Anda di halaman 1dari 15

ISU PEMBELAJARAN ABAD 21 DAN IMPLIKASINYA BAGI

PEMBELAJARAN DI SMK1

Oleh: Cepi Triatna, S.Pd., M.Pd.2

Pendahuluan

Istilah “belajar dan mengajar” adalah salah satu istilah yang menjadi
semakin langka dibicarakan dalam berbagai diskusi karena tergantikan oleh
istilah “pembejaran.” Orang-orang menggunakan istilah pembelajaran dengan
berbagai tafsiran yang melatarbelakanginya. Ada yang sekedar mengikuti trend
ada yang memang benar-benar didasarkan perubahan makna. Yang kedua inilah
yang menjadi penting dan menjadi bahasan kita saat ini.

Perjalanan waktu yang menghantarkan kita sampai saat ini telah


membawa berbagai perubahan yang terduga dan tidak terduga. Lompatan
perubahan tidak saja terjadi di lingkungan kota-kota besar, tetapi dengan
perkembangan teknologi informasi, semua orang hampir dapat terhubungan satu
sama lain dengan bantuan teknologi informasi. Missal saja dengan menggunakan
aplikasi jejaring sosial seperti facebook, banyak orang terhubung satu sama lain
secara global. Kondisi ini mempengaruhi bagaimana perilaku manusia
menghadapi kondisi yang ada dan perubahannya.

Menghadapi kondisi saat ini dan kondisi perubahan ke depan, pendidikan


seharusnya dapat memberikan pengaruh yang signifikan untuk menajdikan
kehidupan ini lebih baik dari sebelumnya. Dalam konteks pendidikan menengah,
khususnya pendidikan menengah kejuruan, lulusannya diharapkan memiliki daya
ubah terhadap permasalahan yang dihadapi oleh lingkungannya baik dalam skala
mikro, yaitu mampu membantu dirinya untuk hidup mandiri, messo yaitu
mampu membantu kehidupan keluarganya, dan makro yaitu mampu membantu
orang lain di luar diri dan keluarganya untuk dapat hidup lebih baik.

Tantangan terbesar secara makro pada pendidikan menengah kejuruan


saat ini adalah bagaimana menghasilkan lulusan yang mampu berkiprah dan
berkompetisi dalam kondisi ketidakmenentuan sosial, ekonomi, budaya dan
politik. Dalam konteks mikro, tantangan bagi pendidikan menengah kejuruan
adalah perkembangan peserta didik di abad ini (abad 21) memiliki daya
perubahan yang cepat dan lebih sulit terprediksi. Dalam konteks tersebut, peran
lembaga (sekolah) dan guru ditantang untuk dapat mengkondisikan dan
memfasilitasi proses belajar peserta didik secara sesuai dengan karakteristik

1
Disampaikan pada kegiatan IHT SMK Sangkuriang Kota Cimahi, 27 Desember 2010
2
Dosen FIP UPI, Sekretaris Pusat Pengkajian Pedagogik UPI

1
peserta didik saat ini. Makalah ini mencoba menganalisis apa tantangan
pembelajaran saat ini dan apa implikasinya bagi guru dalam melaksanakan
pembelajaran.

Kajian Isu Pembelajaran Saat Ini

1. Memahami Karakteristik Peserta Didik Kita Saat Ini


Perkembangan lingkungan masyarakat dari waktu kewaktu sangat kental
mempengaruhi perkembangan peserta didik. Anak yang hidup tahun 1980-an
berbeda dengan anak yang hidup tahun 1990-an, 2000-an, dan 2010-an.
Perbedaan ini dikarenakan adanya informasi yang berbeda yang diterima anak
dari lingkungannya. Demikian hanya dengan anak yang hidup dalam waktu yang
sama namun berbeda tempat, seperti anak yang hidup di lingkungan pabrik,
anak yang hidup di lingkungan pusat perkotaan, dan mereka yang hidup di
lingkungan pedesaan memiliki karakteristik yang berbeda dilihat dari pola pikir
(cara pandang) dan kebiasaan keseharian, termasuk dalam belajar.
Apa yang membedakan mereka sebenarnya? Hal ini terjadi karena
mereka mendapatkan informasi yang berbeda selama hidup mereka. informasi
membentuk pola pikir dan pola perilaku seseorang. Belajar adalah bagaimana
seseorang mengindera (informasi dari) lingkungannya. Apapun yang didengar,
dilihat, dan dirasakan oleh anak merupakan proses belajarnya seseorang.
Gaya hidup sebagai wujud perilaku seseorang saat ini banyak dipengaruhi
secara global. Gaya berpakaian, berbicara, potongan rambut, pandangan
terhadap keluarga, bekerja, dan berbagai sisi kehidupan lainnya. Secara khusus,
mari kita melihat beberapa hal yang perlu dicermati pada perkembangan anak di
abad ini (abad 21).

a. Peka terhadap teknologi


Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi menjadi faktor
dominan utama yang membuat manusia saat ini memiliki kepekaan yang
pesat terhadap teknologi. Anak usia 3 tahun saat ini sudah mampu
menghidupkan, memainkan, dan mematikan computer (notebook).
Padahal di tahun 2000-an, hal ini masih merupakan “barang langka.”
Apalagi di tahun 1990-an. Hal ini berefek pada perkembangan anak pada
tahun-tahun selanjutnya. Ketika anak usia SD (usia 7-12 tahun), anak
akan memiliki kepekaan yang cukup tinggi terhadap teknologi baru.
Berbagai fitur dan aplikasi teknologi yang ada dalam handphone, televise,
computer, dan berbagai produk lainnya akan sangat mudah dipelajari
oleh anak-anak dari pada oleh orang dewasa saat ini.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kepekaan anak-anak pada zaman ini
berkembang pesat dibandingkan dengan kepekaan anak-anak pada abad

2
20 atau 19. Hal ini terjadi karena faktor teknologi menjadi salah satu
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keseharian kita.

b. Terhubung dengan banyak pihak dan sumber informasi


Peserta didik kita memiliki banyak sahabat/teman tidak saja dalam bentuk
pertemanan di sekolah, tetapi juga pertemanan di dunia maya. Fasilitas
jejaring social yang semakin marak membuat anak-anak saat ini menjadi
“gandrung” untuk bersosialisasi dalam dunia maya.
Kehadiran fasilitas jejaring social ini memberikan peluangan yang sangat
besar bagi peserta didik kita untuk berkawan dengan siapa saja, dan dari
mana saja tanpa mengenal batas apapun. Setiap orang dapat
mengomentasi, saling curhat, bahkan saling bertukar photo bahkan
dengan orang yang baru dikenalnya.
Fasilitas google search dan yang sejenisnya memberikan fasilitasi yang
luar biasa bagi peserta didik untuk mengakses informasi apapun yang
diinginkan. Sumber informasi ini tidak harus mensyaratkan dimilikinya
computer, tetapi dengan memiliki HP seharga 500 ribu, orang dapat
mengakses berbagai informasi kapan saja dan dimana saja.
Kondisi ini tentu menjadikan anak sebagai orang yang memiliki banyak
hubungan dan mudah mendapatkan informasi yang diinginkan.

c. Pola pikir dan pola sikap yang cenderung materialisme


Toleransi orang-orang terhadap perilaku sogok dan suap merupakan
suatu penyimpangan perilaku di satu sisi, namun di sisi lain hal ini
menjadi aspek yang mudah dipahami oleh anak-anak kita. Bahwa jika
tidak melakukan sogok dan suap dalam memperoleh pekerjaan maka kita
akan sulit hidup di masa selanjutnya. jika kita tidak memberikan uang
pelicin dalam membuat KTP atau SIM maka kita akan sulit mendapatkan
KTP atau SIM. Jika kita tidak memberikan upeti kepada atasa, maka kita
akan sulit dalam menguruskan banyak hal yang diperankan oleh pimpinan
kita. Berbagai kondisi di atas merupakan materialisme yang menjadi
dominan menyertai kehidupan peserta didik kita saat ini. Kondisi yang
memang betul-betul rusak. Apakah ini akan terbawa dan menjadi perilaku
khas peserta didik kita di masa yang akan dating?
Kita sangat berharap hal tersebut tidak terjadi atau setidaknya dapat
dicegah melalui pendidikan. Pertanyaan yang mendasar adalah adakah
motif tindakan anak-anak kita ke depan yang didasarkan kepada kasih
sayang, peduli, empati, dan berbagai nilai hidup mulia lainnya.
Materialisme merupakan paham bahwa sesuatu itu dikategorikan
berharga dari ukuran materi bukan non-materi seperti halnya kejujuran.
Pertanyaan lainnya, adakah kejujuran di abad 21 ini? Kejujuran, kasih
sayang, empati, ikhlas merupakan nilai-nilai yang bertolak belakang

3
dengan materialisme dan kita merasakan hal-hal tersebut menjadi sulit
ditemui saat ini.

d. Memiliki ketergantungan yang kuat pada orang tua ketika


menginjak dewasa
Anak-anak usia sekolah menengah atas, kuliah, dan pasca kuliah (usia
16-28 tahun) mulai menjadi biasa hidup menumpang pada orang tuanya.
Padahal dari sisi kedewasaan seharusnya mereka dapat hidup mandiri
dan mulai membentuk keluarga baru untuk mengambi peran dalam
pembangunan bangsa dan umat. Namun dalam kondisi saat ini, terutama
setekah krisis ekonomi tahun 1997, banyak anak lulusan SMA kembali ke
rumah sampai ia mencapai usia 28 tahunan. Kondisi ini memang tidak
lepas dari krisis yang melanda bangsa ini, diantaranya karena sulitnya
mendapatkan pekerjaan dan banyaknya PHK.
Tentu saja ketergantungan kepada orang tua ini dapat dilihat banyak sisi,
yaitu sisi kemandirian (sikap), sisi ekonomi, sisi social, sisi budaya, sisi
psikis, dan lain sebagainya.

2. Apakah Lingkungan Juga Berubah?


Tidak saja perilaku peserta didik yang berubah dari waktu ke waktu tetapi
juga lingkungan pun turut berubah dari waktu ke waktu. Perubahan
lingkungan dapat diidentifikasi sebagai perubahan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, spiritual, dan teknologi.
Lingkungan fisik yang terus ditata memberikan pengaruh yang luar biasa
bagi peserta didik, khususnya ketika mereka tidak mendapatkan
kesempatan untuk melakukan aktifitas secara leluasa, atau beraktifitas
disertai dengan berbagai polusi (udara, tanah, air, suara). Perubahan ini
tentu saja memberikan efek terhadap fisik, psikis, maupun spiritual anak.
Kondisi sosial yang melibatkan dunia maya memberikan efek yang kuat
terhadap perkembangan sosial anak. Anak cenderung menjadi kurang
bertatap muka secara langsung, tetapi lebih banyak berhadapan dengan
TV, HP, komputer, internet, Ipod, playstation.

3. Komponen Penting yang Perlu dipelajari di Abad 21


Mengantisipasi berbagai perkembangan lingkungan, teknologi, dan
perubahan zaman, peserta didik perlu untuk menjadi orang yang memiliki
ketangguhan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai permasalahan.
Untuk itu ada beberapa hal yang dikategorikan penting dalam
pengembangan peserta didik ke depan, yaitu (1) komponen fondasi
dasar, (2) komponen kemampuan dasar, dan (3) keterampilan dasar.
Keberadaan ketiga komponen itu merupakan suatu hal yang sinergis satu

4
sama lain. Ketiganya merupakan hal pokok yang harus ada dalam proses
layanan pembelajaran. Tidak saja untuk mata pelajaran produkti, tetapi
juga untuk mata pelajaran adaptif dan normatif. Gambaran keterpaduan
ketiga komponen ini dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 1. Rumus untuk menyiapkan manusia abad 21

Sesuai dengan bidang yang digelutinya

Berpikir kritis dan dan memecahkan masalah


Kreativitas dan inovasi
Komunikasi
Kerjasama dan kepemimpinan
FONDASI DASAR Pemahaman lintas budaya
Teknologi komunikasi dan informasi

Membaca, menulis, matematika

Aqidah (Spritualitas)

Gambar 2. Keterpaduan komponen yang perlu dipelajari di abad 21

Dengan demikian, pengembangan salah satu komponen tanpa dibarengi


dengan komponen lainnya akan mengakibatkan keroposnya sumber daya
manusia (SDM). Dengan kata lain pengembangan yang tidak utuh akan
mengakibatkan

5
a. Fondasi Dasar (Spiritualitas)
Sipiritualitas merupakan suatu kebutuhan yang melekat dengan diri
manusia kapan pun dan dimanapun. Manusia sebagai makhluk yang
bertuhan tidak akan pernah lepas dari proses diri dalam merasakan
keberadaan Tuhan. Spirutualitas ini kemudian menjadi fondasi dasar bagi
sistem kedirian dan perilaku seseorang. Spritualitas yang baik akan
terwujud dalam bentuk perilaku yang harmonis dengan kebaikan dan
kemanusiaan, sedangkan spiritualitas yang kotor akan menimbulkan
perilaku yang membinasakan, baik untuk diri, keluarga, maupun
masyarakat luas.
Perkembangan spirutualitas menjadi semakin pesat di abad 21 ini
menggantikan sekularisme pada abad 20 yang diidentikan dengan
pemisahan urusan agama dengan urusan lain dalam kehidupan
seseorang. Perilaku ini bukan suatu yang kontras, tetapi suatu hal yag
mosaik (tidak jelas bentuknya). Ketika di kantor dia korupsi tetapi dia
juga sholat ketika berada di mesjid. Perilaku yang membingungkan?
Apa yang perlu dibangun dari spiritualitas peserta didik sehingga
mereka mampu membangun abad 21 dan mampu menghadapi segala
permasalahan yang dihadapi?
Pernyataan bahwa manusia dalam bekerja tidak semata-mata untuk
memperoleh penghasilan saja namun bekerja juga merupakan ibadah
yang mengandung aspek transedental dengan Sang Maha Pencipta
(ALLAH SWT) perlu terus disosialisasikan kepada peserta didik. Orientasi
akhir bukanlah materi tetapi lebih kepada pengabdian kepada yang maha
kuasa. Kegagalan dalam proses merupakan suatu hal yang alamiah dalam
kehidupan, namun hal ini menjadi hal yang mudah dan potensial untuk
pengembangan perilaku positif jika dia mampu menyandarkan
persepsinya kepada Kemaha-Agungan Allah swt.
Manusia memiliki potensi psikis, yaitu potensi diri berupa kedirian
seseorang yang jika labil kediriannya, maka perilakunya pun akan labil,
demikian sebaliknya. Potensi psikis inilah yang kemudian membutuhkan
pegangan yang kokoh berupa spiritualitas ke-Tuhanan, sehingga dia
dapat memancarkan perilaku yang harmonis baik dengan manusia lainnya
ataupun dengan alam.
Spiritualitas ini kemudian menjadi suatu hal yang perlu untuk
difasilitasi melalui pembelajaran sehingga dia (spiritualitas) mendapatkan
posisi yang tepat dan mampu mengisi kemampuan lainnya. Spiritualitas
akan memunculkan komitmen, motivasi, ketangguhan, kejujuran dan
berbagai kemampuan dasar lainnya. Demikian halnya dengan spiritualitas
orang akan berusaha untuk memiliki dan menguasai berbagai hal yang
dibutuhkan untuk menjadi manusia yang bermanfaat, baik bagi diri,
keluarga, maupun bangsanya.

6
National Center for Health Statistics (2004) mensurvei 31 ribu
mantan pasien dewasa di AS. Hasilnya menunjukkan 62 persen pasien
mengombinasikan perawatannya dengan pengobatan alternatif yang
memasukkan unsur spiritualitas (doa dan kepasrahan). Lebih jauh
ditemukan bahwa Pendekatan mind-body dan bukti-bukti kesembuhan
yang dialami para pasien, membantu memperbaiki kekeliruan persepsi di
Barat bahwa pikiran dan tubuh adalah sesuatu yang terpisah. Kajian lebih
lanjut mengenai keterkaitan spiritualitas dalam dunia kesehatan silahkan
melihat website berikut: http://www.jaapa.com/mind-body-spirit-
medicine-interventions-and-resources/article/130900/#.
Dalam Agama Islam, spiritualitas merupakan aqidah bahwa Allah itu
satu, tidak ada Tuhan selain Allah. Peserta didik yang memiliki keyakinan
akan hal ini, bukan hanya percaya, tetapi merasuk kepada perilaku
kesehariannya akan menjadikan dunianya danlingkungannya menjadi
lebih baik. Peneguhan aqidah ini perlu difasilitasi mellaui pembelajaran.
Hanya saja perlu menjadi catatan, bahwa peserta didik itu belajar melalui
panca inderanya. Artinya apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan
dialami oleh anak semuanya merupakan proses pembelajaran bagi anak.
Tantangan kita sebagai pendidik adalah apakah kita mampu memberikan
keteladanan dalam aqidah sehingga anak menangkap bahwa aqidah
merupakan komponen penting dalam menjalani keberhasilan hidup di
abad ini.

b. Kemampuan Dasar (3M= membaca, menulis, matematika)


Kemampuan dasar merupakan kemampuan yang menjadi penyokong
bagi tumbuhkembangnya keterampilan dasar dan keterampilan khusus.
Kemampuan dasar ini meliputi kemampuan membaca, menulis, dan
matematika (berhitung). Tiga kemampuan ini sudah menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari pendidikan dasar di Indonesia. Permasalahannya
adalah seberapa tinggi efektivitas tiga kemampuan ini dalam kehidupan
anak? Apakah anak menjadikan kemampuan ini sebagai bekal untuk
mencapai keterampilan dasar? Atau malas ah… malas untuk membaca,
malas untuk menulis.
Barangkali dalam konteks pendidikan di sekolah menengah kejuruan,
kemampuan dasar ini disokong secara khusus oleh mata pelajaran adaftif.
Jika kemampuan mata pelajaran ini menjadi sangat adaptif bagi
kehidupan anak, maka penguasaan keterampilan pada mata pelajaran
produktif pun tidak akan menjadi suatu hal yang sulit.
Kemampuan membaca bukan berarti membaca huruf, tetapi membaca
makna yang ada dalam huruf-huru. Demikian halnya dengan menulis,
bukan saja menuliskan huruf sebagai suatu kata, semisal kata “PASAR,”
tetapi lebih kepada menulis apa yang menjadi idea tau menulis mengenai

7
apa yang diinginkan untuk dapat dipahami oleh orang lain. Dalam konteks
itu membaca dan menulis merupakan prasyarat komunikasi. Kemampuan
matematika bukan berarti 1 + 1 = 2 tetapi merupakan kemampuan logika
dasar dan dasar berpikir kritis. Kajian mengenai hubungan kausalitas dan
prediksi. Dengan matematika peserta didik akan cerdas dalam membuat
keputusan, karena dia memikirkan dan menimbang untuk dan rugi dari
suatu keputusan yang akan diambilnya.

c. Keterampilan dasar
 Berpikir kritis dan dan memecahkan masalah
Istilah berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir rasional dan
obyektif. Yaitu proses kognitif yang melibatkan suatu struktur
informasi dalam kepala manusia. Kemampuan berpikir kritis
merupakan kemampuan yang khirarkhis sebagaimana dikemukakan
oleh Bloom.
J. S. Bruner (2006:22) menggambarkan proses kognisi sebagai
suatu kondisi dimana orang menggunakan informasi yang sudah
diterimanya untuk diaplikasikan pada pemecahan masalah secara
kognitif. Pemecahan masalah secara kgonitif merupakan proses
aplikasi kognisi dalam versi taksonomi Bloom (C3). Berpikir kritis
selalu dikaitkan dengan upaya pemecahan masalah. Pemrosesan
informasi merupakan proses kognisi, dan proses ini akan bermakna
manakala dikaitkan dengan pemecahan masalah. Kelogisan dan
kerasional berpikir seseorang tidak dapat terlihat dengan mudah jika
tidak dihadapkan pada pemecahan masalah.
Berdasarkan taksonominya, kognisi seseorang sebaiknya
difasilitasi untuk sampai kepada proses berpikir tingkat tinggi
sehingga peserta didik dapat mencapai kemampuan berpikir sampai
pada tingkat yang tertinggi. Rath et al (1966) menyatakan bahwa
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
kemampuan berpikir kritis adalah interaksi antara pendidik dan
peserta didik. Anak memerlukan suasana akademik yang memberikan
kebebasan dan rasa aman bagi mereka untuk mengekspresikan
pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan
pembelajaran. Perkembangan kognisi ini bertumpu pada kemampuan
guru untuk memfasilitasi proses belajar menjadi proses berpikir.

8
Gambar 3. Mengindera dan berpikir dalam belajar

Gambar di atas menunjukkan bahwa tidak selamanya orang yang


mengindera berpikir. Proses mengindera adalah proses masuk atau
dimasukannnya sejumlah informasi kepada diri seseorang melalui
panca inderanya. Sedangkan penginderaan yang kemudian diolah
melalui proses simulasi, aplikasi, ekstrapolasi merupakan proses
berpikir yang menjadikan kognisi seseorang berada pada tingkat
tinggi.
Tantangan pemecahan masalah bagi peserta didik dalam proses
pembelajaran merupakan suatu kondisi yang menantang kognisi
peserta didik untuk memproses berbagai informasi yang sudah
diterimanya secara kritis (logis, sistematis, sinergis, obyektif).

 Kreativitas dan inovasi


Kreativitas dan inovasi merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan sebagaimana berpikir kritis dan pemecahan masalah.
Kreativitas merupakan proses kognisi untuk melihat suatu hal dari
berbagai sisi yang berbeda, sehingga menemukan solusi atau hal
yang lebih baik dari apa yang dianalisisnya. Sedangkan inovasi
merupakan bentuk penemuan yang dikategorikan baru bagi yang
bersangkutan walaupun sudah dimiliki atau digunakan oleh
orang/pihak lain. Keduanya terkait satu sama lain.
Kreativitas dan inovasi merupakan dua hal yang diperlukan dalam
dunia yang penuh dengan persaingan dan perkembangan yang begitu
pesat. Tanpa kreativitas, orang tidak dapat melakukan hal yang
inovatif dan susah untuk memenangkan persaingan. Mari kita melihat
kenapa “Matahari Dept. Store” sebagai salah satu produsen terbesar
dalam penjualan di Bandung pada tahun 2000-an kini terkalahkan
oleh produsen sejenis seperti Yogya, Borma, Giant, carefour, dll.
Menurut analisa penulis, intinya ada di kreativitas dan inovasi dalam
mengelola bidang kerja.

9
 Komunikasi
Komunikasi adalah proses saling memahami makna dan pesan antar
orang, kelompok atau organisasi. Proses ini dilakukan melalui
pengiriman kode pesan kepada pihak lain, kemudian pihak lain
menafsirkan kode pesan dan memberikan respon lagi kepada pemberi
pesan. Proses ini terus berulang selama ada interaksi antar orang.
Dengan demikian, proses komunikasi tidak akan pernah berhenti
sampai manusia itu sendiri yang meninggal.
Melekatnya proses komunikasi dalam kehidupan manusia menjadikan
komunikasi sebagai salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh
manusia di abad 21. Manusia abad 21
terhubungkan/terkomunikasikan dengan manusia dalam skala yang
tidak terbatas ruang dan waktu. Hal ini dikarenakan berkembangnya
teknologi informasi seperti aplikasi jejaring facebook, twiter, dan
sebagainya. Tidak tahu siang ataupun malam, bahkan di kamar mandi
pun orang dapat berkomunikasi dalam konteks dunia maya dengan
orang yang berada nan jauh di sana secara fisik dan tanpa ada batas
waktu.
Banyaknya informasi yang diterima kita saat ini juga menunjukkan
banyaknya kebutuhan informasi bagi orang lain baik dalam skala satu
daerah, satu Negara atau satu dunia. Dasar kemampuan komunikasi
ini adalah kasih sayang terhadap sesama manusia, sehingga proses
komunikasi akan berjalan efektif dan menyentuh pada perubahan
yang mendasar, saling memahami tanpa ada batas.

 Kerjasama dan kepemimpinan


Kerjasama dan kepemimpinan adalah dua hal yang secara sosial
dikaitkan dengan peran kita dalam suatu komunitas atau organisasi.
Keberadaan manusia abad 21 adalah manusia yang tidak lepas dari
organisasi. Karenanya setiap sisi kehidupan manusia selalu
bersentuhan dengan orang lain dalam beragam bentuk dan jenisnya.
Melalui kerjasama dan kepemimpinan, interaksi social diarahkan pada
penyatuan kekuatan bersama untuk mencapai tujuan atau
memecahkan masalah keterbatasan diri.
Kerjasama adalah upaya untuk saling memenuhi kekurangan diri
dalam pencapaian tujuan. Dasarnya adalah saling menguntungkan.
Membangun kerjasama adalah proses menilai kekurangan masing-
masing kemudian mengisinya dengan kelembihan yang dimiliki oleh
orang lain. Arahnya adalah sinergi kekuatan untuk memecahkan
masalah.
Kepemimpinan adalah kapasitas seseorang untuk melakukan
suatu perubahan baik pada diri maupun lingkungannya. Kapasitas ini

10
sangat dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi dan kerjasama.
Memipin orang lain berarti memimpin diri sendiri dan bersinergi
dengan orang/pihak lain dalam mencapai tujuan.

 Pemahaman lintas budaya


Dalam dunia yang begitu beragam, kompleksitas /variasi orang
akan muncul dan menjadi hal yang tidak dapat dibendung lagi. Orang
yang tidanggal di Bandung, tidak aja mereka yang dari suku sunda,
tetapi snagat variasi, sepreti ada dari suku jawa, bali, minang,
melayu, batak, Madura, dan lain-lain. Variasi budaya ini melekat
dalam kehidupan global saat ini. Untuk itu perlu pemahaman lintas
budaya, sehingga terjadi saling memahami saling kerjasama, saling
sinergi, dan saling memenuhi berbagai keterbatasan.

 Teknologi komunikasi dan informasi


Faktor pemicu perkembangan social, ekonomi, politik dan budaya
saat ini adalah perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
Internet, telephon seluler, dan berbagai jenis teknologi
komunikasitelah menghantarkan manusia abad 21 pada interaksi
tanpa batas. Kondisi ini bukan merupakan suatu hal yang asing lagi
dikenali, tetapi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan manusia saat ini.

Implikasi Bagi Pembelajaran di SMK

1. Kekhasan Pembelajaran di SMK di Abad 21


Karakteristik abadi 21 yang dicirikan secara pokok oleh perkembangan
teknologi informasi yang melampaui ruang dan waktu, telah menghantarkan
pada suatu kondisi yang amat berbeda dengan abad sebelumnya. Upaya
untuk mengelola dan mengembangkan abad ini menjadi suatu yang maslahat
bagi kehidupan manusia mengharuskan penyesuaian dalam cara
pembangunan manusia. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
sesuai dengan kejuruannya. Penekanan tujuan pendidikan kejuruan ini
adalah kemampuan lulusan dalam mengaplikasikan keterampilannya untuk
dapat hidup mandiri. Tujuan inilah yang mendorong guru dan sekolah serta
dunia usaha/dunia industri untuk memberikan kerangka pembelajaran yang
berbeda dengan pendidikan menengah atas.
Dalam konteks lulusan SMK saat ini, misal lulusan SMK tahun 2009 di
Kota Cimahi menunjukan masih banyak menganggur (Harian Pikiran Rakyat,

11
Senin, 01 Juni 2009). Kondisi ini menunjukkan bahwa penguatan kemampuan
dan keterampilan peserta didik SMK ini masih belum kentara dalam
memandirikan mereka pada kehidupan setelah mereka lulus dari SMK. Untuk
itu maka perlu ada kekhasan bagaimana pembelajaran di SMK untuk
memfasilitasi peserta didik memiliki sikap mandiri yang lebih besar.
Mengantisipasi permasalahan dan karakteristik kehidupan abad 21 dan
merespon tujuan pendidikan kejuruan, pendidikan di SMK perlu dilakukan
secara khas yang mengarah pada sikap mandiri dan keterampilan dalam
bidang tertentu. Kekhasan pendidikan di SMK mengharuskan pengalaman
belajar yang lebih berorientasi pada pemecahan masalah secara nyata, baik
secara spesifik dalam bidang kerja tertentu maupun secara umum dalam
kehidupan keseharian sebagai manusia yang berada di masyarakat.
Pembelajaran yang mengarah pada pemecahan masalah nyata atau
miniatur masalah akan menghantarkan peserta didik pada berpikir tingkat
tinggi, selain juga menguatkan keterampilan dasar. Pembelajaran pemecahan
masalah dikenal dengan istilah Pembelajaran berbasis proyek ( project based
learning).
“Project Based Learning is an instructional approach built upon
authentic learning activities that engage student interest and
motivation. These activities are designed to answer a question or solve
a problem and generally reflect the types of learning and work people
do in the everyday world outside the classroom.” [tersedia online:
http://pbl-online.org/About/whatisPBL.htm].
(PBL adalah pendekatan pembelajaran yang dibangun di atas
akativitas-aktivitas belajar otentik yang mengikutsertakan minat dan
motivasi peserta didik. Aktivitas-aktivitas tersebut dirancang untuk
menjawab sebuah pertanyaan atau meemcahkan masalah dan secara
umum merefleksi tipe-tipe belajar dan bekerja orang-orang dalam
dunia nyata).

Dalam kerangka yang lebih khusus PBL ini dimaknai sebagai

a systematic teaching method that engages students in learning


essential knowledge and life-enhancing skills through an extended,
student-influenced inquiry process structured around complex,
authentic questions and carefully designed products and tasks.
[tersedia online: http://pbl-online.org/About/whatisPBL.htm].

(metode pembelajaran sistematis yang mengikutsertakan peserta didik


dalam mempelajari pengetahuan esensi dan peningkatan keterampilan
hidup melalui proses penemuan yang terstruktur oleh peserta didik,
pertanyaan-pertanyaan otentik dan desain produk dan tugas-tugas
yang cermat).

12
PBL memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk melatih
keterampilan komunikasi dan prsentasi, keterampilan manajemen waktu dan
dan organisasi, keterampilan menilai diri dan refleksi, dan ketrampilan
kepemimpinan dan partisiasi kelompok.
PBL dilakukan secara berkelompok untuk mencapai tujuan umum. Kinerja
peserta didik dinilai dalam bentuk profil individu, produk yang dihasilkan,
kedalaman pemahaman dari perilaku yang didemonstrasikan, dan kontribusi
dalam mewujudkan hasil kerja tim secara keseluruhan.
PBL dilakukan guru dengan langkah berikut: (1) mulailah dengan tujuan
akhir, (2) buatlah pertanyaan pengarah, (3) buatlah rencana kerja, 4)
lakukan monitoring, (5) lakukan pengukuran, dan 6) lakukan evaluasi.

Gambar 4. Langkah-langkah Guru dalam mengimplementasikan PBL


Penejalasan:
 Memulai dengan tujuan akhir guru menentukan apa yang dicapai oleh
peserta didik dari PBL. Keterampilan apa saja yang harus dikuatkan
melalui PBL ini.
 Membuat rencana kerja: SK dan KD mana yang akan dicapai dengan PBL?
Libatkan siswa dalam proses rencana, dan lakukan proses brainstorming
antara guru dengan siswa dalam proses perencanaan. Proses ini dapat
dipandu dengan 5W 1H. what, why, who, when, where, how. Lebih lanjut
buatlah pertanyaan-pertanyaan pengarah, seperti: apakah yang perlu
dikuasai oleh siswa? Apakah hal tersebut penting untuk dikuasai? Apakah
masalah kehidupan yang perlu dipecahkan melalui PBL? Bagaimana siswa
dapat menguasai hal tersebut? Siapa saja yang akan terlibat dalam proses

13
belajar tersebut? Bahan apa saja yang dibutuhkan? Apa peran guru dan
siswa dalam pembelajaran ini? Bagaimana guru mengukur keberhasilan
siswa? Dan lain sebagainya
 Membuat jadwal: guru dan siswa menentukan kapan PBL dilangsungkan,
kapan dimonitor, kapan dipresentasikan, dan kapan berakhir.
 Monitoring dilakukan untuk memfasilitasi siswa dalam proses PBL,
membimbing siswa, dan menggunakan rubric/instrument tertentu untuk
mencatat berbagai kondisi yang terjadi dalam PBL. Dalam proses ini guru
harus menjamin bahwa peserta didik dapat belajar berpikir kritis untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
 Lakukan pengukuran terhadap proses PBL untuk setiap siswa dan
kelompok.
 Mengevaluasi secara bersama efektifitas PBL: refleksi apakah kekurangan
dan kelebihan PBL yang sudah dilakukan. Setiap peserta didik harus
berbagi pengalaman dan perasaan dalam menjalani PBL. Perkuat ide-ide
yang akan menjadikan peserta didik lebih berhasil dalam menguasai
berbagai keterampilan.

2. Implikasi bagi Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran

Untuk mengimplementasikan PBL dalam pembelajaran di SMK, Ibu/Bapak


guru harus merancang dari awal semester (tidak bisa dimulai tiba-tiba di tengah
semester). Hal ini dilakukan karena PBL melibatkan waktu memadai bagi peserta
didik untuk mengelami proses berpikir dan mendalami masalah dan
pemecahannya dari berbagai sudut. Pengalaman inilah yang dinamakan berpikir
tingkat tinggi, tentu saja dengan adanya diskusi dalam kelompok, presentasi
kemajuan proyek, masukan dari guru, masukan dari kelompok lain, bertukar
pengalaman antara satu kelompok dengan kelompok lain. Kesemuanya
memberikan pengalaman balajar yang berharga bagi peserta didik.

Beberapa implikasi bagi guru ketika akan menggunakan PBL, yaitu:

a. Dasar interaksi guru dengan siswa dalam PBL adalah kasih saying.
b. Guru dan siswa harus saling mempercayai satu sama lain. Jika tidak
ada dasar kasih saying, maka PBL tidak akan berfungsi.
c. Syarat mutlak yang harus ada adalah keteladanan guru dalam
berbagai nilai yang diperkuat melalui PBL, seperti nilai kejujuran,
kerjasama, kepemimpinan, dan lain sebagainya.
d. Sediakan waktu yang memadai untuk anak sehingga mereka dapat
mengalami proses belajar secara memadai.
e. Bimbinglah anak dan kelompok yang mengalami kesulitan dalam
melangsungkan proses PBL

14
f. Tantanglah anak dan kelompok yang memiliki perkembangan yang
menakjubkan dalam PBL.
g. Buatlah catatan monitoring dan evaluasi secara komprehensif
sehingga peserta didik sendiri dapat menilai dirinya sendiri melalui
catatan-catatan tersebut.
h. Sediakan waktu untuk melakukan refleksi dalam setiap tahapan
kegiatan yang dilakukan selama proses PBL.
i. Ingatlah bahwa orientasi akhir dari PBL adalah penguatan kompetensi
dasar dan kompetensi khusus, bukan pemberian informasi.

Penutup

Berdasarkan kajian di atas, PBL adalah pendekatan pembelajaran yang


mengarahkan peserta didik untuk mengaplikasikan kemampuan berpikir dan
bertindaknya dalam memecahkan masalah kehidupan keseharian melalui
apalikasi berbagai bidang ilmu. PBL dapat dilakukan pada satu mata pelajaran
atau terintegrasi pada mata pelajaran tertentu. Tentu hal ini memiliki tantangan
yangluar biasa bagi guru karena harus merancangan secara spesifik dan detail
mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana mencapainya, dan bagaimana
mengevaluasinya.

Walaupun dikategorikan belum pernah atau sudah dilakukan, kajian ini


diharapkan memberikan informasi yang memadai bagi guru untuk dapat
merancang pembelajaran secara variatif yang berorientasi pada pemecahan
masalah kehidupan anak melalui kajian yang komprehensif.

Daftar Referensi

B r u n e r . J . S . ( 2 0 0 6 ) . I n S e a rc h of P e da g o g y Vo l u m e I ; T h e
S e l e c t ed W or k s of J er o m e S . Br u n e r . C a n a d a : R o u t l e d g e .

Ieda Poernomo Sigit Sidi & Bernadette N. Setiadi. Manusia


Indonesia Abad 21 Yang Berkualitas Tinggi . Sumber:
http://duniaguru.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=378&Itemid=28 . [26 Desember 2010]

PBL-Online. Project Based Learning. Sumber: http://pbl-online.org/. [26


Desember 2010].

---oo0oo---

15

Anda mungkin juga menyukai