Y Y
Y Y
Y Y
? Y
Y
Y Y
Y Y?
? Y
Betapa tidak adilnya manusia jika kita serakah dan tidak mempedulikan
hewan dan tumbuhan di sekitar kita. Padahal Tuhan menciptakan manusia
sebagai pemimpin yang semestinya bukan hanya mampu memanfaatkan alam,
melainkan juga harus mampu melindungi mereka dan menjaganya dari
kepunahan. Lagi pula setiap makhluk hidup memiliki hak yang sama untuk
melangsungkan kehidupannya dan juga keturunannya.
Di antara hewan yang telah punah dan tida k bisa kita temui lagi di muka
bumi adalah sebagai berikut.
(sumber: wikipedia)
2. Dodo(Raphus cucullatus)
Dodo adalah sejenis unggas yang bergerak lamban dan cukup jinak.
Sifat ini tidak baik untuk bertahan hidup di alam bebas. Binatang ini
diperkirakan mempunyai tinggi sekitar 70 cm dan lebar yang hampir sama dari
paruh sampai ekornya. Dodo adalah jenis burung yang tidak dapat terbang.
Oleh karena itu, ia meletakkan telurnya di tanah. Tak heran bila telurnya
banyak dimakan hewan lain. Dalam waktu 70 tahun setelah orang Eropa
pertama kali menginjakkan kaki di Mauritius, Dodo diperkirakan punah di tahun
1693.
1. Badak Sumatra
2. Paus Abu-Abu
3. Serigala Merah
Anda pernah menonton film animasi Ice Age? Film ini menceritakan
kehidupan unik sejumlah satwa pada zaman es, zaman dimana hampir seluruh
permukaan bumi ditutupi es. Nah , percaya atau tidak, hewan bernama serigala
merah (Canis lupus rufus) ini adalah salah satu hewan "Ice Age" yang masih
hidup hingga kini. Para ilmuwan mengestimasi hanya ada 100 serigala merah
di alam liar Carolina Utara, Amerika Serikat, dan sekitar 150 ekor di beberapa
fasilitas penangkaran.
4. Harimau Siberia
Harimau Siberia atau disebut juga harimau amur (Panthera tigris altaica)
adalah spesies harimau yang pernah tinggal di wilayah Cina, Semenanjung
Korea, dan Mongolia. Namun, kini hewan tersebut han ya bisa bebas
berkeliaran di Rusia, di wilayah perlindungan kawasan Amur -Ussuri. Sejumlah
ahli meyakini masih terdapat 350 hingga 450 hewan ini di alam liar.
Akibat ulah manusia yang terus membabat alam liar tanpa henti,
musang berkaki hitam (Mustela nigripes) hampir punah dari muka bumi. Hewan
asli Amerika Utara ini kini dinyatakan sebagai mamalia paling terancam punah
di kontinen AS. Hewan malam hari atau nokturnal ini memburu hewan
pengerat, prairie dog sebagai makanan utama. Sei ring menurunnya jumlah
populasi hewan buruannya, jumlah musang berkaki hitam ini juga ikut
berkurang.
6. Buaya Filipina
7. Gorila Gunung
8. Hiu Gangga
9. Orangutan Sumatra
Satu lagi hewan terancam punah dari Tanah Air, Orangutan Sumatra
(Pongo abelii). Primata langka bertubuh lebih kecil dari dua spesies oranguta n
yang lain ini adalah pemakan buah -buahan dan serangga. Seperti biasa,
penyebab berkurangnya jumlah mereka adalah habitat yang hancur dan
perburuan liar. Orangutan ini termasuk salah satu hewan yang memiliki
kemampuan reproduksi rendah. Pongo abelli betin a hanya mampu melahirkan
tiga anak selama masa hidupnya.
Y Y
Y Y
Y ? Y
Y
1 Alap-alap putih, alap - Accipiter novaehollandiae Maluku, Irian
alap tikus
2 Babirusa Babyrousa babyrussa Sulawesi
3 Badak Jawa, Badak Rhinoceros sondaicus, Jawa, Sumatera
Sumatera rhinoceros sumatrensis
4 Bajing tanah, tupai Larisous Insignis Jawa, Sumatera,
tanah Kalimantan, Sulawesi
5 Bangau Hitam, Ciconia epicopus Jawa, Sumatera,
Sandang Lawe Kalimantan, Sulawesi
6 Banteng Bos Sondaicus Kalimantan
7 Bayan Larius rorattus Maluku, Irian
8 Beo Jenis Nias Gracula robustus Pulau Nias
9 Beruang Madu Helacctus Malayanus Sumatera,
Kalimantan
10 Komodo Faranus komodoensis Flores, Rinca, P.
Komodo
11 Binatang hantu, Tarsius Jawa, Sumatera,
kukang Kalimantan, Sulawesi
12 Blawok, walangkadak Ibis cincerius Jawa, Sumatera
13 Burung alap-alap, Acciptridae Jawa, Sulawesi,
Elang Kalimantan,
Sulawesi, Irian
14 Cendrawasih Paradiseidae Ambon, Seram, Irian
15 Burung Dara Laut Sternidae laridae Jawa, Sumatera,
Sulawesi, Irian
16 Burung dara, burung Jenis Goura Irian
titi, mambruk
17 Burung Gaok, Burung Pittidae Jawa, Sumatera,
Cacing Kalimantan,
Sulawesi, Maluku
18 Burung Gosong Megapodius Reindt Wardtii
19 Burung Kipas Rhipidura Javanica Jawa, Sumatera,
Kalimantan
20 Burung Kipas Biru Muscicappa Ruecki Sumatera
21 Burung Madu, Nectariniiae Jawa, Sumatera,
Jantingan, Kleces Kalimantan
22 Burung Maleo Megacephalon maleo Sulawesi
Burung Merak Pavo Muticus Jawa
Burung Sesap Meliphagidae Sulawesi, Nusa
Tenggara, Irian
Burung Udang Alcedinidae Sumatera,
Kalimantan
Bajing terbang Petaurista elegans Jawa, Sumatera,
Kalimantan
Gajah Elephas maximus Sumatera,
Kalimantan
Gangsa batu Sula leucogaster Irian
Gangsa laut Pelecanidae Jawa, Sumatera,
Maluku, Irian
Harimau Dahan Neofelis Nebulosa Sumatera,
Kalimantan
Ibis hitam, roko-roko Plegadis falcinellus Kep. Indonesia
Ibis Putih, pelatuk besi Threskiornis aethiopica Kep. Indonesia
Ikan Duyung Dugong Perairan Indonesia
Itik Liar Cairina scutulata Jawa, Sumatera,
Kalimantan
Jalak Bali Leucopsar rotschildii Bali
Enggang, Rangkong Bucerotidae Kep. Indonesia
Junai, Burung Mas , Caloenas nicobarica Irian
Minata
Kancil, pelanduk, Jenis-jenis tragulus Jawa, Sumatera,
napu Kalimantan
Kahau Nasalis larvatus Kalimantan
Kakaktua Jambul Cacatua galerita Aru, Irian
kuning
Kakaktua raja, probosciger aterrimus Aru, Irian
Kakaktua hitam
Kambing hutan Nemorhaedus sumatrensis Sumatera
Kangguru pohon Dorcopsis mulleri Irian
Kasuari Casuarius casuarius Seram, Aru, Irian
Kasumba, Suruku, Trogonidae Jawa, Sumatera,
Burung Luntur Kalimantan
Kelinci liar Nesolagus Netchen Sumatera
Kidang, Muncak Muntiacus muntjak Jawa, Bali,
Kalimantan, Lombok
Koak Merah Nycticorax caledonicus Irian
Kuau Argusianus argus Sumatera,
Kalimantan
Kubung Cybocephalus variegatus Jawa, Sumatera,
Kalimantan
Kucing hutan, Felis bengalensis Sumatera, Jawa,
congkok Bali, Kalimantan
Kuntul, Bangau Putih Jenis Egretta dan bubulcus Kep. Indonesia
ibis
Kuwuk Felis Marmorata Sumatera,
Kalimantan
Landak semut Proechidna Bruijnii Irian
Lelarang Ratufa bicolor Jawa, Sumatera, Aru,
Bali
Lumba-lumba air laut Dolpin Kalimantan
Lumba-lumba air Orcella fluminalis Kalimantan
tawar
Harimau loreng Panthera tigris sumatrensis Sumatera
Macan Kumbang Panthera pardus Jawa
Malu-malu Nycticebus coucang Jawa, Sumatera,
Kalimantan
Mandar Aramidopsis plateni Sulawesi
Menjangan, Rusa, Jenis cervus Kep. Indonesia
Sambar
Marabu, Bangau Leptoptilos javanicus Jawa, Sumatera,
Tontong Kalimantan, Sulawesi
Monyet hitam Cynopithecus niger Sulawesi
Sulawesi
Musang Air Cynogale bennettii Sumatera,
Kalimantan
Nuri Merah kepala Larius rorattus Maluku, Aru, Irian
hitam
Orang Utan, Mawas Pongo-pygmeus Sumatera,
Kalimantan
Owa, Kera tak Hylobatidae Jawa, Sumatera,
berbuntut Kalimantan
Pecuk Ular Anghinga sp Kep. Indonesia
Rusa Bawean Axis kuhli Bawean
Sapi hutan, Anoa Anoa depressiocornis sp Sulawesi
Simpai Mentawai Simias Concolor Mentawai
Soa-soa, Biawak Hydrosaurus amboinenzis Sulawesi, Maluku,
Ambon Irian
Tapir, Cipan, Tenuk Tapirus Indicus Sumatera
Trenggiling, Peusing Manis javanicus Jawa, Sumatera,
Kalimantan
Wili-wili, Bebek laut Esacus Magnirostris Lautan India, Pasifik
(Y c Y?
? Y
Y
Y
Y Y
Y Y
Y ? Y
1 Babirusa Babyrousa babyrussa Sulawesi
2 Badak Jawa, Badak Rhinoceros sondaicus, Jawa, Sumatera
Sumatera rhinoceros sumatrensis
3 Bajing tanah, tupai Larisous Insignis Jawa, Sumatera,
tanah Kalimantan, Sulawesi
4 Banteng Bos Sondaicus Kalimantan
5 Beruang Madu Helacctus Malayanus Sumatera,
Kalimantan
6 Binatang hantu, Tarsius Jawa, Sumatera,
kukang Kalimantan, Sulawesi
7 Bajing terbang Petaurista elegans Jawa, Sumatera,
Kalimantan
8. Gajah Elephas maximus Sumatera,
Kalimantan
9. Harimau Dahan Neofelis Nebulosa Sumatera,
Kalimantan
10. Kancil, pelanduk, Jenis-jenis tragulus Jawa, Sumatera,
napu Kalimantan
Kahau Nasalis larvatus Kalimantan
Kambing hutan Nemorhaedus sumatrensis Sumatera
Kangguru pohon Dendrolagus pulcherrimus Irian
Kelinci liar Nesolagus Netchen Sumatera
Kidang, Muncak Muntiacus muntjak Jawa, Bali,
Kalimantan, Lombok
Kubung Cynocephalus variegatus Jawa, Sumatera,
Kalimantan
Kucing hutan, Felis bengalensis Sumatera, Jawa,
congkok Bali, Kalimantan
Kuwuk Felis Marmorata Sumatera,
Kalimantan
Landak semut Proechidna Bruijnii Irian
Lelarang Ratufa bicolor Jawa, Sumatera, Aru,
Bali
Harimau loreng Panthera tigris sumatrensis Sumatera
Macan Kumbang Panthera pardus Jawa
Malu-malu Nycticebus coucang Jawa, Sumatera,
Kalimantan
Menjangan, Rusa, Jenis cervus Kep. Indonesia
Sambar
Monyet hitam Cynopithecus niger Sulawesi
Sulawesi
Musang Air Cynogale bennettii Sumatera,
Kalimantan
Orang Utan, Mawas Pongo-pygmeus Sumatera,
Kalimantan
Owa, Kera tak Hylobatidae Jawa, Sumatera,
berbuntut Kalimantan
Rusa Bawean Axis kuhli Bawean
Sapi hutan, Anoa Anoa depressiocornis sp Sulawesi
Simpai Mentawai Simias Concolor Mentawai
Tapir, Cipan, Tenuk Tapirus Indicus Sumatera
Trenggiling, Peusing Manis javanicus Jawa, Sumatera,
Kalimantan
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Primata
Upaordo : Haplorrhini
Infraordo : Tarsiiformes
Famili : Tarsiidae
Genus : Tarsius
Hanya Melayang
Begitupun, tupai terbang sesungguhnya bukanlah benar -benar
terbang. Lebih tepat jika disebut sebagai tupai pelayang (gliding
squirrel). Namun ³apalah arti sebuah nama«´ yang jelas tupai dari
keluarga Sciuridae ini bisa melayang di udara.
Rahasia kemampuan melayang hewan ini adalah lapisan kulit tipis
yang bisa mengembang dan dilipat (mirip sayap kelelawar). Sayap
³glider´ ini disokong dengan anatomi tubuh dan struktur tulang si
tupai yang ringan namun kuat.
Lahir sebagai hewan yang amat lemah, buta dan tanpa bulu, ia
menghabiskan beberapa masa bayinya di dalam lubang -lubang
pohon sebagai sarang yang disediakan induknya. Biasanya satu
indukan bisa melahirkan dua atau tiga anak.
Menginjak usia enam minggu, tupai terbang muda akan mulai
melakukan ³penerbangan´ pertamanya. Ia keluar dari lubang pohon
dan mencari pijakan yang mantap dari ketinggian pepohonan,
mencoba-coba mengembangkan parasutnya. Setelah ³pemansan´
yang cukup ia akan melompat dan melayang sendirian. Jika sudah
pernah melayang sekali saja, tupai -tuipai muda akan mulai
bertualang. Mecoba melayang lagi dan lagi« hingga ia dewasa.
Cukup mudah untuk mengenali si tupai terbang yang banyak
mendiami hutan-hutan Asia bagian selatan ini. Tubuhnya berukuran
rata-rata 20 cm plus 15 cm bagian ekor. Tetapi ada beberapa
spesies yang lebih besar dari ini, seperti tupai -tupai terbang Asia
yang bisa mencapai panjang 1,2 meter. Berat rata -rata tupai-tupai
terbang ini antara 22 gram ± 2,5 kg.
Tupai ini punya mata membulat yang besar dan cakar tajam di ujung
jemarinya. Ciri khasnya: lapisan kulit ³berlipat´ di sisi kiri dan kanan
di antara kaki depan dan belakangnya.
Ada 43 spesiesnya yang tersebar di hampir semua belahan dunia.
Yang menjadi tokoh utama kita kali ini adalah tupai terbang biasa
yang menyandang nama latin Glaucomys sabrinus. Tetapi dalam
identifikasi ilmiah, yang paling besar di kelompok hewan yang mahir
memanjat pohon ini adalah tupai terbang berbulu lebat ± woolly flying
squirrel (Eupetaurus cinereus). Ada juga yang menjadi hewan asli
teritori tertentu seperti spesies Glaucomys sabrinus dan Galucomys
volans sebagai penghuni asli Amerika Utara, dan tupai terbang
Siberia (Pteromys volans) yang ³penduduk asli´ Eropa wilayah Utara.
Nokturnal
Hewan pengerat yang suka bersuara ribut ini punya banyak ragam
warna. Umumnya paduan bulu coklat dan abu -abu. Tetapi ada varian
lain yakni abu-abu melulu atau bulu merah kecoklatan di bagian atas
dan putih kotor atau krim cerah di bagian bawahnya . Warna-warna
ini mungkin menjadi bagian dari sistem pertahanan dan kamuflase
(penyamaran) di alam liar.
Mengandalkan sumber makanan berupa berbagai jenis tanaman,
biji-bijian, kacang-kacangan, dedaunan, ranting muda, pucuk
tanaman, bunga dan akar-akaran. Atau menyelingi menu hariannya
dengan aneka serangga, telur, cacing, burung -burung kecil, dan
hewan lain yang ukuran tubuhnya kecil. Sesekali juga, tupai terbang
akan menyeret bangkai. Jadilah ia hewan omnivora (pemakan
segala), paduan herbivora dan karni vora.
Namun berbeda dengan bangsa tupai lain yang beraktivitas di sianbg
hari. Spesies tupai-tupai terbang adalah hewan malam (nokturnal). Ia
akan menunggu gelap menjelang untuk melakukan perburuan,
mencari makan, dan mengisi hari-harinya. Sementara di siang hari ia
suka tidur di sarangnya. Lubang-lubang pohon yang gelap, hangat,
dan nyaman. Karena itulah sejak lama para penjelajah hutan jarang
melihat tupai terbang di siang hari.
Indera dan semua sensor hewan ini sangat peka dikegelapan.
Dengan sistem ³navigasi´ dan ³penginderaan malam´ ia melayang
dari satu pohon ke pohon lain. Sifat ini membuat para ahli
menggolongkannya sebagai hewan nokturnal arboreal. Artinya
hewan malam yang menghabiskan waktunya di ketinggian
pepohonan dan jarang turun ke darat.
Walau bergerak di malam hari, tupai -tupai terbang punya musuh
yang juga tergolong hewan nokturnal. Di dalam gelap, perjuangan
untuk bertahan hidup dilakukan. Menghindari jenis predator alaminya
seperti ular arboreal, rakun, burung hantu, cayote, rubah, weasel,
burung malam, bahkan kucing rumahan.
Jika nasibnya baik, tupai-tupai terbang mampu bertahan hidup
sampai usia 15 tahun. Di Indonesia, tupai -tupai terbang tersebar di
hampir semua pulau-pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan Jawa. Tetapi t ak pernah ditemukan di Papua. Di
negeri ini ia punya nama khusus yaitu ³bajing loncat´ atau ³bajing
terbang´.
Bahkan di Kalimantan, ada bajing terbang ada yang berukuran
³raksasa´ sampai 1,3 meter. Dialah tupai terbang merah raksasa
(Petaurista petaurista) yang mampu meluncur dan melayang sejauh
450 meter di kegelapan malam! (berbagai sumber)
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
Famili : Felidae
Subfamili : Pantherinae
Genus : Neofelis
Macan dahan adalah hewan nokturna l yang aktif berburu di malam hari.
Hewan ini banyak menghabiskan waktunya di atas pohon dan dapat
bergerak dengan lincah di antara pepohonan.Mangsa macan dahan
terdiri dari aneka satwa liar berbagai ukuran seperti kera, ular, mamalia
kecil, burung, rusa dan bekantan. Macan fahan menggunakan lidahnya
untuk membersihkan bulu-bulu sebelum memakan mangsanya.
Pengelompokan
Berasal dari Ordo Primate, kukang menempati Sub Ordo Prosimian
dan Family Lorisidae. Terdapat sedikitnya tiga sp esies di Asia, yaitu
slow loris (Nycticebus coucang), pygmy loris (Nycticebus pygmaeus)
dan slender loris (Loris tardigardus).
Empat sub spesies dari slow loris yang ada, antara lain Nycticebus
coucang bengalensis yang terdapat di Assam, Myanmar, Thailand
dan Indo-Cina. Secara morfologi, berukuran besar dengan berat
2000g dan berwarna cerah. Nycticebus coucang, tersebar di
Malaysia, Sumatera, Thailand bagian Selatan, sebelah Utara
Kepulauan Natuna. Berukuran lebih kecil daripada Nycticebus
coucang bengalensis, berwarna coklat terang dengan bagian dahi
yang lebih gelap. Ketiga, Nycticebus coucang menagensis yang
dapat dijumpai di daerah Borneo, Bangka dengan ukuran tubuh
relative lebih kecil jika dibandingkan dengan Nycticebus coucang
coucang. Terakhir, Nycticebus coucang javanicus, sesuai dengan
namanya penyebarannya di Pulau Jawa. Ukuran tubuhnya lebih
besar daripada sub spesies lainnya, dengan corak yang tebal pada
bagian dorsal (punggung) yang menjadikan perbedaan yang cukup
mencolok.
Di Indonesia belum ditemui adanya skema pasti mengenai
keberadaan dan distribusi satwa ini. Penduduk lokal bahkan kerap
kali keliru menganalogikannya dengan kus -kus. Hal ini dikarenakan
keterbatasan dalam penyampaian informasi.
Perilaku
Kukang terkenal dengan kehidupan mala mnya (nocturnal) dan
memakan beberapa buah-buahan dan sayuran, juga beberapa
insecta, ma- mmalia kecil dan bahkan burung. Umumnya mereka
meraih makanan de- ngan salah satu tangan lalu memasukkannya
ke dalam mulut. Berbeda halnya dengan minum, cara yang dil akukan
pun cukup unik. Mereka tidak minum langsung dari sumbernya tetapi
mereka membasahi ta- ngannya dan menjiltinya.
kukang1Layaknya hewan-hewan nocturnal lainnya, pada siang hari
kukang beristirahat atau tidur pada cabang -cabang pohon. Bahkan
ada yang membenamkan diri ke dalam tumpukan serasah tetapi hal
ini sangat jarang ditemui. Satu yang unik dari kebiasaan tidur kukang
yaitu posisi dimana mereka akan menggulungkan badan, kepala
diletakkan diantara kedua lutut/ekstrimitasnya.
Ketika malam hari tiba, kukang mulai melakkukan aktivitasnya.
Mereka bergerak dengan menggunakan 4 anggota tubuhnya,
pergerakan seperti ini disebut dengan quadropedal ke segala arah
baik itu peregrakan vertical ataupun horizontal (climbing). Pada
hewan-hewan yang hidup di penangka ran, mereka bergerak
memanjat dan mengitari kandang disebut denan aksplorasi. Tak jauh
berbeda dengan kehidupannya di alam, kukang yang hidup di
penangkaran pun menciumi segala sesuatu / objek yang ditemuinya
serta melakukan penandaan / marking dengan urin e.
Berdasarkan rekaman hasil penelitian di lapangan,diketahui bahwa
kukang hidup secara soliter, walaupun di beebrapa saat ditemui
adanya interaksi namun tidak lebih sebatas fase tahapan reproduksi.
Masa estrus pada kukang berkisar antara 30-40 hari. Pada hewan
betina, jika memasuki masa estrus maka akan lebih sering
mengeluarkan suara / vokalisasi berupa siulan. Selain itu, terjadi
pembengkakan pada area genitalianya. Jika jantan men dengarkan
dan tertarik akan siulan betina, maka jantan kemudian mendekati
betina dan me- ngadakan kopulasi. Masa kehamilan atau gestation
periode selama 176 sampai 198 hari atau kurang lebih selama 6
bulan.
vY Y Y Ê Y
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Coraciiformes
Upaordo : Alcedines
Famili : Alcedinidae
Halcyonidae
Cerylidae
ÒY YÊ
Y
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Genus : Argusianus
Kuau adalah unggas yang tergabung dalam marga Argusianus.
Terdapat dua jenis kuau: kuau raja (Argusianus argus) dan kuau
bergaris ganda (Argusianus bipunctatus) . Keduanya berasal dari
Kepulauan Nusantara. Kuau bergaris ganda tidak pernah ditemukan
di alam, deskripsinya didasarkan pada sejumlah bulu yang dikirim ke
London dan dipertelakan pada tahun 1871. IUCN memasukkannya
dalam status punah.
Selain untuk Argusianus, nama kuau juga diberikan pada kuau kerdil
Malaya (Polyplectron malacense).
Burung Kuau ~ Adalah salah satu burung Langka di Propinsi Jambi,
Namun burung tersebuat bukan berada di jambi saja melainkin di
Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.
Burung yang sangat indah dan mempesona, umumnya dijumpai di
hutan primer kering. Mereka jarang dijumpai di hutan sekunder dan
bekas tebangan sampai ketinggian 1.300 meter dpl. Kalau di daerah
jambi biasa di jumpai di daerah bagian barat yaitu Kabaupaten
Kerinci, Merangin, dan Sarolangun.
Suara burung ini sangat lantang sehingga dapat terdengar dari
kejauhan lebih dari satu mil. Suara yang jantan dapat dibedakan
karena mempunyai interval pengulangan yang pendek. Sedangkan
yang betina suaranya mempunyai pengulangan deng an interval
semakin cepat dan yang terakhir suaranya panjang sekali. Burung ini
mempunyai suara tanda bahaya yang cirinya pendek, tajam dan
merupakan alunan yang parau.
Burung ini hidup dari biji -bijian dan binatang kecil di tanah, misalnya
serangga dan cacing.
Seorang peneliti di Sumatera Barat berhasil membuat terobosan
baru dalam mendeteksi gejala awal gempa bumi, yang juga
menggunakan prilaku binatang, yakni melalui 'burung kuau' yang
hidup di hutan-hutan belantara.
Koordinator Pusat Pengendalian Operas i Bencana Sumbar Ade
Edwar mengatakan, meskipun belum ada penelitian tentang hewan
yang mampu mendeteksi gempa, namun 'burung Kuau' diyakini
memiliki insting, mengetahui kapan gempa terjadi.
Burung yang tergabung dalam jenis Argusianus dikabarkan mampu
menditeksi gempa besar akan terjadi satu hingga dua hari sebelum
terjadi gempa.
Y ) Y c
Y
Kerajaan :Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Coraciiformes
Famili : Bucerotidae
Genus : Buceros
Spesies : B. rhinoceros
Burung Enggang atau Burung Rangkong (bahasa Inggris: Hornbill)
adalah sejenis burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk sapi
tetapi tanpa lingkaran. Biasanya paruhnya itu berwarna terang.
Nama ilmiahnya ³Buceros´ merujuk pada bentuk paruh, dan memiliki
arti ³tanduk sapi´ dalam Bahasa Yunani.
Enggang (Allo, Ruai/Arue sebutan bagi orang dayak) adalah jenis
burung yang ada di pulau Borneo. Burung enggang memiliki ukuran
tubuh cukup besar, yaitu sekitar 100 cm. Ada sekitar 8 jenis burung
enggang dengan warna tubuh perpaduan antara hitam dan putih,
sedangkan warna paruhnya merupakan perpaduan warna kuning,
jingga dan merah. Ciri khas dari burung ini adalah adanya cula paruh
(casque) yang tumbuh di atas paruhnya. Burung yang makanannya
buah ara ini mempunyai tingkah laku bersarang yang khusus.
Burung enggang mempunyai kebiasaan hidup berpasang -pasangan
dan cara bertelurnya merupakan suatu daya tarik tersendiri.Pada
awal masa bertelur burung jantan membuat lubang yang terletak
tinggi pada batang pohon untuk tempa t bersarang dan bertelurnya
burung betina.kemudian burung jantan memberi makan burung
betinanya melalui sebuah lubang kecil selama masa inkubasi, dan
berlanjut sampai anak mereka tumbuh menjadi burung muda.
Burung Enggang tergolong dalam kelompok Bucerotid ae yang
termasuk 57 spesies. Sembilan spesies daripadanya berasal
endemik di bagian selatan Afrika. Makanannya terutama buah -
buahan juga kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis
serangga.
Ketika waktunya mengeram, enggang betina bertelur sampai ena m
biji telur putih terkurung di dalam kurungan sarang, dibuat antara lain
dari kotoran dan kulit buah. Hanya terdapat satu bukaan kecil yang
cukup untuk burung jantan mengulurkan makanan kepada anak
burung dan burung enggang betina.
Apabila anak burung dan burung betina tidak lagi muat dalam
sarang, burung betina akan memecahkan sarang untuk keluar dan
membangun lagi dinding tersebut, dan kedua burung dewasa akan
mencari makanan bagi anak-anak burung. Dalam sebagian spesies,
anak-anak burung itu sendiri membangun kembali dinding yang
pecah itu tanpa bantuan burung dewasa.
Dalam budaya Kalimantan, burung enggang (tingan) merupakan
simbol ³Alam Atas´ yaitu alam kedewataan yang bersifat ³maskulin´.
Di Pulau Kalimantan, burung enggang sakti dipakai sebagai lamba ng
daerah atau simbol organisasi seperti di lambang negeri Sarawak,
lambang provinsi Kalimantan Tengah, simbol Universitas Lambung
Mangkurat dan sebagainya. Burung enggang diwujudkan dalam
bentuk ukiran pada Budaya Dayak, sedangkan dalam budaya
Banjar, burung enggang diukir dalam bentuk tersamar (didistilir)
karena Budaya Banjar tumbuh di bawah pengaruh agama Islam
yang melarang adanya ukiran makhluk bernyawa.
ÈY Y (
Y
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Struthioniformes
Famili : Casuariidae
Genus : Casuarius
Kasuari merupakan sebangsa burung yang mempunyai ukuran tubuh
sangat besar dan tidak mampu terbang. Kasuari yang merupakan
binatang yang dilindungi di Indonesia dan juga menjadi fauna
identitas provinsi Papua Barat terdiri atas tiga jenis (spesies). Ketiga
spesies Kasuari yaitu Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius
unappendiculatus), Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius),
dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti).
Burung Kasuari merupakan buru ng besar yang indah menawan.
Namun dibalik keindahan burung Kasuari mempunyai sifat yang
agresif dan cenderung galak jika diganggu. Burung bergrnus
Casuarius ini sangat galak dan pemarah dan tidak segan -segan
mengejar µkorban¶ atau para pengganggunya. Kare nanya di kebun
binatangpun, Kasuari tidak dibiarkan berkeliaran bebas. Bahkan
konon, The Guinnes Book of Records memasukkan burung Kasuari
sebagai burung paling berbahaya di dunia. Meski untuk rekor ini
saya belum dapat melakukan verifikasi ke situs The Guinness Book
of Records.
Kasuari Gelambir Ganda
Kasuari Kerdil
Meskipun Kasuari memiliki tubuh yang besar, namun ternyata tidak
banyak yang diketahui tentang burung endemik papua ini. Apalagi
untuk spesies Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius
unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti).
Habitat dan Penyebaran. Burung Kasuari Gelambir Tunggal
(Casuarius unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius
bennetti) merupakan satwa endemik pulau P apua (Indonesia dan
Papua New Guinea), sedangkan Kasuari Gelambir Ganda
(Casuarius casuarius) selain di pulau Papua juga terdapat di pulau
Seram (Maluku, Indonesia) dan Australian bagian timur laut. Burung
Kasuari mempunyai habitat di daerah hutan dataran rendah
termasuk di daerah rawa-rawa.
Populasi dan Konservasi. Populasi burung Kasuari tidak diketahui
dengan pasti namun diyakini dari hari ke hari semakin mengalami
penurunan. Karena itu IUCN Redlist memasukkan burung Kasuari
Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) dan Kasuari Gelambir
Tunggal (Casuarius unappendiculatus) dalam status konservasi
Vulnerable (Rentan) sejak tahun 1994. Sedang Kasuari Kerdil
(Casuarius bennetti) diberikan status konservasi Near Threatened
(Hampir Terancam). Ancaman kepunahan burung Kasuari lebih
karena perburuan baik untuk mendpatkan daging, bulu ataupun
telurnya.
Y # Y" #Y V
Y
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Famili : Sturnidae
Genus : Leucopsar
Spesies : L. rothschildi
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) atau disebut juga Curik Bali adalah
sejenis burung sedang dengan panjang lebih kurang 25 cm. Burung
pengicau berwarna putih ini merupakan satwa endemik Indonesia
yang hanya bisa ditemukan di Pulau Bali bagian barat. Burun g ini
juga merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau Bali yang masih
tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun 1991,
satwa yang masuk kategori ³kritis´ (Critically Endangered) dalam
Redlist IUCN dan nyaris punah di habitat aslinya ini din obatkan
sebagai fauna identitas (maskot) provinsi Bali.
Jalak Bali ditemukan pertama kali oleh Dr. Baron Stressmann
seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris pada tanggal 24 Maret
1911. Nama ilmiah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dinamakan
sesuai dengan nama Walter Rothschild pakar hewan berkebangsaan
Inggris yang pertama kali mendiskripsikan spesies pada tahun 1912.
Burung Jalak Bali ini mudah dikenali dengan ciri -ciri khusus, di
antaranya memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada
ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Jalak Bali memiliki
pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang
berwarna keabu-abuan. Antara burung jantan dan betina serupa.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa yang secara
hidupan liar (di habitat aslinya) populasinya amat langka dan
terancam kepunahan. Diperkirakan jumlah spesies ini yang masih
mampu bertahan di alam bebas hanya sekitar belasan ekor saja.
Karena itu, Jalak Bali memperoleh perhatian cukup serius dari
pemerintah Republik Indonesia, yaitu dengan ditetapkannya makhluk
tersebut sebagai satwa liar yang dilindungi oleh undang -undang.
Perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut
ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Jalak Bali merupakan satwa yang
dilarang diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi
ketiga (indukan bukan dari alam).
Jalak Bali 1Dalam konvensi perdagangan internasional bagi jasad
liar CITES (Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada Apendix
I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk
diperdagangkan. Sedang IUCN (International Union for Conservation
of Natur and Natural Resources) memasukkan Jalak Bali dalam
kategori ³kritis´ (Critically Endangered) yang merupakan status
konservasi yang diberikan terhadap spesies yang memiliki risiko
besar akan menjadi punah di alam liar atau akan sepenuhnya punah
dalam waktu dekat.
Kepunahan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di habitat aslinya
disebabkan oleh deforestasi (penggundulan hutan) dan perdagangan
liar. Bahkan pada tahun 1999, sebanyak 39 ekor Jalak Ba li yang
berada di pusat penangkaran di Taman Nasional Bali Barat, di
rampok. Padahal penangkaran ini bertujuan untuk melepasliarkan
satwa yang terancam kepunahan ini ke alam bebas.
Untuk menghindari kepunahan, telah didirikan pusat penangkaran
yang salah satunya berada di Buleleng, Bali sejak 1995. Selain itu
sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia juga menjalankan
program penangkaran Jalak Bali. Tetapi tetap muncul sebuah tanya
di hati saya; mungkinkah beberapa tahun ke depan kita hanya akan
menemui Jalak Bali, Sang Maskot Bali, di balik sangkar -sangkar
kebun binatang. Suatu hal yang ironis, melihat sebuah maskot yang
harus dikurung dalam kerangkeng besi.
ßY #Y`
Y
Kerajaan : Hewan
Filum : Chordata
Kelas : Burung
Ordo : Galliformes
Famili : Megapodiidae
Genus : Macrocephalon
Spesies : M. maleo
Maleo Senkawor atau Maleo, yang dalam nama ilmiahnya
Macrocephalon maleo adalah sejenis burung gosong berukuran
sedang, dengan panjang sekitar 55cm, dan merupakan satu -satunya
burung di dalam genus tunggal Macrocephalon. Yang unik dari
maleo adalah, saat baru menetas anak bur ung maleo sudah bisa
terbang. Ukuran telur burung maleo beratnya 240 gram hingga 270
gram per butirnya, ukuran rata -rata 11 cm, dan perbandingannya
sekitar 5 hingga 8 kali lipat dari ukuran telur ayam.Namun saat ini
mulai terancam punah karena habitat yang semakin sempit dan telur -
telurnya yang diambil oleh manusia. Diperkirakan jumlahnya kurang
dari 10.000 ekor saat ini.
Burung ini memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekita r mata berwarna
kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu -abu, paruh jingga dan
bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya
terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan
betina serupa. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna
lebih kelam dibanding burung jantan .
Tidak semua tempat di Sulawesi bisa ditemukan maleo. Sejauh ini,
ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang memliki sejarah
geologi yang berhubungan dengan lemp eng pasifik atau Australasia.
Populasi hewan endemik Indonesia ini hanya ditemukan di hutan
tropis dataran rendah pulau Sulawesi khususnya daerah Sulawesi
Tengah, yakni di daearah Kabupaten Donggala (Desa Pakuli dan
sekitarnya) dan Kabupaten Luwuk Bangg ai. Populasi maleo di
Sulawesi mengalami penurunan sebesar 90% semenjak tahun 1950 -
an. Berdasarkan pantauan di Tanjung Matop,Tolitoli,Sulawesi
Tengah, jumlah populasi dari maleo terus berkurang dari tahun ke
tahun karena dikonsumsi dan juga telur -telur yang terus diburu oleh
warga.
Maleo bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai
gunung berapi dan daerah -daerah yang hangat dari panas bumi
untuk menetaskan telurnya yang berukuran besar, mencapai lima
kali lebih besar dari telur ayam. Setelah menetas, anak Maleo
menggali jalan keluar dari dalam tanah dan bersembunyi ke dalam
hutan. Berbeda dengan anak unggas pada umumnya yang pada
sayapnya masih berupa bulu-bulu halus, kemampuan sayap pada
anak maleo sudah seperti unggas dewasa, sehingga ia bisa terbang,
hal ini dikarenakan nutrisi yang terkandung didalam telur maleo lima
kali lipat dari telur biasa, anak maleo harus mencari makan sendiri
dan menghindari hewan pemangsa, seperti ular, kadal, kucing, babi
hutan dan burung elang.
Maleo Senkawor adalah monogami spesies. Pakan burung ini terdiri
dari aneka biji-bijian, buah, semut, kumbang sert a berbagai jenis
hewan kecil.
Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut,
tingkat kematian anak burung yang tinggi, populasi yang terus
menyusut serta daerah dimana burung ini ditemukan sangat
terbatas, Maleo Senkawor dievaluasikan sebagai terancam punah di
dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES
Appendice I.
Predator yang sering ditemukan pada malam hari adalah ular, soa -
soa atau biasa disebut biawak, kucing, anjing, babi, dan tikus. Pada
siang hari predatornya adalah elang dan manusia yang sering
mengambil telurnya dan menggunakan jerat untuk menangkap satwa
maleo.
ËY ! Y Y ÷
Y
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Psittaciformes
Famili : Cacatuidae
Genus : Probosciger
Spesies : P. aterrimus
ÖY # Y Y à
Y
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Falconiformes
Famili : Accipitridae
Genus : Spizaetus
Spesies : S. bartelsi
Elang Jawa atau dalam nama ilmiahnya Spizaetus bartelsi adalah
salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik di Pulau
Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik
Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan
sebagai maskot satwa langka Indonesia
Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan
panjang tubuh antara 60 -70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor).
Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang
tinggi menonjol (2 -4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang
coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar
matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis
berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap.
Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis -garis) hitam
membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret -coret hitam
menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada
akhirnya di sebelah bawah lagi berubah men jadi pola garis (coret-
coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas
warna pucat keputihan bulu -bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki
menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan
dengan empat garis gelap dan lebar melinta ng yang nampak jelas di
sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa,
sedikit lebih besar.
Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di
pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda
dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat kayu
manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.
Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Spizaetus
cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih
kecoklatan, dengan perut terlihat lebi h gelap, serta berukuran sedikit
lebih kecil.
Bunyi nyaring tinggi, berulang -ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi
antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan
cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suar a
elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman
Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung
Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya kini terbatas di
wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan
berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan.
Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa.
Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pa da wilayah berlereng.
Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu
hijau, di dataran rendah maupun pada tempat -tempat yang lebih
tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan
Meru Betiri, sampai ke hutan -hutan pegunungan bawah dan atas
hingga ketinggian 2 .200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski
tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini
sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai tempat
hidupnya. Walaupun dit emukan elang yang menggunakan hutan
sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi
letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon -
pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tang kas menyergap
aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di
atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung -burung sejenis walik,
punai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil
sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, mus ang, sampai
dengan anak monyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang
berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat
di cabang pohon setinggi 20 -30 di atas tanah. Telur berjumlah satu
butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi,
seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus dan
Quercus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan ki
sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu ja uh berada di dalam
hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-
300 m dari tempat rekreasi.
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang -jarang. Sehingga
meskipun luas daerah agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137 -
188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini be rkisar
antara 600-1.000 ekor.
Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap
kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan
eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi laha n
pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa.[6] Dalam
pada itu, elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di
pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya,
memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendi ri, dan
pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang
terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi
dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN
(Endangered, terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah
Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh
undang-undang.
Sesungguhnya keberadaan elang Jawa telah diketahui sejak sedini
tahun 1820, tatkala van Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen
burung ini dari kawasan Gunung Salak untuk Museum Leiden,
Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad -19,
spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang
brontok.
Baru di tahun 1908, atas dasar spesimen koleksi yang dibuat oleh
Max Bartels dari Pasir Datar, Sukabumi pada tahun 1907, seorang
pakar burung di Negeri Jerman, O. Finsch, mengenalinya sebagai
takson yang baru. Ia mengiranya sebagai anak jenis dari Spizaetus
kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka. Sampai kemu dian pada
tahun 1924, Prof. Stresemann memberi nama takson baru tersebut
dengan epitet spesifik bartelsi, untuk menghormati Max Bartels di
atas, dan memasukkannya sebagai anak jenis elang gunung
Spizaetus nipalensis.
Y c Y?
? Y
Y
Y
Y Y
Y Y ?
Y
1 # Tuntong
2 Penyu tempayan
3
Kura-kura Irian
4 Kura Irian leher panjang
5
Penyu hijau
6 Labi-labi besar
7
# Soa payung
8
Sanca hijau
9
Buaya air tawar Irian
10
Buaya muara
11
Buaya siam
12
Penyu belimbing
13
Kura Irian leher pendek
14
Penyu sisik
15
Bunglon sisir
16 Soa-soa, Biawak Ambon, Biawak
pohon
17
Penyu ridel
18 $ Penyu pipih
19 % Kura-kura gading
20 &
Sanca bodo
21 &
Sanca Timor
22 )+ Kadal Panan
23 ) Senyulong, Buaya sapit
24 * Biawak Kalimantan
25 * Biawak coklat
26 * Biawak Maluku
27 *# Biawak komodo, Ora
28 * Biawak abu-abu
29 * Biawak hijau
30 * Biawak Timor
31 * Biawak Togian
ÈY $
Y
Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus
komodoensis[1]), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup
di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di
Nusa Tenggara.[2] Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga
disebut dengan nama setempat ora.[3]
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera,
komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata -rata
panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan deng an
gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh
hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak
adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju
metabolisme komodo yang kecil.[4][5] Karena besar tubuhny a, kadal
ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem
tempatnya hidup.[6]
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang
besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di
kebun binatang. Habitat komodo di al am bebas telah menyusut
akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo
sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini
kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah
taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk
melindungi mereka.
[sunting] Anatomi dan morfologi
Kulit komodo.
Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki massa sekitar 70
kilogram,[7] namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering
memiliki bobot tubuh yang lebih besar. S pesimen liar terbesar yang
pernah ada memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar
166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam
perutnya.[8] Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang
masih hidup, namun bukan yang terpan jang. Reputasi ini dipegang
oleh biawak Papua (Varanus salvadorii).[9] Komodo memiliki ekor
yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang
bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti.[10] Air
liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya
hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik
selama makan.[11] Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan
yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka.[12]
Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan
bercabang.[8] Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina,
dengan warna kulit dari abu -abu gelap sampai merah batu bata,
sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan
memiliki potongan kecil kuning p ada tenggorokannya. Komodo muda
lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar
belakang hitam.
[sunting] Fisiologi
Komodo yang berjemur.
Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang
telinga.[13] Biawak ini mampu melihat hi ngga sejauh 300 m, namun
karena retinanya hanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya tak
begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu
membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan
obyek yang tak bergerak.[14] Komodo menggunakan lidahnya untuk
mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan
indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu
kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap.[15]
Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya
ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi
keberadaan daging bangkai sejauh 4 ²9.5 kilometer.[11] Lubang
hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena
mereka tidak memiliki sekat rongga badan.[16] Hewan ini tidak
memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung -ujung
saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.[15]
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang,
memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi
rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan
tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.[11]
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa
bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak
mengakibatkan agitasi (gangguan) pad a komodo liar. Hal ini
terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL,
Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya,
bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.[17]
[sunting] Ekologi, perilaku dan cara hidup
Kaki dan ekor komodo.
Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo,
Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara.[18]
Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis
pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tem pat panas dan
kering ini. Mereka aktif pada siang hari, walaupun kadang -kadang
aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang
penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan
berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20
kilometer per jam pada jarak yang pendek; berenang dengan sangat
baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter;[19] serta pandai
memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat.[7] Untuk
menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo
dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya
sebagai penunjang.[17] Dengan bertambahnya umur, komodo lebih
menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya
yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali lu bang selebar 1±3
meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat.[20] Karena
besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat
menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu
berjemur pada pagi selanjutnya.[21] Komodo umumnya berburu
pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian
hari yang terpanas.[22] Tempat -tempat sembunyi komodo ini
biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir
angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana -sini berserak kotoran
hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi
yang strategis untuk menyergap rusa.[23]
[sunting] Perilaku makan
Komodo di Rinca.
Komodo adalah hewan karnivora. Walaupun mereka kebanyakan
makan daging bangkai,[4] penelitian menunjukkan bahwa mereka
juga berburu mangsa hidup dengan cara mengendap -endap diikuti
dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu
tiba di dekat tempat sembunyi komodo, hewan ini segera
menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan.[11]
Komodo dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan
penciumannya yang tajam, yang dapat menemukan binatang mati
atau sekarat pada jarak hingga 9,5 kilometer.[11]
Komodo muda di Rinca yang makan bangkai kerbau.
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potong an besar
daging dan lalu menelannya bulat -bulat sementara tungkai depannya
menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga
sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi
perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan t ak
disentuh.[23] Air liur yang kemerahan dan keluar dalam jumlah
banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski
demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang; 15 ±
20 menit diperlukan untuk menelan seekor kambing. Komodo
kadang-kadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan
menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar
karkas itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Dan kadang -
kadang pula upaya menekan itu begitu keras sehingga pohon itu
menjadi rebah.[23] Untuk menghindari agar tak tercekik ketika
menelan, komodo bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah
lidah, yang berhubungan langsung dengan paru -parunya.[11]
Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan leluasa,
tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapa t melar luar
biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar,
hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali
makan.[24][6] Setelah makan, komodo menyeret tubuhnya yang
kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan
mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak, makanan itu dapat
membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri.
Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat
bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira -kira sekali
sebulan.[11] Setelah daging man gsanya tercerna, komodo
memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam
gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk,
gumpalan mana dikenal sebagai gastric pellet. Setelah itu komodo
menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semak-semak untuk
membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel; perilaku yang
menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya
manusia, tidak menyukai bau ludahnya sendiri.[11]
Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya
makan lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil menurut
hirarki. Jantan terbesar menunjukkan dominansinya melalui bahasa
tubuh dan desisannya; yang disambut dengan bahasa yang sama
oleh jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk memperlihatkan
pengakuannya atas kekuasaan itu. Komodo-komodo yang berukuran
sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan, dengan cara
semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah dan
mundur; meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam
perkelahian dan dimangsa oleh si pemenang.[ 11]
Mangsa biawak komodo amat bervariasi, mencakup aneka
avertebrata, reptil lain (termasuk pula komodo yang bertubuh lebih
kecil), burung dan telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan,
kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Komodo muda memangsa
serangga, telur, cecak, dan mamalia kecil.[4][24] Kadang -kadang
komodo juga memangsa manusia dan mayat yang digali dari lubang
makam yang dangkal.[17] Kebiasaan ini menyebabkan penduduk
pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur
jenazah di tanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu -batu agar
tak dapat digali komodo.[23] Ada pula yang menduga bahwa komodo
berevolusi untuk memangsa gajah kerdil Stegodon yang pernah
hidup di Flores.[25] Komodo juga pernah teramati ketika
mengejutkan dan menakuti rusa-rusa betina yang tengah hamil,
dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat
dimangsa; suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di
Afrika.[25]
Karena tak memiliki sekat rongga badan, komodo tak dapat
menghirup air atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-
alih, komodo µmencedok¶ air dengan seluruh mulutnya, lalu
mengangkat kepalanya agar air mengalir masuk ke perutnya.[11]
[sunting] Bisa dan bakteri
Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia,
menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan
biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae,
kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa
luka-luka akibat gigitan hewan -hewan ini sangat rawan infeksi karena
adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para
peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada
luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan
menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka -luka di tangan
manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan
komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa:
bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam
pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku,
dengan beberapa gejala yan g bertahan hingga beberapa jam
kemudian.[26] Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun
telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang
Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang
dipunyai komodo[27].
Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka
bakteri mematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif
dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini.[28] Bakteri -bakteri
tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya; jika gigita n
komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat
melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam
waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di
air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang
sangat mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus
laboratorium.[29] Karena komodo nampaknya kebal terhadap
mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari
molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk
pengobatan manusia.[30 ]
[sunting] Reproduksi
Pada gambar ini, ekor dan cakar komodo dapat terlihat dengan jelas.
Komodo yang tidur. Perhatikan kukunya yang besar. Kukunya
digunakan untuk bertempur dan makan.
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo
diletakkan pada bulan September.[19] Selama periode ini, komodo
jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan teritorinya
dengan cara "bergulat" dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas
kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan "terkunci "
ke tanah. Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang air
besar ketika bersiap untuk bertempur.[17] Pemenang pertarungan
akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk
melihat penerimaan sang betina.[6] Komodo betina bersifat
antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama awal
fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya
mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku
lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan
menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas
punggung dan menjilat.[31] Kopulasi terjadi ketika jantan
memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina.[14] Komodo
dapat bersifat monogamus dan membentuk "pasangan," suatu sifat
yang langka untuk kadal.[17][24]
Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing
bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki -jingga yang telah
ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur -telurnya di sarang
yang telah ditinggalkan.[32] Sebuah sarang komodo rata -rata berisi
20 telur yang akan menetas setelah 7 ±8 bulan.[17] Betina berbaring
di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai
menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika
terdapat sangat banyak serangga.[19]
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo,
yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi
telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah
berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di
cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai
menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi -bayi ini tak
seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator.[11]
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas
pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari
komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya
adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu.[33][17] Komodo
membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan
dapat hidup lebih dari 50 tahun.[20]
Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa
contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran
pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul
pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada
Cnemidophorus.[7]
[sunting] Partenogenesis
Bayi komodo partenogenetik di Kebun Binatang Chester, Inggris.
Sungai, seekor komodo di Kebun Binatang London, telah bertelur
pada awal tahun 2006 setelah dipisah dari jantan selama lebih dari
dua tahun. Ilmuwan pada awalnya mengira bahwa komod o ini dapat
menyimpan sperma beberapa lama hasil dari perkawinan dengan
komodo jantan di waktu sebelumnya, suatu adaptasi yang dikenal
dengan istilah superfekundasi.[34]
Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo
yang hidup di Kebun Bina tang Chester, Inggris adalah komodo
kedua yang diketahui menghasilkan telur tanpa fertilisasi
(pembuahan dari perkawinan): ia mengeluarkan 11 telur, dan 7 di
antaranya berhasil menetas.[35] Peneliti dari Universitas Liverpool di
Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal
menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora
tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Setelah temuan
yang mengejutkan ini, pengujian lalu dilakukan terhadap telur -telur
Sungai dan mendapatkan bahwa telur-telur itupun dihasilkan tanpa
pembuahan dari luar.[36]
Bayi komodo partenogenetik di Kebun Binatang Chester, Inggris.
Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan
sistem penentuan seks XY. Keturunan Flora yang berkelamin jantan,
menunjukkan terjadinya beberapa hal. Yalah bahwa telur Flora yang
tidak dibuahi bersifat haploid pada mulanya dan kemudian
menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid; dan bahwa ia
tidak menghasilkan telur diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah
satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal.
Ketika komodo betina (memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan
anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari
pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu
dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini
kemudian diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara
partenogenetika. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi
ZZ (jantan); dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW
dan gagal untuk berkembang.[37]
Diduga bahwa adaptasi reproduktif semacam ini memungkinkan
seekor hewan betina memasuki sebuah relung ekologi yang
terisolasi (seperti halnya pulau) dan dengan cara partenogenesis
kemudian menghasilkan keturunan jantan. Melalui perkawinan
dengan anaknya itu di saat yang berikutnya hewan-hewan ini dapat
membentuk populasi yang bereproduksi secara seksual, karena
dapat menghasilkan keturunan jantan dan betina.[37] Meskipun
adaptasi ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada
kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman
genetika.[38]
Pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita,
Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi
partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini
memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya
menghasilkan 17 butir telur pada 19 -20 Mei 2007. Hanya dua telur
yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan
ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008, diikuti oleh
yang kedua pada 1 Februari. K edua anak komodo itu berkelamin
jantan
Y c Y?
? Y
Y
YY
Ikan raja laut atau Coelacanth merupakan ikan purba yang banyak hidup
pada 360 juta tahun yang lalu. Ikan raja laut yang dikenal sebagai
Coelacanth kini hanya tersisa dua spesies yaitu Latimeria menadoensis
(Indonesia Coelacanth) dan Latimeria chalumnae (Comoro Coelacanth).
Sedangkan berbagai jenis lainnya, sekitar 120 spesies, dinyatakan telah
punah dan hanya ditemukan fosilnya saja.
Coelacanth adalah jenis ikan berpa ru-paru yang dipercaya sebagian ahli
sebagai nenek moyang tetrapoda, yaitu nenek moyang binatang yang hidup
di darat termasuk manusia. Ikan raja laut atau Coelacanth mempunyai
habitat di lautan dalam, 700 meter di bawah permukaan laut. Meskipun
terkadang ikan purba ini bisa berada di kedalaman laut 200 meter.
Ikan raja laut (Coelacanth) telah dianggap punah pada 65 juta tahun yang
silam. Ke-120 spesies hanya dikenali dari berbagai fosil yang ditemukan.
Namun pada 1938, seekor coelacanth hidup tertangkap ole h jaring hiu di
Chalumna, Afrika Selatan.
Pada tahun 1998, seekor ikan raja laut tertangkap jaring nelayan di perairan
Pulau Manado Tua, Sulawesi Utara. Ikan jenis ini sebenarnya sudah umum
dikenal oleh nelayan setempat namun belum terdiskripsikan hingga seorang
peneliti Amerika yang tinggal di Manado, Mark Erdmann dan beberapa
temannya termasuk ilmuan LIPI mempublikasikannya dan belakangan ikan
raja laut ini disebut sebagai spesies baru, Latimeria men adoensis
(Coelacanth Sulawesi).
2. Ketam kenari
Pada masa lalu, ketam ini cukup luas penyebarannya dan dapat ditemui di
seluruh kawasan barat Samudera Pasifik dan Samudera India.
Penyebarannya berkaitan dengan penyebaran tanaman kelapa. Mungkin
karena binatang itu senang sekali makan buah kelapa. Tetapi akhir -akhir
ini, penyebarannya hanya terbatas di pulau -pulau kecil yang umumnya tidak
dihuni orang. Di pantai pulau -pulau yang sudah ada orangnya, ketam itu
diduga sudah punah. Di Sulawesi, masih ada yang menyisa di Pulau
Sangihe, Talaud, Kawio, Togian, dan Banggai.Penghuni pantai
Ketam kenari hidup di pantai dekat laut, tetapi kadang juga dapat ditemukan
di daerah yang jauh (sampai 100 m di atas permukaan laut) ke arah
pedalaman, seperti di Kepulauan Salomon misalnya.
Kepiting biasa umumnya kawin di laut, tetapi ketam kenari tidak. Mereka
kawin di daratan, dan sesudah kawin, telur yang sudah dibuahi disimpan di
bagian bawah perut ket am kenari betina. Telur yang jumlahnya puluhan ribu
butir itu kemudian dilepas ke air laut kalau sudah ada air pasang pada
bulan purnama.
Menunggu air pasang bulan purnama ini ada maksudnya! Sebab, dengan
adanya air pasang, sebagian besar telur yang akan m enetas menjadi larva
nanti dapat terbawa ke tengah laut, tempat mereka menemukan plankton
sebagai makanannya.
Selama 3 ± 8 minggu, larva itu sendiri menjadi bagian dari plankton. Agar
tidak ditelan oleh binatang lain yang mengira bahwa ia juga plankton, ia
berlindung ke dalam rumah siput yang kosong ditinggalkan pemiliknya.
Pada tahap ini biasanya ia bersaing dengan para kepiting tulen untuk
memperoleh makanan.
Ketam kenari yang sudah berhasil memperoleh rumah siput, akan
meninggalkan air laut untuk mengung si ke daratan tepi pantai. Ia akan
tinggal dalam rumah siput yang berhasil digotongnya ke pantai itu selama 3
± 4 minggu. Sesudah itu, tubuhnya sudah tumbuh bongsor sampai rumah
bekas siput tidak muat lagi. Rumah curiannya ditinggalkan dan ia mengubur
diri dalam lubang galian pasir pantai yang basah. Di sinilah ia berubah
menjadi ketam kenari yang menanjak dewasa. Lubang ini bisa sampai
sedalam 0,6 m.
Ketam kenari dewasa dapat mencapai ukuran 1 m (dari ujung kaki ke ujung
kaki lainnya), dengan bobot 17 kg. Dibiarkan hidup selamat sampai tua, ia
bisa sampai 30 tahun umurnya. Ketika masih muda berwarna coklat dengan
loreng hitam di kakinya, tetapi sesudah tua berwarna lembayung muda,
campur coklat dan ungu tua.
Ketam kenari yang sudah besar ini umumnya bersemb unyi dalam lubang
karang atau lubang bebatuan yang cocok di dekat pantai. Bahkan
terkadang di bawah pohon kelapa atau akar pandan.
Dalam lubang persembunyian itu ketam kenari akan berganti kulit dengan
aman, bebas dari ancaman musuh yang tergiur oleh tubuhnya yang
telanjang. Ia hidup sebagai binatang malam karena tubuhnya tidak tahan
terhadap sengatan matahari terik tepi pantai. Pada siang hari ia lebih suka
tinggal diam dalam lubang persembunyiannya. Pada waktu malam ia
mencari makan, dan makanan yang diperolehnya dibawa ke dalam lubang
persembunyian. Biasanya memakan waktu beberapa hari untuk
menghabiskannya.
Terancam punah
Ketam kenari muda biasanya menjadi mangsa bagi binatang lain yang lebih
besar, seperti biawak, babi hutan, dan terkadang burung besar. Tetapi
ancaman yang lebih besar datang dari pihak manusia. Karena dagingnya
lezat seperti kepiting, ketam kenari sering diburu untuk dimakan, baik oleh
penduduk setempat maupun oleh para wisatawan yang diperkenalkan
kepadanya. Populasi binatang itu turun sampai di beberapa pulau di
Indonesia diduga sudah langka (meskipun belum ada yang mendata
jumlahnya secara pasti).
Karena populasinya yang sudah merosot itulah, ketam kenari jadi langka,
sehingga harganya mahal. Sebelum krisis moneter, harganya di Sulawesi
sekitar Rp 40.000,- ± Rp 60.000,- seekor, tergantung besarnya ketam dan
cara memasaknya. Tetapi karena merupakan hidangan istimewa, ia masih
saja dapat dijumpai di berbagai restoran mahal di Manado, Ternate, dan
Jakarta. Para penggemar makanan enak yang pernah merasakan ketam
kenari akan mengatakan bahwa tidak ada satu kepiting pun yang dapat
melebihi kelezatan ketam kenari.
Glosarium