Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat

Setelah menyatakan merdeka pada 4 juli 1776, Amerika Serikat dibawah presiden George
Washington menitikberatkan perekonomian pada sektor pertanian. Pada kurun waktu 1861-1865
terjadi perang saudara (civil war) yang melibatkan wilayah utara dan selatan negara tersebut.
Wilayah utara merupakan wilayah industri. Sedangkan wilayah selatan merupakan wilayah
pertanian. Wilayah selatan diisi oleh para tuan tanah yang memiliki tingkat hidup yang cukup mewah
dibandingkan wilayah utara. Hal ini yang menyebabkan terjadinya konflik. Perang saudara yang
terjadi pada abad ke-18 di Amerika tersebut sukses membuat gejolak tersendiri pada
perekonomiannya.

Beberapa waktu setelah perang saudara, tepatnya pada abad ke 1880 menjadi awal perkembangan
sector perdangan dan manufaktur. Selain itu, urbanisasi juga mulai merebak dikawan perkotaan.
Penduduk desa yang awalnya adalah petani lebih memilih untuk tinggal dikota dan menjadi pekerja
pabrik. Lalu lintas perdangan juga berkembang pesat ditandai dengan mulai adanya jalur kereta api
dan jalur laut

Pada saat memasuki awal abad ke-20, revolusi industry gelombang ke-2 mendorong pemanfaatan
tenaga listrik sebagai penggerak utama roda perekonomian Amerika Serikat. Hal ini memicu
pesatnya pertumbuhan indusrti dan manufaktur. Pada saat ini perekonomian di Amerika Serikat
cenderung tumbuh dengan sangat pesat. Ekonomi tumbuh pesat, kekayaan negara meningkat lebih
dari dua kali lipat sehingga periode tersebut sempat disebut sebagai “The Roaring Twenties”.
Ekonomi yang tumbuh pesat memicu spekulasi besar-besaran di pasar saham. Indeks saham melejit
hingga mencapai puncaknya pada Agustus 1929.

Namun, menjelang 1930 hingga beberapa tahun berikutnya, Amerika serikat dihantam krisis
ekonomi yang dikenal dengan the great depression yang ditandai dengan anjloknya pasar saham,
kebangkrutan industry perbankan dan pengangguran meningkat sebesar 20%. Pada September
1929, ketika harga saham secara perlahan terus turun. Puncaknya terjadi pada 24 Oktober 1929
ketika terjadi pelepasan saham-saham secara masif. Sebanyak hampir 13 juta lembar saham
berpindah tangan dalam waktu sehari. Indeks saham jatuh sangat dalam hanya dalam waktu sehari.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) jatuh hingga 11 persen dalam sehari. Peristiwa itu disebut publik
dengan “BlackThursday”. Lima hari kemudian, pada 29 Oktober 1929 krisis di bursa saham mencapai
titik terparah. Enam belas juta lembar saham terjual dalam suasana kepanikan luar biasa. Orang-
orang menyebut kejadian ini dengan "Black Tuesday" dan menjadi salah satu hari yang paling
dikenang dalam sejarah ekonomi dunia.
Inilah awal mula dari depresi besar yang lazim dikenal sebagai "Krisis Malaise".

Kepercayaan konsumen lenyap setelah jatuhnya pasar saham. Mengutip Michael Bernstein di
bukunya The Great Depression: Delayed Recovery and Economic Change in America, 1929-
1939 (1987) jatuhnya pasar saham menyebabkan penurunan daya beli, menyusutnya investasi,
guncangan sektor industri, dan merebaknya pengangguran. Merebaknya pengangguran
menyebabkan kredit macet meningkat, dan penyitaan aset melonjak. Sementara itu, produksi
negara turun. Petani tidak mampu memanen hasil ladang mereka dan terpaksa membiarkannya
membusuk di ladang. Di lain sisi, jumlah tunawisma merebak di kota-kota Amerika. Kondisi
perbankan juga tak jauh beda. Pada musim gugur tahun 1930, gelombang pertama melanda
perbankan. Masyarakat yang kehilangan kepercayaan menarik dananya di perbankan secara besar-
besaran serta memaksa bank untuk melikuidasi pinjaman guna melengkapi cadangan kas. Belum
pulih seutuhnya, sapuan berikutnya terjadi pada musim semi dan gugur di tahun 1931 sampai 1932.
Puncaknya, pada tahun 1933, banyak bank tutup. Dalam rentang tiga tahun, jumlah pengangguran
malah bertambah banyak. Gene Smiley, profesor dari Marquette University menyatakan lewat
tulisannya di Library of Economics and Liberty, pada tahun 1930 angka pengangguran berada di 4
juta orang. Kemudian meningkat menjadi 6 juta pada tahun 1931 dan di tahun 1933, jumlahnya
mengganas di sekitar 15 juta pengangguran.

Lebih lanjut, era 1980’an ditandai dengan adanya konflik kawasan timur-tengah yang mengakibatkan
meroketnya harga minyak mentah dunia. Hal ini berdamak negative pada perekonomian domestic
Amerika Serikat. Pada tahun 1981, presiden terpilih Ronald w. Reagan mengambil kebijakan
pemangkasan tarif pajak untuk mendorong perekonomian di sector rill dan konsumsi. Selain itu,
untuk produktivitas usaha dan perdangangan. Pemerintah menerapkan deregulasi dan aturan
dagang yang fleksibel. Kebijakan tersebut berhasil memulihkan perekonomian domestic Amerika
Serikat.

Pada era 1990 terjadi pertumbuhan teknologi yang mulai mengambil peran penting dalam
perekonomian Amerika Serikat. Meski sudah dimulai dari era 1970’an, namun teknologi computer
digunakan secara massif pada tahun 1990’an. Pemanfaatan teknologi computer membuat
perekoniman Amerika Serikat semakin maju dan stabil.

Pada 2008, Amerika Serikat mengalami krisis finansial. Krisis di tahun 2008 terjadi akibat tidak
seimbangnya sektor keuangan dengan sektor produksi karena adanya praktek monopoli sumber
daya ekonomi oleh korporasi besar dan negara maju terhadap negara miskin. Modal untuk
pembangunan hanya dimiliki oleh sekelompok korporasi besar dan negara tertentu saja, sementara
negara miskin harus dengan cara berutang untuk mendapatkan dana pembangunan dengan
kewajiban menjalankan seluruh persyaratan negara maju. Penguasaan ekonomi yang tidak adil
menciptakan struktur kemiskinan yang akut, yang pada akhirnya menurunkan kemampuan daya beli
masyarakat. Ketiadaan daya beli berarti ketiadaan pasar yang menjadikan sektor keuangan tumbuh
secara tidak seimbang dengan sektor produksi. Sektor produksi tidak memberi keuantungan yang
besar dikarenakan daya beli konsumen tidak ada. Ketika sektor keuangan terus tumbuh sementara
sektor produksi stagnan maka terjadilah finance bubble (gelembung keuangan), yang sewaktu-waktu
bisa bisa meledak dan menimbulkan krisis. Sehingga kalau kita lihat, krisis tahun 2008 di awali dari
krisis keuangan, diikuti krisis perbankan dan kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi.
Monopoli keuangan dan produksi inilah yang seseungguhnya menjadi akar dari krisis ekonomi di
tahun 2008 juga di tahun-tahun sebelumnya.

Sementara, perekembangan ekonomi Amerika Serikat terkini setelah terpilihnya presiden Donald
Trump pada 2016 membawa perubahan pada arah kebijakan ekonomi Amerika Serikat diantaranya
berupa kebijakan proteksionisme melalui pengenaan tariff masuk pada produk-produk lar negeri
untuk melindungi produk dalam negeri. Kebijakan ini sedikit banyak menyebabkan ketegangan
antara Amerika Serikat dengan mitra dagang seperti China, Uni Eropa, serta bebrapa negara di
kawasan asia lainnya. Ketegangan ini berubah menjadi perang dagang atau dikenal sebagai trade
wars diantara negara-negara tersebut yang menyebabkan perlambatan ekonomi global. Namun
begitu, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mencapai 3% didukung oleh penerapan kebijakan
fiscal yang mendorong kapasitas produksi dan investasi di sector infrastruktur. Meningkatnya
pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tenaga kerja, disertai tingginya tingkat keyakinan konsumen
berkorelasi positif pada tingkat pendapatan dan konsumsi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai