Anda di halaman 1dari 5

Allah mencintai Seorang yang zuhud atas

kehidupan dunia
Ditulis oleh abukautsar di/pada 15 Maret, 2008

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda :

“Zuhudlah engkau akan kehidupan duniamu, niscaya Allah akan mencintaimu “


(Shahih Sunan Ibnu Majah, nomor: 3310).

Zuhud atas kehidupan dunia : Yaitu dengan meninggalkan kebutuhan dunia


yang tidak dibutuhkannya, walau itu harta yang halal, dan mencukupkan diri
dengan apa yang dimilikinya, bersikap wara’ dan meninggalkan harta-harta
yang syubuhat. Sikap zuhud dunia, mempunyai hakikat, dasar pijakan serta
hasilnya. Adapun hakikatnya adalah pengendalian jiwa dari kecendrungan
kepada dunia dan menjauhkan diri dari dunia sementara dirinya sanggup
untuk meraihnya. Asal zuhud sendiri adala ilmu dan cahaya yang menerangi
hati sehingga akan melapangkan dada, dan akan semakin jelas baginya bahwa
kehidupan akhirat lebih baik dan kekal. Dan kehidupan dunia jikalau
dibandingkan dengan kehidupan akhirat layaknya sebutir batu dibandingkan
dengan sekian banyak permata. Adapun buah hasil dari zuhud adalah sifat
merasa cukup –qana’ah- dari kehidupan duniawiyah dan hanya mengambil
sesuai dengan kebutuhan semata, yaitu seukuran yang dibutuhkan bagi seorang
melakukan perjalanan jauh. Sementara asal dari sifat zuhud adalah cahaya
ma’rifah, sedangkan buahnya adalah kerinduan kepada-Nya dan akan nampak
dalam prilaku anggota tubuhnya dalam menahan diri –dari mencari kehidupan
duniawiyah – kecuali sebatas yang dibutuhkan.

Dan zuhud sendiri terbagi atas beberapa tingkatan :

Pertama : Melatih jiwa untuk berlaku zuhud sementara jiwanya cenderung


kepada kehidupan duniawiyah, namun dia berusaha untuk mengatasinya. Dan
ini adalah upaya untuk meraih sifat zuhud bukan zuhud itu sendiri. Akan tetapi
permulaan dari sifat zuhud adalah dengan mengupayakan berlaku zuhud.

Kedua : Jiwanya menjauh dari kehidupan dunia dan tidak ada kecendrungan
sama sekali kepada dunia, karena dia mengehui bahwa enyatukan antara
kehidupan dunia dan kenikmatan akhirat suatu yang tidak mungkin, maka
jiwanya rela menunggalkan dunia, sebagaimana jiwanya rela melepas sebutir
dirham untuk membeli permata. Walau uang dirham itu sangat dicintainya,
inilah hakkat dari zuhud.
Ketiga : Jiwanya tidak ada kecendrungan kepada kehidupan duniawiyah dan
tidak juga menjauhinya, melainkan kedua hal tersbeut bagi dirinya sama saja.
Harta benda bagi dirinya bagaikan air, simpanan Allah baginya laksana lautan.
Hatinya sama sekali tidak terpetik kepada hal tersebut, karena senang atau
menjauhkan diri darinya. Dan inilah yang paling sempurna, karena seseorang
yangmembenci sesuatu sementara hatinya tetap tersibukkan kepada sesuaut
tersebut, bagai seseorang yang mencintainya.

Alah ta’ala telah mencela kehidupan dunia dan memerintahkan untuk


berlaku zuhud akan kehidupan duniawiyah tersebut didalam banyak ayat. Dan
sebagian besar ayat-ayat al-Qur’an berisikan tentang celaan kepada dunia dan
anjuran untuk berlaku zuhud akan dunia, mengajak seluruh makhluk untuk
berpaling dari dunia dan mendorong dan mengajak mereka kepada kehidupan
akhirat.

Allah ta’ala berfirman :

“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada apa yang diingini,
yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang.Itulah kesenangan hidup didunia; dan disisi
Allahlah tempat kembali yang baik ( surga ) (14) Katakanlah :” Inginkah aku kabarkan
kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang
bertaqwa ( kepada Allah ) pada sisi Rabb mereka ada surga yang mengalir dibawahnya
sungai-sungai mereka kekal didalamnya . Dan ( mereka dikaruniai ) istri-istri yang
disucikan serta keridhaan Allah Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”
(Surat Ali Imran: 14-15).

Dan firman Allah Ta’ala :

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
(Surat al-‘Ankabuut : 64).

Ayat ini adalah anjuran dari Allah ta’ala untuk berlaku zuhud akan kehidupan
dunia, mendiskreditkan dan meremehkan segala bentuk kehidupan dunia dan
dorongan untuk mendapatkan tempat kembalian yang baik menuju kepada
Allah ta’ala diakhirat yang merupakan kehidupan yang abadi yang hak yang
tidak akan sirna dan tidak ada akhir, melainkan kehidupan yang berlanjut terus
menerus dan kekal selamanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan dalam banyak


hadits untuk berlaku zuhud terhadap kehidupan dunia, dikarenakan kehidupan
dunia, sebagaimana yang disabdakan oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“ Sekiranya kehidupan dunia ini disisi Allah sebanding dengan salah satu sayap
lalat, maka Allah tidak akan menuangkan walau seteguk minuman kepada seorang kafir
“ (Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1889).

Dan bersabda Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“ Berlakukah engkau didalam kehidupan duniamu layaknya seorang asing atau seorang
musafir dalam perjalananya “ (Diriwayatkan oleh al-Bukhari didalam Kitab ar-Riqaaq,
bab. Qaul an-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Kun fiid-dunya kaannaka gharibun
… “)

Dan pada riwayat lainnya, beliau menambahkan :

“ Dan masukkanlah dirimu sebagai salah seorang penghuni kubur “ (Shahih


Sunan at-Tirmidzi no. 1902).

Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk senantias


cenderung kepada kehidupan akhirat, karena kehidupan akhirat tersebut adalah
kampung yang kekal, sementara kehidupan duniawiyah jika dibandingkan
dengna kehidupan akhirat, hanya sebagaimana yang disabdakan oleh beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“ Demi Allah, kehidupan dunia jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat hanya
seumpama jika seseorang diantara kalian memasukkan ujung jari telunjuknya kedalam
lautan, maka perhatikanlah tetesan yang kembali kedalam lautan tersebut
“ (Diriwayatkan oleh Muslim didalam kitab al-Jannah, bab. Fanaa’u ad-Dunya wa
bayaan al-Hasyr yaum al-Qiyamah).

Maka kehidupan dunia jika dibandingkan dengna kehiduoan akhirat, dengan


masa kehidupan dunia yang sangat ringkas dan keledzatannya yang akan sirna
sementara keabadian kehidupan akhirat dengan segala keledzatan serta
kenikmatannya hanyalah seumpama setetes air yang menetes dari jari telunjuk
dihadapan lautan yang luas.

Demikianlah kehidupan yang dijalani oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa


sallam , beliau bersabda :

“ Sekiranya saya mempunyai emas sebesar gunung Uhud, saya tidak akan merasa
senang kecuali jika emas tersebut berada selama tiga hari ditangan saya, kecuali sedikit
dari emas tersebut yang saya pergunakan untuk melunasi hutang “ (Diriwayatkan oleh
al-Bukhari didalam Kitab ar-Riqaaq, bab. Qaul an-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “
Maa Yasuruni anna ‘indi mitslu Uhud hadzaa Dzahaban “).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menempati derajat tertinggi pada sifat
zuhud akan segala bentuk kehidupan dunia, dimana beliau tidak menyukai ada
sesuatu dari harta benda dunia tersisa ditangan beliau kecuali untuk diinfakkan
kepada yang berhak atau dipergunakan untuk menutupi hak seseorang, ataukah
memenuhi kebutuhan bagi yang menerima harta dari beliau tersebut. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Untuk apakah kehidupan dunia ini bagiku. Bagi saya kehidupan dunia ini
laksana seorang pengendara yangbernaung dibawah sebuah pohon, lalu kmeudian
beranjak pergi meningalkannya “ (Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1936).

Dan pada sebuah hadist disebutkan :

“ Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disaat beliau wafat


meninggalkan satu dirhampun juga dan tidak pula satu dinar, tidak seorang hamba
sahaya laki-laki atau wanita, dan tidak kecuali al-Baidha’ – keledai putih tunggangan
beliau – dan senjata beliau, dan sebidang tanah yang beliau sedekahkan “ (Diriwayatkan
oleh al-Bukhari didalam Kitab al-Washaya, bab. Al-Washaya).

Mengutamakan kehidupan dunia atas kehidupan akhirat, bisa


dikarenakan kerusakan iman, atau karena kerusakan akal pemikiran. Dan
keduanya itu sangat banyak terjadi. Olehnya itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menempatkan dunia dibelakang punggung beliau demikian halnya para
shahabat, mereka berpaling dari kehidupan duna mencampakkannya, hati
mereka sama sekali tidak terikat dengan dunia, mereka meninggalkan dunia dan
sama sekali tidak cenderung kepada dunia. Dan mereka menganggap dunia
sebagai penjara bukan suatu taman yang indah. Oleh karena itulah mereka
berlaku zuhud dengan zuhud yang sebenarnya … Dan mereka mengetahui
bahwa kehidupan dunia adalah tempat berlalu dan sebatas persinggahan,
bukanlah kampung yang abadi dan kekal selamanya. Dan sesungguhnya dunia
adalah kampung pelintasan bukan kampung untuk bersenang ria.
Sesungguhnya kampung dunia adalah sebatas musim yang akan beralih dengan
segera dan hanya sebuah impian yang belum lagi puas bekunjung namun telah
dipersilahkan untuk pergi.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Kehidupan dunia adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi seorang
kafir “ (Diriwayatkan oleh Muslim didalam Kitab az-Zuhud).

Setiap mukmin akan terpenjara dan terhalangi didalam kehidupoan dunia ini,
terpenjara dari segala bentuk syahwat yang haram dan yang makruh. Dan
terbebani untuk melaksanakan segala amal-amal ketaatan. Apabila hamba yang
mukmin ini meninggal duni, maka dia telah beristirahat dari semua ini dan akan
berpaling menuju kepada semua yang telah Allah ta’ala janjikan baginya, berupa
kenikmatan yang abadi, ketenagan yang tidak ada sedikitpun kekurangan.

Seorang yang zuhud didalam kehidupan dunianya, adalah seseorang yang


mengetahui bahwa Allah ‘azza wajalla telah menghinakan kehidupan dunia ini,
dan Dia sama sekali tidak merelakan dunia bagi setiap wali-Nya. Dan kehidupan
dunia disisi-Nya adalah suatu yang rendah dan sedikit. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah berlaku zuhud pada kehidupan dunia dan
memperingatkan smeua shahabat beliau dari fitnah dunia. Beliau telah
menyaksikan kehidupan dunia ini dan demikian cepatnya kehidupan dunia ini
sirna dan sebuah kehidupan yang fana, yang akan menyusut dan berkurang dan
segala kejelekannya. Dan juga keserakahan terhadap dunia, dan sikap loba
kepada kehidupan dunia. Yang sebenarnya kehidupan dunia hanyalah suatu
yang sampai sebatas kerongkongan semata, suatu yang tidak akan sempurna
dan sangat sedikit hasilnya lalu akhir dari semuanya itu adalah kebinasaan dan
menjadi terputus dan yang tersisa hanyalah kerugian dan penyesalan . Dan
beliau juga telah menyaksikan kehidupan akhirat, dan betapa beliau cenderung
dan menghampiri kehidupan akhirat sebagai suatu yang mesti, kesinambungan
dan keabadiaan kehidupan akhirat. Dan memuliakannya dengan segala
kebaikan dan kegembiraan yang ada pada kehidupan akhirat dan perbedaan
yang mencolok antara kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. Dan apabila
mayoritas ummat manusia tidak dapat meninggalkan manfaat yang diawalkan
yang disegerakan dikehidupan duia ini dan keledzatan yang telah ada
dihadapannya menuju kehidupan akhirat yang diakhirkan dan keledzatannya
yang tersmebunyi dan dinanti-nanti. Maka seorang yang zuhud didalam
kehidupan dunia sunguh telah nampak baginya keutamaan yang diakhirkan
keberadaannya daripada yang disegerakan, dan akan kuat kehendak hatinya
untuk meraih yang lebih tinggi dan yang lebih utama.

Maka seorang mukmin yang mencintai Allah adalah seseorang yang tidak
condong kepadakehidupan dunia dan tidak menjadikan kehidupan dunia
sebagai tempat pijakan dia, dan tidak membiarkan dirinya tersirat untuk
berlama-lama tinggal dikehidupan dunia, tidak memfokuskan dirinya untuk
ekhidupan dunia, bergantung kepada kehidupan dunia kecuali seperti seorang
pengembara asing yang berada di negeri orang lain. Dan mukmin tersebut tidak
menyibukkan dirinya dengan kehidupan dunia , bagai seorang pengembara
asing yang tidak menghendaki pengembaraannya berlanjut menuju keluarga
dan negerinya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai