Anda di halaman 1dari 32

Setiap karyawan yang tergabung dalam suatu organisasi memiliki orientasi kerja masing-

masing dan kemungkinan besar karyawan satu dengan lainnya mempunyai orientasi kerja
yang berbeda pula, dan apabila orientasi yang dipersepsikannya ini dapat tercapai maka
karyawan akan merasakan kepuasan kerja dan bekerja dengan maksimal.

Orientasi Kerja menurut Ingham (1970): the concept formed the basis for the
harmonious view of industrial relations in the small firm as orientation to work was said
to cause individual self-selection to the small firm sector. Yang kurang lebih memiliki
arti: sikap dan tingkah laku karyawan, merupakan suatu konsep yang dapat menciptakan
harmoni dalam bekerja dan sehingga dapat menyebabkan peningkatan kinerja karyawan
secara individu dalam sebuah perusahaan.

Orientasi Kerja menurut Goldthorpe (1968): orientation to work adalah arti sebuah
pekerjaan terhadap seorang individu, berdasarkan harapannya yang diwujudkan dalam
pekerjaannya.

Jenis Orientasi Kerja Karyawan :


Menurut Goldthorpe (1968) ada 3 jenis orientasi Kerja karyawan dalam bekerja yaitu :

1. Instrumentally
Goldthorpe (1968) menjelaskan bahwa pada jenis pendekatan ini setiap karyawan
memandang pekerjaan sebagai suatu tujuan akhir. Dimana karyawan-karyawan tersebut
bekerja berdasarkan satu alasan yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Selain itu juga dalam orientasi ini, ada juga karyawan yang memilih untuk bekerja
dengan alasan untuk menunjang gaya hidup mereka secara spesifik. Gaya hidup yang
dimaksud adalah kondisi-kondisi yang dialami atau dijalani oleh masing-masing
karyawan. Instrumentally dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Short-term instrumentally orientation
Jenis orientasi kerja ini merupakan sebuah upaya yang dilakukan karyawan-karyawan
untuk mendukung dan menambah pendapatan utama dengan cara bekerja di tempat lain,
dan menjadikan pekerjaan ini sebagai pekerjaan sekunder. Karyawan pada jenis orientasi
ini menganggap pekerjaan ini hanya bersifat sementara saja.
b. Long-term instrumentally orientation
Long-term instrumentally orientation adalah upaya dari karyawan-karyawan untuk
menjadikan sebuah pekerjaan sebagai pekerjaan primer. Long-term instrumentally
orientation dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Part-time employee atau karyawan paruh waktu : Untuk jenis karyawan paruh waktu,
alasan memilih untuk menjalani pekerjaan dengan cara ini biasanya berhubungan dengan
keterbatasan waktu yang mereka miliki. Biasanya karyawan jenis ini adalah dari
golongan pelajar atau mahasiswa yang harus membagi waktu antara pekerjaan dan waktu
untuk belajar, selain itu juga dari golongan wanita yang memiliki anak-anak yang masih
berusia dibawah lima tahun.
- Full-time employee atau karyawan tetap : Jenis karyawan ini merupakan jenis karyawan
yang secara konsisten meluangkan secara penuh waktu yang dimiliki untuk melakukan
suatu pekerjaan dengan menjadi karyawan tetap, dan tidak membagi waktu bekerja yang
dimiliki untuk bekerja di tempat lain.
2. Solidaristic
Dimana pada pendekatan orientasi kerja jenis ini, Goldthorpe (1968) menjelaskan bahwa
setiap karyawan memandang sebuah pekerjaan bukan secara simple sebagai tujuan akhir
saja, melainkan segi yang dikedepankan adalah hubungan dan aktivitas sosial yang bisa
didapat, dan ini dipandang sebagai bentuk emotionally rewarding. Karyawan yang
memilih orientasi kerja jenis ini dalam memilih tempat bekerja, lebih memperhatikan
suasana bekerja berdasarkan hubungan sosial yang kuat. Hubungan sosial disini yang
dimaksudkan adalah
komunikasi dan kerjasama yang terjalin antara individu baik itu antara sesama karyawan
dalam satu departemen maupun antar departemen. Menurut Lucas (1995) dan Kitching
(1997) dikatakan bahwa bagi karyawan HI, adalah sisi sosial dari sebuah pekerjaan yang
membuat para karyawan tersebut tetap merasa betah pada pekerjaan mereka dan juga
membuat para karyawan tersebut untuk tetap mengoptimalkan diri dalam bekerja. Selain
itu, hubungan sosial yang kuat yang karyawan jenis ini inginkan bukan hanya sebatas di
lingkungan kerja, melainkan hubungan sosial ini harus juga dapat diteruskan di
kehidupan diluar pekerjaan. Misalnya dengan pergi makan, jalan-jalan, kegiatan lain dan
bahkan saling berkunjung ke tempat tinggal masing-masing karyawan.

3. Bureaucratic
Menurut Goldthorpe (1968) dijelaskan bahwa yang membuat seorang karyawan memilih
pekerjaan dan mengoptimalkan diri pada pekerjaan yang dipilihnya itu adalah hal-hal
yang disediakan oleh perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja. Hal-hal tersebut
dapat berupa fasilitas-fasilitas yang diberikan seperti sarana transportasi, ruangan kerja
yang nyaman untuk bekerja, sampai ke peralatan-peralatan kerja yang canggih, modern
dan mendukung, penghargaan atas prestasi kerja, besar kecilnya gaji dan tunjangan-
tunjangan yang ditawarkan, kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh perusahaan,
bimbingan dari perusahaan yang diberikan melalui atasan dan yang tidak kalah
pentingnya adalah jenjang karir yang jelas. Meskipun suasana sosial yang ada tidak
mendukung, para karyawan tersebut tetap mengoptimalkan diri dalam bekerja, karena
karyawan jenis orientasi ini lebih mementingkan self-development dan lebih bertujuan ke
peningkatan jenjang karir.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Orientasi Kerja Karyawan : Definisi dan Jenis


Orientasi Kerja Karyawan

<< Home
Insentif : Definisi, Tujuan, Jenis, Proses dan Syarat
Pemberian Insentif
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Pengertian Insentif :
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1984 : 1) :Insentif adalah
pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena memang prestasi yang
berbeda. Dua orang dengan jabatan yang sama dapat menerima insentif yang berbeda
karena bergantung pada prestasi. Insentif adalah suatu bentuk dorongan finansial kepada
karyawan sebagai balas jasa perusahaan kepada karyawan atas prestasi karyawan
tersebut. Insentif merupakan sejumlah uang yang di tambahkan pada upah dasar yang di
berikan perusahaan kepada karyawan.
Menurut Nitisemito (1996:165), insentif adalah penghasilan tambahan yang akan
diberikan kepada para karyawan yang dapat memberikan prestasi sesuai dengan yang
telah ditetapkan.
Menurut Pangabean (2002 : 93, Insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji
dengan produktivitas. Insentif merupakan penghargaan dalam bentuk uang yang
diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan.

Tujuan Pemberian Insentif :


Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan dorongan
kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya
untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan utama pemberian insentif adalah
untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002 :
93).
Secara lebih spesifik tujuan pemberian Insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu:
a. Bagi Perusahaan.
Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan produksi
adalah untuk meningkatkan produkstivitas kerja karyawan dengan jalan
mendorong/merangsang agar karyawan :
1) Bekerja lebih bersemangat dan cepat.
2) Bekerja lebih disiplin.
3) Bekerja lebih kreatif.
b. Bagi Karyawan
Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat keuntungan :
1) Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif.
2) Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa yang
diukur dalam bentuk uang.
3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.

Jenis/Tipe Insentif :
Menurut Manullang (1981:141), tipe insentif ada dua yaitu:
a. Finansial insentif
Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji-gaji yang
pantas. Tetapi juga termasuk didalamnya kemungkinan memperoleh bagian dari
keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi pemeliharaan jaminan
hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.
b. Non finansial insentif.
Ada 2 elemen utama dari non finansial insentif, yaitu :
1. Keadaan pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja, tugas dan
rekan kerja.
2. Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan
pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan atasan.

Menurut Gary Dessler (1997 : 141), jenis rencana insentif secara umum adalah:
a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji pokok
kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual spesifik.
Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual, atas prestasi yang
belum diukur oleh standar, seperti contoh mengakui jam kerja yang lama yang digunakan
karyawan tersebut bulan lalu.
b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual namun memberi
upah lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika kelompok atau tim
secara kolektif mencapai satu standar yang khusus kinerja, produktivitas atau perilaku
sehubungan dengan kerja lainnya.
c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di seluruh
organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba organisasi
dalam satu periode khusus.
d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di seluruh
organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas perbaikan
dalam produktivitas organisasi.

Proses pemberian insentif :


Menurut Harsono (1987 : 85) proses pemberian insentif dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Proses Pemberian Insentif berdasarkan kelompok


b. Proses Pemberian Insentif berdasarkan perorangan

Rencana insentif individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji
pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu. Sedangkan insentif
akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga melebihi standar yang
telah ditetapkan (Panggabean, 2002 :90-91).
Menurut Oangabean (2002:91) Pemberian insentif terhadap kelompok dapat diberikan
dengan cara:
1. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh mereka
yang paling tinggi prestasi kerjanya.
2. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang
diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya.
3. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang
diterima oleh kelompok.

Menurut Dessler (1997:154-157), insentif juga dapat diberikan kepada seluruh organisasi,
tidak hanya berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana insentif seluruh
organisasi ini antara lain terdiri dari:
1. Profit sharing plan, yaitu suatu rencana di mana kebanyakan karyawan berbagi laba
perusahaan
2. Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh perusahaan
dimana perusahaan menyumbang saham dari stocknya sendiri kepada orang kepercayaan
di mana sumbangan-sumbangan tambahan dibuat setiap tahun. Orang kepercayaan
mendistribusikan stock kepada karyawan yang mengundurkan diri (pensiun) atau yang
terpisah dari layanan.
3. Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun 1937
oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong kerjasama, keterlibatan dan
berbagai tunjangan.
4. Gainsharing plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu usaha
bersama untuk mencapai sasaran produktivitas dan pembagian perolehan.

Syarat Pemberian Insentif agar mencapai tujuan dari pemberian insentif


Menurut Panggabean (2002:92) syarat tersebut adalah:
1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat dimengerti.
2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk mereka
lakukan.
3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk
memperoleh sesuatu.
4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan rencana
insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan terhambat), jika prestasi
tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang dibelanjakan.

Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1990 : 163) sifat dasar
pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil:
a. Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh
karyawan itu sendiri.
b. Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan output.
c. Pembayaran dilakukan secepat mungkin.
d. Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu tinggi maupun
rendah dapat berakibat buruk.
e. Besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup merangsang pekerja
untuk bekerja lebih giat.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia


[Baca Selengkapnya] mengenai Insentif : Definisi, Tujuan, Jenis, Proses dan Syarat
Pemberian Insentif

<< Home

Efektifitas Kerja : Definisi, Faktor Yang


Mempengaruhi dan Alat Ukur Efektifitas Kerja
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Pengertian Efektifitas Kerja :
Efektivitas kerja terdiri dari dua kata yaitu efektivitas dan kerja. Menurut Richard M.
Steers (1980 : 1), efektivitas yang berasal dari kata efektif, yaitu suatu pekerjaan
dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan satu unit keluaran (output).
Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada
waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Efektivitas menurut Bedjo Siswanto (1990:62) berarti menjalankan pekerjaan yang
benar.
Menurut Sutarto (1978:95) Efektivitas kerja adalah suatu keadaan dimana aktifitas
jasmaniah dan rohaniah yang dilakukan oleh manusia dapat mencapai hasil akibat sesuai
yang dikehendaki
Efektivitas kerja merupakan suatu ukuran tentang pencapaian suatu tugas atau tujuan
(Schermerhorn, 1998:5)
Menurut Handoko (1997:7), Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih
tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan.
Menurut Siagian (1986:152) efektivitas kerja berarti penyelesaian pekerjaan tepat
pada waktunya seperti yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Devung efektivitas adalah tingkat kemampuan untuk mencapai tujuan dengan
tepat dan baik (Devung, 1988:25).
Menurut kamus Administrasi perkantoran efektivitas berasal dari kata efektif yang
berarti terjadinya suatu efek yang dikehendaki dalam suatu perbuatan (1981:24).
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja
Ada empat faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja, seperti yang dikemukakan oleh
Richard M. Steers (1980:9), yaitu:
1. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan tehnologi organisasi yang dapat
mempengaruhi segi-segi tertentu dari efektivitas dengan berbagai cara. Yang dimaksud
struktur adalah hubungan yang relatif tepat sifatnya, seperti dijumpai dalam organisasi,
sehubungan dengan susunan sumber daya manusia struktur meliputi bagaimana cara
organisasi menyusun orang-orangnya dalam menyelesaikan pekerjaan, sedangkan yang
dimaksud tehnologi adalah mekanisme suatu organisasi umtuk mengubah masukan
mentah menjadi keluaran.
2. Karakteristik Lingkungan
Lingkungan luar dan lingkungan dalam juga telah dinyatakan berpengaruh atas
efektivitas, keberhasilan hubungan organisasi lingkungan tampaknya amat tergantung
pada tingkat variabel kunci yaitu tingkat keterdugaan keadaan lingkungan, ketepatan
persepsi atas keadaan lingkungan,tingkat rasionalisme organisasi. Ketiga faktor ini
mempengaruhi ketepatan tanggapan organisasi terhadap perubahan lingkungan.
3. Karakteristik Pekerja
Pada kenyataannya para anggota organisasi merupakan faktor pengaruh yang paling
penting karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memperlancar atau
merintangi tercapainya tujuan organisasi. Pekerja merupakan sumber daya yang langsung
berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam organisasi, oleh
sebab itu perilaku pekerja sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi yang akan berpengaruh besar
terhadap efektivitas, karena walaupun tehnologi yang digunakan merupakan tehnologi
yang canggih dan didukung oleh adanya struktur yang baik, namun tanpa adanya pekerja
maka semua itu tidak ada gunanya.
4. Karakteristik Kebijaksanaan dan Praktek Manajemen
Dengan makin rumitnya proses teknologi dan perkembangannya lingkungan maka
peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses demi keberhasilan
organisasi semakin sulit.

Alat Ukur Efektivitas Kerja :


Menurut Richard dan M. Steers (1980:192) meliputi unsur kemampuan menyesuaikan
diri / prestasi kerja dan kepuasan kerja :

1) Kemampuan menyesuaikan diri


Kemampuan manusia terbatas dalam sagala hal, sehingga dengan keterbatasannya itu
menyebabkan manusia tidak dapat mencapai pemenuhan kebutuhannya tanpa melalui
kerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai pendapat Ricard M. Steers yang menyatakan
bahwa kunci keberhasilan organisasi adalah kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap
organisasi yang masuk dalam organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan
orang yang bekerja didalamnya maupun dengan pekerjaan dalam organisasi tersebut. Jika
kemampuan menyesuaikan diri tersebut dapat berjalan maka tujuan organisasi dapat
tercapai.
2) Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja ang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman,
kesungguhan dan waktu (Hasibuan, 2001:94). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa dengan kecakapan, pengalaman, kesungguhan waktu yang dimiliki oleh pegawai
maka tugas yang diberikan dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya.
3. Kepuasan kerja.
Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam
organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal,
dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat mereka berada.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Efektifitas Kerja : Definisi, Faktor Yang


Mempengaruhi dan Alat Ukur Efektifitas Kerja

<< Home

Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Kerja


Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Produktivitas merupakan suatu aspek yang penting bagi perusahaan karena apabila tenaga
kerja dalam perusahaan mempunyai kerja yang tinggi, maka perusahaan akan
memperoleh keuntungan dan hidup perusahaan akan terjamin. Untuk meningkatkan
produktivitas kerja perlu adanya tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan keahlian
bekerja, karena apabila tenaga kerja tidak memiliki keahlian dan keterampilan akan
berakibat menurunnya
produktivitas dan merugikan perusahaan. Produktivitas dipengaruhi berbagai faktor, baik
yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lainnya, seperti
pendidikan, keterampilan, disiplin kerja, sikap, etika, manajemen, motivasi kerja,
teknologi, sarana, produksi, kesempatan kerja dan kesempatan berprestasi serta
lingkungan kerja yang mendukung (J. Ravianto, 1986:20).
Produktivitas yang tinggi dapat dicapai jika

didukung para karyawan yang mempunyai motivasi dan lingkungan kerja dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Motivasi dapat menimbulkan kemampuan
bekerja serta bekerja sama, maka secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas.
Sedangkan apabila motivasi karyawan lebih tinggi tetapi tidak didukung lingkungan kerja
yang nyaman untuk bekerja maka hasil produktivitas kerja tidak baik.
Berdasarkan teori tersebut di atas dapat diasumsikan bahwa dengan motivasi kerja
berpengaruh pula dengan peningkatan produktivitas kerja karyawan, sebaliknya dengan
motivasi kerja yang menurun juga akan berpengaruh terhadap penurunan produktivitas
kerja.
Download Skripsi Tentang Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Kerja disini

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas


Kerja

<< Home

6 Faktor Penting yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Karyawan
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Menurut Luthans (1998:144), terdapat tiga dimensi penting kepuasan kerja, yaitu :
1. kepuasan kerja adalah respon emosional terhadap situasi kerja
2. kepuasan kerja diartikan sebagai seberapa baik hasil yang diperoleh memenuhi harapan
3. kepuasan kerja menyajikan perhatian atau attitude yang berkaitan dengan pekerjaan.

Smith, et. al. yang dikutip Luthans (1998:145-146) menunjukkan adanya 6 faktor
penting yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu :
1) The work itself, the extent to which the job provides the individual with
interisting task, opportunities for learning, and the chance to accept resposibility.
Pekerjaan itu sendiri, sejauhmana karyawan memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan
yang menarik, memberikan kesempatan untuk belajar, dan peluang untuk menerima
tanggung jawab.

2) Pay, the amount of financial remuneration that is received and the degree to
which that is viewed aquitable vis-a-vis that of other in organization.
Upah atau gaji, merupakan jumlah balas jasa finansial yang diterima karyawan dan
tingkat di mana hal ini dipandang sebagai suatu hal yang adil dalam organisasi.

3) Promotion opportunities, the chance for advancement in the hierarchy.


Kesempatan untuk kenaikan jabatan dalam jenjang karir.

4) Supervision, the abilities of the supervisor to provide tchnical assistance and


behavioral support.
Supervisi, merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan secara teknis
maupun memberikan dukungan.

5) Co-worker, the degree to which fellow worker are technically proficient socially
suportive.
Rekan kerja, merupakan suatu tingkatan di mana rekan kerja memberikan dukungan.

6) Working condition, if the working condition are good (clean, attractive,


surrounding, for instance) the personnel will find it easier to carry out their job.
Kondisi kerja, apabila kondisi kerja karyawan baik (bersih, menarik, dan lingkungan
kerja yang menyenangkan) akan membuat mereka mudah menyelesaikan pekerjaannya.

Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :


1) The work itself (Pekerjaan itu sendiri)
Menurut Luthans (1998:145), unsur ini menjelaskan pandangan karyawan mengenai
pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik, melalui pekerjaan tersebut karyawan
memperoleh kesempatan untuk belajar, dan memperoleh peluang untuk menerima
tanggung jawab. Menurut Robbins (2001:149) “karyawan cenderung lebih menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan menggunakan ketrampilan dan
kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik
mengenai betapa baik mereka bekerja.…”. Adanya kesesuaian pekerjaan dengan
ketrampilan dan kemampuan karyawan diharapkan mampu mendorong karyawan untuk
menghasilkan kinerja yang baik.

2) Pay (Gaji)
Menurut Robbins (2001:149) bahwa para karyawan menginginkan sistem upah dan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris
dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada
tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan”. Semakin tinggi tingkat pendidikan
karyawan, maka semakin tinggi pula tingkat kemungkinan karyawan tersebut melakukan
perbandingan sosial dengan karyawan bandingan yang sama di luar perusahaan. Jika gaji
yang diberikan perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan gaji yang berlaku di
perusahaan yang sejenis dan memiliki tipe yang sama, maka akan timbul ketidakpuasan
kerja karyawan terhadap gaji. Oleh karena itu gaji harus ditentukan sedemikian rupa agar
kedua belah pihak (karyawan dan perusahaan) merasa sama-sama diuntungkan. Karena
karyawan yang merasa puas dengan gaji yang diterimanya, maka dapat menciptakan
kepuasan kerja yang diharapkan berpengaruh pada kinerja karyawan.
Begitu pula Menurut Handoko (2001 : 6), yang menyatakan bahwa “Ketidakpuasan
sebagai besar karyawan terhadap besarnya kompensasi sering diakibatkan adanya
perasaan tidak diperlakukan dengan adil dan layak dalam pembayaran mereka”. Pendapat
serupa dikemukakan Hasibuan (2001 : 121) bahwa dengan balas jasa atau kompensasi,
karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya
sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

3) Promotion opportunities (Kesempatan promosi)


Menurut Luthans (1998:145) menyatakan bahwa “Kesempatan promosi mengakibatkan
pengaruh yang berbeda terhadap kepuasan kerja karena adanya perbedaan balas jasa yang
diberikan”. Menurut Nitisemito (2000 : 81) promosi adalah “Proses pemindahan
karyawan dari satu jabatan ke jabatan yang lain yang lebih tinggi”. Dengan demikian
promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab, dan wewenang lebih tinggi
daripada jabatan yang diduduki sebelumnya. Melalui promosi, perusahaan akan
memperoleh kestabilan dan moral karyawanpun akan lebih terjamin. Sementara Robbins
(2001:150) menyatakan bahwa promosi akan memberikan kesempatan untuk
pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang
meningkat. Apabila promosi dibuat dengan cara yang adil diharapkan mampu
memberikan kepuasan kepada karyawan.

4) Supervision (Pengawasan)
Luthans (1998:145) berpendapat bahwa tugas pengawasan tidak dapat dipisahkan dengan
fungsi kepemimpinan, yaitu usaha mempengaruhi kegiatan bawahan melalui proses
komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan organisasi. Menurut
Hasibuan (2001:169), kepemimpinan yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam
organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan
untuk mencapai sasaran yang maksimal. Oleh sebab itu aktivitas karyawan di perusahaan
sangat tergantung dari gaya kepemimpinan yang diterapkan serta situasi lingkungan di
dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Perlunya pengarahan, perhatian serta motivasi
dari pemimpin diharapkan mampu memacu karyawan untuk mengerjakan pekerjaannya
secara baik, seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan (2001:170) bahwa gaya
kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja,
dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi
yang maksimal.

5) Co-worker (Rekan kerja)


Luthans (1998:146) menyatakan bahwa “Rekan kerja yang bersahabat, kerjasama rekan
sekerja atau kelompok kerja adalah sumber kepuasan kerja bagi pekerja secara individual.
Sementara kelompok kerja dapat memberikan dukungan, nasehat atau saran, bantuan
kepada sesama rekan kerja. Kelompok kerja yang baik mambuat pekerjaan lebih
menyenangkan. Baiknya hubungan antara rekan kerja sangat besar artinya bila rangkaian
pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat keeratan hubungan
mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas interaksi yang terjadi dalam suatu
kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung
menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam kelompok. Kepuasan timbul terutama
berkat kurangnya ketegangan, kurangnya kecemasan dalam kelompok dan karena lebih
mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pekerjaan.

6) Working condition (Kondisi kerja)


Menurut Luthans (1998:146), apabila kondisi kerja bagus (lingkungan yang bersih dan
menarik), akan membuat pekerjaan dengan mudah dapat ditangani. Sebaliknya, jika
kondisi kerja tidak menyenangkan (panas dan berisik) akan berdampak sebaliknya pula.
Apabila kondisi bagus maka tidak akan ada masalah dengan kepuasan kerja, sebaliknya
jika kondisi yang ada buruk maka akan buruk juga dampaknya terhadap kepuasan kerja.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai 6 Faktor Penting yang Mempengaruhi Kepuasan


Kerja Karyawan

<< Home

Promosi Dalam Konsep SDM : Definisi dan Syarat


Penetapan Promosi
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Menurut Heidijrachman (1992: 111), kesempatan untuk maju di dalam organisasi disebut
dengan promosi (kenaikan tingkat jabatan). Promosi adalah kesempatan dimana
seseorang dapat memperbaiki ki posisi jabatannya. Promosi berarti perpindahan dari
suatu jabatan ke jabatan yang lain, yang mempunyai status dan tanggung jawab yang
lebih tinggi. Hal ini memiliki nilai karena merupakan bukti pengakuan yang lain terhadap
prestasi kerja yang dicapai seseorang. Seseorang yang dipromosikan pada umumnya
dianggap mempunyai prestasi yang baik, dan juga ada beberapa pertimbangan lainnya
yang menunjang. Ada p endapat lain yang menyebutkan bahwa promosi adalah dengan
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, lebih bertanggung jawab dan
meningkatkan status sosial, oleh karena itu individu yang merasakan adanya ketetapan
promosi merupakan salah satu kepuasan dari pekerjaannya. (Robbins 1991 : 172).
Menurut Nitisemito (1996:81) Promosi merupakan suatu proses pemindahan
karyawan dari suatu jabatan kepada jabatan lain yang lebih tinggi.
Menurut Heidjrachman (1990:111) Promosi merupakan suatu perpindahan dari suatu
jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi.
Promosi memiliki nilai yang sangat berarti karena merupakan bukti pengakuan atas hasil
atau prestasi kerja karyawan. Promosi memiliki arti yang penting bagi perusahaan,
karena dengan adanya promosi berarti kestabilan perusahaan dan moral karyawan akan
lebih terjamin. dalam bekerja, seorang karyawan pasti mengharapkan adanya peningkatan
- peningkatan dalam karirnya.
Salah satu cara agar seorang karyawan dapat meningkatkan karirnya yaitu melalui
jenjang promosi yang ada di perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja. Jenjang
promosi dapat menambah semangat dan gairah karyawan di dalam bekerja, sehingga
karyawan akan bekerja dengan penuh motivasi untuk mendapatkan promosi dalam
karirnya. Apabila seorang karyawan memperoleh promosi, maka jabatan dan kompensasi
yang akan diterima secara otomatis juga akan meningkat, hal ini akan dapat
menimbulkan kepuasan kerja yang lebih dari yang sebelumnya.

Syarat Penetapan Promosi


Syarat promosi dapat dipakai untuk menetapkan siapa saja yang berhak untuk segera
dipromosikan, Menurut Nitisemito (1996 : 82) beberapa syarat penetapan promosi :
1. Pengalaman
Banyaknya pengalaman seorang karyawan sering kali digunakan sebagai salah satu syarat
untuk promosi, karena dengan adanya pengalainan yang lebih banyak, maka diharapkan
kemampuan kerja yang tinggi, ide yang lebih banyak, dan sebagainya.
2. Tingkat Pendidikan
Ada sebagian perusahaan memberikan syarat minimal pendidikan agar dapat
dipromosikan pada jabatan tertentu. Hal ini mempunyai alasan bahwa dengan pendidikan
yang lebih tinggi, maka dapat diharapkan karyawan yang memiliki jalan pemikiran yang
lebih baik.
3. Loyalitas
Loyalitas atas kesetiaan terhadap perusahaan tempat karyawan bekerja sering kali
digunakan sebagai syarat promosi Hal ini disebabkan karena dengan loyalitas yang
tinggi karyawan diharapkan memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
4. Kejujuran
Untuk jabatan-jabatan tertentu mungkin kejujuran merupakan syarat yang utama yang
perlu diperhatikan, misalnya untuk jabatan kasir atau bagian keuangan, kejujuran adalah
merupakan syarat utama yang harus di perhatikan .
5. Tanggung Jawab
Seringkali perusahaan memerlukan tanggung jawab yang cukup besar sehingga masalah
tanggung jawab merupakan syarat utama untuk promosi. Apabila seorang karyawan
meniiliki tanggung jawab dalam melakukan pekerjaan yang kecil, maka demikian juga
dalam melakukan pekerjaan yang besar.
6. Kepandaian dalam bergaul
Untuk promosi pekerjaan tertentu mungkin diperlukan kepandaian bergaul. Sehingga
persyaratan kemampuan bergaul dengan orang lain perlu dicantumkan untuk promosi
jabatan tersebut misalnya untuk jabatan salesman dimana syarat ini sangat penting untuk
diperhatikan.
7. Prestasi kerja
Pada umumnya setiap perusahaan mencantumkan syarat prestasi kerja untuk promosi.
Hal ini dapat dilihat dari catatan-catatan prestasi yang telah dikerjakan.
8. lnisiatif dan Kreativitas
Untuk promosi pada jabatan tertentu mungkin syarat tingkat inisiatif dan kreativitas harus
diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jabatan yang akan dipromosikan ini memerlukan
inisiatif dan kreativitas karyawan.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Promosi Dalam Konsep SDM : Definisi dan Syarat
Penetapan Promosi

<< Home

Tanda-Tanda Stress Karyawan Akibat Beban Kerja


Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Seperti pada bahasan sebelumnya tentang "Stress Kerja ; Definisi dan Faktor
Penyebab" disebutkan bahwa Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang (Handoko, 1997:200). Stress
yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya. Pengertian dari tingkat stress adalah muncul dari adanya kondisi –kondisi
suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam
mencapai suatu kesempatan, batasan – batasan, atau permintaan – permintaan dimana
semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan di mana hasilnya diterima sebagai
sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001). Secara Garis besar terdapat tiga
sumber yang dapat menyebabkan timbulnya stress yakni Faktor Lingkungan, Faktor
Organisasi dan Faktor Individu. (Robbins 2001 : 565-567).
Menurut Keith W. Sehnert (1981) Tanda – Tanda stres yang Dialami Berkaitan dengan
Tingkat Beban Kerja yaitu :

Terlalu Sedikit Beban Terlalu Banyak


• Kebosanan Penampilan Optimal Beban
• Terlalu mampu dalam • Kegembiraan • Insomnia (tidak
pekerjaan • Semangat yang dapat tidur)
• Apatis tinggi • Lekas marah
• Tidur yang tak • Kewaspadaan mental • Kecelakaan
menentu dan terganggu • Energi yang tinggi • Kecanduan alcohol
• Lekas marah • Analisis yang rendah • Absen
• Menurunnya semangat tentang masalah • Perubahan dalam
kerja • Daya ingat yang hal nafsu makan
• Kecelakaan lebih baik • Apatis
• Kecanduan alcohol • Persepsi yang tajam • Hubungan yang
• Ketidakhadiran • Ketenangan dalam tegang
• Perubahan dalam keadaan tertekan • Penilaian yang tidak
nafsu makan baik
• Kelesuan • Kesalahan yang
• Sikap yang negatif meningkat
• Kurangnya
kejelasan
• Keragu-raguan
• Pengunduran diri
• Hilangnya
perspektif
• Ingatan yang
berkurang.

Menurut Gibson dan Ivancevich (2001, p.280 – 281), ”Stres dalam penampilan optimal
adalah kondisi stres yang positif karena dapat mendorong karyawan untuk bekerja pada
tingkatan yang lebih tinggi sedangkan stres karena terlalu sedikit dan terlalu banyak
beban adalah kondisi stres yang negatif karena dapat menyebabkan menurunnya kinerja
para karyawan.” Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang
menyenangkan
atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang.
Cox membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stress (Handoyo, 2001),
yaitu :
1. Pengaruh psikologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada aspek kejiwaan
seseorang.
2. Pengaruh perilaku yaitu akibat dari stres yang berdampak pada perubahan tingkah laku
seseorang.
3. Pengaruh kognitif yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kemampuan berpikir
seseorang.
4. Pengaruh fisiologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kondisi fisik
seseorang.
Tanda-tanda stres dalam penampilan optimal maupun tanda-tanda stres karena terlalu
sedikit dan terlalu banyak beban akan dikelompokkan dalam empat jenis konsekuensi
yang dapat ditimbulkan stres dan akan menjadi batasan dalam penelitian ini seperti yang
terlihat di bawah, yaitu :
1. Tanda-tanda stres yang berkaitan dengan tingkat beban kerja dalam penampilan
optimal
a. Pengaruh psikologis
1) Kegembiraan
2) Ketenangan dalam keadaan tertekan

b. Pengaruh perilaku
1) Lebih semangat dalam bekerja

c. Pengaruh kognitif
1) Analisis yang rendah tentang masalah
2) Daya ingat yang lebih baik
3) Persepsi yang tajam

d. Pengaruh fisiologis
1) Memiliki energi yang tinggi sehingga tidak mudah lelah

2. Tanda-tanda stres yang berkaitan dengan tingkat beban kerja karena terlalu banyak dan
terlalu sedikit beban kerja.
a. Pengaruh psikologis
1) Kebosanan
2) Apatis
3) Lekas marah
4) Kelesuan

b. Pengaruh perilaku
1) Tidur yang tak menentu dan terganggu (gangguan tidur)
2) Peningkatan intensitas kecelakaan baik di rumah, di tempat kerja atau di jalan.
3) Peningkatan konsumsi alkohol
4) Peningkatan intensitas absen
5) Perubahan dalam nafsu makan
6) Sikap yang negatif
7) Pengunduran diri
8) Menurunnya semangat kerja

c. Pengaruh kognitif
1) Terlalu mampu dalam pekerjaan
2) Kesalahan yang meningkat
3) Ingatan yang berkurang
4) Keragu-raguan

d. Pengaruh fisiologis
1) Gangguan dalam kesehatan seperti memicu timbulnya penyakit tertentu

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Tanda-Tanda Stress Karyawan Akibat Beban Kerja

<< Home

Rekrutmen (Recruitment) Karyawan : Definisi, Tujuan,


Proses dan Sistem Rekrutmen
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Definisi Rekrutmen
Menurut Henry Simamora (1997:212) Rekrutmen (Recruitment) adalah serangkaian
aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian,
dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam
perencanaan kepegawaian.
Menurut Schermerhorn, 1997 Rekrutmen (Recruitment) adalah proses penarikan
sekelompok kandidat untuk mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang efektif akan
membawa peluang pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang berkemampuan dan
keterampilannya memenuhi spesifikasi pekerjaan.
Menurut Faustino Cardoso Gomes (1995:105)Rekrutmen merupakan proses
mencari, menemukan, dan menarik para pelamar untuk dipekerjakan dalam dan oleh
suatu organisasi.
Rekrutmen merupakan proses komunikasi dua arah. Pelamar-pelamar menghendaki
informasi yang akurat mengenai seperti apakah rasanya bekerja di dalam organisasi
bersangkutan. Organisasi-organisasi sangat menginginkan informasi yang akurat tentang
seperti apakah pelamar-pelamar tersebut jika kelak mereka diangkat sebagai pegawai.

Tujuan Rekrutmen
Menurut Henry Simamora (1997:214) proses rekrutmen memiliki beberapa tujuan, antara
lain:
1. Untuk memikat sekumpulan besar pelamar kerja sehingga organisasi akan mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk melakukan pemilihan terhadap calon-calon pekerja
yang dianggap memenuhi standar kualifikasi organisasi.
2. Tujuan pasca pengangkatan (post-hiring goals) adalah penghasilan karyawan-
karyawan yang merupakan pelaksana-pelaksana yang baik dan akan tetap bersama
dengan perusahaan sampai jangka waktu yang masuk akal.
3. Upaya-upaya perekrutan hendaknya mempunyai efek luberan (spillover effects) yakni
citra umum organisasi haruslah menanjak, dan bahkan pelamar-pelamar yang gagal
haruslah mempunyai kesan-kesan positif terhadap perusahaan.

Proses Rekrutmen
Proses rekrutmen meliputi beberapa poin penting, menurut Simamora (1997:221):
1. Penyusunan strategi untuk merekrut
Di dalam penyusunan strategi ini, departemen sumber daya manusia bertanggung jawab
didalam menentukan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan, bagaimana karyawan akan
direkrut, di mana, dan kapan.
2. Pencarian pelamar-pelamar kerja
Setelah rencana dan strategi perekrutan disusun, aktivitas perekrutan sesungguhnya bisa
berlangsung, melalui sumber-sumber perekrutan yang ada. Banyak atau sedikitnya
pelamar dipengaruhi oleh usaha dari pihak perekrut di dalam menginformasikan
lowongan, salah satunya adanya ikatan kerjasama yang baik antara perusahaan dengan
sumber-sumber perekrutan external seperti sekolah, universitas.
3. Penyisihan pelamar-pelamar yang tidak cocok / penyaringan
Setelah lamaran-lamaran diterima, haruslah disaring guna menyisihkan individu yang
tidak memenuhi syarat berdasarkan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan. Di dalam proses ini
memerlukan perhatian besar khususnya untuk membendung diskualifikasi karena alasan
yang tidak tepat, sehingga di dalam proses ini dibutuhkan kecermatan dari pihak
penyaring.
4. Pembuatan kumpulan pelamar
Kelompok pelamar (applicant pool) terdiri atas individu-individu yang telah sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh perekrut dan merupakan kandidat yang layak
untuk posisi yang dibutuhkan.

Sistem Rekrutmen
Menurut Simamora (1997:246) untuk menciptakan suatu sistem rekrutmen yang efektif
para manajer dan manajer sumber daya manusia, seyogyanya menerapkan beberapa hal,
antara lain:
1. Mendiagnosis seefektif mungkin (berdasarkan kendala waktu, sumber daya finansial,
dan ketersediaan staff pelaksana yang ada) faktor-faktor lingkungan dan organisasional
yang mempengaruhi posisi yang perlu diisi dan aktivitas rekrutmen.
2. Membuat deskripsi, spesifikasi, dan standart kinerja yang rinci.
3. Menentukan tipe individu-individu yang sering dikaryakan oleh organisasi dalam
posisi yang sama.
4. Menentukan kriteria-kriteria rekrutmen.
5. Mengevaluasi berbagai saluran dan sumber rekrutmen
6. Menyeleksi sumber rekrutmen yang kemungkinan menghasilkan kelompok kandidat
yang paling besar dan paling sesuai pada biaya yang serendah mungkin.
7. Mengidentifikasikan saluran-saluran rekrutmen untuk membuka sumber-sumber
tersebut, termasuk penulisan iklan, menjadwalkan program rekrutmen.
8. Menyeleksi saluran rekrutmen yang paling efektif biaya.
9. Menyusun rencana rekrutmen yang mencakup daftar aktivitas dan daftar untuk
menerapkannya.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Rekrutmen (Recruitment) Karyawan : Definisi,


Tujuan, Proses dan Sistem Rekrutmen

<< Home

Audit Sumber Daya manusia : Definisi, Manfat, Tujuan


dan Ruang Lingkup Audit SDM
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Definisi Audit Sumber Daya manusia (SDM)
Audit merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang
kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi
dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (Arens, 1997, p. 1).
Sedang, audit SDM adalah pemeriksaan kualitas kegiatan Sumber Daya Manusia
secara menyeluruh dalam suatu departemen, divisi atau perusahaan, dalam arti
mengevaluasi kegiatan-kegiatan SDM dalam suatu perusahaan dengan menitikberatkan
pada peningkatan atau perbaikan (Rivai, 2004, p. 548).
Menurut Gomez-Mejia (200 1 :28), audit sumber daya manusia merupakan tinjauan
berkala yang dilakukan oleh departemen sumber daya manusia untuk mengukur
efektifitas penggunaan sumber daya manusia yang terdapat di dalam suatu perusahaan.
Selain itu, audit memberikan suatu perspektif yang komprehensif terhadap praktik yang
berlaku sekarang, sumber daya, dan kebijakan manajemen mengenai pengelolaan SDM
serta menemukan peluang dan strategi untuk mengarahkan ulang peluang dan strategi
tersebut. Intinya, melalui audit dapat menemukan permasalahan dan memastikan
kepatuhan terhadap berbagai peraturan perundangan-undangan dan rencana-rencana
strategis perusahaan.
Audit SDM merupakan suatu metode evaluasi untuk menjamin bahwa potensi SDM
dikembangkan secara optimal (Rosari, 12 Mei 2008). Secara lebih terinci, audit SDM
juga memberi feedback dan kesempatan untuk:
1. Mengevaluasi keefektifan berbagai fungsi SDM, yang meliputi: rekrutmen dan seleksi,
pelatihan, dan penilaian kinerja.
2. Menganalisis kontribusi fungsi SDM pada operasi bisnis perusahaan
3. Melakukan benchmarking kegiatan SDM untuk mendorong perbaikan secara
berkelanjutan
4. Mengidentifikasi berbagai masalah strategi dan administratif implementasi fungsi
SDM
5. Menganalisis kepuasan para pengguna pelayanan departemen SDM
6. Mengevaluasi ketaatan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan
dan regulasi pemerintah
7. Meningkatkan keterlibatan fungsi lini dalam implementasi fungsi SDM
8. Mengukur dan menganalisis biaya dan manfaat setiap program dan kegiatan SDM
9. Memperbaiki kualitas staf SDM
10. Memfokuskan staf SDM pada berbagai isu penting dan mempromosikan perubahan
serta kreatifitas.

Manfaat Audit SDM


Menurut Rivai (2004, p. 567), audit SDM mengevaluasi aktifitas SDM yang digunakan
dalam suatu perusahaan dan merupakan pengendalian kualitas keseluruhan yang
mengevaluasi aktifitas SDM dalam suatu perusahaan. Manfaat dari audit SDM ini antara
lain yaitu:
1. Mengidentifikasi kontribusi-kontribusi departemen SDM terhadap perusahaan
2. Meningkatkan citra profesional departemen SDM
3. Mendorong tanggungjawab dan profesionalisme yang lebih besar diantara karyawan
departemen SDM
4. Memperjelas tugas-tugas dan tanggungjawab departemen SDM
5. Menstimulasi keragaman kebijakan dan praktik-praktik SDM
6. Menemukan masalah-masalah SDM yang kritis
7. Menyelesaikan keluhan-keluhan dengan berpedoman pada aturan yang berlaku
8. Mengurangi biaya-biaya SDM melalui prosedur yang efektif
9. Meningkatkan kesediaan untuk mau menerima perubahan yang diperlukan didalam
departemen SDM.

Tujuan Audit SDM


Menurut Rivai (2004, p. 567), audit SDM bertujuan untuk:
1. Menilai efektifitas SDM
2. Mengenali aspek-aspek yang masih dapat diperbaiki
3. Mempelajari aspek-aspek tersebut secara mendalam, dan
4. Menunjukkan kemungkinan perbaikan, serta membuat rekomendasi untuk pelaksanaan
perbaikan tersebut.

Ruang Lingkup Audit SDM


Dalam pelaksanaan audit SDM untuk mendukung jalannya kegiatan-kegiatan SDM perlu
dilakukan pembatasan terhadap aspek yang akan di audit. Secara garis besar, prospek
audit SDM dilakukan terhadap fungsi SDM yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
SDM yang dimulai dari perencanaan SDM, perekrutan, penyeleksian, pelatihan, dan
evaluasi kinerja SDM (Handoko, 1997, p.226).

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Audit Sumber Daya manusia : Definisi, Manfat,


Tujuan dan Ruang Lingkup Audit SDM

<< Home

Macam Gaya Kepemimpinan : Kepemimpinan


Autokratis, Kepemimpinan Demokratis dan
Kepemimpinan Laissez-Faire (Kendali Bebas)
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Dari penelitian yang dilakukan Fiedler yang dikutip oleh Prasetyo (2006)ditemukan
bahwa kinerja kepemimpinan sangat tergantung pada organisasi maupun gaya
kepemimpinan (p. 27). Apa yang bisa dikatakan adalah bahwa pemimpin bisa efektif ke
dalam situasi tertentu dan tidak efektif pada situasi yang lain. Usaha untuk meningkatkan
efektifitas organisasi atau kelompok harus dimulai dari belajar, tidak hanya bagaimana
melatih pemimpin secara efektif, tetapi juga membangun lingkungan organisasi dimana
seorang pemimpin bisa bekerja dengan baik.
Lebih lanjut menurut Prasetyo (p.28), gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan
dalam proses kepemimpinan yang diimplementasikan dalam perilaku kepemimpinan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan apa yang dia
inginkan. Selain itu menurut Flippo (1987), gaya kepemimpinan juga dapat didefinisikan
sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi
dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (p. 394).
Menurut University of Iowa Studies yang dikutip Robbins dan Coulter (2002), Lewin
menyimpulkan ada tiga gaya kepemimpinan; gaya kepemimpinan autokratis, gaya
kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan Laissez-Faire (Kendali Bebas) (p.
406)

Gaya Kepemimpinan Autokratis


Menurut Rivai (2003), kepemimpinan autokratis adalah gaya kepemimpinan yang
menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan
pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam
organisasi (p. 61).
Robbins dan Coulter (2002) menyatakan gaya kepemimpinan autokratis mendeskripsikan
pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte
bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan
meminimalisasi partisipasi karyawan (p. 460).
Lebih lanjut Sukanto (1987) menyebutkan ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis (pp.
196-198):

1. Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin.


2. Teknik dan langkah-langkah kegiatannya didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga
langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkatan yang luas.
3. Pemimpin biasanya membagi tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota.
Sedangkan menurut Handoko dan Reksohadiprodjo (1997), ciri-ciri gaya kepemimpinan
autokratis (p. 304):
1. Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan.
2. Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja.
3. Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja
setiap anggota.
4. Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan
keahliannya

Gaya kepemimpinan Demokratis / Partisipatif


Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif.
Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja
sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri (Rivai, 2006, p. 61).
Menurut Robbins dan Coulter (2002), gaya kepemimpinan demokratis mendeskripsikan
pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan,
mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan
bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik
sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan(p. 460). Jerris (1999) menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan yang menghargai kemampuan karyawan untuk
mendistribusikan knowledge dan
kreativitas untuk meningkatkan servis, mengembangkan usaha, dan menghasilkan banyak
keuntungan dapat menjadi motivator bagi karyawan dalam bekerja (p.203).
Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Sukanto, 1987, pp. 196-198):
1. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan
dorongan dan bantuan dari pemimpin.
2. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok
dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau
lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.
3. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas
ditentukan oleh kelompok.
Lebih lanjut ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Handoko dan Reksohadiprodjo,
1997, p. 304):
1. Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas.
3. Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan
mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa
melakukan banyak pekerjaan.

Gaya Kepemimpinan Laissez-faire (Kendali Bebas)


Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan
memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan
menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai
(Robbins dan Coulter, 2002, p. 460).
Menurut Sukanto (1987) ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (pp.196-198) :
1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal
dari pemimpin.
2. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang
selalu siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya.
3. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.
4. Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan
dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (Handoko dan Reksohadiprodjo, 1997, p.
304):
1. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri.
2. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum.
3. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam
segala hal yang mereka anggap cocok.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Macam Gaya Kepemimpinan : Kepemimpinan


Autokratis, Kepemimpinan Demokratis dan Kepemimpinan Laissez-Faire (Kendali
Bebas)

<< Home

Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi


Kerja
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Proses kepemimpinan secara singkat sering dikatakan sebagai cara untuk mencapai
tujuan melalui orang lain. Orang lain disini bisa diartikan sebagai orang-perorang, atau
sekelompok orang. Akan tetapi karena orang banyak itu terdiri dari individu dengan
kebutuhan yang bervariasi, diperlukan kiat-kiat khusus untuk mengatur supaya
kebutuhan, keinginan, dan kepentingan yang bermacam-macam tersebut bisa
terakomodasi sehingga timbul dorongan atau motivasi untuk secara mandiri bekerja
mencapai tujuan pribadi maupun kelompok. Dalam proses kepemimpinan, motivasi
merupakan sesuatu yang esensial dalam kepemimpinan, karena memimpin adalah
memotivasi. Seorang pemimpin harus bekerja bersama-sama dengan orang lain atau
bawahannya, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.
Menurut Wahjosumidjo (1984), kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan
motivasi, sebab keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat bergantung kepada kewibawaan, dan juga
pemimpin itu di dalam menciptakan motivasi di dalam diri setiap orang bawahan, kolega
maupun atasan pemimpin itu sendiri (p. 197).
Seorang pemimpin memotivasi pengikut melalui gaya kepemimpinan tertentu yang akan
menghasilkan pencapaian tujuan kelompok dan tujuan individu. Pengikut yang
termotivasi akan berusaha mencapai tujuan secara sukarela dan selanjutnya menghasilkan
kepuasan. Kepuasan mengakibatkan kepada perilaku pencapaian tujuan yang diulang
kembali untuk mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang.

Teori Sifat Kepemimpinan


Teori sifat mengasumsikan kepemimpinan tidak dilahirkan dan tidak dapat dibuat.
Kepemimpinan terdiri dari karakter dan sifat yang diturunkan. Karakter

dan sifat tersebut yang membedakan seseorang sebagai pemimpin. Gheselli yang dikutip
dari Manning dan Curtis (2005) mengidentifikasikan sifat kepemimpinan yang efektif (p.
16):
1. Need for achievement
Seorang pemimpin harus bertanggung jawab dan bekerja keras agar berhasil.
2. Intellegence
Pemimpin harus memiliki pertimbangan, alasan, dan pemikiran yang baik.
3. Decisiveness
Seorang pemimpin harus mampu membuat keputusan tanpa keraguan.
4. Self Confidence
Seorang pemimpin harus memiliki kesan positif sebagai seorang yang
memiliki kemampuan.
5. Initiative
Pemimpin harus menjadi acuan, melakukan pekerjaan dengan pengawasan
yang minimal.
6. Supervisory Ability
Pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas secara baik kepada bawahannya.
Lebih lanjut Manning dan Curtis (p.29) menyatakan bahwa sepuluh kualitas yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin untuk membantunya dalam proses kepemimpinan :
1. Visi
Syarat utama menjadi seorang pemimpin adalah memiliki visi yang baik. Visi
menginspirasi yang lain dan menyebabkan seorang pemimpin dapat melakukan tugasnya.
2. Kemampuan
Seorang pemimpin harus memiliki pemahaman yang baik atas pekerjaanya.
Karyawan biasanya menunjukkan kesabaran kepada seorang pemimpin yang baru, tetapi
mereka akan kehilangan kepercayaan kepada seorang pemimpin yang gagal dalam
melaksanakan tugasnya
3. Antusiasme
Ciri dari seorang pemimpin yang baik yaitu memiliki antusiasme yang kuat.
Antusiasme yang ditunjukkan seorang pemimpin membangkitkan antusiasme bagi
pengikutnya.
4. Stabilitas
Seorang pemimpin harus memiliki profesionalisme, dengan membedakan masalah
perusahaan dengan masalah pribadi.
5. Memahami Sesama
Seorang pemimpin tidak boleh merendahkan bawahannya atau memperlakukan mereka
seperti mesin. Seorang pemimpin harus memahami kesejahteraan bawahannya.
Pengertian terhadap orang lain membutuhkan kesabaran dan kemauan untuk
mendengarkan permasalahan bawahannya.
6. Percaya Diri
Apabila seorang pemimpin kurang percaya diri, karyawan akan mempertanyakan
otoritasnya, bahkan mengabaikan perintah.
7. Ketekunan
Seorang pemimpin memiliki kebulatan tekad dan ketekunan untuk menyelesaikan suatu
masalah yang sulit.
8. Vitalitas
Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan dan stamina yang prima dalam menjalankan
tugasnya sebagai seorang pemimpin.
9. Karisma
Seorang pemimpin harus memiliki karisma yaitu kemampuan untuk menarik perhatian
pegawainya dan membuat mereka mengikutinya.
10. Integritas
Syarat paling penting seorang pemimpin adalah integritas, yaitu: kejujuran, karakter yang
kuat, dan keberanian. Tanpa integritas maka tidak ada kepercayaan. Kepercayaan
memimpin kepada rasa hormat, loyalitas, dan tindakan.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi


Kerja

<< Home

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) : Definisi,


Indikator Penyebab dan Tujuan Penerapan
Keselatan dan Kesehatan Kerja
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Pengertian Kesehatan dan Keselatan Kerja
Menurut Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang
bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang
kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk
pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait
dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan
stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6),
mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja
menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang
diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja


adalah:
a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang
diperhitungkan keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.

Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :


Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga.
Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja,
atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap
perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan
definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang
mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan
unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi,
1995)
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan
yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian
secara cermat dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara
fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) : Definisi,


Indikator Penyebab dan Tujuan Penerapan Keselatan dan Kesehatan Kerja

<< Home

Konsep Kompentensi : Definisi, Karakteristik dan


Kategori Kompetensi
Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Peran SDM dalam organisasi atau perusahaan mempunyai arti yang sama pentingnya
dengan pekerjaan itu sendiri, mengingat pentingnya peran Sumber Daya Manusia dalam
organisasi atau perusahaan, SDM sebagai faktor penentu organisasi atau perusahaan
maka kompetensi menjadi aspek yang menentukan keberhasilan organisasi atau
perusahaan. Dengan Kompetensi yang tinggi yang dimiliki oleh SDM dalam suatu
organisasi atau perusahaan tentu hal ini akan menentukan kualitas SDM yang dimiliki
yang pada akhirnya akan menentukan kualitas kompetitif perusahaan itu sendiri. Konsep
kompetensi sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Menurut Organisasi Industri Psikologi
Amerika (Mitrani, Palziel and Fitt, 1992 : 14) gerakan kompetensi telah dimulai pada
tahun 1960 dan awal 1970.
Apakah yang dimaksud dengan Kompetensi?

Menurut Spencer and Spencer, (1993 : 9) Kompetensi adalah sebagai karakteristik yang
mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam
pekerjaannya (an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to
criterion – referenced effective and or superior performance in a job or situation).
Underlying Characteristics mengandung makna kompetensi adalah bagian dari
kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat
diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Causally Related memiliki arti
kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja.
Criterion Referenced mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi
siapa yang berkinerja baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.
Menurut Poerwadarminta (1993:518), Kompetensi adalah kekuasaan (kewenangan) untuk
menentukan/memutuskan suatu hal.
Menurut Suparno (2001:27), Kompetensi adalah kecakapan yang memadai untuk
melakukan suatu tugas atau sebagai memiliki ketrampilan & kecakapan yang
diisyaratkan.
Sedangkan kompetensi menurut Van Looy, Van Dierdonck, and Gemmel (1998:212)
menyatakan kompetensi adalah sebuah karakteristik manusia yang berhubungan dengan
efektifitas performa, karakteristik ini dapat dilihat seperti gaya bertindak, berperilaku,
dan berpikir.

Karakteristik kompetensi
Menurut Spencer and Spencer (1993 : 10) kompetensi terdiri dari 5 (Lima) Karakteristik
yaitu :
1. Motives
Adalah sesuatu dimana sesorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan
tindakan. Spencer (1993) menambahkan bahwa motives adalah “drive, direct and select
behavior toward certain actions or goals and away from others “. Misalnya seseorang
yang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan – tujuan
yang memberi suatu tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk
mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan semacam “ feedback “ untuk memperbaiki
dirinya.
2. Traits
Adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang
merespon
sesuatu dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri, ketabahan
atau daya tahan.
3. Self Concept
Adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes
kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang menarik
bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.
4. Knowledge
Adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan
kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk
memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bias melihat apakah sesorang dapat
melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
5. Skills
Adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun
mental.
Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya manusia akan
lebih baik hasilnya.

Kategori kompetensi
Kompentensi dapat dibagi atas dua kategori yaitu “Threshold” dan “Differentiating“
(Spencer and Spencer 1993 : 15) menurut kriteria yang digunakan untuk memprediksi
kinerja suatu pekerjaan. “Threshold competencies adalah karakteristik utama, yang
biasanya berupa pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca
yang harus dimiliki seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi kategori
yang ini tidak untuk menentukan apakah seseorang tersebut berkinerja tinggi atau tidak.
Kategori ini jika untuk menilai karyawan hanyalah untuk mengetahui apakah ia
mengetahui tugas–tugasnya, bisa mengisi formulir dan lain sebagainya. Sedangkan
“Differentiating competencies” adalah faktor–faktor yang membedakan individu yang
berkinerja tinggi dan rendah. Karena seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi maka
ia akan mampu menetapkan target atau tujuan yang jauh lebih ketimbang kinerjanya pada
tingkat rata–rata. (Milton Fogg, 2004 :27)

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

[Baca Selengkapnya] mengenai Konsep Kompentensi : Definisi, Karakteristik dan


Kategori Kompetensi

<< Home

Hubungan Semangat Kerja dan Produktifitas Kerja


Tentukan Gaji NEW! HERBAL
Sendiri OLES ANTI
EJAKULASI DINI
MAU GAJI 30 MODAL 100 RIBU
JUTA/BULAN ? DAPAT 38 JUTA
INVESTASI CUMA DARI INTERNET,
100 RIBU! MAU ??
KumpulBlogger.com
Seperti pada pembahasan sebelumnya dalam Semangat Kerja ; Definisi dan Aspeknya
disebutkan bahwa Semangat kerja adalah kondisi seseorang yang menunjang dirinya
untuk melakukan pekerjaan lebih cepat dan lebih baik di dalam sebuah perusahaan.
Kondisi melakukan pekerjaan lebih cepat dan lebih baik merupakan gambaran awal dari
pada produktivitas seorang karyawan dalam bekerja. dapatlah dikatakan bahwa terdapat
kecenderungan hubungan langsung antara produktivitas yang tinggi dan semangat yang
tinggi. Di bawah kondisi semangat yang buruk, produksi yang menguntungkan sulit
dimungkinkan untuk masa yang lama. Bila semangat buruk mengurangi produktivitas.
Keuntungan yang lebih rendah dapat berarti perolehan gaji yang lebih sedikit di masa
depan. Suatu lingkungan yang penuh dan kumulatif lalu terjadi, karena gaji dapat
mempengaruhi semangat (Bakri, 1986, p.227). ’Tetapi semangat yang tinggi tidak harus
menyebabkan produktivitas tinggi, ia hanyalah merupakan satu pengaruh sekalipun
penting pada produksi keseluruhan. Suatu kelompok kerja, seandainya dapat menjadi
bahagia sebagai hasil hubungan sosial yang telah mereka timbulkan dalam pekerjaan, tapi
mungkin mereka begitu sibuk membadut saja hingga produktivitasnya rendah. Semangat
mereka tinggi karena tidak adanya kepemimpinan yang efektif. Jelaslah, karena semangat
yang tinggi mempengaruhi produktivitas secara menguntungkan, maka itu harus disertai
oleh bimbingan manajemen dan pengawasan” (Bakri, 1986, p.228).
Sikap kerja merupakan hasil penilaian atau evaluasi terhadap orang-orang atau kejadian-
kejadian di tempat kerja apakah memuaskan, baik, menyenangkan, menguntungkan atau
sebaliknya. Konsep ini paling sering dipahami melalui kepuasan kerja dan komitmen
organisasi.
1. Kepuasan kerja
2. Komitmen Organisasi
”Kepuasan kerja berhubungan dengan semangat kerja. Jika seseorang merasa puas
terhadap perlakuan yang diterimanya di tempat kerja, maka mereka akan bersemangat
untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan” (Panggabean, 2004,p.134)
Brayfield, Arthur H, dan Harold F. Rothe adalah orang pertama yang memberikan
pemahaman tentang konsep kepuasan kerja. Mereka beranggapan bahwa ”kepuasan kerja
dapat diduga dari sikap seseorang terhadap pekerjaannya” (Arthur H dan Rothe, 1951,
pp.307-311). Kemudian Morse (1953) mengemukakan bahwa pada dasarnya, ”kepuasan
kerja tergantung pada apa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya dan apa yang
mereka peroleh. Orang yang paling tidak merasa puas adalah mereka yang mempunyai
keinginan paling banyak, Namun mendapat yang paling sedikit. Sedangkan yang paling
merasa puas adalah orang yang menginginkan banyak dan mendapatkannya” Hal senada
juga dikemukakan oleh (Getzels dan Guba, 1957, pp.423-441); dengan mengungkapkan
bahwa kepuasan adalah “fungsi dari tingkat keserasian antara apa yang diharapkan
dengan apa yang dapat diperoleh, atau antara kebutuhan dan penghargaan” (Locke, 1969,
pp.309-336).

Keinginan-keinginan karyawan
”Berbagai jenis kebutuhan manusia (human needs) akan dicerminkan dari berbagai
keinginan para karyawan terhadap pekerjaannya. Meskipun keinginan ini bisa bermacam-
macam, beberapa keinginan (wants) berikut ini merupakan berbagai keinginan yang
umum dinyatakan” (Ranupandojo dan Husnan, 1993, p.194):
1. Gaji/upah yang baik. Gaji bisa dipakai untuk memuaskan kebutuhan psikologis, sosial
maupun egoistis. Karena itu tidak heran kalau banyak atau bahkan sebagian besar
karyawan menginginkan gaji yang tinggi dari pekerjaannya.
2. Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang ajeg merupakan salah satu harapan para
karyawan. Keinginan ini bisa dibuktikan dari banyaknya peminat untuk menjadi pegawai
negeri (karena ada jaminan pensiun).
3. Rekan kerja yang kompak. Keinginan ini merupakan cermin dari kebutuhan sosial.
Seorang karyawan mungkin berkebaran untuk dipromosikan, hanya karena tidak
menginginkan kehilangan rekan kerja yang kompak.
4. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dijalankan. Keinginan ini berasal dari kebutuhan
egoistis, yang bisa diwujudkan dengan pujian, hadiah (dalam bentuk uang maupun tidak),
diumumkan kepada rekan-rekan sekerjanya dan sebagainya.
5. Pekerjaan yang berarti. Keinginan ini merupakan perwujudan dari kebutuhan untuk
berprestasi. Mungkin pada abad ini keinginan ini agak sukar terpenuhi, terutama dengan
timbulnya spesialisasi yang tajam.
6. Kesempatan untuk maju. Meskipun mungkin tidak semua karyawan ingin
dipromosikan (karena alasan sosial) tetapi pada umumnya setiap orang menginginkan
untuk maju dalam hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai