Anda di halaman 1dari 4

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian pembahasan, masalah dan penelitian yang telah
penulis kaji di dalam setiap bagian bab pembahasan, maka kemudian peneliti
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Selama masa tunggu terpidana mati di tempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan. Program pembinaan yang terdiri beberapa tahapan,
bertujuan untuk mendukung proses reintegrasi sosial dengan mendidik dan
membina narapidana agar dapat kembali ke lingkungan masyarakat
menjadi warga negara yang baik. Dengan tujuan inilah, maka program
pembinaan tidak menyentuh seluruh penghuni yang ada di Lapas, tetapi
hanya diorientasikan pada narapidana yang nantinya akan kembali ke
lingkungan masyarakat. Permasalahan terpidana mati selama masa
tunggunya di Lapas adalah penempatan dan pelayanan yang harus
dilakukan oleh Lapas sebelum terpidana mati tersebut dieksekusi, karena
sebelum terpidana mati dieksekusi berarti yang bersangkutan adalah
manusia yang masih hidup yang secara alamiah tetap mempunyai hak-hak
yang harus dilindungi seperti hak untuk mendapatkan pelayanan
perawatan secara fisik dan kesehatan sampai yang bersangkutan
dieksekusi, termasuk juga mendapatkan hak-haknya. Adapun hak-hak
yang dimaksud adalah mengacu pada ketentuan Pasal 14 UU No.12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan yaitu :
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c. Mendapatkan pelayanan Kesehatan dan makanan yang layak
d. Menyampaikan keluhan
e. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang
f. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau orang
tertentu lainnya
g. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Ketentuan-ketentuan yang mengatur bagaimana melakukan pelayanan
terhadap terpidana mati selama menghuni Lapas sebelum dieksekusi
sampai saat ini belum ada peraturan yang jelas. Hal ini menimbulkan
kebimbangan dan ketidakpastian bagi aparat/petugas Lapas dalam
melakukan pelayanan terhadap terpidana mati menimbulkan adanya
kebimbangan dan ketidakpastian bagi aparat/petugas Lapas dalam
melakukan pelayanan terhadap terpidana mati di Lapas yang
mengakibatkan adanya perbedaan perlakuan khususnya antara narapidana
dengan terpidana mati yang kedudukannya hanya ditempatkan sementara
di Lapas sambil menunggu waktu pelaksanaan eksekusinya.
2. Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 tentang eksekusi pidana mati, dapat
diketahui dalam Undang-Undang belum mengatur tenggat waktu kapan
pelaksanaan pidana mati harus dilakukan. Undang-Undang Nomor
2/PNPS/1964 hanya mengatur pemberitahuan terhadap terpidana bahwa ia
akan dieksekusi paling lama dalam waktu 3 x 24 jam. Namun itu baru
sebatas pada pemberitahuan menjelang eksekusi mati. Undang-Undang
Nomor 2/PNPS/1964 tidak mengatur secara interval waktu pelaksanaan
pidana mati dari sejak penjatuhan vonis hukuman mati oleh hakim sampai
pada hari pelaksanaan eksekusi mati dilakukan. Dalam praktik
pelaksanaan pidana mati di Indonesia, rentang waktu antara vonis majelis
hakim hingga hari pelaksanaan hukuman mati dilakukan kepada terpidana
pada realitanya memakan waktu yang sangat lama, bertahun-tahun bahkan
lebih dari satu decade, terpidana mati belum juga dieksekusi. Mengenai
kapan terpidana akan dieksekusi sepenuhnya bergantung dari kebijakan
penegak hukum dalam melaksanakan putusan hakim. Hal itu seharusnya
tidak dikonstruksikan demikian karena dalam diskursus ilmu pada
umumnya, seharusnya hukum mengatur memberikan kepastian hukum
tidak hanya dari segi hukum materiil, namun juga formil hingga
pelaksanaannya. Akibat dari ketidakpastian dan keadilan dalam
pelaksanaan pidana mati yang diterima oleh terpidana mati ada beberapa
persoalan, yaitu:
a. Hukuman Ganda (double punishment)
b. Tekanan Psikis (deathrow phenomenon)
c. Pengulangan Tindak Pidana
d. Melanggar Hak Asasi Manusia
B. Rekomendasi
Berdasarkan terhadap permasalahan yang telah peneliti kaji sebelumnya,
maka peneliti mencoba memberi beberapa rekomendasi berupa:
1. Tidak adanya aturan khusus bagi pelayanan terpidana mati yang di
tempatkan di Lapas adalah apabila terjadi pelanggaran tata tertib di dalam
Lapas yang dilakukan oleh terpidana mati maka petugas Lapas tidak dapat
mengenakan penjatuhan sanksi disiplin baik yang bersifat internal ataupun
eksternal. Terpidana mati tetap dititipkan di Lapas sebelum dieksekusi
maka harus segera dibuat ketentuan peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar pelayanan terpidana mati selama di Lapas. Segera dibentuk
institusi khusus yang diperuntukkan bagi penempatan terpidana mati
sebelum menjalani eksekusi, seperti halnya penempatan khusus yang
diperuntukkan bagi tahanan.
2. Merevisi Undang-Undang yang mengakomodir mengenai jangka waktu
eksekusi pidana mati. Perlu diatur batasan waktu dalam menempuh upaya
hukum yang dapat dilakukan untuk menangguhkan eksekusi pidana mati.
Karena jika tidak ada batasan waktu dalam pengajuan upaya hukum, baik
itu grasi atau peninjauan kembali dapat menyebabkan eksekusi pidana
mati menjadi tertunda-tunda. Dibuatnya peraturan dengan jelas batasan
waktu mengenai berapa lama waktu bagi terpidana mati harus menunggu
eksekusi. Sehingga dengan aturan yang jelas tersebut makan akan tercapai
kepastian hukum nantinya.

Anda mungkin juga menyukai