Anda di halaman 1dari 18

George Soros

George Soros (Hungaria: György Schwartz; lahir di Budapest, Hungaria, 12


Agustus 1930; umur 80 tahun) adalah seorang kapitalis radikal [1] ( Lihat: "The
Capitalist Threat"), pelaku bisnis keuangan dan ekonomi, penanam modal saham,
dan aktivis politik yang berkebangsaan Amerika Serikat. George Soros adalah
seorang Yahudi dan pernah dipenjarakan sewaktu saat Perang Dunia I.

Perusahaan-perusahaannya di Indonesia antara lain [2] [3], di Asia, George Soros


terkenal akan tindakannya yang mengguncang dan menyebabkan krisis ekonomi di
Asia, beberapa negara yang paling terkena dampaknya adalah Korea Selatan,
Indonesia, dan Thailand, yang menyebabkan mata uang ketiga negara tersebut
menjadi rendah bahkan sampai sekarang ini terasa efeknya (dollar Amerika
terhadap rupiah Indonesia dulu sekitar 2000-2400, sekarang 9000-9500). Hong
Kong, Malaysia, dan Filipina juga terpengaruh tapi tidak sebesar tiga negara
sebelumnya. Tiongkok, Taiwan, dan Singapura hampir tidak terpengaruh. Jepang
tidak terpengaruh banyak tapi mengalami kesulitan ekonomi jangka panjang.
Umumnya di negara-negara seperti Thailand dan Indonesia, Soros dianggap lebih
negatif sebagai kriminal ekonomi yang membuat ketidakstabilan ekonomi Asia,
karena dengan jumlah simpanan uangnya yang besar mengguncang nilai mata uang
Asia. REFERENSI ?

Di Inggris, George Soros terkenal akan tindakannya yang mengguncang Bank


Inggris, yang terkenal akan peristiwa "hari rabu hitam" pada tahun 1992. Soros
mempunyai cadangan uang yang sangat banyak dan membeli kemudian menjual
Poundsterling yang mempunyai nilai sekitar 10 milliar Poundsterling. Banyak
spekulan yang kebingungan darimana Soros bisa memiliki uang dalam jumlah
besar.

http://id.wikipedia.org/wiki/George_Soros

George Soros, Pria Yang Menghancurkan Poundsterling, Rupiah


Maret 21, 2007

Soros dikenal memiliki kemampuan tinggi dalam berspekulasi di bidang


perdagangan mata uang. Pada tahun 1982, dalam waktu singkat Soros berhasil
meraup keuntungan 1,2 milyar dolar dalam perdagangan mata uang Poundsterling.
Akibatnya, sebagian perekonomian Inggris hancur. Iapun dijuluki sebagai “Pria
Yang Menghancurkan Pound” (The Man Who Broke the Pound). Pada
pertengahan tahun 1997, perekonomian negara-negara Asia Tenggara, antara lain
Indonesia, Thailand, dan Malaysia, tergoncang hebat karena secara tiba-tiba harga
tukar dollar melonjak tinggi. Ribuan perusahaan bangkrut dan jutaan orang
menjadi penganggur.

Meskipun banyak faktor yang menyebabkan krisis moneter ini, namun salah satu
sebab utamanya adalah perilaku para spekulan valuta asing yang telah memborong
dollar Amerika, lalu menjualnya dengan harga tinggi sehingga nilai mata uang
negara-negara ASEAN itu terpuruk. Spekulan uang terbesar pada era krisis
tersebut adalah George Soros.

Kebangkrutan berbagai industri di negara-negara ASEAN itu lalu dimanfaatkan


oleh kapitalis Barat untuk membeli saham-saham di negara-negara tersebut dengan
harga murah. Akibatnya, kini sebagian besar perusahaan penting di Indonesia
adalah milik pengusaha asing. Pada tahun 2000, George Soros dilaporkan memiliki
saham pada PT AGIS di Indonesia sebesar 10 persen dan beberapa perusahaan
lainnya, termasuk Astra internasional.

Belakangan, untuk menghapus citra buruk dirinya, lewat jaringan yayasan yang
dimilikinya, Soros berusaha menyisihkan sebagian kekayaan yang diperolehnya
dari kegiatan spekulasi untuk membantu mengatasi dampak ‘kegagalan sistem
pasar finansial global’ terhadap negara-negara miskin. Soros selalu menampilkan
organisasi yang dipimpinnya itu sebagai organisasi yang melakukan aksi-aksi
kemanusiaan di berbagai penjuru dunia. Soros juga melakukan perjalanan ke
berbagai penjuru dunia dan menyampaikan pidato-pidato berkenaan dengan
demokrasi dan kebebasan. Menurut media massa Barat, Soros Foundation telah
mengucurkan dana sebesar 4,2 milyar dolar untuk membantu fakir miskin di
berbagai penjuru dunia.

Namun, bantuan itu tidak disalurkan lewat PBB dengan alasan bahwa Soros tidak
mempercayai PBB. Karena itu, banyak pengamat politik yang meyakini bahwa
langkah Soros Foundation untuk menyampaikan bantuannya secara langsung
adalah untuk menyebarkan pengaruh dan infiltrasi di kawasan-kawasan yang diberi
bantuan. Pada tahun 1997, seorang ilmuwan Bosnia mengungapkan bahwa di
Bosnia, Soros dianggap sebagai pahlawan oleh sebagaian masyarakat negara
muslim ini. Sebabnya adalah karena selama Perang Bosnia, Soros banyak
mengucurkan bantuan finansial kepada rakyat Bosnia. Kemudian, setelah perang
usai, Soros mendanai berbagai penerbitan media massa di negara itu. Media yang
diterbitkan itu banyak memuat foto-foto amoral dan menyebarkan pemikiran
kebebasan dan sekularisme.

Presiden Brazil, Lula da Silva, dalam KTT Ekonomi di Davos, Swiss, tahun lalu,
mengatakan bahwa lembaga-lembaga keuangan dunia, di antaranya lembaga
keuangan milik Soros, merupakan penyebab krisis di negaranya. Presiden Brazil
memang pantas marah terhadap Soros. Rakyat Brazil lainnya pun juga marah
terhadap Soros karena kata-katanya yang menyinggung hati mereka dalam majalah
Sao Paolo. Soros mengatakan,

Dalam sistem ekonomi kapitalisme, kepala negara-kepala negara di dunia


ditentukan oleh AS. Dalam pemilu Brazil, kandidat yang menentang kebijakan
kami, tidak boleh terpilih. Pada kenyataannya, bukanlah rakyat Brazil yang
memberikan suara. Jika ada kandidat lain yang terpilih, Brazil akan berhadapan
dengan krisis ekonomi yang besar. AS kini bagaikan Roma pada zaman dulu, yang
merupakan rezim satu-satunya yang berhak untuk bersuara.

Namun anehnya, meskipun berperan sebagai sumber krisis keuangan di berbagai


negara dan berhasil mengeruk milyaran dollar dari krisis itu, Soros pun aktif
menulis buku-buku ilmiah mengenai perekonomian dunia. Di sini ia menempatkan
diri sebagai pengamat dan memberikan saran-saran mengenai bagaimana
seharusnya perekonomian dunia diatur sehingga negara-negara bisa keluar dari
krisis ekonomi. Salah satu buku karya Soros berjudul Krisis Kapitalisme Global‌.
Di dalamnya, Soros berusaha menunjukkan bahwa kapitalisme global sedang
mengalami ujian dan ancaman yang sangat berat. Apabila hal ini tidak ditangani
secara serius, suasana krisis akan akan menghantui perjalanan kapitalisme global.
Dengan kata lain, meskipun sistem kapitalisme telah terbukti mengorbankan jutaan
rakyat di dunia, namun Soros melalui bukunya ini berusaha terus menyebarkan
sistem kapitalisme global yang memang terbukti telah membuat dirinya kaya raya.

Soros dan Krisis Moneter Asia

Beberapa bulan sebelum terjadinya krisis moneter 1997, seluruh dunia termasuk
Bank Dunia dan IMF memuji-muji prestasi ekonomi Asia Timur, termasuk
Indonesia. Bahkan ekonomi negeri ini disebut-sebut secara fundamental sehat dan
kuat. Indonesia pun dijuluki sebagai “Macan Baru Asia” karena kemajuan pesatnya
di bidang ekonomi. Namun ternyata, semua prestasi yang dibanggakan itu seperti
tak ada artinya tatkala nilai tukar Rupiah, Ringgit, Bath, dll, terhadap Dolar AS
jatuh terjerembab di bursa valas internasional. Efek dari jatuhnya mata uang
negara-negara Asia Tenggara ini sangat luar biasa. Seperti kartu domino, mula-
mula hanya berpengaruh terhadap sejumlah produk impor, tetapi kemudian
menjalar ke berbagai sektor, melambungkan harga berbagai produk lokal,
membangkrutkan ribuan perusahaan dan menganggurkan jutaan tenaga kerja.

Sebab awal terjadinya krisis ini memang jelas. Semua ini bermula dari permainan
kotor yang dilakukan para spekulan mata uang internasional untuk menjatuhkan
sejumlah mata uang di Asia. Salah satu spekulan yang bermodal kuat, dan karena
itu paling berperan besar dalam terjadinya krisis ini, adalah George Soros melalui
lembaga manajemen keuangan yang dimilikinya. Tak heran bila PM Malaysia saat
itu, Mahatir Muhammad, menyatakan, George Soros harus bertanggung-jawab atas
krisis moneter yang melanda beberapa negara Asia mulai kuartal kedua tahun
1997.‌

Selajutnya Mahatir menghubungkan globalisasi dengan krisis ini. Mahatir


mengatakan, Setelah kita menerima globalisasi dan menerapkan kebebasan
ekonomi di negara kita, ekonomi dan uang kita menjadi sasaran serangan
kekuatan-kekuatan besar keuangan dunia dan orang-orang yang diuntungkan oleh
sistem ini.‌ Mahatir menambahkan, Hasil 40 tahun kerja keras bangsa Malaysia
lenyap hanya dalam beberapa pekan akibat pekerjaan beberapa orang dan tidak ada
hukum internasional apapun yang bisa dipakai untuk menghadapi orang-orang
seperti ini.‌

PM Mahathir menegaskan, “Berdagang uang adalah perbuatan yang tidak


bermoral. “Kenyataan memang menunjukkan bahwa perdagangan mata uang atau
valuta asing cenderung merugikan yang lemah. Para spekulan uang tidak ragu-ragu
mengguncang stabilitas suatu negara demi kepentingan mereka sendiri. Dalam
kasus moneter di Indonesia, pertengahan tahun 1997 adalah masa ketika
pembayaran hutang perusahaan-perusaaan swasta jatuh tempo dengan jumlah
sekitar 8 juta dollar. Belum lagi bila diperhitungkan utang BUMN yang juga jatuh
tempo dan kewajiban pemerintah untuk membayar cicilan utang dan bunganya
yang cukup besar, yaitu sekitar 6 miliar dolar. Artinya, pada masa itu, kebutuhan
terhadap dollar meningkat. Pada saat itulah, para pedagang uang memborong
dollar dan kemudian menjualnya dengan harga tinggi. Akibatnya, ribuan
perusahaan di Indonesia bangkrut, harga-harga melambung tinggi sehingga jumlah
rakyat miskin meningkat tajam, dan pemerintah Indonesia kini terbebani hutang
sebesar 1500 trilyun rupiah.

ETIKA BISNIS SOROS


Meskipun letak kesalahan tidak seratus persen berada di tangan Soros, karena
jatuhnya nilai rupiah ini juga dipengaruhi oleh sistem devisa bebas yang diterapkan
oleh pemerintah Indonesia sehingga membuka peluang bagi siapa saja untuk
memperdagangkan valuta asing, namun etika bisnis yang dianut oleh Soros dan
para pedagang valas lainnya patut dipertanyakan. Ketika Soros melakukan
transaksi valas, dia sudah bisa memprediksikan kehancuran negara-negara Asia
sebagai akibat dari transaksi itu. Namun, ia tetap melakukannya dan terjadilah
krisis hebat yang menyengsarakan puluhan jutaan rakyat Asia Tenggara. Tak heran
bila mantan PM Malaysia Mahatir Muhammad pernah menyatakan kecurigaannya
bahwa krisis moneter yang menyapu Asia ini adalah sebuah ‌agenda Yahudi‌karena
kaum Yahudi, kata Mahathir, tidak senang bila melihat kaum Muslim bergerak
maju.

Perdagangan valas yang dilakukan Soros telah memberi keuntungan kepadanya


sebesar satu milyar dollar pertahun. Artinya, demi menambah jumlah uangnya,
Soros dengan tega telah mengorbankan puluhan juta rakyat di berbagai negara.
Menanggapi berbagai kecaman yang disampaikan terhadapnya, Soros menyatakan
bahwa kesalahan terletak pada pemerintahan yang tidak transparan dan despotik di
negara-negara Asia. Menurut Soros, pasar akan menentukan dirinya sendiri.
Artinya, bisnis yang dia lakukan hanya semata-mata memenuhi peluang pasar.
Padahal, pasar global sesungguhnya tidak bebas, melainkan diatur oleh para
pemodal kelas kakap semacam Soros.

Sebagian pengamat ekonomi yang membela Soros mengatakan bahwa apa yang
dilakukan Soros adalah bisnis semata dan toh, Soros juga memberikan sebagian
uangnya untuk membantu rakyat miskin di berbagai negara. Pandangan ini
menunjukkan bahwa Soros Foundation telah memberikan citra baik kepada Soros,
sehingga bisa mengurangi berbagai kecaman yang dialamatkan kepada dirinya.
Atas aktivitas yayasannya tersebut, Soros juga dijuluki sebagai filantropis atau
orang yang mencurahkan perhatian, waktu, dan uangnya untuk menolong orang
lain.

Namun, kegiatan Soros membantu rakyat miskin dengan bisnisnya di bidang


perdagangan uang yang telah memiskinkan puluhan juta manusia, jelas merupakan
sebuah paradoks. Sudah pasti ada tujuan tersendiri di balik bantuan-bantuan yang
diberikan Soros melalui yayasan Soros Fundation-nya. Sebagaimana kami
sebutkan pada pertemuan sebelumnya, di Bosnia, Soros mendanai penerbitan
media massa yang memuat foto-foto amoral dan menyebarkan pemikiran
kebebasan dan sekularisme.
Soros dan Revolusi Beludru Georgia

Kawasan Kaukasus dan Asia Tengah merupakan kawasan yang menjadi pusat
aktivitas Soros Foundation selama beberapa tahun terakhir. Aktivitas yayasan ini di
Georgia menjadi pusat perhatian dunia sejak terjadinya transformasi politik di
negara itu pada bulan November 2003. Krisis di Georgia berawal dari
penyelenggaraan pemilihan anggota perlemen tanggal 2 November 2003. Dalam
pemilu tersebut, pemerintah di bawah kepresidenan Eduard Shevardnadze dicurigai
melakukan kecurangan, sehingga menimbulkan aksi demonstarsi besar-besaran.
Demonstrasi besar yang dipimpin oleh Mikhail Saakashvili, ketua Partai Gerakan
Nasional ini, akhirnya berhasil memaksa Presiden Shevardnadze mengundurkan
diri dari jabatannya pada tanggal 22 November 2003. Pergantian kekuasaan ini
berjalan damai dan tidak ada korban jiwa, sehingga disebut sebagai Revolusi
Beludru. Pada awal tahun 2004, kembali diadakan pemilu, dan Mikhail
Saakashvili, terpilih sebagai presiden baru Georgia.

Setelah mengundurkan diri, Eduard Shevardnadze melakukan berbagai langkah


untuk mengungkapkan peran Soros Foundation di balik krisis politik di negaranya
itu. Menurut Shevardnadze, Soros telah mengucurkan dana beberapa juta dolar
untuk mendukung aksi penyingkiran Shevardnadze dari jabatannya. Shevardnadze
mengatakan, Saya tidak bisa menyebutkan negara-negara mana saja yang
mendukung kerusuhan yang terjadi bulan November itu, namun bisa diyakini,
kelompok-kelompok internasional semacam Soros Foundation merupakan
pendukung dana dari aksi itu. Tujuan Soros Foundation adalah menciptakan situasi
seperti di Yugoslavia, yang pada tahun 2000, gerakan-gerakan demonstrasi massa
telah berhasil menyingkirkan Slobodan Milosevic dari jabatannya sebagai
presiden.‌

Selain itu, Shevardnadze juga menuduh Richard Miles memiliki peran penting di
balik penggulingan dirinya. Kecurigaan atas peran AS mulai tampak pada
pembatalan kunjungan Collin Powell ke Georgia pada tanggal 16 Mei 2003. Pada
musim panas 2003, Shevardnadze yang mulai mencurigai Richard Miles, meminta
kepada Presiden Bush agar menarik pulang Dubes AS itu, namun permintaan ini
ditolak Bush. Pada saat yang sama, pemerintahan Shevardnadze menghadapi jatuh
tempo pembayaran hutang negara, namun IMF yang memiliki kaitan erat dengan
Soros Foundation, menolak memberikan bantuan keuangan. Pada bulan November,
terjadilah demonstrasi besar-besaran menentang pemerintah yang berujung pada
pengunduran diri Shevardnadze.
Tuduhan yang dilemparkan Shevardnadze itu didukung oleh berbagai bukti.
Pertama, Soros sendiri pernah menyatakan bahwa dirinya telah mengeluarkan uang
jutaan dollar untuk menggulingkan pemerintahan Shevardnadze. Kedua, dalam
pemerintahan Georgia yang baru terbentuk, empat di antaranya, yaitu Menteri
Pendidikan, Menteri Kehakiman, Menteri Keuangan, dan Menteri Urusan Pemuda,
adalah orang-orang yang dikenal dekat dengan George Soros. Keempat orang ini
sebelumnya bekerja untuk Soros Foundation. Selain itu, Soros juga pernah
melakukan pertemuan dengan Presiden Mikhail Saakashvili di Davos, Swiss, dan
menjanjikan akan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintahannya. Dalam
menjustifikasikan perbuatannya, Soros menyatakan, Jutaan dolar uang yang telah
dikeluarkan akan melahirkan milyaran sejarah.

Tiga Organisasi Yang Berperan Dalam Penggulingan Shevardnadze

Bokeria, ketua Liberty Institute yang menerima bantuan dana dari Institut
Masyarakat Terbuka Soros, mengatakan ada tiga organisasi yang memainkan peran
kunci dalam penggulingan Shevardnadze, yaitu Partai Gerakan National, stasiun
televisi Rustavi-2, dan sebuah organisasi kaum muda yang bernama Kmara‌.
Organisasi pemuda ini mendeklarasikan perang terhadap Shevardnadze pada bulan
April 2003 dan memulai kampanye melalui poster dan graffiti untuk mengkritik
korupsi yang dilakukan pemerintah.

Ketiga organisasi itu memiliki hubungan dengan George Soros. Menurut laporan
media massa Georgia, Kmara menerima 500.000 dolar untuk mendanai aksi-aksi
mereka. Sementara itu, televisi Rustavi-2 menerima dana awal peluncuran
siarannya pada tahun 1995. Televisi inilah yang memprovokasi massa dengan cara
menyiarkan hasil pemilu sesuai penghitungan yang dilakukan suatu LSM AS, yang
berlawanan dengan hasil penghitungan resmi pemerintah.

Pemimpin Partai Buruh Georgia, Gela Daneliya, pada konferensi pers di Tblisi,
ibukota negara ini, pada tanggal 17 Januari 2004, menyatakan bahwa Georgia telah
menjadi korban Sorosization‌. Pernyataan ini dikeluarkan Daneliya menanggapi
penunjukan Irakly Rekhviashili sebagai Menteri Ekonomi, Industri, dan
Perdagangan. Padahal, menurut Daneliya, Rekhviashili baru berusia 28 tahun dan
lebih banyak menghabiskan umurnya di luar negeri. Rekhviashili adalah orang
dekat Soros dan diserahi jabatan penting itu pada hari ketika ia tiba di Georgia.

Namun demikian, masuknya Soros ke Georgia justru karena kesalahan Eduard


Shevardnadze sendiri. Pada awal dekade 1980-an, Shevardnadze giat menjalin
hubungan dekat dengan Soros dan pemerintahan negara-negara Barat.
Shevardnadze sendirilah yang mengundang Soros untuk mendirikan Institut
Masyarakat Terbuka atau Open Society Institute‌ di Georgia. Namun, setelah
mundurnya Mikhail Saakashvili dari jabatannya sebagai menteri kehakiman,
hubungan antara Soros dan Shevardnadze menjadi dingin. Mikhail Saakashvili
inilah yang kemudian menggalang demonstrasi anti Shevardnadze dan kini
menjabat sebagai Presiden Georgia.

Pada pertengahan tahun 2002, Shevardnadze secara terbuka memulai kritikannya


terhadap campur tangan Soros dalam urusan politik dalam negeri Georgia. Soros
kemudian mengadakan konferensi pers di Moskow dan menyatakan bahwa
pemerintahan Shevardnadze tidak bisa dipercaya dalam pelaksanaan pemilu
parlemen yang akan dilakukan tahun 2003. Soros bahkan mengatakan, Sangat
perlu dilakukan mobilisasi masyarakat sipil untuk menjamin kebebasan dan
kejujuran pemilu, karena banyak kekuatan yang telah ditugaskan untuk
memanipulasi pemilu. Inilah yang kami lakukan di Slovakia pada masa
pemerintahan Meciar, di Kroasia pada masa pemerintahan Tudjman, dan di
Yugoslavia pada masa pemerintahan Milosevic.‌ Dengan demikian, Soros secara
eksplisit memang mengakui campur tangan yang dilakukannya atas urusan politik
berbagai negara.

SOROS DI AZERBAIJAN

Republik Azerbaijan adalah salah satu negara di wilayah Kaukasus yang dijadikan
terget kegiatan Soros Foundation, segera setelah runtuhnya Uni Soviet. Hal ini
memiliki beberapa alasan, antara lain karena Republik Azerbaijan adalah satu-
satunya negara muslim di Kaukasus dan memiliki sumber daya alam yang kaya,
sehingga Azerbaijan bisa disebut sebagai negara terkaya di Kaukasus. Bersamaan
dengan naiknya Haydar Aliyev ke kursi kepresidenan, Soros Foundation pun
memperluas aktivitasnya di negara ini dengan mendirikan Open Society Institute
atau Institut Masyarakat Bebas.

Hingga kini, Institut Masyarakat Bebas yang dimiliki oleh Soros Foundation telah
mengucurkan dana sebesar 20 juta dolar untuk mendanai berbagai kegiatan mendia
massa dan LSM di Azerbaijan. Farda Asadov, Direktur Eksekutif di Institut
Masyarakat Bebas Azerbaijan, menyatakan bahwa pengeluaran yayasan ini pada
tahun 2003 lalu adalah sebesar 3 juta dolar. Lima belas persen dari jumlah itu
digunakan untuk bidang propaganda, 24 persen di bidang pendidikan, 50 persen
untuk memberbaiki tatanan sosial, dan 16 persen untuk keperluan administrasi.
Secara umum, 72 persen bantuan dana dari institut ini diberikan kepada lembawa
swadaya masyarakat atau LSM, dan 28 persen diserahkan kepada lembaga
pemerintah Azerbaijan.

Meskipun kegiatan Soros Foundation semakin meningkat sejak masa pemerintahan


Haidar Aliyev, namun akhirnya Presiden Azerbaijan ini melemparkan kritikan
kepada yayasan ini karena ikut campur dalam krisis Karabakh. Menurut Aliyev,
daripada membantu para pejuang separatis Karabakh, Soros sebaiknya
memberikan bantuan kepada para pengungsi perang Karabakh. Menjawab kritikan
ini, George Soros menyatakan bahwa adalah terserah baginya untuk memberikan
bantuan kepada siapa saja. Soros bahkan menjanjikan bantuan enam juta dolar
kepada etnis Armenia di Karabakh yang ingin memisahkan diri dari Azerbaijan
serta mendirikan kantor perwakilan di sana.

Setelah terjadinya penggulingan Presiden Georgia yang didalangi oleh Soros


Foundation, pemerintah Azerbaijan pun semakin mengkhawatirkan kinerja
yayasan tersebut di negaranya. Apalagi, pada tahun 2005, di Azerbaijan akan
dilangsungkan pemilu parlemen. Aqil Abasov, pemimpin redaksi majalah Keadilan‌
di Azerbaijan, menyatakan bahwa Soros Foundation dengan melakukan berbagai
permainan politik berencana untuk menginfiltrasi pemerintah. Sebagian pejabat
partai berkuasa di negara itu juga menyuarakan kekhawatiran mereka atas gerak-
gerik yayasan ini. Tak lama kemudian, dimulailah gerakan propaganda anti-Soros
di Azerbaijan.

Kini, ketika pemilu parlemen semakin mendekat, aktivitas Soros Foundation


menjadi terbatas. Namun setelah Presiden Ilham Aliyev, yang menggantikan
ayahnya, Haidar Aliyev, mengadakan pertemuan dengan Soros di sela-sela sidang
Majelis Umum PBB, kegiatan Soros Foundation kembali meningkat. Pada bulan
Desember 2004, yayasan ini merekrut pegawai-pegawai baru yang berasal dari
kelompok non-Syiah dan mendirikan media massa. Melalui media massa ini,
praktik-praktik korupsi pemerintah dibesar-besarkan dan hal ini mirip dengan
langkah yang diambil Soros di Georgia.

Pada akhir tahun 2004, Institut Masyarakat Bebas Azerbaijan juga meluncurkan
terjemahan buku berjudul Korupsi dan Pemerintah‌ dalam bahasa Azari, yang
ditulis oleh Susan Rose-Ackerman. Dalam buku ini dibahas secra terperinci
mengenai pemilu dan skandal-skandal yang meliputinya. Peluncuran terjemahan
buku ini oleh Soros Foundation tentu bukan tanpa alasan. Salah satu alasan yang
cukup jelas adalah untuk menggalang opini masyarakat Azerbaijan agar
mencurigai pemerintah mereka sendiri. Sebagaimana kita bahas dalam bagian ke-3,
langkah yang diambil Soros di Georgia adalah dengan mempengaruhi opini rakyat,
sehingga rakyat Georgia mengadakan demonstrasi besar-besaran menentang
pemerintah. Akhirnya, Presiden Shevardnaze pun mengundurkan diri.

Menanggapi berbagai kritikan yang diarahkan kepada Soros Foundation di


Azerbaijan, Fuad Sulaimanov, salah seorang juru bicara yayasan ini mengklaim
bahwa Soros Fundation tidak pernah melakukan aktivitas untuk mengubah
pemerintahan di negara manapun dan hanya bergerak di bidang perluasan
demokrasi, peningkatan pengetahuan masyarakat, serta menjaga ketransparansian
pemilu. Pernyataan Sulaimanov ini jelas bertentangan dengan fakta bahwa Soros
Foundation bekerjasama dengan Kedubes AS di Azerbaijan telah mengirim
sejumlah oposan pemerintah Azerbaijan ke Ukrainma, untuk mempelajari revolusi
di negara tersebut. Seperti diketahui, di Ukraina pada akhir tahun 2004 terjadi
demonstrasi besar-besaran menentang hasil pemilu. Akhirnya, dilakukan pemilu
ulang yang dimenangkan oleh Viktor Yushchenko yang didukung oleh AS.

Selain mencampuri urusan politik dalam negeri Azerbaijan, Soros Fundation juga
aktif dalam menghancurkan sendi-sendi keagamaan masyarakat. Suratkabar
Ulayelar yang terkait dengan Kementerian Keamanan Nasional Azerbaijan, baru-
baru ini mengungkapkan usaha Soros Foundation untuk menyebarluaskan
narkotika dalam kedok program pemberantasan narkotika. Suratkabar ini dalam
sebuah makalah berjudul Baku Dalam Jebakan Heroin‌, menulis, Soros Foundation
pada tahun antara 2001 hingga 2003 menyusun sebuah program rahasia sebanyak
63 halaman berkaitan dengan penyebaran narkotika. Program penyebarluasan
narkotika oleh Soros Foundation untuk pertama kali terungkap di Rusia dan
sejumlah pelaksana program tersebut telah ditangkap.‌

Selanjutnya, suratkabar Ulayelar juga menulis bahwa Soros Foundation di


Azerbaijan memiliki program-program infiltrasi terhadap sekolah, pusat keilmuan
dan penelitian, penjara, dan rumah sakit. Bahkan, yayasan ini berusaha
memasukkan pandangan mereka dalam buku-buku pelajaran sekolah di
Azerbaijan, yang jelas bertentangan dengan kepentingan negara tersebut.

SOROS DI ARMENIA

Meskipun kegiatan Soros Foundation di Armenia, di bawah bendera Institut


Masyarakat Bebas atau Open Society Institute, masih belum banyak terungkap,
namun pola-polanya tidak jauh berbeda dengan kegiatan yayasan ini di negara-
negara Kaukasus lain. Armenia adalah pangkalan militer Rusia terpenting di
Kaukasus. Hal ini menjadikan Armenia memiliki posisi penting yang membuat AS
mengkhawatirkan eratnya hubungan antara Armenia dan Rusia. Dalam usaha
menginfiltrasi Armenia, AS menggunakan berbagai cara, di antaranya melalui
propaganda media massa. Pada tahun 2004, Institut Masyarakat Bebas berhasil
menyebarkan ide-idenya di bidang media massa dengan disahkannya UU baru
Armenia terkait dengan media massa.

Tak lama kemudian, berbagai media massa menyebarkan propaganda mengenai


situasi buruk di Armenia, dengan tujuan menggerakkan opini rakyat negara ini
untuk menentang pemerintah mereka. Selain itu, Soros Foundation, sebagaimana
di negara Kaukasus lain, juga memberikan bantuan dana kepada LSM-LSM
dengan tujuan yang sama, yaitu menggalang opini rakyat untuk menentang
pemerintah. Salah satu LSM yang mendapat dukungan dana dari George Soros
adalah International Crisis Center (ICG).

Pada akhir tahun 2004, ICG mengeluarkan laporan sebagai berikut. Armenia yang
meraih kemerdekaan pada tahun 1991 dan memenangkan perang tahun 1992-1994
dengan Azerbaijan, saat ini sedang berada dalam masa damai dan tengah
membangun perekonomiannya. Namun, kestabilan negara ini terhitung rapuh.
Nagorno-Karabakh masih tetap menjadi problem yang belum terselesaikan yang
dengan mudah dapat kembali meletus. Korupsi dan pelanggaran terhadap proses
demokrasi telah meresahkan masyarakat, yang setengahnya masih hidup di bawah
garis kemiskinan…. Pihak-pihak donor harus lebih menekan negara ini agar terjadi
reformasi demokrasi dan pemerintahan yang baik… Kesempatan untuk
menyampaikan kehendak politik secara bebas masih sangat terbatas.

Berbagai usaha propaganda media massa dukungan Soros Foundation mulai


terlihat hasilnya ketika pada akhir tahun 2004, terjadi demonstrasi besar di
Armenia yang didalangi oleh kelompok oposisi. Isu yang digunakan oleh klompok
oposisi Armenia sama seperti yang dilakukan para oposan Georgia ketika akan
menggulingkan Presiden Shevarnadze, yaitu kecurangan dalam pemilu. Merekapun
menuntut Presiden Armenia, Robert Kacharyan, untuk mundur dengan alasan dia
telah terpilih melalui pemilu yang curang.

Indikasi bahwa kelompok oposisi Armenia mendapat dukungan dari Soros


Foundation tampak pada laporan suratkabar AZG yang mengungkapkan bahwa
pada tahun 2003, sejumlah tokoh oposisi Georgia, di antaranya Mikhail
Saakashvili, telah berkunjung ke Beograd, Yugoslavia. Dalam kunjungan yang
didanai Soros Foundation ini, para tokoh oposisi Georgia itu memepelajari cara-
cara kudeta yang telah menggulingkan Presiden Slobodan Milosevic. Pada saat
yang sama, tokoh-tokoh oposisi Armenia juga dikirim ke Beograd dan bisa
dipastikan, tujuan kedatangan mereka ke sana adalah juga untuk mempelajari
kudeta yang terjadi di Yugoslavia.

Namun demikian, usaha Institut Masyarakat Bebas atau Soros Foundation untuk
menggulingkan Presiden Armenia, Robert Kacharyan, hingga kini masih belum
berhasil. Apalagi, ada pula faktor Rusia yang mempengaruhi. Bagi Rusia, Armenia
adalah posko terakhirnya di Kaukasus, setelah negara-negara Kaukasus lainnya
berpihak kepada Barat. Rusia akan melakukan segala cara untuk mempertahankan
pemerintahan Robert Kacharyan. Hubungan erat antara pemerintah Armenia
dengan Rusia ini dijadikan sebagai isu utama oleh kaum oposan. Mereka menuduh
pemerintahan Kacharyan mengekor Rusia.

Usaha AS untuk menggoyang pemerintahan Kacharyan tidak hanya melalui tangan


Soros Foundation, melainkan juga dengan mengirimkan duta besar baru untuk
Armenia, yaitu John Evans. Sebagaimana yang terjadi di Georgia dan Ukraina,
Kedutaan Besar AS sangat berperan dalam menggalang demonstrasi massa yang
akhirnya menyebabkan presiden di kedua negara itu terguling. Apalagi, AS juga
melakukan langkah yang mencurigakan di Armenia dengan membangun gedung
kedutaan AS terbesar di dunia. Menurut situs berita Pravda, gedung kedubes AS
yang baru itu dibangun di atas tanah seluas 9 hektar.

Duta besar AS untuk Armenia, John Evans, akhir-akhir ini secara teratur
mengadakan pertemuan dengan para tokoh partai-partai oposisi. Penunjukan John
Evans sebagai Dubes baru AS untuk Armenia juga patut dicurigai karena dia
dikenal sebagai mentor politik Richard Miles, Duta Besar AS untuk Georgia yang
sangat berperan penting dalam Revolusi Beludru di Georgia. Itulah sebabnya, pada
tahun 2004, pemerintah Armenia menolak memberikan visa kepada Richard Miles.
Pemerintah Armenia bahkan memerintahkan Direktur Badan Keamanan Nasional
untuk menemukan semua orang yang pernah mengikuti pendidikan di Bosnia pada
tahun 2003-2004 atas biaya AS dab Soros Fpundation. Selain itu, pemerintah
Armenia juga melakukan pengawasan ketat terhadap gerak-gerik Soros Foundation
di negara ini.

Bila kita melihat latar belakang mantan Presiden Georgia, Eduard Shevarnadze
dengan Presiden Armenia, Kacharyan, kita akan menemukan kesamaan kasus,
yaitu mereka sama-sama menjalin hubungan yang erat dengan Rusia. Meskipun
Shevarnadze terlihat pro-Barat, namun ia telah menandatangani perjanjian 25
tahun jual-beli gas dengan Rusia. Akibatnya, George Soros yang semula
berhubungan baik dengan Shevarnadze, malah berbalik mendalangi
penggulingannya. Presiden Armenia pun kini menjalin hubungan erat dengan
Rusia. Hal ini jelas bertentangan dengan kehendak AS, dan sangat mudah ditebak
bahwa AS dengan berbagai cara akan berusaha menggulingkan Presiden Armenia
dan mendudukkan presiden baru yang bersedia menurut pada kehendak AS.
Namun yang jelas, hingga kini, rakyat Armenia masih menolak untuk
menyerahkan tanah air mereka kepada imperialisme AS.

SOROS DI RUSIA

Kehadiran Soros Foundation di Rusia sudah dimulai sejak masa pemerintahan


Gorbachev. Institut Masyarakat Bebas mulai beraktivitas di Moskow sejak tahun
1987. Bahkan, yayasan inilah yang memainkan peran penting dalam
menyebarluaskan ideologi pro-Barat dan slogan-slogan demokrasi, yang berakhir
dengan keruntuhan Uni Soviet. Beberapa waktu yang lalu, Alexander Goldavarop
(?), mantan Direktur Soros Foundation di Rusia, mengatakan, Saya hampir sepuluh
tahun bekerjasama dengan George Soros dan selama waktu itu, saya
membelanjakan uang Soros sebesar 130 juta dolar untuk membantu reformasi di
Rusia, memperlancar proses pergantian dari sistem komunis ke sistem demokrasi
liberal, serta membangun masyarakat yang bebas.‌

Soros Foundation lebih banyak menggunakan uangnya di Rusia untuk


menanamkan modal di bidang media massa. Dari 56 juta dolar dana yang
ditanamkan di Rusia tahun 2000 oleh Soros Foundation, 18 juta dolar di antaranya
digunakan untuk mendirikan jaringan berita dan 5 juta dolar untuk mendukung
surat kabar-suratkabar dan televisi-televisi pro-Barat. Dalam buku yang ditulis
sendiri oleh Soros tahun 1990 berjudul Membuka Pemerintahan Soviet‌, Soros
menyampaikan ide-idenya tentang pembentukan pemerintahan yang bebas,
sehingga berbagai perusahaan dapat melakukan aktivitas keuangan di luar kontrol
pemerintah.

Dalam rangka mengikis sistem komunis di Rusia, Soros Foundation juga


bekerjasama dengan LSM-LSM bentukan Barat, di antaranya NED atau Bantuan
Nasional untuk Demokrasi. NED didirikan tahun 1983 oleh Presiden AS saat itu,
Ronald Reagan. NED memiliki program bernama Proyek Pemindahan Demokrasi‌
yang bekerjasama dengan Soros Foundation, dengan tujuan untuk mempercepat
proses reformasi di negara-negara sosialis. Salah satu hasil dari proyek ini adalah
pembentukan organisasi pemuda di Yugoslavia bernama Otpor‌. Organisasi pemuda
Serbia ini sangat berperan dalam menggalang demonstrasi tanggal 5 Oktober 2000
yang berhasil menggulingkan Presiden Slobodan Milosevic.
Menurut berbagai laporan, Soros Foundation bersama NED pada tahun 2000 telah
memberikan bantuan keuangan kepada 38 LSM di Rusia. Pada tahun 2002, kedua
lembaga ini memberikan bantuan sebesar 1,4 juta dolar kepada 33 organisasi
pembelaan HAM. Melalui berbagai LSM ini, kedua lembaga ini berusaha
menyebarkan ide-ide demokrasi ala Barat dan menciptakan opini anti-pemerintah.
Usaha mereka untuk menggulingkan pemerintahan Vladimir Putin yang dipilih
oleh 80 persen rakyat Rusia ini, hingga kini masih belum berhasil.

SOROS ANGKAT KAKI DARI RUSIA

Namun tiba-tiba, pada bulan Juni 2003, Soros memutuskan untuk menghentikan
misinya di Rusia. Harian The Washington Post menulis bahwa alasan resmi yang
disampaikan Soros dalam menutup cabang Soros Foundation di Rusia adalah
karena dalam pandangannya, Rusia telah mampu berdiri sendiri dan tidak
memerlukan lagi subsidi darinya. Soros mengatakan, Saya telah mengeluarkan
uang yang sangat banyak di Rusia dan saya pikir, kini sudah tidak pada tempatnya
lagi bagi saya untuk terus mengeluarkan uang di sini. Russia adalah negara yang
telah kembali tegak dan tidak memerlukan subsidi saya.‌

Selama 15 tahun beraktivitas di Rusia, Soros diberitakan telah mengeluarkan uang


sekitar 1 milyar dollar. Uniknya, dalam artikel yang sama, The Washington Post
menulis bahwa bentuk bantuan yang dilakukan Soros Foundation di Rusia, selain
membantu perluasan internet di universitas dan menyusun buku-buku sejarah
dengan sudut pandang yang berbeda‌, adalah juga menyediakan jarum yang bersih
bagi para pengguna narkotika!

Fakta bahwa Soros menyebarluaskan narkotika di Rusia juga diungkapkan oleh


Doktor Vera Butler. Dalam situs Free republic Doktor Vera Butler menulis, Sudah
sangat jelas bahwa aktivitas Soros tidak terbatas pada Rusia. Garis kebijakannya
didasarkan pada prinsip yang dianutnya. Dia adalah agen dari pemerintahan global,
bukan pemerintahan regional. Soros telah mendirikan sebuah sistem keuangan dan
organisasi, serta mempromosikan legalisasi bagi penggunaan narkotika, aborsi,
euthanasia. Langkah yang diambil Soros ini bisa dipahami sebagai bagian dari cita-
cita kaum Zionis di bawah nama Tatanan Dunia Baru‌. Membuat masyarakat
menjadi lemah dan lumpuh adalah cara terpenting agar dapat menguasai
masyarakat tersebut. Dalam kasus Rusia, melemparkan generasi muda ke dalam
jeratan pengedar narkotika tidaklah sama dengan melegalisasi kecanduan obat di
negara-negara Barat yang makmur. Di Rusia, memberikan akses bebas terhadap
narkotika adalah sama dengan pembunuhan massal terhadap bangsa ini.‌
Selanjutnya, DR. Vera Butler menulis bahwa salah satu proyek yang dilakukan
oleh Institut Masyarakat Bebas milik Soros adalah mengenalkan sikap toleransi di
kalangan pelajar sekolah menengah Rusia. Namun, toleransi yang diperkenalkan di
sini adalah toleransi atas semua hal, termasuk hal-hal yang menurut budaya Rusia
adalah hal-hal yang tabu dan tidak layak dilakukan. Hal ini jelas merupakan
langkah untuk menyebarluaskan paham kebebasan tanpa batas dan sikap-sikap
amoral di Rusia.

Meskipun ketika Soros menutup yayasannya di Rusia, dia mengatakan bahwa


Rusia telah mampu berdiri sendiri dan tidak memerlukan lagi bantuan dari yayasan
ini, namun setelah itu, Soros berkali-kali menyampaikan kritikan terhadap Presiden
Rusia, Vladimir Putin. Misalnya, pada awal tahun 2005, dalam wawancara dengan
koran Austria Die Presse‌, Soros menyatakan bahwa Rusia tidak menjalankan
demokrasi dan karena itu, AS dan Uni Eropa harus mempertimbangkan
keanggotaan Rusia dalam kelompok G-8. Menurut Soros, anggota kelompok G-8
haruslah negara yang menjunjung demokrasi dan karenanya, Rusia harus dicoret
dari kelompok tersebut.

Pernyataan ini jelas bertentangan dengan alasan yang dikemukakan Soros ketika
menutup yayasannya. Karena itu, analisis sesungguhnya dari penutupan Soros
Foundation di Rusia adalah karena besarnya tekanan pemerintah Rusia yang tidak
menghendaki kehadiran yayasan tersebut dan pada saat yang sama, adanya tekanan
dari pemerintah Bush. Menurut harian The Washington Post, pemerintah Bush
memang merekomendasikan agar Soros menghentikan bantuannya terhadap Rusia
karena ternyata pemerintah Rusia tetap tidak mau tunduk pada kehendak AS.
Dengan kata lain, di mata Bush, penghamburan uang di Rusia sia-sia saja karena
pemerintahan Putin tetap tidak tergoyahkan dan Rusia tetap menolak didominasi
oleh AS.

Apapun juga alasan di balik penutupan Soros Foundation di Rusia, namun yang
jelas ditutupnya yayasan itu merupakan hal yang positif bagi masyarakat Rusia.
Karena, di balik slogan-slogan penyebaran demokrasi dan bantuan sosial, Soros
Foundation sesungguhnya berusaha untuk mencampuri urusan dalam negeri Rusia,
termasuk menyebarkan amoralitas di sana. Apalagi, sebagaimana telah kami bahas
sebelumnya, penggulingan kekuasaan di Georgia, Ukraina, dan Yugoslavia terjadi
karena peran Soros Foundation. Tak heran bila pemerintah Uzbekistan dan Belarus
mengambil langkah tegas dengan menghentikan aktivitas organisasi ini di negara
mereka.

Ada Apa Di Balik Intervensi Soros di Kaukaus dan Asia Tengah?


Selain negara-negara Kaukasus seperti Georgia, Azerbaijan, Armenia, dan
Ukraina, negara-negara Asia Tengah juga menjadi target kegiatan Soros
Foundation. Pada awal tahun 2004, George Soros mengeluarkan pernyataan bahwa
ia ingin agar revolusi di Georgia kembali terulang di lima negara Asia Tengah.
Kelima negara Asia Tengah yang dimaksudkan Soros adalah Tajikistan,
Kirkizistan, Kazakhstan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Untuk itu, selama tahun
2003, Soros Foundation telah mengucurkan dana sekitar 20 juta dolar bagi
aktivitas Institut Masyarakat Bebas di kelima negara tersebut. Tujuan utama
pemberian dana sebesar itu adalah untuk memperkuat posisi kelompok-kelompok
pro-Barat yang anti pemerintah.

Kini, muncul pertanyaan, apakah alasan sesungguhnya dari upaya Soros untuk
beraktivitas di negara-negara Kaukasus dan Asia Tengah? Apakah betul bahwa
Soros hanya berniat mengembangkan demokrasi di sana? Untuk menjawab
pertanyaan ini, kita bisa memulainya dengan membahas apa yang terjadi di
Georgia. Georgia memiliki posisi yang strategis, yaitu antara antara Laut Hitam
dan Laut Kaspia yang kaya minyak. Karena itu, sejak lama negara ini telah
menjadi fokus intrik dan konflik di antara berbagai kekuasaan besar dunia.
Menyusul runtuhnya Uni Soviet, kebijakan imperialisme AS yang paling utama
adalah melemahkan Rusia dan menanamkan dominasi di Georgia dan negara-
negara Kaukasus lainnya.

Cadangan Minyak Senilai 17 Milyar Dolar

Sejak awal masa pemerintahan Clinton, Washington menanamkan modal politik


dan diplomatik yang sangat besar di dalam proyek pembangunan jalur pipa minyak
yang akan mengalirkan minyak dari ladang minyak Azerbaijan ke negara Barat.
Kekayaan minyak yang dimiliki Azerbaijan dari ladang Azeri-Chirag-Gunashli
antara tahun 2003 hingga 2010 diperkirakan mencapai 17 milyar dolar dengan
harga minyak 25 dolar perbarel. Bila diperhitungkan dengan harga dolar beberapa
pekan terakhir yang melonjak hingga 50 dolar, berarti penghasilan minyak
Azerbaijan bisa mencapai 24 milyar dolar.

Besarnya nilai minyak di Azerbaijan telah membuat AS sangat berambisi


menanamkan dominasinya di wilayah itu. Jalur pipa minyak Azerbaijan yang
sedang diincar AS itu mau tidak mau harus melewati wilayah Georgia. Karena itu
bagi Washington, menciptakan kestabilan di Georgia dengan cara mendudukkan
rezim yang pro-AS, merupakan sebuah hal yang sangat urgen. Kecondongan
Presiden Shevardnadze kepada Rusia telah membuat AS memutuskan untuk
menggulingkannya dengan bantuan Soros Foundation.
Sejak beberapa tahun sebelum tergulingnya Shevardnadze, Soros Foundation
melakukan berbagai langkah, antara lain membiayai media massa yang gencar
mengkritik pemerintah, sehingga menciptakan kebencian rakyat kepada
Shevardnadze. Segera setelah tergulingnya Shevardnadze, pemerintah Washington
langsung menyampaikan ucapan selamat kepada pemerintah baru Georgia dan
mengeluarkan ancaman kepada Rusia agar jangan mencampuri urusan dalam
negeri Georgia. Para pejabat tinggi AS termasuk Donald Rumsfeld, juga segera
datang ke Georgia. Begitu pula pejabat Bank Dunia, IMF, dan lembaga finansial
internasional lainnya.

PIPA MINYAK BAKU TIBLISI DAN CEYHAN

Pada bulan Maret 2004, Presiden baru Georgia, Mikhail Saakashvili, bertemu
dengan Presiden Azerbaijan yang dikenal pro-AS, Ilham Aliyev, untuk
membicarakan pembangunan pipa minyak Baku-Tiblisi-Ceyhan (BTC). Jalur
minyak inilah yang sangat diincar oleh AS karena akan menyalurkan minyak
mentah dari Baku Azerbaijan, melewati Tiblisi, Georgia, dan berakhir di Ceyhan,
Turki. Jalur ini harus melewati wilayah Rusia, namun pemerintah Rusia menolak
pembangunan jalur pipa minyak ini karena menganggapnya sebagai usaha AS
untuk menginfiltrasi negaranya. Penolakan Rusia ini pula yang menjadi alasan dari
berbagai upaya AS, termasuk melalui tangan Soros Foundation, untuk
menggoyang pemerintahan Vladimir Putin.

Konstruksi pembangunan pipa minyak BTC itu sedang dibangun oleh sebuah
konsorsium multinasional, yang mendapat dukungan AS. Anggaran total proyek
ini diperkirakan mencapai tiga milyar dollar. Jalur minyak ini akan mengalirkan
satu juta barel minyak mentah perhari ke terminal tanker minyak di Mediterania.
Bahkan, rute pipa minyak BTC ini juga bisa dipakai untuk mengalirkan minyak
dari Kazakhstan. Pada pertemuan di Baku, Azerbaijan, Presiden Georgia dukungan
AS, Mikhail Saakashvili, mengulang komitmennya terhadap proyek pipa minyak
BTC dan bersumpah akan melawan setiap halangan dalam pembangunan pipa ini,
termasuk halangan dari Rusia sekalipun.

Pembangunan pipa minyak BTC dan semakin dalamnya pengaruh AS di Kaukasus


tampak sebagai bagian dari strategi AS yang lebih besar lagi, yaitu menguasai
cadangan minyak dan gas di wilayah yang disebut-sebut sebagai Busur
Ketidakstabilan‌. Isu Perang Melawan Terorisme‌ telah dieksploitasi AS sebagai
upaya untuk mengintervensi wilayah tersebut. Dalam rangka ini, Washington telah
menyerang dan menduduki Irak, sebagai usaha untuk menguasai cadangan minyak
Irak yang sangat kaya. AS juga telah mendudukkan pasukannya di Afghanistan
dan beberapa negara eks-Soviet di Asia Tengah. Tentara AS itu diprediksikan akan
membantu pengamanan rute pipa minyak lainnya, yaitu jalur Turkmenistan-
Afghanistan-Pakistan.

Dalam proyek raksasa di bidang minyak ini, Presiden Bush dan George Soros
memiliki tujuan yang sama. Karena itu, meskipun Soros dikenal sebagai pengkritik
Bush, namun dalam mencapai tujuan sama di bidang minyak ini, mereka pun
berjalan beriringan. Soros memiliki kaitan erat dengan James Baker, pendukung
kuat mesin politik Bush. James Baker adalah partner bisnis Soros pada perusahaan
Carlyle Group. Salah seorang pemilik saham perusahaan ini adalah George Bush
senior, ayah Presiden Bush. James Baker sendiri adalah salah seorang makelar
dalam proyek minyak Azerbaijan. Adanya koneksi erat di bidang bisnis inilah yang
membuat Bush dan Soros seiring-sejalan.

Tak heran bila untuk kepentingan bisnis raksasa ini, Soros Foundation mau
mengucurkan dana jutaan dolar melalui Institut Masyarakat Bebas dan LSM-LSM
seperti International Crisis Centre (IGC) yang beraktivitas. Kedua lembaga ini
beraktivitas di hampir semua negara di dunia, terutama negara-negara Kaukasus
dan Asia Tengah yang kaya minyak. Melalui tangan Soros Foundation inilah rezim
Washington berhasil menggulingkan Presiden Shevardnadze di Georgia,
mendudukkan Viktor Yushchenko di Ukraina, serta menginfiltrasi Azerbaijan dan
negara-negara lainnya.

KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan, berbagai aksi yang dilakukan oleh Soros Foundation


membuktikan bahwa meskipun dibungkus dengan slogan demokrasi dan
kebebasan, tujuan utama yayasan ini adalah untuk membuka jalan bagi rezim
Washington dalam memperluas imperialismenya di dunia. Sebagaimana telah kami
bahas sebelumnya, dana Soros Foundation didapat dari hasil spekulasi valuta asing
yang mengakibatkan kehancuran ekonomi berbagai negara dan menyebabkan
kemiskinan puluhan juta orang. Kini, dengan mengeluarkan uang dalam kedok
amal kebajikan, George Soros sesungguhnya sedang berusaha mengeruk harta
kekayaan yang lebih banyak lagi. Karena itu, bangsa-bangsa yang berjiwa merdeka
sudah seharusnya waspada terhadap gerak-gerik yayasan ini di negara mereka.

http://islamiyah.wordpress.com/2007/03/21/george-soros-pria-yang-
menghancurkan-poundsterling-rupiah/

Anda mungkin juga menyukai