Allah yang Maha Kuasa telah mencipta segala sesuatu dan manusia
mengenali banyak dari ciptaan Allah itu. Mula-mula orang berusaha
memahami makhluk dengan inderanya; maka dia mengetahui adanya
matahari, bulan, bintang-bintang, gunung, sungai, laut, batu, pohon.
Kemudian dengan telaah akalnya manusia memahami kedudukan matahari
sebagai sumber energi, yang memancarkan cahaya dan “mengendalikan”
planet-planet termasuk bumi, berputar mengelilinginya dengan kecepatan
tetap yang sangat tinggi.
[QS Luqman (31): 20] kemudian bertanya retorik; "Tidakkah kamu perhatikan,
sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di
langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu manfaat
makhluk-makhluk itu, yang lahir dan yang batin, (yang segera nampak dan
dapat dimanfaatkan serta yang memerlukan ilmu dan teknologi untuk
memperolehnya?).
Melalui Al Qur'an Allah SWT menerangkan dua makhluk-Nya yang ghaib bagi
manusia, yaitu malaikat dan jin. Keduanya adalah makhluk ruhiyah yang tidak
mempunyai raga sebagaimana dipahami manusia, dan keduanya sama-sama
berakal. Rasulullah menerangkan bahwa malaikat dicipta Allah dari cahaya
sedangkan jin dijadikan dari api. [HR Muslim]. Penciptaan kedua makhluk itu
berlangsung sebelum Allah mengadakan manusia.
Dalam organisasi malaikat ada pangkat dan kedudukan tertentu. [QS Faathir
(35): 1] menggambarkan organisasi malaikat itu secara metaforik: mereka
mempunyai sayap-sayap, dua, tiga atau empat pasang; jumlah sayap
menggambarkan kedudukan penyandangnya. Jibril adalah panglima seluruh
malaikat; karena iawtu Rasulullah SAW menggambarkan bahwa beliau
memiliki 600 pasang sayap [HR Muslim]. Sebagai pemimpin tertinggi
malaikat, beliau mendapat kehormatan untuk menyampaikan wahyu Allah
kepada Rasul-rasul-Nya.
Makhluk ghaib yang lain adalah jin. Tidak seperti malaikat, mereka
mempunyai nafsu, sehingga ada yang baik dan ada yang buruk. [QS Al Jin
(72): 11] menceriterakan pengakuan makhluk tersebut: "Dan sesungguhnya
di antara kami ada yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak
demikian halnya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda".
Karena bukan makhluk ragawi, jin tidak ingin menyantap makanan yang lezat,
tidak hendak mengenakan pakaian yang mewah, tidak pula senang tinggal di
rumah megah. Tetapi jin ingin dihormati, senang diikuti, baik oleh jin lain
maupun oleh manusia. Sebagaimana manusia, jin diberi kebebasan oleh
Allah untuk berkehendak dan melaksanakan kehendaknya itu. Maka seperti
manusia pula, jin harus mempertanggungjawabkan sikap dan perbuatannya
dalam kehidupan dunia, langsung kepada Allah. Akhirnya di antara golongan
jin itu ada yang menghuni sorga dan ada pula yang menjadi penghuni neraka.
Mengenai kelompok kedua ini [QS Al A’raaf (7): 179] menyatakan: "Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin
dan manusia. Malaikat, sebagaimana yang telah kita bicarakan tadi, adalah
petugas Allah. Kedudukan itu akan tetap mereka sandang, kelak di alam
akhirat. Mereka bukan penghuni surga maupun neraka. Sebagian mereka
akan berada di tempat-tempat tersebut sebagai operatornya.
Jin yang sangat buruk perangainya adalah iblis. Golongan ini sedemikian
sombongnya sehingga berani menolak perintah Allah untuk memberikan
pernghormatan kepada cikal bakal manusia yang telah ditetapkan sebagai
Khalifah fil ardhi yaitu Adam AS. Bahkan ketika Allah bertanya mengapa dia
bersikap demikian, iblis menjawab terus terang dan tanpa ragu: "Aku lebih
baik dari dia. Engkau cipta aku dari api sedangkan dia Engkau jadikan dia
dari tanah." [QS Al A’raaf (7): 12]. Maka Allah menetapkan iblis sebagai
penghuni neraka dan akan kekal di kancah siksaan tersebut.
Adapun syeitan adalah jin dan manusia yang bersikap buruk dan membujuk
makhluk-makhluk lain mengikutinya. [QS An Naas (114): 5-6 menerangkan
bahwa setan itu; "yang membisik-bisikkan keburukan ke dalam hati manusia.
Mereka berasal dari golongan jin dan manusia." Kemampuan setan hanyalah
membujuk, merayu, menipu, untuk memengaruhi makhluk lain berbuat
keburukan. Setan tidak dapat memaksa siapapun untuk memenuhi
kehendaknya. [QS An Nahl (16): 99-100] menandaskan: "Sesungguhnya
setan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan
berserah diri kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya hanyalah atas
orang-orang yang mengangkatnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang
mempersekutukan dia dengan Allah." [Sakib Machmud]