Pasal 2
b. Remisi Khusus, yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh
Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan, dengan ketentuan jika suatu
agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang
dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yang
bersangkutan.
Pasal 3
(1) Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat ditambah dengan remisi
Pemasyarakatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai berbuat jasa dan melakukan perbuatan yang
bermanfaat bagi negara atau bagi Institute for Criminal Justice Reform
www.icjr.or.id
kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam
Pada prinsipnya, remisi diberikan pada setiap narapidana yang berhak. Remisi bisa dihitung
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak diperjualbelikan. Mungkin masyarakat masih
awam dengan istilah remisi dan implementasinya dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.
Menurut Pasal 1 Ayat 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia No.174 Tahun 1999, remisi
adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang
telah berkelakuan baik selama menjalani pidana. Merujuk pada Keppres tersebut, remisi
dihitung pada saat menjalani masa pidana dan tidak dihitung dengan mengakumulasi masa
penahanan.
Berbeda dengan yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM seperti ditulis dalam Koran
Tempo 2 November 2006, yang menyatakan bahwa remisi yang diperoleh oleh seorang
narapidana bisa didapat dari akumulasi masa penahanan, bukan dihitung sejak vonis
pengadilan dijatuhkan. Karena pemahaman remisi sendiri sudah sangat jelas maka wajar
apabila pihak-pihak yang paham terhadap makna remisi menganggap pemberian remisi
kepada seorang narapidana bisa dikategorikan tidak sesuai.
7. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah
No.32/1999 tentang Syarat dan tata Cara Pelaksanaan hak Warga Binaan.
Saat seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, maka hak-haknya
sebagai warga negara akan dibatasi. Sesuai Pasal ayat 7 UU.No.12 Tahun 1995, narapidana
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.
Walaupun terpidana kehilangan kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap
dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.
Ada 4 tahap dalam proses pembinaan narapidana Sistem Pemasyarakatan Indonesia. Remisi
sudah dapat dihitung semenjak yang bersangkutan yang telah berstatus narapidana menjalani
masa pidana atau dalam Sistem Pemasyarakatan Indonesia disebut dengan menjalani proses
pembinaan.
Setelah menjalani 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya, maka wadah proses pembinaan
diperluas dengan asimilasi yang pelaksanaannya terdiri dari 2 bagian yaitu yang pertama
waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan 1/2 dari masa pidananya.
Pada tahap ini pembinaan masih dilaksanakan dalam Lapas dalam pengawasan menengah
(medium security). Tahap kedua dimulai dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama
sampai dengan 2/3 masa pidananya. Dalam tahap lanjutan ini narapidana sudah memasuki
tahap asimilasi dan selanjutnya dapat diberikan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang
bebas dengan pengawasan minimum.
Setelah proses pembinaan telah berjalan selama 2/3 masa pidana yang sebenarnya atau
sekurang-kurangnya 9 bulan, maka pembinaan dalam tahap ini memasuki pembinaan tahap
akhir. Pembinaan tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program
integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan selesainya masa
pidana. Pada tahap ini, bagi narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang
bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar Lapas oleh Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut pembimbingan Klien Pemasyarakatan.
3. Remisi Tambahan
a. Berbuat jasa pada negara :
- Membela negara secara moral, material dan fisik dari serangan musuh.
- Membela negara secara moral, material dan fisik terhadap pemberontakan yang berupaya
memecah belah atau memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI.
- Besarnya remisi : 1/2 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan.
b. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan.
- Menemukan inovasi yang berguna untuk pembangunan bangsa dan negara RI.
- Turut serta mengamankan Lapas atau Rutan apabila terjadi keributan atau huru hara.
- Turut serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan bencana alam di lingkungan Lapas,
Rutan atau wilayah sekitarnya.
- Menjadi donor darah 4 (empat) kali atau salah satu organ tubuh bagi orang lain.
- Besarnya remisi yang diberikan sebesar 1/2 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun
yang bersangkutan.
c. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lapas atau Rutan.
- Pemuka kerja.
- Melakukan pendidikan dan pengajaran kepada sesama narapidana dan anak didik.
- Besarnya remisi yang diberikan 1/3 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang
bersangkutan.
Dengan mengetahui cara menghitung pemberian remisi maka masyarakat dapat membuat
estimasi angka remisi. Angka remisi yang didapat tentunya akan mengurangi jumlah masa
hukuman seorang narapidana, serta membuat seorang narapidana dapat lebih cepat kembali
kepada keluarga dan masyarakatnya sebagai warga negara yang baik, menyongsong masa
depan yang lebih baik.
*) Penulis adalah Pegawai Negeri Sipil pada Biro Humas Departemen Hukum dan HAM, R.I
–fatma puspita sari(fatma.puspita@depkumham.go.id) -jakarta | Kamis, 02 November 2006
kepada Tommy Soeharto karena jumlah remisi yang diberikan tidak sesuai dengan
Kepada VHR di kantornya, Jumat (3/11) pagi, Juru Bicara Mahkamah Agung Djoko
Sarwoko mengatakan, pemberian remisi kepada Tommy Soeharto yang mencapai 12
Djoko Sarwoko menuturkan, selama ini pihaknya belum mendengar adanya remisi
Oleh karena itu, menurut Djoko, kebijakan pemberian remisi dasawarsa itu harus
dijelaskan oleh Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin. Sebab, di dalam
“Saya kira itu adalah kebijakan dari menterinya sendiri, tapi mungkin dia sudah ada
Sementara itu pengamat hukum Denny Indrayana saat dihubungi oleh VHR melalui
telepon Jumat (3/11) siang menyatakan belum menemukan dasar hukum tentang
Denny berpendapat, remisi Tommy sangat subyektif karena hanya didasarkan pada
perlu dibuat statistiknya. Jika sudah melakukan ini maka perlu merombak budaya
koruptif yang dilakukan di dalam LP, sehingga petugasnya tidak mudah tergiur
oleh uang.”
Lebih lanjut Denny Indrayana juga mengkritik Departemen Hukum dan HAM yang
mempersilakan Tommy untuk melakukan perjalanan ke luar negeri meski tidak ada
cegah tangkal (cekal)yang dikenakan kepada putra bekas presiden Soeharto itu.
Menurut Denny, Tommy Soeharto pernah memiliki riwayat sebagai buronan. Jadi,
Sebagaimana diketahui, Tommy Soeharto bebas dari penjara lebih cepat melalui
Mandala Putra yang akrab dipanggil Tommy Soeharto tidak memenuhi rasa
keadilan di masyarakat.
Firmansyah Arifin, Rabu (1/11) siang di kantornya, meski sudah melalui mekanisme
aturan hukum yang berlaku, pembebasan bersyarat putra bungsu mantan presiden
Tommy Soeharto tidak mungkin diberikan jika yang bersangkutan bukan putra
“Menurut pengamatan saya, yang paling menjadi persoalan dilihat dari rasa
keadilan kayaknya kok begitu gampang, begitu mudahnya pemerintah dalam hal ini
memberikan diskon yang sangat mudah dan berlebihan terhadap Tommy Soeharto.
Dugaan saya, kalau Tommy bukan anak mantan penguasa republik ini kayaknya
yang pertama. Terpidana kasus korupsi Bulog, Rahardi Ramelan, juga pernah
tahanan adalah narapidana yang sudah menjalani hukuman penjara selama enam
:: NEWS ::.
dari hukuman penjara terkait dengan kasus pembunuhan hakim agung Syafiuddin
Kartasasmita pada tahun 2001 dinilai banyak kalangan sangat bertentangan dengan
nilai-nilai keadilan.
Remisi atau pengurangan hukuman yang mencapai 37 bulan dari total masa
Kepada radio komunitas Surga FM Jombang, Kamis (2/11) siang, Ketua Fraksi Partai
khusus.
“Jadi, hukumnya itu yang bagaimana? Kalau memang itu dibenarkan secara hukum,
kan harus berlaku untuk semua orang, tidak hanya pada orang per orang,” ujar dia.
Itu artinya, mereka mesti menunggu pada tahun mendatang lagi, dengan harapan
yang serupa. Remisi merupakan hak setiap napi yang dijamin undang-undang dan
peraturan pemerintah.
Bicara tentang remisi, publik di Indonesia barangkali masih ingat dengan remisi
yang diberikan terhadap Tommy Suharto. Konon, selama menjalani masa
pemidanaan di Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pangeran Cendana ini total
mendapat remisi lebih dari 2,5 tahun.
Plus pembebasan bersyarat. Juga remisi kilat yang diberikan kepada Rahadi
Ramelan. Ketika itu, hanya berselang beberapa hari setelah dirinya ditahan di Rutan
Cipinang, Rahadi pun mendapatkan remisi pada 17 Agustus tahun itu.
Dalam beberapa kasus, pemberian remisi memang dirasa cukup menggelitik. Setiap
tahunnya, catatan tentang pemberian remisi hanya sebatas pada jumlah dari napi
yang beruntung mendapatkan remisi tersebut.
Namun, dari data yang selalu diumumkan dan dilaporkan kepada Presiden oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), tidak pernah diperinci kriteria
yang membuat para napi ini layak mendapatkan hak remisi atau napi lainnya yang
tidak mendapatkan remisi.
“Problem utama dalam aturan mengenai remisi adalah tentang tata cara pengajuan
remisi itu sendiri yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Prosedur pengajuan
ini tidak diatur secara terperinci dalam undang-undang.
Dalam Pasal 1 Ayat 1 Keputusan Presiden (Keppres) No 174 Tahun 1999, remisi
adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak
pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana.
“Seharusnya perincian tentang prosedur dan tata caranya ini juga dituangkan dalam
undang-undang pemasyarakatan saja sehingga lebih jelas dan harus terperinci,”
kata Anggara.
Aturan hukum berdasar keputusan menteri, lanjut Anggara, sangat mudah berubah
sewaktuwaktu. Yakni merujuk pada kebijakan dari menteri-menteri yang menjabat
saat itu.
Kondisi ini bisa berdampak pada pengetahuan masyarakat, terutama para napi dan
keluarganya, tentang prosedur pengajuan remisi itu sendiri. Tidak hanya pada
tataran peraturan tentang remisi yang harus dikritisi.
Pada level mekanisme aturannya pun, Anggara melihat dalam kasus pemberian
remisi, adakalanya kekuasaan lebih dari pihak yang berwenang. “Heavy-nya lebih
ke pihak yang berwenang untuk memberikan remisi.
Sepertinya seorang narapidana itu tidak bisa memprotes kenapa dirinya tidak
diberikan remisi,” tambah Anggara.
Peluang Terbuka
Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma
Sundari melihat, dengan aturan-aturan hukum yang berlaku, peluang remisi
menjadi “komoditas” memang sangat terbuka.
Menurutnya, ada beberapa aturan dalam remisi yang bertabrakan dan menjadi
sarana jual beli remisi. Salah satunya adalah tata cara atau prosedur pengajuan
remisi yang dinilai terlalu berat pada pihak eksekutif, dalam hal ini Ditjen
Pemasyarakatan.
Dengan demikian, komoditas remisi menjadi peluang jual beli sangat terbuka,
terutama tahanan-tahanan yang kaya. “Tahanan yang kaya punya peluang besar
untuk membeli remisi,” tambah Eva.
Selama ini, prosedur pemberian hak remisi bagi para napi dimulai dengan penilaian
dari tim pengawas atau penilai yang merupakan orang dalam Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan (Rutan).
Laporan tentang penilaian inilah yang kemudian diajukan pada Kepala Lapas atau
Rutan. Poin penilaian di antaranya menyangkut tingkah laku dari napi. Apakah si
napi yang bersangkutan berkelakuan baik sehingga layak untuk diberikan remisi
atau sebaliknya.
Pada prinsipnya remisi (pengurangan masa hukuman) itu adalah sarana hukum
yang berwujud HAK yang diberikan oleh Undang-undang kepada Narapidana yang
yang mengarah pada proses rehabilitasi dan resosialisasi narapidana melalui upaya-
upaya yang sifatnya edukatif, korektif dan defensif. Semua narapidana ataupun
Anak pidana yang telah memenuhi syarat tanpa terkecuali Narapidana dari Tindak
pidana Korupsi dan terorisme dapat mengajukan Remisi. Hal ini sudah
Keppres No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi, dan PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata
cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Dari berbagai jenis remisi,
(mulai dari remisi umum, remisi khusus, remisi tambahan, dan remisi dasawarsa),
setiap tanggal 17 Agustus bertepatan dengan perayaan hari kemerdekaan RI, remisi
umum menjadi hak yang selalu ditunggu oleh para Napi. Karena pada saat itulah
remisi umum secara rutin diberikan kepada sebagian besar Napi yang telah
memenuhi syarat. Adapun syarat untuk memperoleh remisi umum ini adalah
berkelakuan baik selama proses pembinaan di dalam LP, telah melaksanakan pidana
lebih dari 6 bulan (terhitung dari tanggal penahanan hingga tanggal 17 Agustus
denda, tidak dijatuhi hukuman pidana seumur hidup ataupun pidana mati. Besaran
remisi yang diterima oleh para narapidana tersebut berbeda-beda, hal ini tergantung
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Keppres No. 174 Tahun 1999 tentang
Remisi, disebutkan bahwa Bagi napi yang telah menjalani pidana 6 sampai 12 bulan
diberikan remisi 1 bulan, untuk yang lebih 12 bulan dapat 2 bulan, bagi yang sudah
menjalani tahun kedua dapat 3 bulan, tahun ketiga 4 bulan, tahun keempat dan
kelima dapat 5 bulan, tahun keenam dan seterusnya dapat 6 Bulan setiap tahunnya.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, pada prinsipnya, baik napi korupsi, terorisme
ataupun tindak pidana lainnya tetap mendapatkan hak yang sama untuk
mendapatkan Remisi, dan hak tersebut telah dilindungi oleh UU. Hanya saja dengan
Nomor 32 Tahun 1999, dan mengingat kekhususan dan dampak korupsi dan
terorisme ini demikian besarnya, maka Syarat-syarat pengajuan Remisi bagi Napi
tindak pidana khusus seperti halnya Tindak Pidana Korupsi dan Terorisme tersebut,
LEBIH DIPERKETAT. Dengan adanya PP tersebut, saat ini Tidak semua Korruptor
dan Teroris demikian mudah mendapatkan Remisi sebagaimana halnya napi tindak
pidana umum lainnya. Selain syarat-syarat dalam Keppres 174 / 1999 mengikat pula
pada napi korupsi dan terorisme, ada perbedaan syarat lainnya yang diatur dalam
Pasal 34 ayat 3 PP 28 Tahun 2006, yakni: napi korupsi, terorisme, narkotika dan
mengajukan Remisi jika telah menjalani lebih dari 1/3 masa pidananya, dan telah
berkelakuan baik selama di LP. Selanjutnya, Remisi untuk napi tersebut diberikan
dahulu dari Dirjen Pemasyarakatan. Khusus Napi Korupsi, ditambah lagi kriteria
tambahan bahwa kerugian Negara tidak boleh di atas 1 M, dan Sanksi Pidananya
tidak boleh lebih dari 2 tahun penjara. Untuk Tahun ini, terobosan untuk tidak
memberikan remisi untuk koruptor dan teroris memang akan dilakukan oleh
Pendapat saya, keputusan untuk tidak memberikan Remisi untuk koruptor dan
Teroris ini harus memiliki landasan yuridis yang kuat dan alasan-alasan yg bisa
sebagaimana yang diatur dalam UU 12/1995. Keputusan tersebut akan menjadi baik,
jika memang tujuannya baik sebagai langkah preventif yang sifatnya integral.
Namun, takkan menjadi kurang baik jika keputusan tersebut hanya sekedar sarana
pemberantasan korupsi, menjadi trend dan hanya sekedar memberikan efek jera
atau balas dendam pada pelaku. Sebagai pemegang keputusan dapat tidaknya
menyeleksi siapa yang patut dan tidak mendapatkan remisi tanpa mengabaikan
perasaan masyarakat dan tanpa mengabaikan hak napi itu sendiri. mengapa
demikian.?, pertama, karena secara yuridis, sudah jelas jika Setiap Napi yang telah
memenuhi syarat yang tercantum dalam peraturan mempuyai hak yang sama untuk
tersebut harus tetap dalam koridor yuridis dan seimbang antar berbagai
kepentingan. kedua, LP ini hanya sekedar salah satu sistem dalam menanggulangi
kejahatan, dan remisi ini hanyalah salah satu sub sistem untuk mewujudkan tujuan
Jika hanya remisi yang dijadikan terobosan hukum untuk mengantisipasi Korupsi
dan defensif, dan bukan bertujuan untuk sekedar menghukum. Para Napi itu ibarat
orang sakit harus disembuhkan dan dibina agar tidak mengulangi lagi
perbuatannya, dan bukan karena dia telah melakukan tindak pidana. sebagaimana
yang pernah disampaikan oleh Prof. Muladi jika pembinaan Napi itu adalah
theraupetic proccess. jadi segala tindakan yang diiberlakukan kepada Napi harus
Sampai saat ini Lembaga Pemasyarakatan belum menunjukkan hasil yang optimal
tdalam membina Napi, belum ada korelasi yang cukup signifikant antara lamanya
melakukan pembinaan Napi.) Jadi, kalaupun Napi Korupsi dan Teroris diputuskan
diberikannya Remisi itu sendiri tidak akan menuai hasil yang maksimal..yang ada