Setiap Karyawan Yang Tergabung Dalam Suatu Organisasi Memiliki Orientasi Kerja Masing
Setiap Karyawan Yang Tergabung Dalam Suatu Organisasi Memiliki Orientasi Kerja Masing
masing dan kemungkinan besar karyawan satu dengan lainnya mempunyai orientasi kerja
yang berbeda pula, dan apabila orientasi yang dipersepsikannya ini dapat tercapai maka
karyawan akan merasakan kepuasan kerja dan bekerja dengan maksimal.
Orientasi Kerja menurut Ingham (1970): the concept formed the basis for the
harmonious view of industrial relations in the small firm as orientation to work was said
to cause individual self-selection to the small firm sector. Yang kurang lebih memiliki
arti: sikap dan tingkah laku karyawan, merupakan suatu konsep yang dapat menciptakan
harmoni dalam bekerja dan sehingga dapat menyebabkan peningkatan kinerja karyawan
secara individu dalam sebuah perusahaan.
Orientasi Kerja menurut Goldthorpe (1968): orientation to work adalah arti sebuah
pekerjaan terhadap seorang individu, berdasarkan harapannya yang diwujudkan dalam
pekerjaannya.
1. Instrumentally
Goldthorpe (1968) menjelaskan bahwa pada jenis pendekatan ini setiap karyawan
memandang pekerjaan sebagai suatu tujuan akhir. Dimana karyawan-karyawan tersebut
bekerja berdasarkan satu alasan yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Selain itu juga dalam orientasi ini, ada juga karyawan yang memilih untuk bekerja
dengan alasan untuk menunjang gaya hidup mereka secara spesifik. Gaya hidup yang
dimaksud adalah kondisi-kondisi yang dialami atau dijalani oleh masing-masing
karyawan. Instrumentally dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Short-term instrumentally orientation
Jenis orientasi kerja ini merupakan sebuah upaya yang dilakukan karyawan-karyawan
untuk mendukung dan menambah pendapatan utama dengan cara bekerja di tempat lain,
dan menjadikan pekerjaan ini sebagai pekerjaan sekunder. Karyawan pada jenis orientasi
ini menganggap pekerjaan ini hanya bersifat sementara saja.
b. Long-term instrumentally orientation
Long-term instrumentally orientation adalah upaya dari karyawan-karyawan untuk
menjadikan sebuah pekerjaan sebagai pekerjaan primer. Long-term instrumentally
orientation dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Part-time employee atau karyawan paruh waktu : Untuk jenis karyawan paruh waktu,
alasan memilih untuk menjalani pekerjaan dengan cara ini biasanya berhubungan dengan
keterbatasan waktu yang mereka miliki. Biasanya karyawan jenis ini adalah dari
golongan pelajar atau mahasiswa yang harus membagi waktu antara pekerjaan dan waktu
untuk belajar, selain itu juga dari golongan wanita yang memiliki anak-anak yang masih
berusia dibawah lima tahun.
- Full-time employee atau karyawan tetap : Jenis karyawan ini merupakan jenis karyawan
yang secara konsisten meluangkan secara penuh waktu yang dimiliki untuk melakukan
suatu pekerjaan dengan menjadi karyawan tetap, dan tidak membagi waktu bekerja yang
dimiliki untuk bekerja di tempat lain.
2. Solidaristic
Dimana pada pendekatan orientasi kerja jenis ini, Goldthorpe (1968) menjelaskan bahwa
setiap karyawan memandang sebuah pekerjaan bukan secara simple sebagai tujuan akhir
saja, melainkan segi yang dikedepankan adalah hubungan dan aktivitas sosial yang bisa
didapat, dan ini dipandang sebagai bentuk emotionally rewarding. Karyawan yang
memilih orientasi kerja jenis ini dalam memilih tempat bekerja, lebih memperhatikan
suasana bekerja berdasarkan hubungan sosial yang kuat. Hubungan sosial disini yang
dimaksudkan adalah
komunikasi dan kerjasama yang terjalin antara individu baik itu antara sesama karyawan
dalam satu departemen maupun antar departemen. Menurut Lucas (1995) dan Kitching
(1997) dikatakan bahwa bagi karyawan HI, adalah sisi sosial dari sebuah pekerjaan yang
membuat para karyawan tersebut tetap merasa betah pada pekerjaan mereka dan juga
membuat para karyawan tersebut untuk tetap mengoptimalkan diri dalam bekerja. Selain
itu, hubungan sosial yang kuat yang karyawan jenis ini inginkan bukan hanya sebatas di
lingkungan kerja, melainkan hubungan sosial ini harus juga dapat diteruskan di
kehidupan diluar pekerjaan. Misalnya dengan pergi makan, jalan-jalan, kegiatan lain dan
bahkan saling berkunjung ke tempat tinggal masing-masing karyawan.
3. Bureaucratic
Menurut Goldthorpe (1968) dijelaskan bahwa yang membuat seorang karyawan memilih
pekerjaan dan mengoptimalkan diri pada pekerjaan yang dipilihnya itu adalah hal-hal
yang disediakan oleh perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja. Hal-hal tersebut
dapat berupa fasilitas-fasilitas yang diberikan seperti sarana transportasi, ruangan kerja
yang nyaman untuk bekerja, sampai ke peralatan-peralatan kerja yang canggih, modern
dan mendukung, penghargaan atas prestasi kerja, besar kecilnya gaji dan tunjangan-
tunjangan yang ditawarkan, kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh perusahaan,
bimbingan dari perusahaan yang diberikan melalui atasan dan yang tidak kalah
pentingnya adalah jenjang karir yang jelas. Meskipun suasana sosial yang ada tidak
mendukung, para karyawan tersebut tetap mengoptimalkan diri dalam bekerja, karena
karyawan jenis orientasi ini lebih mementingkan self-development dan lebih bertujuan ke
peningkatan jenjang karir.
<< Home
Insentif : Definisi, Tujuan, Jenis, Proses dan Syarat
Pemberian Insentif
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Pengertian Insentif :
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1984 : 1) :Insentif adalah
pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena memang prestasi yang
berbeda. Dua orang dengan jabatan yang sama dapat menerima insentif yang berbeda
karena bergantung pada prestasi. Insentif adalah suatu bentuk dorongan finansial kepada
karyawan sebagai balas jasa perusahaan kepada karyawan atas prestasi karyawan
tersebut. Insentif merupakan sejumlah uang yang di tambahkan pada upah dasar yang di
berikan perusahaan kepada karyawan.
Menurut Nitisemito (1996:165), insentif adalah penghasilan tambahan yang akan
diberikan kepada para karyawan yang dapat memberikan prestasi sesuai dengan yang
telah ditetapkan.
Menurut Pangabean (2002 : 93, Insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji
dengan produktivitas. Insentif merupakan penghargaan dalam bentuk uang yang
diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan.
Jenis/Tipe Insentif :
Menurut Manullang (1981:141), tipe insentif ada dua yaitu:
a. Finansial insentif
Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji-gaji yang
pantas. Tetapi juga termasuk didalamnya kemungkinan memperoleh bagian dari
keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi pemeliharaan jaminan
hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.
b. Non finansial insentif.
Ada 2 elemen utama dari non finansial insentif, yaitu :
1. Keadaan pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja, tugas dan
rekan kerja.
2. Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan
pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan atasan.
Menurut Gary Dessler (1997 : 141), jenis rencana insentif secara umum adalah:
a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji pokok
kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual spesifik.
Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual, atas prestasi yang
belum diukur oleh standar, seperti contoh mengakui jam kerja yang lama yang digunakan
karyawan tersebut bulan lalu.
b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual namun memberi
upah lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika kelompok atau tim
secara kolektif mencapai satu standar yang khusus kinerja, produktivitas atau perilaku
sehubungan dengan kerja lainnya.
c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di seluruh
organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba organisasi
dalam satu periode khusus.
d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di seluruh
organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas perbaikan
dalam produktivitas organisasi.
Rencana insentif individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji
pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu. Sedangkan insentif
akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga melebihi standar yang
telah ditetapkan (Panggabean, 2002 :90-91).
Menurut Oangabean (2002:91) Pemberian insentif terhadap kelompok dapat diberikan
dengan cara:
1. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh mereka
yang paling tinggi prestasi kerjanya.
2. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang
diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya.
3. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang
diterima oleh kelompok.
Menurut Dessler (1997:154-157), insentif juga dapat diberikan kepada seluruh organisasi,
tidak hanya berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana insentif seluruh
organisasi ini antara lain terdiri dari:
1. Profit sharing plan, yaitu suatu rencana di mana kebanyakan karyawan berbagi laba
perusahaan
2. Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh perusahaan
dimana perusahaan menyumbang saham dari stocknya sendiri kepada orang kepercayaan
di mana sumbangan-sumbangan tambahan dibuat setiap tahun. Orang kepercayaan
mendistribusikan stock kepada karyawan yang mengundurkan diri (pensiun) atau yang
terpisah dari layanan.
3. Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun 1937
oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong kerjasama, keterlibatan dan
berbagai tunjangan.
4. Gainsharing plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu usaha
bersama untuk mencapai sasaran produktivitas dan pembagian perolehan.
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1990 : 163) sifat dasar
pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil:
a. Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh
karyawan itu sendiri.
b. Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan output.
c. Pembayaran dilakukan secepat mungkin.
d. Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu tinggi maupun
rendah dapat berakibat buruk.
e. Besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup merangsang pekerja
untuk bekerja lebih giat.
<< Home
<< Home
didukung para karyawan yang mempunyai motivasi dan lingkungan kerja dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Motivasi dapat menimbulkan kemampuan
bekerja serta bekerja sama, maka secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas.
Sedangkan apabila motivasi karyawan lebih tinggi tetapi tidak didukung lingkungan kerja
yang nyaman untuk bekerja maka hasil produktivitas kerja tidak baik.
Berdasarkan teori tersebut di atas dapat diasumsikan bahwa dengan motivasi kerja
berpengaruh pula dengan peningkatan produktivitas kerja karyawan, sebaliknya dengan
motivasi kerja yang menurun juga akan berpengaruh terhadap penurunan produktivitas
kerja.
Download Skripsi Tentang Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Kerja disini
<< Home
Smith, et. al. yang dikutip Luthans (1998:145-146) menunjukkan adanya 6 faktor
penting yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu :
1) The work itself, the extent to which the job provides the individual with
interisting task, opportunities for learning, and the chance to accept resposibility.
Pekerjaan itu sendiri, sejauhmana karyawan memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan
yang menarik, memberikan kesempatan untuk belajar, dan peluang untuk menerima
tanggung jawab.
2) Pay, the amount of financial remuneration that is received and the degree to
which that is viewed aquitable vis-a-vis that of other in organization.
Upah atau gaji, merupakan jumlah balas jasa finansial yang diterima karyawan dan
tingkat di mana hal ini dipandang sebagai suatu hal yang adil dalam organisasi.
5) Co-worker, the degree to which fellow worker are technically proficient socially
suportive.
Rekan kerja, merupakan suatu tingkatan di mana rekan kerja memberikan dukungan.
2) Pay (Gaji)
Menurut Robbins (2001:149) bahwa para karyawan menginginkan sistem upah dan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris
dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada
tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan”. Semakin tinggi tingkat pendidikan
karyawan, maka semakin tinggi pula tingkat kemungkinan karyawan tersebut melakukan
perbandingan sosial dengan karyawan bandingan yang sama di luar perusahaan. Jika gaji
yang diberikan perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan gaji yang berlaku di
perusahaan yang sejenis dan memiliki tipe yang sama, maka akan timbul ketidakpuasan
kerja karyawan terhadap gaji. Oleh karena itu gaji harus ditentukan sedemikian rupa agar
kedua belah pihak (karyawan dan perusahaan) merasa sama-sama diuntungkan. Karena
karyawan yang merasa puas dengan gaji yang diterimanya, maka dapat menciptakan
kepuasan kerja yang diharapkan berpengaruh pada kinerja karyawan.
Begitu pula Menurut Handoko (2001 : 6), yang menyatakan bahwa “Ketidakpuasan
sebagai besar karyawan terhadap besarnya kompensasi sering diakibatkan adanya
perasaan tidak diperlakukan dengan adil dan layak dalam pembayaran mereka”. Pendapat
serupa dikemukakan Hasibuan (2001 : 121) bahwa dengan balas jasa atau kompensasi,
karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya
sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
4) Supervision (Pengawasan)
Luthans (1998:145) berpendapat bahwa tugas pengawasan tidak dapat dipisahkan dengan
fungsi kepemimpinan, yaitu usaha mempengaruhi kegiatan bawahan melalui proses
komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan organisasi. Menurut
Hasibuan (2001:169), kepemimpinan yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam
organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan
untuk mencapai sasaran yang maksimal. Oleh sebab itu aktivitas karyawan di perusahaan
sangat tergantung dari gaya kepemimpinan yang diterapkan serta situasi lingkungan di
dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Perlunya pengarahan, perhatian serta motivasi
dari pemimpin diharapkan mampu memacu karyawan untuk mengerjakan pekerjaannya
secara baik, seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan (2001:170) bahwa gaya
kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja,
dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi
yang maksimal.
<< Home
[Baca Selengkapnya] mengenai Promosi Dalam Konsep SDM : Definisi dan Syarat
Penetapan Promosi
<< Home
Menurut Gibson dan Ivancevich (2001, p.280 – 281), ”Stres dalam penampilan optimal
adalah kondisi stres yang positif karena dapat mendorong karyawan untuk bekerja pada
tingkatan yang lebih tinggi sedangkan stres karena terlalu sedikit dan terlalu banyak
beban adalah kondisi stres yang negatif karena dapat menyebabkan menurunnya kinerja
para karyawan.” Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang
menyenangkan
atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang.
Cox membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stress (Handoyo, 2001),
yaitu :
1. Pengaruh psikologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada aspek kejiwaan
seseorang.
2. Pengaruh perilaku yaitu akibat dari stres yang berdampak pada perubahan tingkah laku
seseorang.
3. Pengaruh kognitif yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kemampuan berpikir
seseorang.
4. Pengaruh fisiologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kondisi fisik
seseorang.
Tanda-tanda stres dalam penampilan optimal maupun tanda-tanda stres karena terlalu
sedikit dan terlalu banyak beban akan dikelompokkan dalam empat jenis konsekuensi
yang dapat ditimbulkan stres dan akan menjadi batasan dalam penelitian ini seperti yang
terlihat di bawah, yaitu :
1. Tanda-tanda stres yang berkaitan dengan tingkat beban kerja dalam penampilan
optimal
a. Pengaruh psikologis
1) Kegembiraan
2) Ketenangan dalam keadaan tertekan
b. Pengaruh perilaku
1) Lebih semangat dalam bekerja
c. Pengaruh kognitif
1) Analisis yang rendah tentang masalah
2) Daya ingat yang lebih baik
3) Persepsi yang tajam
d. Pengaruh fisiologis
1) Memiliki energi yang tinggi sehingga tidak mudah lelah
2. Tanda-tanda stres yang berkaitan dengan tingkat beban kerja karena terlalu banyak dan
terlalu sedikit beban kerja.
a. Pengaruh psikologis
1) Kebosanan
2) Apatis
3) Lekas marah
4) Kelesuan
b. Pengaruh perilaku
1) Tidur yang tak menentu dan terganggu (gangguan tidur)
2) Peningkatan intensitas kecelakaan baik di rumah, di tempat kerja atau di jalan.
3) Peningkatan konsumsi alkohol
4) Peningkatan intensitas absen
5) Perubahan dalam nafsu makan
6) Sikap yang negatif
7) Pengunduran diri
8) Menurunnya semangat kerja
c. Pengaruh kognitif
1) Terlalu mampu dalam pekerjaan
2) Kesalahan yang meningkat
3) Ingatan yang berkurang
4) Keragu-raguan
d. Pengaruh fisiologis
1) Gangguan dalam kesehatan seperti memicu timbulnya penyakit tertentu
<< Home
Tujuan Rekrutmen
Menurut Henry Simamora (1997:214) proses rekrutmen memiliki beberapa tujuan, antara
lain:
1. Untuk memikat sekumpulan besar pelamar kerja sehingga organisasi akan mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk melakukan pemilihan terhadap calon-calon pekerja
yang dianggap memenuhi standar kualifikasi organisasi.
2. Tujuan pasca pengangkatan (post-hiring goals) adalah penghasilan karyawan-
karyawan yang merupakan pelaksana-pelaksana yang baik dan akan tetap bersama
dengan perusahaan sampai jangka waktu yang masuk akal.
3. Upaya-upaya perekrutan hendaknya mempunyai efek luberan (spillover effects) yakni
citra umum organisasi haruslah menanjak, dan bahkan pelamar-pelamar yang gagal
haruslah mempunyai kesan-kesan positif terhadap perusahaan.
Proses Rekrutmen
Proses rekrutmen meliputi beberapa poin penting, menurut Simamora (1997:221):
1. Penyusunan strategi untuk merekrut
Di dalam penyusunan strategi ini, departemen sumber daya manusia bertanggung jawab
didalam menentukan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan, bagaimana karyawan akan
direkrut, di mana, dan kapan.
2. Pencarian pelamar-pelamar kerja
Setelah rencana dan strategi perekrutan disusun, aktivitas perekrutan sesungguhnya bisa
berlangsung, melalui sumber-sumber perekrutan yang ada. Banyak atau sedikitnya
pelamar dipengaruhi oleh usaha dari pihak perekrut di dalam menginformasikan
lowongan, salah satunya adanya ikatan kerjasama yang baik antara perusahaan dengan
sumber-sumber perekrutan external seperti sekolah, universitas.
3. Penyisihan pelamar-pelamar yang tidak cocok / penyaringan
Setelah lamaran-lamaran diterima, haruslah disaring guna menyisihkan individu yang
tidak memenuhi syarat berdasarkan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan. Di dalam proses ini
memerlukan perhatian besar khususnya untuk membendung diskualifikasi karena alasan
yang tidak tepat, sehingga di dalam proses ini dibutuhkan kecermatan dari pihak
penyaring.
4. Pembuatan kumpulan pelamar
Kelompok pelamar (applicant pool) terdiri atas individu-individu yang telah sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh perekrut dan merupakan kandidat yang layak
untuk posisi yang dibutuhkan.
Sistem Rekrutmen
Menurut Simamora (1997:246) untuk menciptakan suatu sistem rekrutmen yang efektif
para manajer dan manajer sumber daya manusia, seyogyanya menerapkan beberapa hal,
antara lain:
1. Mendiagnosis seefektif mungkin (berdasarkan kendala waktu, sumber daya finansial,
dan ketersediaan staff pelaksana yang ada) faktor-faktor lingkungan dan organisasional
yang mempengaruhi posisi yang perlu diisi dan aktivitas rekrutmen.
2. Membuat deskripsi, spesifikasi, dan standart kinerja yang rinci.
3. Menentukan tipe individu-individu yang sering dikaryakan oleh organisasi dalam
posisi yang sama.
4. Menentukan kriteria-kriteria rekrutmen.
5. Mengevaluasi berbagai saluran dan sumber rekrutmen
6. Menyeleksi sumber rekrutmen yang kemungkinan menghasilkan kelompok kandidat
yang paling besar dan paling sesuai pada biaya yang serendah mungkin.
7. Mengidentifikasikan saluran-saluran rekrutmen untuk membuka sumber-sumber
tersebut, termasuk penulisan iklan, menjadwalkan program rekrutmen.
8. Menyeleksi saluran rekrutmen yang paling efektif biaya.
9. Menyusun rencana rekrutmen yang mencakup daftar aktivitas dan daftar untuk
menerapkannya.
<< Home
<< Home
<< Home
dan sifat tersebut yang membedakan seseorang sebagai pemimpin. Gheselli yang dikutip
dari Manning dan Curtis (2005) mengidentifikasikan sifat kepemimpinan yang efektif (p.
16):
1. Need for achievement
Seorang pemimpin harus bertanggung jawab dan bekerja keras agar berhasil.
2. Intellegence
Pemimpin harus memiliki pertimbangan, alasan, dan pemikiran yang baik.
3. Decisiveness
Seorang pemimpin harus mampu membuat keputusan tanpa keraguan.
4. Self Confidence
Seorang pemimpin harus memiliki kesan positif sebagai seorang yang
memiliki kemampuan.
5. Initiative
Pemimpin harus menjadi acuan, melakukan pekerjaan dengan pengawasan
yang minimal.
6. Supervisory Ability
Pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas secara baik kepada bawahannya.
Lebih lanjut Manning dan Curtis (p.29) menyatakan bahwa sepuluh kualitas yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin untuk membantunya dalam proses kepemimpinan :
1. Visi
Syarat utama menjadi seorang pemimpin adalah memiliki visi yang baik. Visi
menginspirasi yang lain dan menyebabkan seorang pemimpin dapat melakukan tugasnya.
2. Kemampuan
Seorang pemimpin harus memiliki pemahaman yang baik atas pekerjaanya.
Karyawan biasanya menunjukkan kesabaran kepada seorang pemimpin yang baru, tetapi
mereka akan kehilangan kepercayaan kepada seorang pemimpin yang gagal dalam
melaksanakan tugasnya
3. Antusiasme
Ciri dari seorang pemimpin yang baik yaitu memiliki antusiasme yang kuat.
Antusiasme yang ditunjukkan seorang pemimpin membangkitkan antusiasme bagi
pengikutnya.
4. Stabilitas
Seorang pemimpin harus memiliki profesionalisme, dengan membedakan masalah
perusahaan dengan masalah pribadi.
5. Memahami Sesama
Seorang pemimpin tidak boleh merendahkan bawahannya atau memperlakukan mereka
seperti mesin. Seorang pemimpin harus memahami kesejahteraan bawahannya.
Pengertian terhadap orang lain membutuhkan kesabaran dan kemauan untuk
mendengarkan permasalahan bawahannya.
6. Percaya Diri
Apabila seorang pemimpin kurang percaya diri, karyawan akan mempertanyakan
otoritasnya, bahkan mengabaikan perintah.
7. Ketekunan
Seorang pemimpin memiliki kebulatan tekad dan ketekunan untuk menyelesaikan suatu
masalah yang sulit.
8. Vitalitas
Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan dan stamina yang prima dalam menjalankan
tugasnya sebagai seorang pemimpin.
9. Karisma
Seorang pemimpin harus memiliki karisma yaitu kemampuan untuk menarik perhatian
pegawainya dan membuat mereka mengikutinya.
10. Integritas
Syarat paling penting seorang pemimpin adalah integritas, yaitu: kejujuran, karakter yang
kuat, dan keberanian. Tanpa integritas maka tidak ada kepercayaan. Kepercayaan
memimpin kepada rasa hormat, loyalitas, dan tindakan.
<< Home
<< Home
Menurut Spencer and Spencer, (1993 : 9) Kompetensi adalah sebagai karakteristik yang
mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam
pekerjaannya (an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to
criterion – referenced effective and or superior performance in a job or situation).
Underlying Characteristics mengandung makna kompetensi adalah bagian dari
kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat
diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Causally Related memiliki arti
kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja.
Criterion Referenced mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi
siapa yang berkinerja baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.
Menurut Poerwadarminta (1993:518), Kompetensi adalah kekuasaan (kewenangan) untuk
menentukan/memutuskan suatu hal.
Menurut Suparno (2001:27), Kompetensi adalah kecakapan yang memadai untuk
melakukan suatu tugas atau sebagai memiliki ketrampilan & kecakapan yang
diisyaratkan.
Sedangkan kompetensi menurut Van Looy, Van Dierdonck, and Gemmel (1998:212)
menyatakan kompetensi adalah sebuah karakteristik manusia yang berhubungan dengan
efektifitas performa, karakteristik ini dapat dilihat seperti gaya bertindak, berperilaku,
dan berpikir.
Karakteristik kompetensi
Menurut Spencer and Spencer (1993 : 10) kompetensi terdiri dari 5 (Lima) Karakteristik
yaitu :
1. Motives
Adalah sesuatu dimana sesorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan
tindakan. Spencer (1993) menambahkan bahwa motives adalah “drive, direct and select
behavior toward certain actions or goals and away from others “. Misalnya seseorang
yang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan – tujuan
yang memberi suatu tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk
mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan semacam “ feedback “ untuk memperbaiki
dirinya.
2. Traits
Adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang
merespon
sesuatu dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri, ketabahan
atau daya tahan.
3. Self Concept
Adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes
kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang menarik
bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.
4. Knowledge
Adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan
kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk
memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bias melihat apakah sesorang dapat
melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
5. Skills
Adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun
mental.
Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya manusia akan
lebih baik hasilnya.
Kategori kompetensi
Kompentensi dapat dibagi atas dua kategori yaitu “Threshold” dan “Differentiating“
(Spencer and Spencer 1993 : 15) menurut kriteria yang digunakan untuk memprediksi
kinerja suatu pekerjaan. “Threshold competencies adalah karakteristik utama, yang
biasanya berupa pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca
yang harus dimiliki seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi kategori
yang ini tidak untuk menentukan apakah seseorang tersebut berkinerja tinggi atau tidak.
Kategori ini jika untuk menilai karyawan hanyalah untuk mengetahui apakah ia
mengetahui tugas–tugasnya, bisa mengisi formulir dan lain sebagainya. Sedangkan
“Differentiating competencies” adalah faktor–faktor yang membedakan individu yang
berkinerja tinggi dan rendah. Karena seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi maka
ia akan mampu menetapkan target atau tujuan yang jauh lebih ketimbang kinerjanya pada
tingkat rata–rata. (Milton Fogg, 2004 :27)
<< Home
Keinginan-keinginan karyawan
”Berbagai jenis kebutuhan manusia (human needs) akan dicerminkan dari berbagai
keinginan para karyawan terhadap pekerjaannya. Meskipun keinginan ini bisa bermacam-
macam, beberapa keinginan (wants) berikut ini merupakan berbagai keinginan yang
umum dinyatakan” (Ranupandojo dan Husnan, 1993, p.194):
1. Gaji/upah yang baik. Gaji bisa dipakai untuk memuaskan kebutuhan psikologis, sosial
maupun egoistis. Karena itu tidak heran kalau banyak atau bahkan sebagian besar
karyawan menginginkan gaji yang tinggi dari pekerjaannya.
2. Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang ajeg merupakan salah satu harapan para
karyawan. Keinginan ini bisa dibuktikan dari banyaknya peminat untuk menjadi pegawai
negeri (karena ada jaminan pensiun).
3. Rekan kerja yang kompak. Keinginan ini merupakan cermin dari kebutuhan sosial.
Seorang karyawan mungkin berkebaran untuk dipromosikan, hanya karena tidak
menginginkan kehilangan rekan kerja yang kompak.
4. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dijalankan. Keinginan ini berasal dari kebutuhan
egoistis, yang bisa diwujudkan dengan pujian, hadiah (dalam bentuk uang maupun tidak),
diumumkan kepada rekan-rekan sekerjanya dan sebagainya.
5. Pekerjaan yang berarti. Keinginan ini merupakan perwujudan dari kebutuhan untuk
berprestasi. Mungkin pada abad ini keinginan ini agak sukar terpenuhi, terutama dengan
timbulnya spesialisasi yang tajam.
6. Kesempatan untuk maju. Meskipun mungkin tidak semua karyawan ingin
dipromosikan (karena alasan sosial) tetapi pada umumnya setiap orang menginginkan
untuk maju dalam hidupnya.