ْعدَا َء ال ِّد ْينَ َواحْ ِم َحوْ َزةَ ال ِّد ْينَ يَا َربَّ ال َعالَ ِم ْينَ ‪ .‬اَللَّهُ َّم آ ِمنَّا فِي أَوْ طَانِنَا َوأَصْ لِحْ‬ ‫اإلسْاَل َم َو ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ ‪َ ،‬وأَ ِذ َّل ال ِشرْ َ‬ ‫اَللَّهُ َّم أَ ِع َّز ِ‬
‫أَئِ َّمتَنَا َو ُواَل ِة أُ ُموْ ِرنَا َواجْ َعلْ ُواَل يَتَنَا فِ ْي َم ْن خَافَكَ َواتَّقَاكَ َواتَّبَ َع ِرضَاكَ يَا َربَّ ال َعالَ ِم ْينَ ‪ .‬اَللَّهُ َّم َوفِّ ْق َولِ َي أَ ْم ِرنَا لِ َما تُ ِحبُّهُ َوتَرْ َ‬
‫ضاهُ َوأَ ِع ْنهُ َعلَى ْالبِ ِّر‬
‫اع ُسنَّ ِة نَبِيِّكَ محمد صلى هللا‬ ‫ك َواتِّبَ ِ‬ ‫اإل ْك َر ِام ‪ .‬اَللَّهُ َّم َوفِّ ْق َج ِم ْي َع ُواَل ةَ أَ ْم ِر ال ُم ْسلِ ِم ْينَ لِ ْل َع َم ِل بِ ِكتَابِ َ‬
‫َوالتَ ْق َوى ‪َ ،‬و َس ِد ْدهُ فِي أَ ْق َوالِ ِه َوأَ ْع َمالِ ِه يَا َذا ْال َجاَل ِل َو ِ‬
‫‪ .‬عليه وسلم‬

‫ت نُفُوْ َسنَا تَ ْق َواهَا زَ ِّكهَا أَ ْنتَ خَ ْي َر َم ْن َز َّكاهَا أَ ْنتَ َولِيُّهَا َو َموْ اَل هَا‪ .‬اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لَنَا ُذنُبَنَا ُكلَّهُ ؛ ِدقَّهُ َو ِجلَّهُ ‪ ،‬أَ َّولَهُ َوآ ِخ َرهُ ‪ِ ،‬س َّرهُ َو َعلَنَهُ‪ .‬اَللَّهُ َّم‬ ‫اَللَّهُ َّم آ ِ‬
‫ُ‬ ‫َ‬
‫ت‪َ .‬ربَّنَا إِنَّا ظَلَ ْمنَا أ ْنف َسنَا َوإِ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكوْ ن ََّن‬ ‫َ‬ ‫أْل‬ ‫َ‬
‫ت اَ حْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َوا ْم َوا ِ‬ ‫أْل‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫ا ْغفِرْ لَنَا َولِ َوالِ َد ْينَا َولِل ُم ْسلِ ِم ْينَ َوال ُم ْسلِ َما ِ‪k‬‬
‫ت َوال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َوال ُم ْؤ ِمنَا ِ‬
‫ار‬ ‫َّ‬
‫اب الن ِ‬ ‫َ‬ ‫ً‬ ‫آْل‬ ‫ً‬ ‫ْ‬
‫‪ِ .‬منَ الخَا ِس ِر ْينَ ‪َ .‬ربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّدنيَا َح َسنَة َوفِي ا ِخ َر ِة َح َسنَة َوقِنَا َعذ َ‬

‫‪َ  .‬ولَ ِذ ْك ُر هَّللا ِ أَ ْكبَ ُر َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم َما تَصْ نَعُونَ ‪ِ ، ‬عبَا َد هللاِ ‪ :‬اُ ْذ ُكرُوْ ا هللاَ يَ ْذ ُكرْ ُك ْم ‪َ ،‬وا ْش ُكرُوْ هُ َعلَى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم‬
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdurrazzab bin Abdul Muhsin al-Abbad

Anda mungkin juga menyukai