Anda di halaman 1dari 4

PENGGUNAAN AMLODIPIN SEBAGAI ANTIHIPERTENSI 

  

St. Layli Prasojo, S.Farm.(078115065)                

I. SASARAN TERAPI

Secara umum, yang menjadi sasaran terapi pada penyakit hipertensi adalah tekanan darah. Berdasarkan
mekanisme penurunan tekanan darah, sasaran terapi hipertensi secara khusus terbagi menjadi:

1.       Sasaran pada tubula ginjal.Anti hipertensi yang bekerja di tubula ginjal bekerja dengan cara
mendeplesi (mengosongkan) natrium tubuh dan menurunkan volume darah.

2.       Sasaran pada saraf simpatis.Pengaruh anti hipertensi pada saraf simpatis yaitu menurunkan tahanan
vaskuler perifer, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan pengumpulan vena di dalam pembuluh
darah kapasitans.

3.       Sasaran pada otot polos vaskuler.Anti hipertensi menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi
otot polos vaskular sehingga mendilatasi pembuluh darah resistans.

4.       Sasaran pada angiotensinAnti hipertensi menyakat produksi angiotensin atau menghambat ikatan
angiotensin dengan reseptornya, sehingga menyebabkan penurunan tahanan vaskular perifer dan volume
darah.

Sasaran terapi hipertensi dengan menggunakan amlodipin adalah pada otot polos vaskular. Hal ini
berdasarkan mekanisme kerja dari amlodipin, yaitu sebagai inhibitor influks kalsium (slow chanel
blocker atau antagonis ion kalsium), dan menghambat masuknya ion-ion kalsium transmembran ke dalam
jantung dan otot polos vaskular. Ion kalsium berperan dalam kontraksi otot polos. Jadi dengan
terhambatnya pemasukan ion kalsium mengakibatkan otot polos vaskuler mengalami relaksasi. Dengan
demikian menurunkan tahanan perifer dan menurunkan tekanan darah.

II.                TUJUAN TERAPI

Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga taraf yang direkomendasikan. Tekanan
darah yang disarankan oleh JNC7, yaitu :

1.       Di bawah 140/90 mmHg

2.       Untuk pasien dengan diabetes, di bawah 130/80 mmHg

3.       Untuk pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis, di bawah 130/80 mmHg (GFR < 60 ml/menit,
serum kreatinin > 1,3 mg/dL untuk wanita dan > 1,5 mg/mL untuk pria, atau albuminuria > 300 mg/hari
atau ≥ 200 mg/g kreatinin). 

III.             STRATEGI TERAPI

Terapi hipertensi dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu:

1.      Terapi non farmakologi. Terapi non farmakologi yaitu pengobatan tanpa menggunakan obat. Terapi
non farmakologi pada hipertensi lebih ditekankan pada gaya hidup. Gaya hidup yang disarankan untuk
penderita hipertensi antara lain: mengurangi asupan natrium (garam), mengurangi makan makanan
berlemak, jangan merokok, hindari minuman beralkohol, olah raga secara teratur, dan hindari aktivitas
fisik yang berat.

2.      Terapi farmakologi. Terapi farmakologi yaitu penanganan penyakit menggunakan obat. Obat-obat
yang biasa digunakan pada terapi hipertensi adalah:

a.       Diuretik. Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air, sehingga
mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel, sehingga tekanan darah menurun. Ada tiga golongan
obat diuretik, yaitu:  tiazid (cth: Hidroklortiazid), diuretik kuat (cth: furosemid), dan diuretik hemat
kalium (cth: Spironolakton).

b.       β-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol). Merupakan obat utama pada penderita hipertensi ringan
sampai moderat dengan penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja dengan menghambat
reseptor β1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di mana β1 merupakan reseptor yang
bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin.
Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang disertai dengan turunnya
tekanan darah.

c.       α-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin). Bekerja dengan menghambat reseptor α1 di pembuluh darah
sehingga terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi perifer.

d.       Penghambat Renin Angiotensin System1). Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor/ACEI (Cth:
Captopril, Enalapril)Bekerja dengan menghambat enzim peptidil dipeptidase yang mengkatalisis
pembentukan angiotensin II dan pelepasan bradikinin (suatu senyawa vasodilator). Dengan demikian,
akan  terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi
natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan TD.2). Angiotensin II Reseptor
Antagonist/AIIRA (Cth: Losartan)Bekerja dengan bertindak sebagai antagonis reseptor angiotensin II
yang terdapat di otot jantung, dinding pembuluh darah, sistem syaraf pusat, ginjal, anak ginjal, dan hepar
sehingga efek sekresi aldosteron yang disebabkan oleh angiotensin II tidak terjadi. Akibatnya akan terjadi
penurunan tekanan darah.Digunakan sebagai obat kombinasi dengan ACEI sebagai penurun TD yang
efektif, karena kerja kedua kelas obat ini saling sinergi.

e.  Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin). Bekerja dengan menghambat masuknya
kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Merupakan
antihipertensi yang dapat bekerja pula sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan obat
utama bagi penderita hipertensi yang juga penderita angina.

IV.              OBAT PILIHAN

1. Nama Generik

      Amlodipin; sebagai garam amlodipin besilat atau amlodipin asetat.

1. Nama Dagang di Indonesia

            Tensivask® (Pfizer), Norvask® (Dexa Medica), Divask® (Kalbe Farma)

1. Indikasi
            Amlodipin diindikasikan untuk pengobatan hipertensi, dapat digunakan sebagai agen tunggal
untuk mengontrol tekanan darah pada sebagian besar penderita hipertensi. Penderita hipertensi yang tidak
cukup terkontrol jika hanya menggunakan anti hipertensi tunggal akan sangat menguntungkan dengan
pemberian amlodipin yang dikombinasikan dengan diuretik thiazida, inhibitor β-adrenoreseptor, atau
inhibitor angiotensin converting enzyme. Amlodipin juga diindikasikan untuk pengobatan iskemia
myokardial, baik karena obstruksi fixed (angina stabil), maupun karena vasokonstriksi (angina varian)
dari pembuluh darah koroner. Amlodipin dapat digunankan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan
obat-obat anti angina lain, terutama pada penderita angina yang sukar disembuhkan dengan nitrat dan atau
dengan β-blocker pada dosis yang memadai.

1. Kontraindikasi

            Amlodipin dikontraindikasikan pada pasien yang sensitif terhadap dihidropiridin.    

1. Bentuk sediaan

      Amlodipin yang beredar di pasaran semuanya berada dalam bentuk sediaan tablet per oral dengan
kekuatan 5 mg dan 10 mg.  

1. Dosis dan Aturan Pakai

            Untuk hipertensi dan angina, dosis awal yang biasa digunakan adalah 5 mg satu kali sehari. Dosis
dapat ditingkatkan hingga maksimum 10 mg tergantung respon pasien secara individual dan tingkat
keparahan penyakitnya. Untuk anak-anak, pasien lemah, dan usia lanjut atau pasien dengan gangguan
fungsi hati dapat dimulai dengan dosis 2,5 mg amlodipin satu kali sehari. Dosis ini juga dapat digunakan
ketika amlodipin diberikan bersama anti hipertansi lain.

1. Efek Samping

            Efek samping pada kardiovaskular: Palpitasi; peripheral edema; syncope; takikardi, bradikardi,
dan aritmia. Pada SSP: sakit kepala, pusing, dan kelelahan.  Pada kulit: dermatitis, rash, pruritus, dan
urtikaria. Efek pada Saluran pencernaan: mual, nyeri perut, kram, dan tidak nafsu makan. Efek pada
saluran pernafasan: nafas menjadi pendek-pendek, dyspnea, dan wheezing. Efek samping lain: Flushing,
nyeri otot, dan nyeri atau inflamasi. Pada penelitian klinis dengan kontrol plasebo yang mencakup
penderita hipertensi dan angina, efek samping yang umum terjadi adalah sakit kepala, edema, lelah,
flushing, dan pusing.

1. Resiko Khusus

a.       Penggunaan pada pasien dengan kegagalan fungsi hatiWaktu paruh eliminasi amlodipin lebih
panjang pada pasien dengan kegagalan fungsi hati dan rekomendasi dosis pada pasien ini belum
ditetapkan. Sebaiknya perlu diberikan perhatian khusus penggunaan amlodipin pada penderita dengan
kegagalan fungsi hati

b.       Penggunaan pada wanita hamil dan menyusuiKeamanan penggunaan amlodipin pada wanita hamil
dan menyusui belum dibuktikan. Amlodipin tidak menunjukan toksisitas pada penelitian reproduktif pada
hewan uji selain memperpanjang parturisi (proses melahirkan) pada tikus percobaan yang diberi
amlodipin 50 kali dosis maksimum yang direkomendasikan pada manusia. Berdasarkan hal itu,
penggunaan pada wanita hamil dan menyusui hanya direkomendasikan bila tidak ada alternatif lain yang
lebih aman dan bila penyakitnya itu sendiri membawa resiko yang lebih besar terhadap ibu dan anak.

V.                 PUSTAKA         

Dipiro, J.T., 2005, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 6th edition, The McGraw-Hill  
Company, USA         

Katzung, G. dan Bertram, M., 2007, Basic and Clinical Pharmacology, 10th edition, The                          
McGraw-Hill Company, USA         

Tatro, David S., Pharm D, 2004, A to Z Drug Facts, 5th edition, 80-82, Wolters Kluwer                              
Health, Inc., U

Anda mungkin juga menyukai