Anda di halaman 1dari 107

Sri:

B.P.B.
RANGARAJAN
GERBANG KEBENARAN

drangarajan108@gmail.com | http://dharmadvar.blogspot.com
GERBANG KEBENARAN Sri:

GERBANG KEBENARAN

Dipersembahkan kepada
Parampujyapadapadma
Paramahansh Paribrajakacharyabarya Sri Srimad
GOUR GOBINDA SWAMI MAHARAJA GURUDEVA
Yang senantiasa berbelas kasih memberkati
semua usaha kami dalam pelayanan
kepada Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna

oleh
B.P.B. Rangarajan

Editor: Sundarananda dasa


Finalisasi:
Radha Rasbiharijiu Seva Sanga
Jalan Tukad Banyuning i/2
Denpasar 80225
Telepon (0361) 228 391
e-mail: drangarajan108@gmail.com
available in Facebook

DasanVR e-Books 2
GERBANG KEBENARAN Sri:

Mangalacharanam

om ajnana-timirandhasya jnananjana-salakaya
caksur unmilitam yena tasmai sri-gurave namah
Hamba bersujud dengan hormat kepada Sang Guru Kerohanian, yang telah membuka mata
hamba yang sudah dibutakan oleh kelamnya kebodohan, dengan pelita ilmu pengetahuan.
vande’ham sri-guroh sri-yuta-pada kamalam sri-gurun Vaishnavam ca
sri-rupam sagrajatam saha-gana-raghunatanvitam tam sa-jivam
sadvaitam savadhutam parijana-sahitam sri-krsna-caitanya-devam
sri-radha-krsna padan saha-gana-lalita-sri-visakhanvitams ca
Hamba bersujud dengan hormat kepada kaki padma guru kerohanian hamba dan juga kepada
semua guru kerohanian lainnya dalam garis perguruan pengabdian suci. Hamba bersujud
dengan hormat kepada semua Vaishnava dan kepada para Gosvami yaitu Sri Sanatana, Sri
Rupa, Sri Raghunatha, Sri Gopala Bhatta, Sri Raghunatha Bhatta, dan Sri Jiva. Hamba bersujud
kepada Sri Advaita Prabhu, Sang Avadhuta Sri Nityananda Prabhu, Tuhan Sri Caitanya
Mahaprabhu dan semua penyembah Beliau yang dipimpin oleh Sri Srivasa Thakura.
Kemudian hamba juga mempersembahkan sembah sujud ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa
Sri Krishna, Srimati Radhika, beserta semua gopi, yang dipimpin oleh Sri Lalita dan Visakha.
namo maha-vadanyaya krsna-prema pradaya te
krsnaya-krsna-caitanya-namne gaura tvise namah
Hamba bersujud ke hadapan Tuhan Yang Mahamurah hati. Engkau adalah Tuhan Sri Krishna
Sendiri yang kini hadir dalam rupa Sri Caitanya Mahaprabhu yang berwarna keemasan.
Engkau telah menyebarkan pengabdian cintakasih yang murni ke seluruh penjuru dunia.
ananda-lilamaya-vigrahaya hemabha divya-cchavi-sundaraya
tasmai maha-prema-rasa pradaya caitanya-candraya namo namaste
Hamba bersujud kepada Rembulan Kesadaran Tertinggi, Sri Caitanyacandra. Perwujudan
sukacita kegiatan rohani, yang bercahaya gemerlap oleh keindahan kemilau emas cair, dan
yang menganugerahkan nikmatnya rasa cintakasih yang paling agung kepada dunia.
sri krsna-tattva-nirdesa krpa yasya prayojanam
vande tam jnanadam krsnam caitanyam rasa-vigraham
Dengan segala hormat, hamba bersujud dalam-dalam ke hadapan Bhagavan Sri Krishna
Caitanya Mahaprabhu, yang Rupa-Nya penuh sempurna oleh segala rasa kenikmatan rohani,
dan merupakan penganugerah segenap pengetahuan. Tanpa mendapatkan belas kasih-Nya tak
seorangpun dapat menginsafi kebenaran sejati mengenai Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna.
samudra-sosanam renor yatha na ghatate kvacit
tattva me tattva-nirdeso mudhasya ksudra-cetasah
Sebagaimana sebutir debu, tidaklah mungkin mampu menghisap seluruh air samudera, maka
sungguhlah benar-benar sulit bagi seorang bodoh dan dungu seperti diriku ini untuk dapat
menetapkan kebenaran (tattva-nirdesam).

DasanVR e-Books 3
GERBANG KEBENARAN Sri:

kintu me hrdaye ko’pi purusah syamasundarah


sphuran samadhisat karyam etat tattva-nirupanam
Walaupun seorang insan nan remeh ini, tiada akan pernah mampu menetapkan kebenaran
dengan secuil kecerdasannya, namun Sesosok Pribadi Kehitaman dengan wujud kesadaran
murni tanpa noda, telah muncul di dalam hatiku dan menempatkanku dalam kekhusukan
karya menegakkan kebenaran. Hanya demi alasan inilah diriku memantapkan hati
melaksanakan tugas yang mustahil ini.
gathulanni khilamaina kaliyuga mandunu
gathi eethade chupe ghana guru daivamu
Pada Kaliyuga ini, saat semua upaya telah gagal, adalah beliau Srila A.C. Bhaktivedanta Swami
Prabhupadaji Maharaja, Acharya agung yang menunjukkan kepada kita jalan untuk menca-pai
Tuhan Sri Krishna.
ithani karunane kaa ila vaishnavula maithimi
ithani vallane kanntini thirumani
Hanyalah berkat belas kasihnya hamba dapat menerima Dharma Vaishnava yang termulia
dalam kehidupan hamba saat ini. Hanyalah karena beliau hamba dapat mengenakan
Thirumani (Vaishnava-tilaka).
ithade upadesamichenu krishna-nama mantramu
ithade sri prabhupadulu iha para daivamu
Beliau telah mengajarkan rahasia Krishna-nama mantram. Bagi hamba Srila Prabhupada,
sungguh-sungguh Para-devata, Junjungan yang termulia, di dunia ini maupun di dunia rohani.
velayinche eethadekaa vedapu rahasyamulu
chalamai eethade chupe saranagathi
Beliau telah mengungkapkan intisari Veda yang tersembunyi dan menunjukkan jalan
penyerahan diri (saranagathi).
nilipinaadeethade kaa nijamudraadhaaranamu
malasi prabhupadulu maatalaade daivamu
Beliau juga mengajarkan cara yang benar untuk menempuh ja-lan kerohanian. Karena ini
hamba memuja beliau sebagai Devata yang berbicara.
niyamamulu ithade kaa nilipe prapannulaku
dayatho mokshamu chupe thaganeethadu
Beliau telah menetapkan aturan-aturan bagi para prapanna (mereka yang menyerahkan diri
dalam jalan pengabdian suci). Dengan belas kasihnya beliau telah memberikan pembebasan
tertinggi kepada kita.
nayamai raseshvaramu nagamekke vaakitanu
daya chuchi mammu nitte thalli tandri daivamu
Beliau, dengan kemurahan hatinya telah membawa kita menuju pintu gerbang kediaman Sri
Raseshvara. Beliaulah ayah dan ibu sejati kita.

DasanVR e-Books 4
GERBANG KEBENARAN Sri:

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankanlah saya menghaturkan sembah sujud dan terimakasih sedalam-dalamnya


kepada Parampujyacarana Srila Sripada Maharaja (Sri Srimad Bhaktisvarupa Damodara
Svami), yang telah bermurah hati senantiasa berkenan memberkati segala usaha saya dalam
memuliakan para Vaishnava, Acharya, dan Bhagavata. Kepada Anuttara Siksha-acharyadeva
saya tercinta, Parampujyacarana Paramahamsa Paribrajakacharyavarya Sri Srimad Gour
Govinda Svami Maharaja Srila Gurudeva, yang merupakan sumber inspirasi dalam hati saya.
Kepada Sri Pejawar Swamiji, Srimad Visveshwara Tirtha Sripadangalavaru dan Sri Puttige
Swamiji, Srimad Sugunendra Tirtha Sripadangalavaru, karena tanpa tulisan-tulisan dan tattva-
vichar beliau semua, saya tidak mungkin mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai
Dvaita-siddhanta. Tidak lupa saya bersujud dan berterima kasih kepada Pujyasri Sriman U.Ve.
Srirama Ramanuja Achari, yang telah bermurah hati memberikan banyak pengajaran dalam
memahami Hindudharma terutama Srivaishnava-siddhanta kepada saya. Juga kepada
Laksminrsimha-seva-rashikan Allakkhiya-singhar Thiruvadigal Pujyasri U. Ve. Oppiliappan
Koil Sri Varadacharya Satakopan Swami, karena tanpa ajaran dan tulisan-tulisan beliau, saya
tidak akan mampu memahami Vaidika-sampradaya. Terimakasih sebesar-besarnya kepada
Pujyasri Sriman Sundarananda Prabhu dan Prema Manjari Mataji yang telah memberikan
bimbingan dan perlindungannya bagi saya dalam mempelajari Goudiya-vaishnava-siddhanta,
sekaligus melakukan penyuntingan terhadap tulisan ini. Saudara-saudara dalam Seva Sanga
yang memberikan dukungan dan mengusahakan pencetakannya. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa Sri Sri Radha Rasbiharijiu, Sri Patitapabana Jagannathjiu, Sri Sri Nityananda
Gaurangadeva, beserta para Vaishnava, Acharya dan Bhagavata mencurahkan karunia-Nya
kepada kita semua.

OM SRI:

DasanVR e-Books 5
GERBANG KEBENARAN Sri:

indu dan Hinduisme adalah suatu istilah yang dilekatkan oleh para penjajah asing
India pada sistem sosio-relijius tradisional dari orang-orang Hind atau India.
Istilah ini tidak tampak dalam satu pun dari Pustaka Suci Hindu, yaitu Veda. Umat
Hindu sendiri merujuk kepada agama mereka sebagai Sanatana Dharma yang
diterjemahkan secara harfiah berarti Kebenaran Abadi, Jalan yang Kekal. Sanatana berarti
kekal, tiada berkesudahan, atau senantiasa ada. Dharma berarti metode apapun yang
memungkinkan seseorang melihat kenyataan/kebenaran sebagaimana adanya dan yang
dengannya dia dapat ditarik mendekati Kebenaran Mutlak dan Realitas Tertinggi. Karena para
pengikut Sanatana Dharma menempatkan Veda sebagai otoritas pengetahuan tertinggi, maka
jalan ini disebut pula Veda-dharma.
Sanatana Dharma jauh lebih tua dari peradaban manapun, dengan pustaka sucinya yang
telah ada jauh sebelum adanya catatan sejarah. Dharma ini telah menyebar ke seluruh dunia,
membentuk peradaban yang sampai saat ini masih hidup di seluruh Asia Tenggara, Jepang,
Cina, Tibet, dan bagian-bagian benua lainnya. Kerajaan kuno pra-injili, Mittani di Asia Kecil,
telah diperintah oleh raja-raja Hindu yang menggunakan nama-nama Sanskrit.
Tidak seperti mitos yang dihembuskan para indolog asing, bahwa Hindu berasal dari
peradaban “Arya” Indo-Eropa yang datang ke India dan menaklukkan penduduk pribumi.
Justru sebaliknya, orang-orang Sumeria dan Hittite yang keduanya merupakan Indo-Eropa
sesungguhnya berasal dari daerah-daerah di lembah Ganga. Filsafat dan teologi Hindu telah
mempengaruhi kebudayaan Yunani dengan demikian kuatnya sejak masa ketika Alexander
yang Agung menginvasi beberapa wilayah di India Utara. Keserupaan yang bermakna juga
ditunjukkan oleh kepercayaan dan mitologi bangsa Skandinavia kuno dengan yang terdapat
dalam Hindu.
Peradaban-peradaban besar dunia kuno seperti Romawi, Yunani, Mesir, Sumeria,
Babilonia, semua sudah berlalu. Bahkan tradisi kerohanian tertua di dunia Barat, agama
Yahudi, telah mengalami perubahan yang radikal semenjak awal mulanya sekitar 5000 tahun
yang lalu. Walaupun demikian kebudayaan dan peradaban Hindu tetap berlanjut sebagai
kekuatan yang hidup, tetap menggemakan pemikirannya, dan penampakannya hampir tidak
berubah selama lebih dari 6000 tahun. Saat ini, masyarakat Hindu dapat ditemukan hampir di
setiap negara di dunia.
Sanatana Dharma, sebagaimana namanya, tetap merupakan agama yang paling tua dan
paling dinamis di antara semua agama dunia. Dia juga tetap merupakan peradaban yang
hidup, sumber dari nilai-nilai yang masih dipegang teguh dan diterapkan oleh sejumlah besar
penduduk dunia. Hindu juga tetap berada di garis depan dari semua jalan yang menekankan
spiritualitas eksperiental (kerohanian yang diinsafi dan dialami) dan menunjukkan kebebasan
yang besar dalam pendekatannya terhadap kehidupan rohani pribadi. Hindu memiliki suatu
kemampuan bawaan yang unik, yaitu dapat mengadaptasikan dirinya dengan berbagai
perubahan keadaan. Dikatakan oleh yang paling penting di antara para pembuat hukum,
“Apapun (yang disebut) dharma itu, yang tidak akan mengarahkan pada kebahagiaan dan
yang secara umum disalahkan oleh orang-orang (loka-vikrusta), maka haruslah ditolak.” (Manu
12.105-106). Anjuran ini mengarahkan masyarakat Hindu untuk selalu mampu

DasanVR e-Books 6
GERBANG KEBENARAN Sri:

mengadaptasikan praktik-praktik relijiusnya bersama nilai-nilai luhur dalam masyarakat


tempatnya bertumbuh. Hindu tidak mengajarkan untuk menolak latar belakang penganutnya,
kemudian menggantinya dengan cara hidup tertentu yang dibakukan. Sekalipun India menjadi
negeri asal Hindu, tetapi Hindu tidak semata-mata India. Hindu membuat penganutnya
mampu melihat hal-hal yang baik dan mulia dalam budaya bangsanya, memperindahnya
dengan sentuhan keinsafan rohani mendalam dan kebijaksanaan Veda, lalu membentuk
pribadi bangsa yang memiliki jati diri sendiri. Hal ini secara khusus tepat bagi keadaan masa
kini, ketika ada begitu banyak komunitas Hindu yang berkembang di hampir setiap negara-
negara Barat – AS, Kanada, Australia, Eropa dan sebagainya. Kebudayaan rohani Veda ini
telah mengalami kebangkitan dan pengaruhnya terus bertumbuh di seluruh dunia. Ini hanya
merupakan salah satu dari sekian banyak alasan mengapa Hindu mampu bertahan selama
ribuan tahun, walaupun berada di tengah berbagai tekanan. Selain itu, tak dapat dipungkiri,
para penganutnya telah mengalami banyak usaha untuk meniadakan keberadaannya, yang
dilakukan oleh agama-agama lain yang bersifat lebih dogmatis dan berorientasi iman
(Berimanlah maka kamu selamat. Perbuatan tidak penting).
Sebagai hasil dari semakin meningkatnya minat dalam pencarian akan kebenaran, umat
manusia di dunia ini semakin banyak yang mulai mendekati dan mengeksplorasi kembali
tradisi-tradisi rohani yang lebih tua, untuk memperoleh dalam dan tingginya tingkat
pemahaman spiritual yang dikandungnya. Bersamaan dengan tumbuhnya minat dunia
terhadap sisi mistik-spiritual dan esoterik dari semua agama-agama, maka gerakan-gerakan
yang memperhatikan ajaran-ajaran semacam ini akan tumbuh pula. Sebagian besar darinya
adalah bersumber dari Veda dan tradisi Hindu. Istilah-istilah Sanskrit seperti yoga, mantra,
karma, chakra, tantra, guru, semuanya telah lumrah digunakan di negara-negara Barat.
Semakin banyaknya orang yang berminat pada warisan kekayaan Veda seperti meditasi, yoga,
dan pengobatan Ayurveda telah menunjukkan bagaimana ajaran yang terkandung dalam Veda
dapat memberikan manfaat dan pengaruh positif bagi umat manusia di dunia, apapun latar
belakangnya. Ini merupakan tanda bahwa sifat universal yang terdapat dalam tradisi Veda
telah menjadi semakin tampak, semakin diterima, sehingga jelas sesuailah dengan namanya,
Sanatana Dharma, Jalan Kebenaran yang Kekal.
Semakin banyak orang yang mengerti keterbukaan dan nilai-nilai rohani Sanatana
Dharma, maka semakin kuatlah keinginan mereka untuk mengakhiri perang-perang agama
yang bersumber dari fanatisme sempit, kurangnya keinsafan rohani, kesalahpahaman dan
prasangka. Sesungguhnya Sanatana Dharma mampu memberikan jalan secara pribadi dalam
pencarian akan Tuhan dan Kebenaran yang sejati. Agama berdiri di atas keinsafan diri pribadi
akan Kebenaran Mutlak yang kekal, bukan semata-mata pengakuan manusia yang bisa bersifat
artifisial dan diktatorial. Kekacauan masyarakat dunia saat ini salah satunya bersumber dari
konflik-konflik agama untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, lalu
memusnahkan mereka yang berkeyakinan berbeda dengan sistem kepercayaan yang lebih
mendominasi. Penyakit ini dapat disembuhkan apabila kita dapat mempelajari dengan
seksama Sanatana Dharma. Apabila kita dapat menerima dan menerapkan prinsip serta nilai-
nilai Veda dalam hidup kita, maka kita akan merasakan dan membuktikan bahwa Hindu

DasanVR e-Books 7
GERBANG KEBENARAN Sri:

adalah anugerah Tuhan yang sesungguhnya bagi seluruh umat manusia, bumi ini, bahkan
alam semesta.
Tentu saja dalam membaca atau mempelajari segala sesuatu yang menyangkut Hindu,
kita harus selalu memikirkan keunikan Hindu. Keunikan itu adalah penghargaan atas
orisinalitas pendapat dan kebebasan berekspresi. Sekalipun sastra-sastra suci Hindu harus
dijelaskan dalam koridor ortodoksi yang berupa kesetiaan terhadap kitab-kitab suci Veda dan
realisasi para praktisi ajaran yang sudah sempurna, namun selalu ada ruang bagi setiap umat
Hindu untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, sejauh keinsafan rohaninya
mengijinkan. Keterbukaan dalam menerima koreksi, ketidak setujuan, bahkan tentangan
sekalipun, merupakan kelebihan karya-karya rohani Hindu.
Buku ini menyampaikan gambaran mengenai Hindu bukan dari sisi akademis atau
observasi yang bersifat empiris. Dia dimaksudkan sebagai awal untuk menampilkan jiwa dan
semangat dari tradisi rohani yang hidup, Kebenaran Abadi yang diyakini umat manusia sejak
masa yang tak dapat diingat lagi. Di sini tradisi rohani Veda, Sanatana Dharma, atau agama
Hindu dipandang dari kacamata seorang praktisi, seorang Hindu. Sekumpulan pertanyaan
mengenai aspek-aspek Hindu dalam buku ini benar-benar dijawab oleh seorang Hindu melalui
telaah atas pendapat dan tulisan-tulisan para tokoh suci Hindu dan sarjana Veda tradisional.
Mereka merupakan narasumber dalam masyarakat Hindu yang paling tradisional, yang
mewakili otoritas rohani, keimanan, dan realisasi dalam bagian-bagian spiritual dari
masyarakat Hindu. Pengaruh mereka membentuk seorang pribadi, seorang Hindu, atau lebih
tepatnya salah satu dari sekian banyak umat Hindu, tak lain adalah diri penulis yang dalam
buku ini berbicara menjawab berbagai pertanyaan.
Berbicara tentang Hindu juga tidak dapat dilepaskan dari pemikiran keempat denominasi
utama yang menyusunnya, yaitu Vaishnava, Saiva, Sakta, dan Smarta. Masing-masing mazhab
ini telah berkembang hampir seperti empat sistem agama yang berbeda dan terpisah. Masing-
masing juga telah merumuskan sistem kepercayaan dan ritual yang telah mapan.
Mencampuradukkan keempat sistem ini justru akan lebih membawa kerugian dan
kebingungan dibandingkan pengertian yang benar. Dalam kasus tertentu adalah mustahil
mempersatukan keempatnya. Namun sebagai cabang-cabang yang lahir dari satu induk yang
sama, dalam banyak hal terdapat kesepakatan dan kesepahaman. Kualitas tradisi rohani Veda
yang sangat unik juga mendukung semua keyakinan ini hidup berdampingan secara harmonis
dalam payung kebenaran yang sama. Akan tetapi perlu diingatkan pula pada para pembaca,
bahwa dalam buku ini dihadirkan pemahaman akan aspek-aspek Hindu atau tepatnya
Sanatana Dharma, yang sebagian besar terutama dipengaruhi sudut pandang Vaishnavisme
tradisional, sesuai latar belakang penyusunnya, tradisi tempat dia dibesarkan yang tentu lebih
dikenalnya dengan baik.
Buku ini telah berusaha ditulis seotoritatif mungkin dengan menyandarkan diri pada
sumber-sumber yang terpercaya, namun dalam bentuk ungkapan saduran secara bebas,
sehingga tidak menutup kemungkinan adanya noda kekurangtepatan interpretasi dari
penyusun yang belum sempurna. Khusus untuk membahas topik-topik tattva seperti teologi,
secara berhati-hati digunakan sumber yang hanya berasal dari dalam lingkungan resmi

DasanVR e-Books 8
GERBANG KEBENARAN Sri:

berbagai Veda Sampradaya saja, tanpa menyentuh sumber-sumber yang berasal dari sarjana
akademis Hindu modern, apalagi dari non-hindu, sekalipun di dalamnya mungkin ada nilai
kebenaran.
Jadi apabila para pembaca, khususnya umat Hindu, merasakan adanya kebenaran dalam
tulisan ini, mohon diterima sebagai petunjuk dari para guru suci dan Acharya yang telah
menjadi sumber rujukan. Apabila ada kesalahan atau ketidakbenaran, maka itu murni akibat
kekurangan dalam penyajiannya. Apabila di sini dikatakan “menurut Hindu”, maka para
pembaca berhak untuk mengertikannya sebagai “menurut salah satu umat Hindu”. Hal ini
terutama penting bagi pembaca yang berada di luar tradisi Hindu yang mungkin tidak terbiasa
dengan “cara Hindu/Hindu way” mengemukakan pendapat. Mungkin hanya dalam Hindu
terdapat kebebasan berpikir dan berpendapat yang begitu luas tanpa ada ketakutan akan
dituduh sebagai bidah atau persekusi oleh kelompok mainstream. Pertentangan paham dalam
Hindu selalu bersifat akademis dan filosofis, di kalangan intelektual, tidak pernah secara fisik.
Tidak dipungkiri mungkin saja ada pernyataan-pernyataan dalam buku ini yang tidak
ditemukan dalam buku-buku Hindu yang biasa anda baca. Mohon tidak terganggu dengan
hal-hal semacam itu dan janganlah menjadi bingung. Kami sangat mengharapkan, setelah
membaca buku ini, akan menambah informasi tentang agama Hindu, kemudian tumbuh minat
yang semakin menggelora untuk mempelajari Hindu atau Sanatana Dharma sebagaimana
adanya, yaitu sebagaimana para penganut Veda dari beribu-ribu tahun yang lalu
mempelajarinya. Jadikanlah apa yang anda baca di sini sebagai pintu gerbang untuk memasuki
dan mengeksplorasi ruang-ruang kebenaran Veda-Vedanta semakin dalam lagi.
Semoga tulisan ini dapat membantu semua orang yang membutuhkannya. Semoga
pikiran yang baik datang dari segala penjuru. Semoga Gurudeva, para Acharya, dan Tuhan
Yang Maha Esa Sri Krishna menjadi puas.

Sri sri guru-gaura-nityananda srikrishnarpanamastu

DasanVR e-Books 9
GERBANG KEBENARAN Sri:

AGAMA HINDU
indu/Hinduisme merupakan suatu istilah umum untuk menyatakan sekumpulan
besar berbagai jenis sistem kepercayaan, adat-kebiasaan, tradisi, dan ritual. Istilah
ini awalnya digunakan oleh para penjajah bangsa asing untuk menjelaskan suatu
religi yang diterapkan oleh masyarakat yang hidup di jazirah India. Nama Hindu
diturunkan dari nama sungai Indus. India disebut Ind atau Hind dalam bahasa Parsi dan Arab,
dan dengan demikian agama yang dianut para penghuni India disebut Hindu/Hinduisme.
Nama Hindu ini sama sekali tidak ditemukan dalam Veda (Kumpulan Pustaka atau Sastra Suci
yang merupakan kitab suci bagi umat Hindu) atau dalam sastra-sastra klasik India Kuno
manapun. Oleh umat Hindu sendiri, kepercayaannya ini disebut sebagai Sanatana Dharma
berarti Jalan Kebenaran Yang Kekal.
Dasar dari Sanatana Dharma adalah kitab-kitab yang diungkapkan di India Purba.
Berbeda dengan bayangan orang pada umumnya mengenai bentuk suatu kitab suci agama
yang biasanya berupa satu buku besar, revelasi yang terdapat di India merupakan sejumlah
pengetahuan yang amat sangat luas, meliputi berbagai bidang baik sekuler maupun spiritual.
Mustahil menuliskan keseluruhan revelasi ini dalam bentuk satu buku tunggal. Sesungguhnya
kumpulan besar ilmu pengetahuan ini dalam bentuk tertulisnya dapat mengisi penuh satu
perpustakaan negara. Kumpulan segala ilmu yang bersumberkan atau berasal langsung dari
Tuhan inilah yang disebut Veda, yang secara harfiah juga berarti “Ilmu Pengetahuan”. Seluruh
ilmu pengetahuan di dunia diyakini terkandung dalam Veda. Bagi Hindu, Veda merupakan
pengetahuan cetak biru alam semesta. Pengetahuan yang mengungkapkan pikiran Tuhan,
sebelum menjadikan alam semesta. Veda inilah yang mendasari seluruh penerapan Jalan Kekal
atau Sanatana Dharma. Kemudian dalam praktiknya saat ini, Sanatana Dharma dapat dibagi
menjadi dua kategori.
1. Religi heterodoks yang dianut kebanyakan orang, terdiri lebih banyak dari takhayul,
animisme, dinamisme, ritual-ritual permohonan yang ditujukan kepada berbagai dewa
dan dewi untuk mendapatkan keselamatan, mengusir wabah, penyakit, kesialan,
bencana dan sebagainya, bercampur dengan berbagai macam filsafat, kebiasaan turun-
temurun, sistem moral dan sosial, tanpa basis teologis maupun filosofis yang kuat.
Sistem kepercayaan dan adat istiadat ini bisa berbeda-beda dari satu tempat ke tempat
yang lain, dari satu kelompok sosial ke kelompok sosial lain di berbagai pelosok anak
benua India dan dunia.
2. Religi ortodoks, sering pula disebut sebagai Brahmanisme (walaupun kurang tepat) oleh
para indologis, yang didasarkan atas Kitab-kitab Suci yang direvelasikan (Veda),
dengan dasar filosofis dan teologis yang masuk akal dikenal sebagai Vedanta
(Kesimpulan Akhir Segala Pengetahuan). Walaupun ada banyak tradisi dan mazhab
dalam religi ortodoks ini dan berbagai variasi dalam doktrin-doktrin teologinya, namun
praktiknya kurang lebih sama di seluruh dunia Hindu. Memasuki religi ini secara resmi
harus melalui proses inisiasi (diksha) dan pengikatan dengan para pelindung ajaran.

DasanVR e-Books 10
GERBANG KEBENARAN Sri:

RELIGI HETERODOKS DAN ORTODOKS


Heterodoks dalam hal ini adalah digunakannya rujukan-rujukan yang berbeda dari
sumber-sumber yang diakui sebagai Vaidika maupun Tantrika. Boleh juga dikatakan mereka
adalah yang menerapkan ajaran Hindu yang lebih bersifat lokal. Beberapa bangsa di dunia
sudah mengembangkan bentuk-bentuk pemahaman tertentu terhadap fenomena-fenomena
rohani. Tentang roh dan kekuatan yang lebih tinggi daripada kemampuan manusia, yang
mengendalikan seluruh alam semesta. Ada banyak tradisi rohani yang mungkin sudah
diterapkan dan diyakini oleh suatu bangsa itu, sebelum mendapatkan pengaruh Veda.
Ketika ajaran Veda mencapai tempat-tempat dan budaya rohani seperti itu, Veda tidak
serta merta menghapuskan tradisi-tradisi ini. Veda dan para pengajarnya sangat menghargai
potensi internal dan keunikan masing-masing individu. Mulai dari posisi manapun, dalam
keadaan apapun, pada tingkat spiritual yang bagaimanapun, semuanya diterima dalam
pelukan Sanatana Dharma. Veda akan memulai dari mana setiap orang siap secara rohani. Dia
akan mengembangkan setiap unsur yang terdapat dalam budaya masyarakat tempatnya
tumbuh, sampai mencapai kesempurnaan yang mereka butuhkan dan inginkan.
Jadi bukanlah hal yang aneh apabila Hindu dapat berkembang dalam berbagai bentuk
yang unik dan dengan beragam penampilan berbeda di seluruh dunia. Selain itu umat Hindu
meyakini bahwa suatu ketika pada jaman dahulu seluruh bumi ini menerima Veda dan Jalan
Sanatana Dharma. Hanya karena pengaruh waktu saja, persatuan dan hubungan internasional
ini menjadi terputus. Kami percaya bahwa setiap tradisi rohani yang ada di dunia seperti
agama-agama suku (tribal religions) dahulu kala memiliki hubungan dengan ajaran Veda.
Kepercayaan tradisional di berbagai belahan dunia, seperti agama asli Amerika, Skandinavia,
Inggris, Cina, Jepang, Asia Tenggara dan sebagainya memiliki banyak kemiripan dengan
aspek-aspek tertentu dalam ajaran Veda.
Tentu saja pada saat mereka kembali kepada Hindu (menggabungkan diri), kita
menganggap mereka sebagai anggota keluarga yang kembali lagi ke rumah. Sepanjang
perpisahan yang panjang ini mereka tentu sudah mengembangkan tradisi spiritualnya sendiri
yang tampak berbeda dengan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Hindu secara umum. Ini
membuat berkembangnya bentuk religi Hindu yang bersifat heterodoks. Bagi Hindu sendiri ini
bukanlah masalah. Secara perlahan-lahan mereka dapat memanfaatkan kembali ajaran apapun
yang terdapat dalam Veda untuk membangun bentuk agama Hindu yang sesuai untuk
keadaan mereka saat ini. Mengatakannya sebagai Hindu heterodoks tidak menjadikan
sebagian umat Hindu yang mengikuti religi ortodoks menjauhi mereka atau menolak mereka.
Justru di sinilah kita harus hidup bersama-sama secara harmonis, saling membantu
mengembangkan potensi rohani kita masing-masing. Keyakinan yang bersifat heterodoks
terhadap Veda, dapat diterima sebagai anggota keluarga besar Hindu dalam batasan-batasan
tertentu, seperti adanya pengakuan terhadap kebenaran sastra suci Veda. Sampai mereka siap
menerima Veda sepenuhnya dan menjadi bagian dari tradisi ortodoks, tak seorangpun berhak
merubah secara paksa tradisi rohani yang sudah mereka jalankan dari masa para leluhurnya
itu.

DasanVR e-Books 11
GERBANG KEBENARAN Sri:

Penganut Veda Ortodoks lebih lanjut dapat dibagi menjadi tiga yaitu golongan
impersonalis, semi-impersonalis, dan personalis. Para impersonalis dikatakan termasuk
golongan Smarta. Sesungguhnya Smarta merupakan istilah yang merujuk kepada mereka
semua yang mengikuti Kanon Eklestikal, sejumlah kitab-kitab yang dijadikan tuntunan resmi
oleh lembaga keagamaan, yang disebut Smriti-sastra. Smriti merupakan bagian dari Veda yang
secara khusus bukan merupakan kitab-kitab revelasi langsung (yang dikenal sebagai Shruti),
namun merupakan ulasan dan ekspresi praktis dari Shruti yang dikanonisasi (disahkan sebagai
kitab suci). Oleh karena para Smarta sebagian besar menganut paham impersonalisme, maka
justru para impersonalislah yang digolongkan ke dalam kelompok Smarta ini. Doktrin-doktrin
Smarta sangat dipengaruhi oleh filsafat monistik non-dualis impersonalistik Sankaracharya,
seorang tokoh rohani dan guru agung yang hidup pada abad ke-8. Mereka meyakini Tuhan
bukanlah suatu Pribadi. Jiva atau inti kehidupan rohani yang bersemayam dalam tiap makhluk
dan Tuhan identik satu sama lain, bukanlah dua entitas yang berbeda. Mereka menggunakan
pemujaan personalistik lima bentuk Illahi (Devata) utama dalam Veda, menyembah kelima-
limanya, sebagai sarana untuk menyadari kemanunggalan Jiva dengan Zat Tertinggi yang non-
dualistik dan tak berpribadi. Metode ini disebut sistem pancopasana. Walau demikian mereka
juga bisa memilih salah satu dari lima Devata (Siva, Vishnu, Ganesha, Shakti, atau Surya)
sebagai pujaan utama yang disebut ishta-devata (Illah Kesayangan).
Para semi-personalis adalah para Saiva. Istilah ini juga digunakan sama kasusnya dengan
para Smarta. Saiva sebenarnya merujuk kepada mereka yang memuja Siva sebagai Pribadi
Tuhan. Selain menggunakan Veda utama sebagai dasar, mereka juga menggunakan kitab-kitab
Agamasastra. Agamasastra merupakan Kanon Ritual yang berkaitan dengan pemujaan Ikon
Suci, pembangunan kuil-kuil, dan metode memperingati upacara harian maupun perayaan
hari-hari tertentu. Saiva menggunakan 14 kitab Saiva Agama sebagai dasar doktrin-doktrin
dalam mazhabnya. Kami menyebut Saiva sebagai semi-personalis, karena ide kemanunggalan
antara Jiva dengan Tuhan juga diterima dalam keyakinan ini. Pada tahap kesempurnaan,
mereka yakin bahwa Pribadi Tuhan dan Jiva akan menunggal, sehingga mirip dengan paham
impersonalis-monistik dari Sankaracharya, sekalipun terdapat pula beberapa garis transmisi
esoterik yang memegang teguh konsep dualitas antara Jiva dengan Tuhan. Golongan Saiva
dibagi dalam banyak garis silsilah transmisi mistik-esoterik yang disebut Sampradaya atau
Parampara. Saiva Sampradaya yang terkemuka terdiri dari enam perguruan yaitu Lingayat
(Vira Saiva), Pasupata-saiva, Advaita-saiva, Kashmiri-saiva, Saiva-siddhanta dan Siddha-
siddhanta.
Golongan personalis adalah Vaishnava. Vaishnava merupakan keyakinan yang bersifat
personalistik eksklusif dan monotheistik. Para Vaishnava meyakini Keesaan dan Sifat Pribadi
Tuhan. Jiva tidak pernah menunggal dengan Tuhan, dalam artian melebur menjadi satu
dengan Tuhan. Tuhan dan Jiva adalah tetap dua pribadi yang berbeda dalam segala keadaan.
Sama dengan golongan Saiva, para Vaishnava mendasarkan ajaran-ajarannya pada Veda dan
Agamasastra. Ada 108 Kitab Vaishnava Agama yang dibagi menjadi dua kelompok utama
yaitu Pancharatrika-agamasastra dan Vaikhanasa-agamasastra. Ada pula bagian mistik-
esoterik dari Vaishnavisme yang disebut Bhagavata. Masyarakat Vaishnava saat ini dibagi lagi

DasanVR e-Books 12
GERBANG KEBENARAN Sri:

menjadi empat garis silsilah transmisi esoterik (Sampradaya) utama yaitu Srivaishnava,
Brahma-Madhva, Rudra-Vishnuswami (Vallabhacharya), dan Kumara-Nimbarka. Walaupun
dalam keempat garis silsilah ini ada perbedaan dalam beberapa poin teologis dan ritual,
namun semuanya sama dalam pendekatan theistik serta konsep ketuhanannya. Mereka semua
meyakini Tuhan Berpribadi dan memilih jalan devosi, pelayanan pengabdian suci cintakasih
(bhakti), sebagai sarana utama menuju Pembebasan Sempurna yang Tertinggi.
Dalam tradisi Saiva dan Vaishnava, sekalipun terdapat pemahaman bahwa Brahman
melampaui semua sifat dan definisi jasmaniah, namun Tuhan Tertinggi dipersonifikasikan
dalam Bentuk Maskulin. Aspek Feminin dari Tuhan merupakan personifikasi dari kekuatan-
Nya, disebut Shakti. Vaishnava menerima bahwa Tuhan Yang Mahasempurna adalah
perpaduan antara Energi (shakti) dan Energetik (shaktiman) dalam rupa Sri Sri Laksmi
Narayana atau Sri Sri Radha Krishna. Sedangkan Saiva memuja-Nya sebagai Uma Maheshvara
atau Siva-shakti. Di samping kedua tradisi ini ada yang mengutamakan pemujaan kepada
Shakti. Mereka disebut para Sakta, yang menyembah Aspek Feminin Tuhan yang dikenal
dengan nama Devi. Para Sakta atau pemuja Devi juga memiliki sistem religinya sendiri yang
dirumuskan dalam Sakta-agama atau Sakti-tantra. Sehingga secara keseluruhan, masyarakat
Hindu ortodoks dibangun oleh empat denominasi utama yaitu Vaishnava, Saiva, Sakta, dan
Smarta.

DasanVR e-Books 13
GERBANG KEBENARAN Sri:

DINAMIKA SEKTE-SEKTE HINDU


ertama-tama kita harus memahami bahwa Hindu merupakan jalan rohani yang
mendasarkan dirinya pada otoritas Veda. Jadi semua pemeluk Hindu harus
menerima Veda sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran tertinggi atau
pramana. Semua umat Hindu harus dengan segala daya upaya mencapai tataran
spiritual yang sudah diberikan oleh Veda. Dengan kata lain mereka menerima teologinya,
sistem etika, dan nilai-nilai moralnya. Mereka juga harus mengikatkan diri secara spiritual
dengan para pelindung Vedadharma, seperti para guru, siddha, rishi, dan deva Hindu. Dalam
batasan tertentu adat istiadat dan nilai-nilai budaya asli, apalagi yang sejalan dengan ajaran
Veda, memperoleh tempatnya dalam Hindu. Yang terpenting adalah mereka bersedia
mengikatkan diri, menetapkan komitmen rohani menerima ajaran Veda, dan menerima
konsep-konsep Veda dalam menjelaskan tradisi relijius yang mereka terapkan.
Kita harus membedakan umat Hindu dengan orang yang merasa mendapatkan manfaat
dari ajaran Hindu. Saat ini pemikiran Vedanta, yoga, dan banyak aspek-aspek ajaran Hindu
lainnya telah dipelajari dan dipraktekkan oleh mereka yang tidak secara resmi menyatakan diri
Hindu. Semua orang memang bisa memperoleh berbagai manfaat dari ajaran Veda, dan Hindu
tidak melarang siapapun untuk mendapatkannya. Akan tetapi tidak begitu saja menjadikannya
seorang Hindu, pengikut Veda, atau Sanatana Dharmi. Orang-orang seperti Schopenhauer,
Emerson, Muller, dan sebagainya, sekalipun telah mempelajari teks-teks Veda, bahkan
mungkin sudah menerima atau meyakini sebagian darinya tidak bisa dikatakan umat Hindu.
Sepanjang hidupnya mereka belum pernah menetapkan komitmen untuk menerima Veda
sebagai sumber kebenaran atau pramana tertinggi.
Beberapa agama yang ada di dunia sekarang telah mengembangkan konsep ketuhanan
yang sama sekali berbeda dengan Veda. Mereka juga menetapkan tujuan akhir yang berbeda.
Para umat agama-agama ini tentu tidak bisa disebut Hindu, dan umat mereka yang
mempelajari Hindu atau mendapatkan manfaat dari ajaran Hindu, selama tidak memutuskan
ikatannya dengan agama-agama ini tentu juga tidak bisa disebut umat Hindu.
Sampai saat ini kita sudah menyimpulkan bahwa Hindu adalah Vaishnava, Saiva, Sakta,
dan Smarta beserta semua cabang yang berafiliasi ke dalamnya dan berbagai ordonya. Tradisi
rohani yang memiliki konsep spiritualisme sama dengan salah satu dari keempatnya, memiliki
teologi yang sama, sekalipun telah mengambil bentuk lahiriah yang berbeda, dan kembali
bersedia menerima Veda sebagai pramana, dapat disebut Hindu.
Sebagai contoh di Borneo, Indonesia ada yang disebut tradisi rohani Kaharingan. Mereka
menyebut Tuhan dengan nama non-Sanskrit yang tidak dikenal dalam Veda. Tetapi konsep
ketuhanan mereka sesuai dengan Veda. Mereka juga menerapkan prinsip-prinsip relijius dan
nilai-nilai yang sama dengan Veda. Di Maharastra, Tuhan disebut dengan nama lokal Vittobha
dan shakti-Nya disebut Rakhuma. Kedua nama ini tidak ditemukan dalam Veda. Nama Tuhan
Jagant Kitung dalam kepercayaan suku di Orissa juga tidak ditemukan dalam Veda. Tetapi
mereka menyatakan konsep ketuhanan yang sama dengan Veda. Mereka bisa diterima sebagai

DasanVR e-Books 14
GERBANG KEBENARAN Sri:

sebagai bagian dari Hindu. Apabila mereka lebih lanjut secara resmi menetapkan
komitmennya untuk menerima Vedadharma, maka sudah dipastikan mereka adalah Hindu.
“Bawaan lahir” dari Hindu adalah keterbukaannya. Mungkin Hindu adalah satu-satunya
agama dunia yang sama sekali tidak mempermasalahkan sektarianisme. Tidak ada kelompok
mainstream dan sempalan-sempalan. Yang ada adalah pemikiran, pandangan, dan pemahaman
yang berbeda. Perbedaan ini pun dianggap sebagai suatu kewajaran, karena tradisi relijius
Hindu mengakui sepenuhnya hubungan antara Tuhan dan manusia sebagai urusan individu
yang paling pribadi. Setiap orang berhak mengemukakan pandangannya sesuai tingkat
keinsafan rohani tempat dia berada terhadap berbagai pengalaman yang bersifat sekuler
maupun relijius. Dengan ini maka sungguh wajar ada berkembang ribuan sekte dalam tubuh
Hindu, baik yang tergabung dalam denominasi utama maupun yang tidak. Lebih jauh lagi
bahkan ada pemahaman bahwa jalan rohani tersedia sebanyak jumlah manusia yang akan
menempuhnya, karena hampir tidak ada satu individu pun yang sama persis dengan yang
lainnya. Sehingga penyeragaman seakan menjadi bertentangan dengan inti keyakinan Hindu
dan penghargaannya atas keanekawarnaan ciptaan Tuhan.
Walau demikian kita juga memahami bahwa konsep-konsep tertentu dapat
diformulasikan. Pengalaman relijius dapat diungkapkan sebatas kemampuan mereka yang
merasakannya. Dengan demikian masyarakat Hindu memiliki paling tidak enam pandangan
yang membantu merumuskan suatu “jalan”. Mereka adalah Vaiseshika, Nyaya, Sankhya, Yoga,
Mimamsa, dan Vedanta. Masing-masing, walaupun tidak tepat demikian, dapat dikatakan
sebagai pengetahuan ritual, logika, metafisika, asketisme-mistikisme, hermenetik-eksegesis,
dan teologi. Berdasarkan pandangan-pandangan ini mereka mengungkapkan pemahamannya
terhadap Tuhan dan pengetahuan-Nya, yaitu Veda. Maka dengan demikian dapatlah kita
temukan berbagai sekte atau kelompok dalam masyarakat Hindu.
Apakah sekian banyak pandangan tidak menimbulkan pertentangan atau perselisihan?
Ketidaksetujuan filosofis tentu saja ada. Tetapi paling tidak keempat denominasi utama yang
disebutkan sebelumnya, masing-masing telah mencapai kedudukannya yang mapan dalam
dunia Hindu. Perlu diperhatikan pula bahwa Sanatana Dharma meyakini bahwa setiap Jiva
memilih jalan rohani yang akan ditempuhnya berdasarkan atas guna (sifat bawaan) dan
karmanya (perbuatan dan pahala perbuatannya) masing-masing. Tak seorangpun dapat
memaksakan mengubah keyakinan seseorang atau ketertarikan internalnya terhadap suatu
konsep ketuhanan. Segala sesuatunya berjalan secara alamiah. Masing-masing mazhab utama
dalam Hindu ini diyakini juga mewakili bakat, minat, dan ketertarikan manusia yang paling
mendasar terhadap kerohanian. Dengan masing-masing caranya yang unik, keempatnya
memenuhi kebutuhan rohani para pengikutnya sesuai dengan keadaan alamiah mereka. Bagi
para bijak Veda, dorongan rohani alamiah yang bersumber dari sang roh secara pribadi,
dengan alasan apapun tidak berhak dicampuri secara eksternal oleh siapapun. Para penganjur,
penyebar, dan guru-guru dari masing-masing denominasi mengutarakan kebenaran yang
sesuai dengan keinsafan rohani yang diterima dalam garis perguruan dan ordonya. Mereka
berbicara dengan kejujuran, bahkan sering berkata-kata keras mengenai ajaran garis perguruan
lain, namun ini hanya berada pada tataran filosofis dan intelektualitas saja. Mereka tidak

DasanVR e-Books 15
GERBANG KEBENARAN Sri:

memaksakan ajarannya agar diterima oleh masyarakat. Bahkan adalah hal yang biasa seorang
Vaishnava menerima guru Saiva dengan hormat di rumahnya, sekalipun dia tidak sependapat
dengan pemahaman filosofisnya. Begitu pula dengan masyarakat Sakta dan Smarta.
Sebagai contoh, perguruan Sankara dan Vaishnava boleh dikatakan musuh bebuyutan
yang selalu saling serang dan bahkan saling hujat dengan berbagai karya filosofisnya. Tetapi
ketika kedua Acharyanya bertemu di luar perdebatan filsafat, mereka duduk berdampingan
dan saling menghormati. Begitu pula para pengikutnya. Para Vaishnava selalu menyebut
ajaran Sankara sebagai mayavada (paham khayalan) dan pasanda (atheis dungu) serta selalu
bersikap menentang paham mereka. Walau demikian ketika Acharya mereka atau bahkan
seorang rahib biasa dari ordo Sankara datang, seorang perumahtangga Vaishnava bersujud
kepadanya dengan hormat. Begitu pula sebaliknya. Inilah etika dalam masyarakat Veda. Tidak
ada perselisihan pendapat yang berakhir dengan upaya saling memusnahkan.
Dalam sejarah kita mengenal Krishnadevaraya, Maharaja Vijayanagar, penguasa kerajaan
terbesar di India Selatan yang melindungi agama Hindu selama beberapa abad. Dia adalah
seorang Vaishnava yang menerima ajaran dari Sri Vyasa Tirtha atau Vyasaraja, salah satu
Acharya terbesar dalam garis perguruan Madhva. Pengaruh Vyasaraja bagi Vaishnava Madhva
adalah ketiga setelah Jayatirtha dan Madhvacharya sendiri. Vyasaraja juga bertindak sebagai
pendeta utama, guru kerohanian, dan penasehat tertinggi kerajaan Vijayanagar. Maharaja
Krishnadevaraya bahkan mendudukkan guru Vaishnava ini di atas singgasananya sendiri dan
memuja kakinya, menyebutnya sebagai Kuladevata, junjungan seluruh dinastinya. Anda bisa
bayangkan bagaimana posisi politis yang bisa didapatkan oleh mazhab Vaishnava di masa itu.
Krishnadevaraya membangun, memperindah, dan memberikan banyak sumbangan harta
kepada tempat-tempat suci Vaishnava seperti Thirupati, Kanchi Varadaraja, Srirangam, dan
sebagainya. Tetapi Krishnadevaraya juga membangun tempat-tempat suci Saiva seperti
Chidambaram, Thiruvanamalai, Sri Kalahasti, dan lain-lain. Sekalipun dia seorang Maharaja
berkuasa yang menganut Vaishnava tetapi tak pernah sekalipun dia menggunakan
kekuasaannya untuk menghancurkan paham-paham lain. Begitu pula Sri Vyasaraja tentu bisa
saja memerintahkan seorang maharaja, yang baginya adalah seorang murid yang tunduk di
bawahnya, melakukan pemusnahan semua paham non-Vaishnava. Tetapi hal ini tidak pernah
terjadi. Walau demikian, adalah Krishnadevaraya pula yang menjadikan balairung istananya
sebagai tempat perdebatan filsafat antara berbagai sekolah pemikiran yang berbeda. Di tempat
ini para sarjana dan pemimpin rohani berbagai komunitas saling mengkaji dan menguji
berbagai pandangan yang berkembang. Siapapun yang berhasil menunjukkan keunggulan
ajarannya, diberi hadiah dan penghormatan oleh Sang Maharaja. Itulah keunikan Hindu.
Empat Veda Utama dan Agamasastra memiliki otoritas yang sama dan merupakan
pengetahuan revelasi yang berasal dari Tuhan. Namun bagian ritual dari Veda saat ini selalu
tidak dapat diterapkan oleh orang biasa, terutama karena dibutuhkan biaya besar untuk
melaksanakan upacara-upacara Vaidika (yang menggunakan pengetahuan Empat Veda
Utama) dan juga memakan waktu (bisa berlangsung berbulan-bulan). Pada masa lampau ritual
Vaidika disponsori oleh para raja dan golongan masyarakat yang sangat kaya. Pada jaman
sekarang kemampuan menurun jauh dan individualitas meningkat. Tidak ada orang atau

DasanVR e-Books 16
GERBANG KEBENARAN Sri:

pemerintah yang bisa diharapkan bersedia mengeluarkan dana besar untuk melaksanakan
ritual-ritual Vaidika untuk kesejahteraan masyarakat umum. Jadi pada keadaan demikianlah
Agamasastra atau Tantra memegang peranan yang penting untuk memenuhi kebutuhan
rohani rakyat secara praktis. Masyarakat umum terdiri dari individu dengan berbagai variasi.
Maka Agamasastra yang berbeda-beda seperti Vaishnava-agama, Saiva-agama, dan Sakta-
agama dengan berbagai sub-agamanya menjadi sangat dibutuhkan oleh umat manusia.
Penerapan Agamasastra yang direpresentasikan oleh empat denominasi utama Hindu
merupakan satu-satunya metode otoritatif yang memungkinkan untuk diterapkan dalam
kehidupan saat ini. Ritual-ritual Tantrika atau Agamika ini lebih fleksibel daripada ritual
Vaidika yang asli. Beberapa tradisi Hindu bahkan mengembangkan bentuk penerapan
Agamasastra yang sesuai dengan keadaan lokal tempatnya berkembang. Umat Hindu di Bali,
Indonesia, dengan ordo kependetaannya yang unik dalam dunia Hindu, memiliki
Agamasastranya sendiri yang diperkirakan berkembang dari Saiva-agama. Begitu pula dengan
Brahmanisme Saiva yang berkembang di Thailand. Di manapun saat ini, tidak ada lagi
masyarakat Hindu yang mampu melaksanakan ritual Vaidika murni. Tempat suci di India
seperti Puri Jagannath juga memiliki kitab Agamasastranya sendiri yang tidak dapat
digolongkan ke dalam salah satu Agama, melainkan memadukan ritual ketiga Agama,
Vaishnava, Saiva, dan Sakta.
Empat Veda yang asli (Rig, Yajur, Sama, dan Atharva) tetap berfungsi sebagai sumber
otoritas rohani, terutama bagian Upanishadnya. Namun penerapan religi Veda hanya
dimungkinkan dengan melaksanakan ajaran-ajaran dari Agamasastra.

DasanVR e-Books 17
GERBANG KEBENARAN Sri:

EMPAT PERGURUAN VAISHNAVA


aris perguruan atau garis silsilah rohani merupakan garis pewarisan ajaran rohani
secara turun-temurun dari guru kerohanian sempurna, tattva-darsi, seorang pelihat
kebenaran sejati kepada murid rohani yang sungguh-sungguh sempurna juga, sat-
sishya. Murid kemudian menjadi guru, melanjutkan proses transmisi keinsafan
akan Kebenaran Mutlak Tertinggi yang sama. Semua garis perguruan Vaishnava sahih berawal
langsung dari Tuhan Yang Maha Esa Sendiri. Transmisi kebenaran sempurna, melalui garis
perguruan sempurna, sampai tersampaikannya pengetahuan itu secara sempurna dikenal
dengan istilah amnaya, nama lain dari Veda itu sendiri. Demi melihat betapa pluralistiknya
pandangan Hindu, maka kita mengambil contoh keanekaragaman yang bertumbuh dalam
denominasi Vaishnava.
Sesungguhnya dari keempat garis silsilah rohani utama ini, Rudra Sampradaya
Vishnuswami adalah yang tertua, namun kemashyurannya dikibarkan oleh Sri Vallabhacharya
yang hidup pada abad ke-13. Pada saat ini para pengikutnya di India tersebar terutama di
daerah Gujarat, Rajasthan, dan Brindaban. Nathdwara merupakan pusat rohani terpenting bagi
garis perguruan ini.
Berikutnya adalah Kumara Sampradaya yang disebar luaskan oleh Sri Nimbarkacharya.
Tokoh suci ini diyakini hidup beberapa ribu tahun yang lalu. Pembaharuan dan revitalisasi
dilakukan oleh Srinivasacharya beberapa abad lampau, sehingga pengikutnya berjumlah
sangat besar seperti saat ini, dengan sistem pengajaran dan pusat rohani yang tertata dengan
baik. Para pengikut Nimbarka tersebar di daerah India Utara sampai Nepal. Pusat utamanya di
kota Salembabad dan daerah Mathura–Brindaban.
Garis perguruan Vaishnava tertua yang utuh dan tak pernah terputuskan adalah
Srivaishnava yang tokoh utamanya adalah Sri Ramanujacharya. Srivaishnava pada saat ini
merupakan salah satu garis perguruan yang paling berkembang di seluruh dunia. Sampradaya
ini memiliki keunikan, yaitu penerimaannya atas revelasi dalam bahasa Tamil, bahasa yang
digunakan di India Selatan, sedangkan Veda secara umum didapatkan dalam bahasa Sanskrit.
Mereka mengakui revelasi berbahasa Tamil yang diterima oleh para Alvar, berupa syair 4000
bait, sejajar dengan Veda Sanskrit. Kitab ini yang dikenal sebagai Divya Prabandham (Kitab
Kumpulan Kudus) disebut Veda Tamil atau Dravidaveda, Veda dari Negeri Selatan. Alvar
adalah 12 orang suci Tamil yang menemukan pengetahuan rohani ini, seperti para Rishi Veda.
Kata Alvar sendiri bermakna “orang yang terserap sepenuhnya dalam cintakasih kepada
Tuhan”. Mereka adalah roh-roh agung yang menembus rahasia kemisteriusan Illahi melalui
cinta yang berkobar. Oleh karena penerimaannya atas kedua revelasi dalam bahasa Sanskrit
maupun Tamil, para Srivaishnava disebut Ubhaya-vedanta, mereka yang menerima ajaran
Vedanta Ganda. Pusat utamanya di kota suci Perumbudur, Mellukotte, Kanchipuram dan
Srirangam. 106 tempat suci yang disebutkan dalam kitab para Alvar dan tersebar di seluruh

DasanVR e-Books 18
GERBANG KEBENARAN Sri:

India juga merupakan tempat tujuan perziarahan bagi para Srivaishnava. India Selatan,
terutama daerah yang berbahasa Tamil merupakan basis penyebaran keyakinan ini.
Garis perguruan Vaishnava ortodoks lainnya adalah Brahma Sampradaya dengan tokoh
utamanya Sri Madhvacharya. Brahma-Madhva lebih lanjut dibagi menjadi garis Tattvavada
yang dominan di India Selatan dan garis Goudiya yang berkembang setelah kemunculan Sri
Krishna Caitanya Mahaprabhu, tokoh rohani terbesar di India Utara. Garis Tattvavada diusung
oleh banyak guru-guru suci. Sri Jaya Tirtha, Sri Vyasaraja Tirtha, Sripadiraja Tirtha, Sri
Vadiraja Tirtha, dan Raghavendra Tirtha adalah sedikit dari begitu banyak nama penerus
Tattvavada Madhva yang luar biasa. Pusat pengajarannya adalah di Udupi Krishna Math dan 8
biara utama yang didirikan oleh Sri Madhvacharya. Salah satu guru suci yang paling
berpengaruh dari garis perguruan ini di masa kini adalah Sri Raghavendra Tirtha atau Sri
Rayaru. Tempat pertapaan, makam samadhi, dan biaranya di Mantralayam dikunjungi ribuan
peziarah tiap harinya. Garis perguruan ini berkembang di daerah Karnataka, karena itu banyak
guru-gurunya yang menulis dalam bahasa Kannada selain dalam bahasa Sanskrit. Cabang
perguruan Madhva yang paling penting di India Utara adalah Madhva-Goudiya. Garis ini
dipelopori oleh Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu dan penerus-penerus-Nya terutama para
Goswami. Ini merupakan garis perguruan Vaishnava yang berkembang di daerah berbahasa
Bengala (Gouda). Karya-karya rohaninya banyak ditulis dalam bahasa Bengali, sehingga
disebut sebagai perguruan Madhva Bengala.
Keempat perguruan Vaishnava kini dapat dijumpai hampir di seluruh dunia. Penyebaran
Vaishnava selain melalui semacam misi keagamaan juga mengikuti perantauan bangsa India
Hindu. Sesungguhnya misi Vaishnava tidak sama dengan pikiran kita mengenai misionaris
pada umumnya. Vaishnava dan Hindu secara umum tidak mengenal konversi, karena mereka
menganggap agama sebagai identitas lahiriah. Namun ajaran Veda adalah pengetahuan, tak
beda dengan matematika, fisika, kimia dan ilmu sekolahan lainnya. Fisika boleh dipelajari oleh
siapa saja, bukan hanya oleh fisikawan. Ilmu fisika berguna tidak saja bagi fisikawan, namun
memberikan manfaat bagi rakyat secara umum. Begitu pula Ajaran Ketuhanan dalam Veda,
tidak dimaksudkan hanya bagi orang India atau Hindu saja, namun bagi dunia yang
membutuhkannya. Begitu pula cara pandang Hindu terhadap banyak paham dan keyakinan
lainnya.

PENANDA FISIK
Perbedaan fisik terutama paling jelas tampak dari simbol relijius yang dilukiskan di badan
para pengikut masing-masing perguruan. Lambang-lambang ini disebut tilaka, pundra, naamam,
thirumani, atau thiruneeru.
Para Saiva mengenakan tanda tiga garis horizontal yang disebut Tri-pundra, Sakta
mengenakan tanda titik atau bulatan, dan Vaishnava mengenakan dua garis vertikal atau
Urdhva-pundra. Masing-masing garis perguruan dalam berbagai denominasi Hindu ini juga
memiliki variasi bentuk tilakanya sendiri. Sebagai contoh adalah dalam mazhab Vaishnava
yang terdiri dari empat perguruan utama.

DasanVR e-Books 19
GERBANG KEBENARAN Sri:

Tilaka Vaishnava atau Vaidika-tilaka bentuk dasarnya adalah garis vertikal sehingga
disebut juga Urdhva-pundra. Wujud dari tilaka ini dikatakan menyerupai
beberapa bentuk, seperti kaki padma Tuhan Yang Maha Esa Narayana,
daun bambu, nyala api, dan sebagainya. Tilaka merupakan lambang
lahiriah dari penyerahan diri kita kepada Narayana atau berbagai rupa
Beliau yang menjadi tujuan pemujaan kita. Bentuk dan bahan yang
digunakan untuk membentuknya bisa berbeda-beda tergantung dari
proses penyerahan diri tertentu yang diikuti oleh masing-masing
sampradaya.
Dalam Sri Vaishnava sampradaya, tilaka dibuat dari lumpur putih yang
didapatkan dari bukit semut. Lumpur ini terutama diperoleh berlimpah di
Mellukotte (Thirunarayana-puram) yang berhubungan erat dengan Sri
Tilaka Sri Vaishnava
dari cabang Tenkalai Ramanuja, Acharya mereka. Kitab suci menyatakan bahwa lumpur yang
diperoleh dari bagian bawah pohon Tulasi dan bukit semut sangat suci
dan baik sekali digunakan sebagai tilaka. Para Sri Vaishnava melukiskan tilaka dalam dua
garis lebar sebagai kaki padma Sriman Narayana, kemudian pada
bagian tengahnya mereka membentuk sebuah garis vertikal lagi,
berwarna merah atau kuning, sebagai perlambang Sri atau Laksmi. Pada
awalnya garis ini berwarna merah, yang didapatkan dengan
menggosokkan batu-batu merah yang terdapat di dalam bukit semut
tersebut. Bila batu ini digosok, kemudian ditambah air, maka jadilah
lumpur berwarna merah. Warna merah dalam ajaran Vaidika maupun
Tantrika merupakan simbol umum untuk Shakti. Jadi karena Sri
Vaishnava diawali dari Parashakti, Sri Laksmi, dan karena mereka
mendekati Sriman Narayana melalui Sri, maka bentuk tilaka mereka
melambangkan proses penyerahan diri mereka ini. Tilaka dalam tiap
sampradaya sesungguhnya mencerminkan kesimpulan teologis dan Tilaka Vallabhiya

filosofis (siddhanta) dari sampradaya tersebut.


Dalam Vallabha sampradaya digunakan bentuk tilaka yang berupa dua garis membentuk
U atau satu garis merah vertikal saja. Garis ini melambangkan Sri Yamuna Devi. Rupa Tuhan
yang dipuja dalam garis perguruan Vallabha adalah Sri Nathji atau Govardhana. Shakti dari
Govardhana adalah sungai Yamuna. Sehingga proses penyerahan diri
mereka yang tergabung dalam Vallabha-Vishnuswami sampradaya adalah
melalui Sri Yamuna Devi.
Madhva (Tattvavada) sampradaya mengenakan tilaka yang berasal dari
lumpur gopichandana yang diambil di Dvaraka. Dua garis vertikal seperti
daun bambu melambangkan kaki padma Krishna. Gopichandana tilaka ini
mirip dengan tilaka serupa yang digunakan oleh Goudiya sampradaya.
Untuk Madhva sampradaya, pada bagian tengah, antara kedua garis
vertikal ini, dibuat satu lagi garis vertikal berwarna hitam yang berasal
dari arang yajna-kunda (tungku api kurban suci). Dalam Madhva
Tilaka Madhva

DasanVR e-Books 20
GERBANG KEBENARAN Sri:

sampradaya mereka selalu melaksanakan nitya-homa, atau upacara api


suci setiap hari kepada Krishna. Sisa dari arang untuk puja ini setiap
hari diambil untuk membuat garis hitam tersebut. Pada pangkal garis
hitam satu titik merah digunakan untuk mewakili Laksmi atau
Rukmini, shakti Krishna. Mereka yang tidak melaksanakan nitya-homa,
cukup mengenakan gopichandana tilaka saja.
Bagi para Madhva Goudiya, pengikut Caitanya Mahaprabhu, tilaka
biasanya juga dibuat dari lumpur gopichandana. Beberapa garis silsilah
rohani Goudiya lebih menyukai lumpur yang khusus berasal dari
Vrindaban. Pada dasarnya tilaka Goudiya sama dengan Madhva
sampradaya. Sedikit perbedaan muncul karena adanya penekanan
pada nama-sankirtana, atau pengucapan nama suci Tuhan. Dalam garis
Sri Caitanya, nama-sankirtana adalah yajna yang dilaksanakan pada Tilaka Goudiya
Kaliyuga ini, bukan nitya-homa seperti pada Madhva-sampradaya. Oleh
karena itu garis hitam yang dibuat dari arang yajna tidak digunakan. Perbedaan kedua terjadi
karena adanya perbedaan pendekatan kepada Tuhan. Para Goudiya tidak secara langsung
mendekati Tuhan Sri Krishna melalui Srimati Radharani (Shakti-Nya),
tetapi melalui penyembah-penyembah Beliau. Untuk menunjukkan hal
ini maka titik atau garis merah yang melambangkan Shakti atau Sri
Radha tidak dikenakan, tetapi diganti dengan lukisan selembar daun
Tulasi. Daun ini tepat berada di bawah bentuk U yang melambangkan
kaki padma Krishna. Ini mewakili penyerahan diri mereka melalui para
Hamba Srimati Radharani.
Para Nimbarkiya juga menggunakan desain tilaka berbentuk U yang
melambangkan kaki padma Sri Krishna dan sebuah titik bulatan
matahari tepat di tengahnya melambangkan Sri Sudarsana. Hal ini
karena mereka melaksanakan penyerahan dirinya melalui Sri
Tilaka Nimbarkiya Nimbaditya Svami yang merupakan Inkarnasi dari Sudarsana-cakra.
Bulatan matahari ini juga melambangkan cahaya Srimati Radhika,
karena mereka memuja Srimati Radhika sebagai istadevanya.
Dalam sastra suci hanya diberikan deskripsi yang umum
mengenai prosedur pemakaian tilaka. Contohnya hanya
dikatakan bahwa tilaka harus berupa garis vertikal atau Urdhva-
pundra; tilaka harus dilukiskan pada dua belas bagian tubuh,
dan sebagainya. Tetapi petunjuk ini sangat umum dan
meninggalkan rincian-rincian berikutnya kepada para Acharya.
Bahkan dalam hal sederhana seperti lokasi tilaka, ada yang
mengatakan bahwa daerah bahu mulai dari pangkal lengan,
tetapi ada juga yang mengenakan tilaka bahu dekat dengan
leher.
Tilaka Sri Vaishnava dari
cabang Vadakalai

DasanVR e-Books 21
GERBANG KEBENARAN Sri:

Rancangan bentuk tilaka ini terwujud baik melalui pewahyuan rohani maupun telaah
pramana (bukti-bukti dari kitab suci). Salah satu contoh pewahyuan rohani terdapat pada tilaka
yang dikenakan oleh para Goudiya-vaishnava dari cabang Sri Shyamananda Prabhu. Srimati
Radharani menunjukkan bagian dari gelang kaki-Nya kepada Shyamananda dan
menggunakannya untuk mencetak tilaka pada dahi Shyamananda. Alhasil terbentuklah tilaka
unik yang membedakannya dari tilaka Goudiya pada umumnya.
Pada keadaan lain, seorang Acharya secara ilmiah menelaah siddhanta sampradaya dan
menerjemahkannya dalam bentuk tilaka sesuai dengan yang mereka kenakan. Salah satu
tujuan eksternal penggunaan tilaka adalah untuk membedakan para pengikut sampradaya
dengan golongan para filsuf yang lain, kemudian bisa juga membedakan antara satu cabang
dengan cabang lainnya dalam sampradaya itu. Hal ini persis seperti baju seragam yang
digunakan oleh tentara. Dalam keadaan tertentu bentuk tilaka ini bisa saja berbeda ketika
timbul percabangan sampradaya karena perkembangan pandangan filosofisnya. Cabang yang
baru menganalisa tilakanya sesuai dengan siddhantanya dan membuat perubahan bentuk yang
sesuai dengan proses penyerahan diri yang mereka lakukan. Keadaan seperti ini bisa kita lihat
pada dua cabang Sri Vaishnava sampradaya, Tenkalai dan Vadakalai, atau pada Madhva
Tattvavada dan Madhva Goudiya. Karena adanya dua opini berbeda sehubungan dengan
proses penyerahan dirinya, maka muncul dua tilaka yang berbeda.
Dalam setiap keadaan, tujuan utama tilaka adalah untuk menyucikan diri seseorang dan
menandainya sebagai Pura bagi Tuhan. Sastra suci tidak secara spesifik memberikan rincian
bagaimana seharusnya kita membentuknya dan di sinilah Acharya berperan menyimpulkan
prosedur yang sesuai dengan sampradayanya, sementara tetap patuh berpegang pada aturan
umum yang diberikan dalam sastra suci.

DasanVR e-Books 22
GERBANG KEBENARAN Sri:

AWAL MULA HINDU DAN VEDA

ejauh kita perhatikan dalam sejarah,


Hindudharma tidaklah memiliki satu
pendiri seperti agama-agama lain.
Pustaka-pustaka suci kuno India (Veda)
menyatakan bahwa dharma ini sesungguhnya didirikan
atau berasal langsung dari Tuhan Sendiri (dharman tu
saksad bhagavad pranitam). Dari sudut pandang kitab
suci, ‘agama’ atau dharma ini termanifestasi bersamaan
dengan setiap kali penciptaan oleh kehendak Tuhan.
Setelah penciptaan siklik dari alam semesta yang
menjadi tempat kita hidup saat ini, Tuhan Tertinggi
yang disebut sebagai Narayana dalam Veda,
mengajarkan dharma kepada Brahma, insan pertama di alam semesta. Brahma kemudian
mengajarkannya kembali kepada putra-putranya, salah satunya adalah Narada, yang
kemudian menyampaikannya lagi kepada Vyasa Mahamuni. Dengan cara inilah dharma yang
purba ini diturunkan melalui sebuah rangkaian garis perguruan yang bermula langsung dari
Tuhan melalui jutaan tahun yang tak terhitung lamanya. Dengan demikian agama yang
bersumber dari Veda ini dikenal sebagai Sanatana Dharma, atau agama yang kekal, karena ia
melampaui segala konsep ruang dan waktu buatan manusia. Kita tidak boleh bingung antara
Sanatana Dharma dengan keyakinan agama lain yang bersifat sektarian, karena Sanatana
Dharma ini sungguh-sungguh merupakan ekspresi fungsi yang asli dari sang roh (jivatma),
sebagaimana sifat cair tidaklah dapat dipisahkan dari air. Dalam sejarah Veda, ada tak
terhitung banyaknya orang-orang suci yang datang dan menyebarluaskan ajaran-ajaran rohani
yang terkandung dalam Pustaka Suci Veda, tetapi tak satupun dapat disebut sebagai pendiri
agama. Masing-masing adalah murid (sishya) dari seorang guru dan masing-masing juga
menyampaikan pengetahuan yang sama sebagaimana diajarkan oleh gurunya terdahulu. Inilah
sistem Veda, tidak ada pendiri, karena setiap orang pertama-tama dan utamanya adalah
seorang murid. Dharma tidak bisa dibuat manusia, diawali oleh manusia, atau bahkan oleh
makhluk-makhluk lain yang lebih dari manusia. Dharma dijelaskan sebagai ajaran dan
petunjuk langsung dari Tuhan, dharman tu saksad bhagavad pranitam. Dharma ini tidak bermula
dari makhluk fana apapun (apauruseya)
Nama atau kata modern Hinduisme atau agama Hindu, merupakan istilah yang baru saja
dikembangkan pemakaiannya kira-kira 700 tahun yang lalu oleh penjajah Muslim di India.
Ada sebuah sungai yang disebut Shindu, yang salah disebut oleh para penjajah ini sebagai
Hindu. Semua orang yang tinggal di seberang sungai itu, tak peduli apapun keyakinannya,
disebut oleh mereka orang-orang Hindu. Ajaran-ajaran suci dan nilai-nilai yang dianut oleh
orang-orang “Hindu” ini secara mudah juga mereka sebut “agama Hindu”, untuk

DasanVR e-Books 23
GERBANG KEBENARAN Sri:

membedakannya dari keyakinan yang mereka anut. Sehingga tentu saja salah apabila kita
menyimpulkan bahwa ada kemungkinan kita dapat melacak sejarah awal agama kuno India
berdasarkan penggunaan kata ini dalam sejarah. Kita harus mengetahui bahwa dalam kitab-
kitab suci Hindu yang purba ini tak dapat ditemukan satu kata Hindu pun. Namun kita
menemukan kata Sanatana Dharma (dharma yang kekal), vaidika-dharma (dharma dari Veda),
bhagavata-dharma (dharma (yang berasal) dari Tuhan), dan sebagainya. Dharma ini senantiasa
segar dan abadi. Artinya dia tidak pernah ketinggalan jaman dan ada untuk selamanya.
Dijelaskan dalam sastra suci Veda bahwa kapanpun dharma ini melemah atau bahkan lenyap,
maka Tuhan Sendiri akan turun membangunnya kembali. Salah satunya adalah ketika Beliau
turun sebagai Sri Krishna 5000 tahun yang lalu. Beliau menegakkan kembali dharma dengan
memusnahkan berbagai kekuatan jahat dan menyabdakan kembali Bhagavad-gita di tengah
medan perang Kuruksetra. “yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyutthanam
adharmasya tadatmanam srijamy aham, kapanpun prinsip-prinsip dharma mengalami
kemunduran dan adharma merajalela, pada saat itu Aku (Tuhan) Sendiri turun untuk
menegakkannya kembali” (Bhagavad Gita 4.7).
Terkadang kita ditantang atau tertantang untuk membuktikan klaim Hindu atas Veda-nya
yang disebut sebagai Apaurusheya. Mudah saja, pertama tidak ada yang bisa membuktikan
kapan Veda bermula. Veda sanatana, kekal abadi, anadi dan ananta, tiada awal dan akhirnya,
karena Veda merupakan sabda-brahma yang memancar (nigama) langsung dari Tuhan Yang
Maha Esa, yang juga adalah sanatana, anadi, dan ananta. Kedua Veda merupakan apauruseya,
tidak berasal dari makhluk fana. Tidak satu agamapun yang bisa mengatakan ajaran atau kitab
sucinya apauruseya, semua agama lain terbukti memiliki nabi (manusia) yang mengawali
berdirinya agama itu. Ketiga hanya dalam Veda Tuhan Sendiri berjanji untuk menjaga dharma
ini secara langsung. Beliau Sendiri bersedia menyisihkan keagungan-Nya (paratva) untuk turun
ke dunia menyelamatkan Veda-dharma. Beliau sungguh-sungguh menunjukkan betapa besar
kasih sayang-Nya (vatsalyatva) bagi pengikut Veda. Bagi mereka Beliau menyediakan Diri-Nya
untuk mudah didekati (saulabhya) dan dapat bekerja sama dengan mereka menjaga dharma
(sausilya).
Hanya dari tiga kenyataan ini saja kita sudah mampu melihat bahwa Vedadharma ini
memang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya lebih mudah
membuktikan keabsahan Veda dibandingkan ajaran-ajaran agama bernabi. Siapa bisa
menjamin kalau manusia-manusia yang disebut nabi, yang lahir tidak lebih dari beberapa ribu
tahun yang lalu itu, memang benar menerima wahyu dari Tuhan? Mereka hanya membawa
suatu ajaran yang berasal entah dari mana dan bersifat eksternal (external unknown source).
Mereka memaksa suatu masyarakat berubah di bawah ancaman dan hukuman. Berbeda
dengan para Maharishi Veda. Para Maharishi menyatakan bahwa mereka hanyalah
menyampaikan dharma yang kekal, dharma yang terkandung dalam diri sejati kita. Mereka
hanyalah berusaha mengembalikan apa yang sesungguhnya memang milik kita, menyatu
dengan jati diri kita yang asli. Para Maharishi tidak datang untuk sekedar menyuruh kita
tunduk kepada Tuhan dan diri mereka sebagai utusan-Nya. Beliau-beliau ini hanya
menyatakan diri sebagai orang yang lebih dahulu menginsafi Brahman Tertinggi, kemudian

DasanVR e-Books 24
GERBANG KEBENARAN Sri:

mengajak kita untuk turut mengalami sendiri potensi tak terbatas kita dalam berhubungan
dengan Brahman. Ajarannya merupakan cara kita melatih diri menginsafi dharma sejati kita.
Inilah yang menjadi dasar ajaran rohani yang kini disebut Hindu itu.

MEYAKINI OTORITAS VEDA


Tiap penemuan atau riset mengenai suatu subjek yang tak dikenal pertama-tama dimulai
dengan adanya beberapa hipotesis dan asumsi. Bila asumsi-asumsi itu benar, maka si peneliti
akan mendapatkan hasil yang bagus dan dapat menemukan atau menyadari suatu
pengetahuan yang baru. Bila asumsi itu salah, dia juga akan secepatnya dapat menyadarinya
dan tidak melanjutkan risetnya ke arah itu lebih lanjut lagi. Begitu juga ketika mempelajari
buku baru mengenai suatu subjek yang tak diketahui, apapun itu, pertama-tama kita harus
memiliki rasa hormat terhadap sang penulis atas karyanya itu dan lebih jauh lagi kita
menganggap bahwa penulis sedang memberitahukan suatu kebenaran dalam bukunya.
Apabila pada akhirnya kita justru menemu-kan sebaliknya, maka kita perlu mempertanyakan
hal itu atau menunjukkan kesalahannya dalam publikasi penelitian kita sendiri. Tanpa
mempelajari subjek tersebut, kita hendaknya jangan meragukannya terlebih dahulu. Hanya
setelah mengkajinya saja kita bisa tahu, apakah yang disampaikan itu benar atau salah.
Jadi seseorang harus mulai mempelajari Veda dengan keyakinan bahwa semua itu benar
dan kemudian maju lebih jauh lagi. Begitu pembelajaran anda maju lebih dalam dan semakin
dalam, maka anda akan menyadari bahwa keyakinan anda itu bukanlah keyakinan buta. Itu
adalah keyakinan yang benar. Kita tidak dapat memahami subjek-subjek ilmu teknik atau ilmu
kedokteran yang rumit pada saat kita masih pra sekolah. Kita harus percaya dulu bahwa
semua ilmu itu adalah benar dan mulai belajar subjek-subjek yang paling mendasar terlebih
dahulu. Setelahnya dapatlah kita memahami subjek yang lebih rumit. Begitu pula kita perlu
percaya kepada Veda dan mempelajari semua sastra. Maka dengan demikian pada akhirnya
anda akan mendapati dan menyadari bahwa keyakinan anda selama ini bukanlah kepercayaan
buta dan Veda sungguh-sungguh kebenaran yang kekal abadi.
Ada tiga jenis bukti, yaitu dokumenter, sirkumstansial, dan kesaksian langsung. Dalam
istilah kitab suci (Veda) ketiganya disebut pramana, yaitu shabda (dokumenter), anumana
(inferensial atau sirkumstansial) dan pratyaksha (kesaksian langsung). Kita memiliki semuanya
ini untuk membuktikan Divinitas (keilahian) dari semua pustaka suci kita berikut semua
penjelasannya.
Benar kita meyakini bahwa Veda bukanlah ciptaan atau karangan makhluk duniawi. Veda
memang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan Yang Maha Esa Sendiri. Veda merupakan
sabda rohani Sang Mahapencipta. Mengapa kita bisa meyakini hal ini? Pertama, kita memiliki
sebuah sistem pencatatan yang jelas. Pustaka-pustaka suci kita itu sendiri memberitahu kita
mengenai sumber dari tulisan-tulisannya. Upanishad, yang merupakan revelasi utama,
memberitahukan kepada kita bahwa Veda-veda, Upanishad-upanishad dan semua para Rishi
diciptakan langsung oleh Tuhan Maha Vishnu Sendiri dan kemudian juga dilindungi oleh
Beliau. Tidak hanya satu, namun di banyak tempat hal ini telah dicatat atau didokumentasikan
dalam Upanishad. Brihadaranyakopanishad (2.4.10) menyatakan bahwa empat Veda, Purana-

DasanVR e-Books 25
GERBANG KEBENARAN Sri:

purana, Itihasa-itihasa dan semua turunan serta pelengkap Veda, berikut tatabahasanya
diciptakan langsung oleh Tuhan Sendiri. Lagi dalam Chandogyopanishad (7.1.2) dikatakan
bahwa kitab-kitab sejarah (yang disebut Itihasa seperti Ramayana dan Mahabharata) dan juga
Purana merupakan Veda ke lima. Sebagai pembuktian secara dokumentasi ilmiah,
Mahabharata memberikan data astronomik yang rinci mengenai kapan Bhagavan Vedavyasa
membuat reproduksi pustaka-pustaka suci Veda ini dan juga kapan perang besar
Bharatayudha terjadi. Sehingga kita bisa mengetahui bahwa peristiwa yang dikisahkan dalam
kitab suci Veda maupun Itihasa sungguh benar terjadi.
Kedua, dengan memperhatikan kedalaman, luasnya pembahasan, ketepatan, dan
kesempurnaan pengetahuan pustaka suci yang demikian itu, yang berada di luar jangkauan
kecerdasan manusia, maka dengan mudah dapat disimpulkan bahwa semua ini pastilah
merupakan pengetahuan yang bersifat adi-duniawi, yang hanya mungkin berasal dari Tuhan.
Kedalaman filsafat mengenai Tuhan dan pencerahan akan Tuhan dengan deskripsinya yang
sangat rinci, panjang lebarnya deskripsi sejarah dalam Purana dan Itihasa, ketepatan
perhitungan periode-periode dan siklus waktu (sebagai contoh dalam Veda dinyatakan awal
mula keberadaan peradaban manusia adalah 120, 5331 juta tahun; usia bumi dan juga
keberadaan bentuk matahari ini adalah 1971,9616 juta tahun pada tahun 1998; awal mula
sistem tata surya ini adalah 155,521972 triliun tahun; hampir sama dengan penemuan ilmiah
modern. Bahkan kitab suci Bhagavata (3.11.4) menyatakan bahwa waktu dihitung berdasarkan
getaran atom seperti standar waktu yang kita gunakan sekarang dalam fisika modern), dan
sempurnanya tata bahasa Sanskrit sejak dia diperkenalkan di bumi melalui para Rishi purba di
India, adalah sebagian kecil dari contoh-contoh yang tidak dapat disamai oleh kitab-kitab
(agama) lain. Contoh-contoh ini tentu saja secara alamiah merupakan bukti keagungan rohani
pustaka suci Veda.
Ketiga, sehubungan dengan kesaksian langsung, kisah setiap orang suci sepanjang masa,
yang telah merealisasikan Tuhan, telah menjadi saksi atas kemuliaan Tuhan tercintanya, dan
juga berada dalam pergaulan langsung bersama Tuhan, membentuk tema utama dalam semua
kitab suci kita. Demikian pula ketika mereka yang sempurna ini menuliskan atau menguraikan
sesuatu berkenaan dengan keinsafannya, maka itu semua sempurna sejalan dengan ajaran
pustaka suci. Ada begitu banyak contoh yang demikian itu. Pengetahuan mengenai
keberadaan kediaman-kediaman surgawi dan para dewanya sejauh kita perhatikan tidak perlu
seorang Maharishi Veda sejati untuk membuktikannya. Bahkan seorang yogi yang tengah
mengembangkan diri dalam ajaran Veda, yang sudah mencapai kesempurnaan samadhi
tertentu, dapat melihat surga dan para penguasanya dalam tahapan tertentu samadhinya. Dari
jaman yang sangat lampau sampai masa sekarang ini kita memiliki berbagai kisah hidup para
Rasika-bhakta yang pergaulan rohaninya dengan Tuhan Sri Krishna diuraikan secara panjang
lebar. Ada sejumlah besar orang suci di Braja (tempat suci bagi para penyembah Sri Krishna di
India) sepanjang limaratus tahun terakhir ini yang menulis visualisasi mereka mengenai
permainan rohani Tuhan dalam bentuk lagu-lagu yang disebut pada (padavali). Ada ribuan
jumlahnya dan semua dicetak dalam bentuk buku. Seorang suci Rasika-bhakta, Surdasji,
dikatakan telah menyanyikan lebih dari seratus ribu lagu tentang Tuhan Tertinggi Krishna.

DasanVR e-Books 26
GERBANG KEBENARAN Sri:

Artinya beliau paling tidak menggubah 15 sampai 20 lagu setiap harinya. Sekarang inipun
masih ada sekitar dua ribu lagu yang dapat ditemukan. Ini merupakan keindahan
penggambarannya, yaitu beliau menyanyikan lagu sambil melihat visi rohani itu secara nyata.
Para orang suci ini juga menuliskan aspek filosofis dari bentuk dan sifat Tuhan, serta jalan
sejati menuju keinsafan akan Tuhan. Mistikus-mistikus yang diyakini tenggelam dalam
realisasinya pada Tuhan merupakan sesuatu yang luar biasa dalam tradisi rohani lain. Namun
kita memiliki ribuan orang suci seperti itu yang ada, telah ada, dan akan ada sepanjang masa.
Mereka yang sungguh-sungguh telah mengalami Tuhan ini juga menjelaskan dasar filosofis
dari pengalaman rohaninya, sehingga benar-benar bukan merupakan ungkapan emosional
belaka. Dengan cara inilah mereka telah menyaksikan Tuhan secara langsung dan juga
membuktikan kebenaran Tuhan dalam pustaka suci kita.
Anda juga bisa mempelajari kitab-kitab lain. Tidak ada salahnya. Setelah mempelajarinya,
anda semua akan dapat menemukan sendiri bahwa pada mereka semua ada semacam
keyakinan buta. Dengan demikian anda juga bisa menyadari bahwa ternyata Veda lebih
otentik dan tidak mengandung keyakinan buta di dalamnya. Kita punya banyak contoh dalam
sejarah. Banyak orang yang berusaha mengingkari kebenaran Veda. Seperti Charvaka,
Jainisme, Buddhisme, dsb. memulai ajaran mereka sendiri dan mengatakan bahwa Veda tidak
benar. Tetapi tak satupun darinya yang sejauh ini mampu dengan sukses membuktikannya.
Veda sudah ada sejak masa yang tak dapat diingat lagi dan dengan begitu banyak orang yang
berusaha menghancurkan/mengingkarinya, tetap saja Veda bertahan sampai hari ini dan
selama-lamanya, karena Veda adalah benar dan kekal.
Hal penting lainnya adalah tak satu agama lain pun yang mengatakan kitab suci mereka
apauruseya (tidak diawali oleh insan fana manapun). Hanya Hindu yang mengatakan Veda
adalah apauruseya. Kitab suci semua agama lainnya berawal dari satu orang tertentu dan
mengandung pengetahuan terbatas dari orang itu dan juga dipengaruhi oleh semua
kekurangan dari pengetahuan orang itu. Itu tidak bisa benar sempurna 100%. Seperti membaca
sebuah buku sains berumur 50-100 tahun. Itu benar bagi para ilmuwan di masanya, namun
tidak untuk saat ini. Seperti itu juga yang ditulis oleh para nabi agama lain, hal itu benar bagi
mereka dan orang-orang di masanya tetapi bukan kebenaran kekal. Namun Veda, tidak ditulis
oleh seorangpun. Veda ini kekal, sehingga itu juga benar dan tanpa kekurangan.
Satu lagi yang tak boleh dilupakan, sudah begitu banyak insan-insan agung yang
mengabdikan hidupnya untuk mempelajari dan mengkaji Veda ini. Para orang suci dari masa
yang terdahulu dan para Guru agung seperti Sri Acharya Madhva, Sri Jayatirtha, Sri Vadiraja
Swamiji, Sri Raghavendra Swamiji dan banyak lagi yang lainnya telah mempelajari kitab-kitab
suci ini seumur hidupnya, dan hasil dari pengkajian beliau-beliau itu telah tersedia bagi kita.
Kita jadinya tidak perlu “menemukan roda” lagi. Kita bersama dapat mempela-jari semua itu
dan apabila kita mendapatkan inkonsistensi atau ketidaksempurnaan, kita dapat lanjut
melakukan pengkajian dan menemukan keotentikan serta validitas Veda.

DasanVR e-Books 27
GERBANG KEBENARAN Sri:

MAHARISHI VYASA
aharishi Vyasadeva atau Vedavyasa
adalah yang mengkodifikasi dan
membuat Veda dapat dijumpai dalam
wujud tertulisnya untuk pertama kali.
Tetapi Veda sudah ada jauh sebelum usaha
Vyasadeva ini. Lalu mengapa kita perlu meyakini
Vedavyasa dan tulisan-tulisannya?
Sederhana saja. Mengapa anda percaya kepada
orangtua anda dan bagaimana anda bisa yakin
bahwa mereka sungguh-sungguh orangtua anda,
bukan orang lain. Itu karena anda melihat mereka
menyayangimu, merawatmu, dan berusaha
memberikan semua yang terbaik bagi dirimu. Jadi
anda bisa yakin bahwa mereka sungguh-sungguh
orangtua anda dan anda mau mendengarkan apa
kata mereka. Seperti itu juga para orang suci dari berbagai jaman telah mempelajari Veda yang
kekal sebagaimana dituliskan oleh Vedavyasa dan mendapati bahwa semuanya benar dan baik
bagi umat manusia. Bila tulisan-tulisan ini tidak benar atau membahayakan bagi umat
manusia, maka sudah sejak lama semuanya diabaikan atau dicampakkan. Tulisan-tulisan ini
tidak akan bertahan selama ini (lebih dari 5000 tahun).
Demikianlah kita telah memiliki berbagai jenis bukti yang mendukung keotentikan,
kekekalan, dan keagungan pustaka-pustaka suci Hindu, Veda, Upanishad, Purana,
Mahabharata, Sri Ramayana, dan lain-lain. Pustaka-pustaka ini juga menguraikan sejarah
rohani para Rishi, orang suci, pribadi-pribadi rohani, dan Avatara (Inkarnasi) Tuhan Yang
Mahatinggi. Mereka juga menjelaskan jalan yang mudah dan sederhana untuk menginsafi
Tuhan melalui cintakasih (bhakti) dan persembahan diri (prapatthi), sementara memberikan
penjelasan terperinci mengenai aspek-aspek filosofis dimensi-dimensi kedewataan dan aneka
wujud Tuhan Yang Tak Terbatas.
Kami pernah membaca sebuah buku pelajaran untuk anak-anak sekolah yang menyatakan
bahwa Vyasamuni atau lebih tepatnya Bhagavan Sri Vedavyasa (di Indonesia dikenal sebagai
Maharishi Byasa, Wyasa atau Abiasa) merupakan nabi (prophet) umat Hindu. Jadi terkesan ada
kecenderungan untuk mensejajarkan Vyasamuni dengan para pendiri dan pengajar agama
Semitik (Yahudi, Nasrani, dan Islam). Hal ini sungguh tidak benar dan tidak sesuai dengan
keyakinan pengikut Sanatana Dharma yang sejati. Bagi kita, Bhagavan Vedavyasa yang
mengkodifikasikan seluruh Pustaka Suci Veda sama sekali tidak bisa disamakan dengan para
nabi Semit. Bahkan apabila kita mempelajari kedudukan ontologis Bhagavan Vedavyasa
menurut cara pandang pengikut Veda, menyatakan Beliau sebagai seorang nabi adalah
penghinaan (blasphemy).

DasanVR e-Books 28
GERBANG KEBENARAN Sri:

Dalam tradisi Veda, Bhagavan Vedavyasa merupakan salah satu dari duapuluh empat
wujud Tuhan yang mengejawantah di bumi (Avatara). Menurut ajaran Sanatana Dharma,
setiap Avatara Tuhan adalah absolut dan kekal, sarva purnah sasvatasca dehastasya paratmanaha.
Walau demikian, dalam kehidupan praktis kebanyakan (tidak semua) Avatara menerima
seorang ayah dan seorang ibu, yang merupakan pribadi-pribadi rohani pula. Begitu juga
Vedavyasa, menjadi putra dari Maharishi Parasara. Beliau lahir segera dewasa dan segera
pergi ke hutan untuk melakukan tapasya. Tidak lama setelahnya Beliau mulai mengungkapkan
berbagai kitab suci. Beliau hidup pada masa Raja Shantanu, nenek moyang para Pandava
dalam Mahabharata. Krishna Dvaipayana adalah nama pertamanya dan Vedavyasa
merupakan gelar kehormatan yang diberikan kepada Beliau karena Beliau mengungkapkan
dan mensistematiskan kembali mantra-mantra dalam Veda. Beliau juga disebut Vadrayana
atau Badarayana, karena beliau tinggal di hutan Badari (sejenis beri) di Himalaya. Semua nama
Beliau ini termashyur dalam kitab-kitab suci, tetapi gelar Vedavyasa atau Bhagavan Vedavyasa
umum digunakan untuk menyebut Beliau.
Segala sesuatu dalam kehidupan Bhagavan Vedavyasa adalah kejadian yang bersifat adi-
duniawi. Kita harus mengerti bahwa Bhagavan Vedavyasa adalah Tuhan Narayana Yang Maha
Esa. Sebagaimana Veda dahulu tercipta dari napas Narayana, maka seluruh Veda sebenarnya
terkandung dalam pikiran rohani Bhagavan Vedavyasa. Beliau kemudian secara sistematis
mengungkapkannya satu demi satu dan menuliskannya agar generasi umat manusia
selanjutnya dapat mempelajarinya. Pertama-tama Beliau menuliskan Veda-veda yang
termasuk keseluruhan 1.180 Upanishad beserta berbagai pelengkap dan turunannya, kemudian
18 Mahapurana, 18 Upapurana. Dilanjutkan dengan Mahabharata, Sri Ramayana dan Itihasa
lainnya. Bhagavan Vedavyasa menuliskan kembali Sri Ramayana yang sudah dituliskan oleh
Maharishi Valmiki 18 juta tahun sebelumnya. Pada akhirnya Beliau menulis Bhagavatam yang
disebut Grantharaja (Raja semua kitab suci). Sri Vedavyasa kemudian mengajarkan semua
kitab suci ini kepada murid-murid-Nya yang juga telah merealisasikan Tuhan untuk kemudian
diresapkan ke dalam pikiran rohani mereka.
Beliau adalah Avatara (Avatar) Tuhan Yang Maha Esa Narayana. Konsep Avatara ini
merupakan sesuatu yang sangat unik dalam Veda. Kita akan membahasnya lebih lanjut lagi.
Kembali mengenai Bhagavan Vedavyasa, Trivikrama Panditacharya dalam Srimad-vayustuti
mempersembahkan doa kepada Vedavyasa dalam dua sloka. Juga dijelaskan Bhagavat-
svarupa-Nya (bahwa Beliau sesungguhnya adalah Tuhan Sendiri) dan keunikan Avatara-Nya
sebagai Vyasa ini. Dinyatakan bahwa Mukhyaprana Vayu (devata yang menguasai udara)
mendengarkan keluhan dan permohonan orang-orang suci di dunia. Beliau kemudian berdoa
kembali kepada Tuhan Narayana agar Beliau turun, beravatara sebagai Vedavyasa.
Srimadvayustuti 36 menguraikannya sebagai berikut, “Terperangkap di tengah samudera
kehidupan yang amat dalam, orang-orang di sini begitu menderita, oleh perputaran kelahiran
dan kematian, rasa haus dan lapar. Engkau (Mukhyaprana Vayu) berpaling dan berdoa kepada
Tuhan yang bersemayam di Lautan Susu (Vishnu). Beliau pun berinkarnasi sebagai Vyasa,
Putra Maharishi Parasara dan Satyavati. Tubuhnya bukanlah sekedar jasmani semata, itu
adalah inkarnasi dari cahaya dan pengetahuan.”

DasanVR e-Books 29
GERBANG KEBENARAN Sri:

Dalam sumber Sanskrit yang asli dikatakan bahwa tubuh Maharishi Vedavyasa bukanlah
berasal dari unsur-unsur alam. Tubuhnya adalah Chinmatramurti. Ada perdebatan yang
panjang mengenai apakah Tuhan berbentuk atau tidak, apakah Beliau Sakara atau Nirakara.
Sesungguhnya apabila dikatakan bahwa Paramatma atau Brahman tidak berbentuk, itu artinya
Beliau memiliki Tubuh Rohani yang tidak tersusun atas triguna; Satva (kebaikan), Rajas (nafsu),
dan Tamas (kebodohan). Apabila Beliau dikatakan memiliki bentuk maka Beliau memiliki
Tubuh Rohani Sat-Chit-Ananda (Mahakekal, Penuh Pengetahuan, dan Penuh Kebahagiaan). Sri
Jayatirtha mengungkapkan hal yang sama dalam Tattvaprakashika, shuddhanandoru
samviddyutibala bahulaudarya viryadi deham, Tuhan memiliki Badan Rohani dengan segala
kemuliaan-Nya seperti Ananda yang murni, pengetahuan sempurna, cahaya, kekuatan,
kecerdasan tiada tara dan bebas dari segala keterbatasan. Begitu pula Vedavyasa, Avatara-Nya,
bukanlah memiliki tubuh dari darah dan daging melainkan disebut chinmatramurti, artinya
bukan sekedar badan jasmani yang sama seperti badan kita ini. Tubuh Beliau adalah cahaya
kesadaran dan pengetahuan.
Pada sloka berikutnya Trivikrama Panditacharya menegaskan kembali bahwa Vedavyasa
itu tiada lain adalah Tuhan Sendiri. Kemudian lebih lanjut dijelaskan pentingnya Avatara
Beliau yang sangat istimewa ini. “Orang buta tak dapat memilih permata-permata yang
berserakan. Orang jahat tak dapat menembus makna sejati Veda-veda yang kekal. Sang Guru
yang asli, Vyasa, menuliskan Brahmasutra untuk membantu orang-orang yang berjalan dalam
kebenaran agar dapat memahami makna tersirat Shruti-shruti. Berkat anugerah Mukhyaprana
hamba berdoa kepada Maharishi Vedavyasa dan bersujud kepada-Nya setiap hari, demi
mendapatkan pengetahuan yang paling suci.” (Srimadvayu-stuti 37)
Beliau dinyatakan sebagai gurutamam agurum devadevam, Vedavyasa sesungguhnya adalah
Guru Tertinggi, Guru yang asli, satu-satunya guru sejati di seluruh alam semesta ini (a-guru).
Beliau adalah Junjungan para deva semuanya (devadevam). Ada ketidaktahuan dalam
masyarakat Hindu mengenai siapa sesungguhnya Vedavyasa. Kebanyakan kita hanya tahu
bahwa Beliau cuma seorang rishi yang menyusun Veda saja, ditambah lagi pengacauan dengan
keyakinan agama lain, terutama agama-agama Semitik. Mengatakan Beliau sebagai nabi
sesungguhnya adalah meremehkan kedudukan sejati Beliau dan keyakinan penganut Sanatana
Dharma. Kenyataannya Bhagavan Vedavyasa tidaklah serendah itu. Beliau adalah manifestasi
Tuhan Narayana Sendiri, yang turun untuk melindungi Dharma sebagaimana janji Beliau
dalam Bhagavad-gita, “dharma-samsthapanartaya-sambhavami-yugeyuge, demi menegakkan
Dharma, Aku turun dari jaman ke jaman.”
Sudah saatnya umat Hindu kembali meyakini penjelasan Vedanya sendiri mengenai
semua aspek-aspek Dharma. Berhentilah menggunakan pengertian orang lain yang jauh lebih
tidak sempurna dibanding penjelasan yang ada dalam Veda dan yang diberikan oleh para
Acharya.

DasanVR e-Books 30
GERBANG KEBENARAN Sri:

KONSEP KETUHANAN HINDU

idak ada kata dalam bahasa Sanskrit


yang bersinonim dengan ide-ide barat
mengenai filsafat dan teologi. Istilah
yang digunakan untuk sejenis spekulasi
filosofis dalam tradisi Veda/Hindu mungkin adalah
darshana, yang artinya adalah ‘pandangan’, suatu cara
untuk memahami Kebenaran Tertinggi, atau suatu
jalan yang mengungkapkan aspek tertentu dari Sifat
Illahi. Istilah yang digunakan untuk teologi adalah
Brahmavada, yang berarti ‘diskusi mengenai
Kebenaran Tertinggi’. Lalu ada pula istilah
Siddhanta, yang berarti kesimpulan filosofis yang
ditegakkan melalui olah pikir yang rasional dan pewahyuan Kitab Suci. Vedanta merupakan
suatu darshana, suatu jalan atau metodologi untuk menembus Realitas Absolut menggunakan
logika secara sistematis, observasi ilmiah dan dasar pembuktian dari pewahyuan Kitab Suci
(Veda, Upanishad, Brahma Sutra). Ketika telaah filsafat dan usaha menginsafi kebenaran telah
tegak menjadi suatu kesimpulan akhir, inilah yang disebut siddhanta. Siddhanta merupakan
kesimpulan akhir setelah mengkaji semua Veda, yang didukung sepenuhnya oleh prasthana-
traya (tiga sumber pengetahuan) yaitu sruti-prasthana (Kitab-kitab yang diwahyukan, utamanya
adalah Upanishad-upanishad), smriti-prasthana (Kitab-kitab yang dikanonisasi, yang terutama
adalah Bhagavad-gita), dan nyaya-prasthana (Kitab-kitab yang membutuhkan ketajaman analisa
dalam memahami maknanya. Pada umumnya merujuk pada Brahma-sutra atau Vedanta-sutra,
aforisma mengenai Kebenaran Mutlak Tertinggi tujuan akhir segala ilmu pengetahuan).
Siddhanta inilah yang diyakini, dipelajari, dan diinsafi dalam berbagai garis perguruan Veda
yang otentik. Masing-masing perguruan dan mazhab dalam Hindu merumuskan
Siddhantanya dengan berdasarkan berbagai aspek ilmu yang terkandung dalam Veda dan juga
pengalaman spiritual dalam perjumpaan mistis pribadi para Acharya-nya dengan Sang
Kebenaran Tertinggi. Siddhanta inilah yang mendasari konsep ketuhanan, dasar keimanan,
dan pengamalan ajaran Veda oleh umat Hindu. Dia merupakan kesimpulan dari keyakinan,
pembelajaran, dan pengalaman.
Alam semesta di sekitar kita tampak sebagai fenomena kompleks yang selalu berubah dan
tidak kekal. Di balik fenomena yang sementara ini, ada substratum eterna, Zat Kekal yang tidak
pernah berubah. Ini disebut sebagai Kebenaran Mutlak Tertinggi. Mutlak diterjemahkan dari
kata Absolut, suatu istilah Latin yang menyatakan substansi yang bebas dari segala hambatan
dan ikatan keterbatasan. Dalam Vedanta, Kebenaran Absolut Tertinggi ini disebut sebagai
Brahman. Melalui proses olah pikir yang logis, dapat dicapai kesadaran akan keberadaan
suatu Realitas Tertinggi yang cerdas di balik alam semesta yang tidak dapat berpikir. Menurut

DasanVR e-Books 31
GERBANG KEBENARAN Sri:

Vaishnava-siddhanta, Brahman ini merupakan Suatu Pribadi Illahi Transendental atau Tuhan.
Walau demikian keberadaan Tuhan Tertinggi tidak dapat dijangkau dengan proses investigasi
dan pembuktian ilmiah. Pikiran manusia yang bekerja melalui perbandingan yang bersifat
antitesis tidak dapat menjangkau Brahman. Keberadaan Brahman dapat ditelusuri, dengan
menggunakan logika, melalui fenomena alam semesta yang bersifat sementara ini, namun
persepsi langsung akan Brahman hanya berasal dari keinsafan rohaniah dan Revelasi, suatu
keadaan dimana Kebenaran itu sendiri bersedia mengungkapkan diri kepada si pencari.
Hanyalah melalui keinsafan dan pencerahan rohani akan Pengetahuan yang direvelasikan,
yaitu Veda, Upanishad, Bhagavad-gita, dsb. kita dapat mengetahui Brahman, bukan dengan
cara yang lainnya.
Menurut Vedanta, Realitas Absolut yang disebut Brahman merupakan asal-muasal
tunggal dari segala manifestasi. Brahman adalah Insan Berpribadi dalam artian Beliau memiliki
sifat dan ciri yang terdiri dari kesadaran absolut, keberadaan absolut, kekekalan absolut,
kemurnian absolut, dan kebahagiaan absolut. Pribadi Tertinggi yang Esa ini atau Brahman,
disebutkan dengan banyak nama di dalam Veda, namun yang paling utama di antaranya
adalah Narayana atau Krishna. Nama ini menyatakan semua kualitas esensial yang ada dalam
Brahman. Narayana dapat dimaknai sebagai Tempat Bersandar Semua Insan. Beberapa makna
lain juga diberikan seperti Sang Diri Tertinggi, pendukung dan tempat bersandarnya semua
keberadaan.
Dalam Veda, para penerima wahyu sering disebut sebagai pengamat (seer). Aspek-aspek
Pribadi Tertinggi diungkapkan kepada para Rishi, Alvar, dan Acharya, tidak saja dalam bentuk
informasi belaka, namun juga dalam keinsafan akan Pribadi-Nya. Sehingga dengan demikian
istilah yang digunakan bagi mereka ini adalah para tattva-darsi, pelihat Kebenaran, melihat
dalam arti yang sangat harfiah sekali. Bertatap muka dengan Sang Kebenaran, Pribadi
Tertinggi. Sri Ramanuja mengatakan, “Tuhan sungguh memiliki rupa/bentuk rohani, yang
sangat menyenangkan hati dan tiada cacat cela-Nya. Rupa-Nya ini tidak dapat dijangkau
pikiran, tidak tergambarkan, rohani, kekal, dan murni tak bernoda.” Rupa yang tak
tergambarkan ini ditampakkan bagi para Rishi, Alvar, dan Acharya. Mereka melihat, namun
sesempurna-sempurnanya mereka berusaha menjelaskan melalui bahasa kata-kata, tetap
keseluruhan kesempurnaan yang berwujud pribadi itu tak terjelaskan. Ketika Tuhan
memperlihatkan Wujud Semesta-Nya kepada Arjuna dalam Bhagavad-gita, kita diberi
gambaran oleh Sanjaya, sang pengamat, “Andaikan saja berjuta-juta matahari terbit bersamaan
di angkasa, cahayanya tak setara dengan Cahaya Rupa-Nya.”
Sewajarnya apabila kita berbicara mengenai ketuhanan, maka kita haruslah mencari
konsep yang tertinggi. Upanishad merupakan kesimpulan dari berbagai konsep ketuhanan
Veda, dan Vedanta merupakan kesimpulan dari semua Upanishad. Suatu hal yang menarik
dari konsep Ketuhanan dalam Vedanta adalah dikenalnya Personalisme dualistik (pluralistik)
yang mengarah pada monotheisme-murni-Vedik (ada konsep yang berbeda dengan
monotheisme agama-agama Abrahamik) dan Impersonalisme non-dualistik yang mengarah
pada pantheisme dan monisme.

DasanVR e-Books 32
GERBANG KEBENARAN Sri:

DUA KUTUB ADVAITA DAN DVAITA


asyarakat dunia saat ini khususnya umat Hindu memiliki ketertarikan dan
semangat yang semakin besar dalam mempelajari pemikiran-pemikiran rohani
yang terkandung dalam Veda. Sekarang mungkin hampir semua umat Hindu
sudah pernah mendengar istilah-istilah filsafat Veda-Vedanta seperti Advaita,
Dvaita, Visista-advaita, dan sebagainya. Selama ini dalam banyak tulisan tokoh cendikiawan
Hindu berbahasa Indonesia, baik berupa karya orisinal maupun terjemahan, terdapat
pemahaman yang bias terhadap konsep Advaita dan Dvaita dalam Veda. TERUTAMA tidak
ada orang yang menjelaskan Dvaita-vedanta dari penganutnya sendiri. Dvaita hampir selalu
dijelaskan berdasarkan sudut pandang seorang penganut Advaita atau sudut pandang seorang
peneliti agama Hindu yang bukan praktisi (sadhaka) seperti para indolog Barat.
Sripada Adi Sankaracharya terutama mengajarkan Advaita, Vedanta non-dual, suatu
bentuk pemahaman dan ajaran yang menyatakan kemanunggalan segala-galanya, suatu
pemikiran dan ulasan atas Veda-vedanta yang bersifat monistik dan impersonalistik. Hingga
hari ini beliau tetap menjadi salah satu tokoh
yang pengaruhnya paling besar dalam
pemahaman filsafat Veda, dengan sejumlah besar
perguruan atau sekolah-sekolah pemikiran di
seluruh India dan juga dunia, yang masih
mendasarkan ajarannya pada pemikiran Adi
Sankara. Banyak ulasan-ulasan dan tafsir atas
sastra Veda ditulis oleh mereka yang mengikuti
prinsip-prinsip Advaita Sankara ini. Sehingga
tulisan-tulisan tersebut menunjukkan adanya
pengaruh paham impersonalisme, yang
mengesampingkan atau tidak memberikan
penekanan khusus pada Tuhan Personal atau
Tuhan Berpribadi. Bahkan Hinduisme secara
umum, yang merupakan turunan dari Veda-
dharma, dianggap sebagai suatu agama yang
monis dan impersonalis. Hal ini terjadi karena
para cendikiawan Hinduisme modern banyak
yang mengambil ide impersonalistik Sankara
sebagai suatu alternatif atas personal-
monotheisme agama-agama Abrahamik. Sisi impersonal ajaran Veda tentu sangat menarik
bagi mereka yang sudah jenuh akan ketuhanan personal-monotheistik dari agama-agama
Abrahamik, agama-agama Barat, yang dianggap terlalu kaku dan sudah usang. Menariknya
lagi, impersonal-monisme Sankara boleh dikatakan memberikan identitas yang unik dari
Hinduisme, sehingga tidak heran bila para pemikir dan penyebar Hinduisme masa kini sangat

DasanVR e-Books 33
GERBANG KEBENARAN Sri:

mementingkan pandangan ini. Belum lagi Svami Vivekananda, mungkin orang pertama yang
memperkenalkan istilah Vedanta ke dunia modern, adalah seorang Advaiti. Sehingga wajar
saja Vedanta yang diketahui kebanyakan orang adalah identik dengan Advaitavada.
Kevala Advaitavada yang diajarkan Sankara sangat dipengaruhi oleh pemahaman
mengenai Sunyavada-Nirviseshavada (filsafat yang menekankan kekosongan dan tanpa sifat
dari Kebenaran Mutlak), mirip seperti konsep Tathata Buddhisme. Sesungguhnya Sankara
mendasarkan pemikirannya pada jalan pemahaman gurunya, Sri Gaudapada. Karika-karika
atas Agamasastra dari Gaudapada sangat dipengaruhi oleh pemikiran Madhyamika Nagarjuna
dan Yogachara dari Asangha–Asvaghosa yang merupakan denominasi filsafat Buddhisme
Mahayana. Gaudapada tidak melakukan rujukan apapun pada Badarayana Sutra dari
Maharishi Vedavyasa. Tugas untuk menyesuaikan pandangan Gaudapada dengan Vedanta-
Badarayana Sutra serta Upanishad dilaksanakan oleh Sankara. Inilah yang menghasilkan
pemahaman Advaita sekarang, yang terutama dianut oleh banyak cendikiawan Hindu
modern, termasuk Dr. S. Radhakrishnan. Terjemahan Upanishad-upanishad utama oleh
Radhakrishnan bersifat Advaitik dan disusun berdasarkan pemahaman akan keunggulan
Advaitavada atas semua sistem filsafat lainnya, ditambah sudut pandang kebarat-baratannya
yang bias.
Sebenarnya turut hidup dalam keluarga besar Hindu ini adalah keinsafan akan Tuhan
yang berpribadi dengan pemahaman Vedanta yang bersifat Dualistik (Dvaita). Vedanta yang
bersifat dualistik menekankan pada perbedaan dan keunggulan Brahman di atas semua
kenyataan (tattva) lainnya. Walau demikian, sedikit yang mengetahui bahwa Advaitavada dan
Dvaitavada sesungguhnya adalah dua jalan keinsafan rohani yang berbeda, dengan awal dan
tujuan yang berbeda pula. Keduanya saat ini memang memperoleh tempat dan otoritasi di
dalam dunia Hindu, yang sejajar dan saling menghormati. Tetapi tetap saja pengertian yang
dipahami atas tiga topik Vedanta, yaitu Tuhan (isvara), roh (cit), dan alam (acit) berbeda,
sehingga tujuan serta sarana yang digunakan untuk mencapainya juga berbeda. Tujuan
tertinggi yang disebut moksa dipahami secara berbeda oleh Advaitavadi dengan Dvaitavadi.
Keadaan moksa yang diinginkan oleh kedua pihak ini tidak sama. Para penganut pemahaman
Dvaitavedanta pada umumnya adalah perguruan-perguruan Vaishnava dan Bhagavata.
Sayangnya kita tidak banyak mengetahui hal tersebut karena kurangnya pengetahuan
mengenai Dvaita di Indonesia. Hal ini tentu saja diakibatkan cukup sulitnya mendapatkan
sumber-sumber pustaka Dvaita dalam bahasa yang dapat diakses oleh kebanyakan orang
Indonesia. Sampai paling tidak tahun 1960-an mungkin tidak ada sastra dan komentar dari
perguruan Bhagavata atau Vaishnava yang tersedia secara luas dalam bahasa non Sanskrit dan
Prakrit India. Jadi selama ini Dvaita atau Bheda-vada selalu dijelaskan berdasarkan
pemahaman Advaitavada, sehingga terkesan bahwa selalu dihadirkan pemikiran Dvaita
merupakan tangga untuk memasuki pemahaman Advaita. Jadi pendakian kesempurnaan
keinsafan diri dimulai dari Dvaita, yang diartikan sebagai dualitas atau pluralitas. Menurut
mereka Dvaita merupakan keterpisahan antara jivatma dengan paramatma atau Brahman.
Kemudian kesempurnaan tertinggi yang disebut moksa didefinisikan sebagai bersatunya
atman dengan Brahman. Atman (roh individual) menunggal dengan Brahman. Atman tidak

DasanVR e-Books 34
GERBANG KEBENARAN Sri:

bisa lagi dibedakan dengan Brahman, kembali menyatu dengan sumbernya. Beberapa justru
membuatnya lebih tegas lagi yaitu atman telah kembali lagi menjadi Brahman. Pemahaman
Advaita adalah pemahaman akan kondisi ini, yaitu menyadari bahwa atman dengan Brahman
adalah satu, sehingga Advaita menjadi identik dengan moksa. Advaita dimengertikan sebagai
“memahami pengetahuan mengenai itulah yang sesungguhnya terjadi dalam keadaan moksa”.
Dengan demikian akan tampak bahwa Advaita mengandung keinsafan rohani yang lebih
tinggi daripada Dvaita. Pengertian seperti ini mungkin benar bagi penganut Advaitavada,
tetapi tidak bagi Dvaitavada. Sekali lagi, apabila sebagian besar cendikiawan Hindu berpikir
seperti itu, maka hal ini bukanlah sesuatu yang tidak wajar, karena mereka hampir semua
berlatar belakang Advaitavadi atau paling tidak menerima pendidikan sedari awal didasarkan
pada keyakinan Advaita. Saat ini, apabila Anda secara acak saja mempelajari sebuah buku
yang populer mengenai filsafat Hindu, maka kemungkinan besar Anda tengah mempelajari
pemikiran Advaitavada. Penjelasan mengenai Advaita sangat mudah diperoleh dalam buku-
buku Hindu yang kebanyakan beredar.
Sri Vyasa Tirtha salah satu tokoh Dvaita-vedanta terbesar dari garis perguruan
Tattvavada, mengatakan bahwa Acharya Sriman Madhva, pengajar utama Dvaita-vedanta
menegaskan harih paratarah, Sri Hari adalah yang tertinggi. Ada tingkatan-tingkatan di antara
para insan, dan Sri Hari (Vishnu) adalah Insan Yang Tertinggi, yang berarti Beliau bahkan
berada di atas yang paling tinggi di antara semuanya itu. Dalam salah satu pengertian para
Tattvavadi mengakui bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah tiada duanya. Beliau mampu
memanifestasikan Diri dalam berbagai aspek-Nya yang tak terbatas. Semuanya sempurna
dalam aspek-aspek tertentu itu, akan tetapi bagi Tattvavadi konsep ketuhanan Vishnu adalah
yang tertinggi. Sri Hari juga merupakan yang tertinggi di antara pribadi-pribadi yang kekal
(nityo-nityanam) dan yang paling tinggi di antara segala kehidupan (cetanas-cetananam). Ini
menunjukkan bahwa tak seorangpun yang menyatu ke dalam-Nya setelah mencapai
pembebasan karena persatuan semacam itu tidak dapat diterima bagi paratparatva
(kemahaluhuran)-Nya. Singkatnya, sekalipun telah mencapai moksa, tak satupun dapat
menjadi Parabrahman Vishnu, setara, apalagi melampaui-Nya.
Kemudian satyam jagat, alam ini adalah nyata adanya. Para Kevala-advaitavadi
berpendapat bahwa alam semesta ini hanyalah khayalan belaka, tidak memiliki substansi yang
nyata. Hanya tampaknya saja ada, tetapi sebenarnya tidak ada. Tetapi Tattvavada menyatakan
bahwa alam adalah nyata, segala keanekawarnaannya adalah nyata, dan segala sesuatu yang
ada di dalamnya, sekalipun bersifat sementara adalah nyata. Kenapa alam itu nyata? Karena
menurut pengalaman langsung, kesimpulan logika, dan otoritas sastra tidak ada yang bisa
membuktikan alam hanya ilusi. Tidak ada pernyataan Veda yang mengatakan bahwa alam ini
palsu dan sekedar khayalan. Lalu
Tattvata bhedah, keanekawarnaan dan keberagaman adalah nyata. Perbedaan
merupakan kenyataan yang juga tidak dapat disangkal, jiveshvarabhida chaiva jadeshvara bhida
tatha| jivabhedo mithashchaiva jadajiva bhida tatha| mithashcha jadabhedo’yam prapancho
bhedapanchakah||, ada perbedaan antara jiva dengan isvara, benda mati (jada) dengan isvara, jiva
dengan jiva, jiva dengan jada, dan antara jada dengan jada. Kelima perbedaan ini membangun

DasanVR e-Books 35
GERBANG KEBENARAN Sri:

seluruh alam semesta. Terlalu banyak perbedaan yang harus diabaikan untuk menerima
bahwa semuanya adalah satu dan sama. Tidak ada pilihan lain kecuali menerima apa adanya
bahwa perbedaan itu nyata (tattva).
Perbedaan ini membuka pemahaman berikutnya yaitu jivaganah harer anucharah, jiva-
jiva yang beraneka ragam sifat dan tingkatannya merupakan bawahan Sri Hari. Konsep ini
tunduk dan sejalan dengan konsep awal bahwa harih paratarah, hari-sarvottama. Keinsafan ini
juga memberikan pengakuan bahwa masing-masing jiva memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda. Tidak satupun yang memiliki kenikmatan yang persis sama, sehingga tidak adil
memberikan satu tujuan yang sama untuk semua orang.
Nichochcha bhavan gatah, masing-masing jiva mencari kepenuhannya sendiri dalam
tingkat yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah sesuai dengan kecenderungannya masing-
masing. Apabila para jiva ini tidak identik maka yang menjadi pertanyaan tentu apakah
mereka akan mencapai tujuan yang sama? Apabila mereka mencapai tujuan yang sama, maka
lagi-lagi kita harus menyalahkan Tuhan karena Beliau memberikan sesuatu yang tidak
diinginkan oleh masing-masing jiva. Apabila semua jiva menginginkan kebahagiaan,
bagaimana mungkin kita mengatakan ada kebahagiaan dalam suatu kondisi yang dipaksakan?
Ingat bahwa masing-masing jiva memiliki kenikmatannya sendiri yang sesuai dengan
tingkatan-tingkatannya. Karena itu dalam Tattvavada dikenal jiva-taratamya, penggolongan jiva
sesuai dengan kualifikasinya yang berbeda-beda.
Sekarang Tattvavada mengemukakan keinsafan terhadap moksa, mukti naija-sukha
anubhutih, yang disebut mukti/moksa itu adalah mengalami kebahagiaan tertinggi secara
sempurna dalam kedudukan sejati masing-masing jiva. Bila kebahagiaan itu tiada
berkesudahan, maka kita harus memahami dari mana datangnya kebahagiaan itu. Bila dia
datang dari sesuatu yang ada di alam duniawi, maka tentu saja kebahagiaan itu tidak kekal
adanya. Apabila dia merupakan anugerah Tuhan, lalu akan timbul pertanyaan mengapa
Tuhan tidak memberikan kebahagiaan yang sama pada setiap jiva, di mana keadilan-Nya?
Satu-satunya yang menjadi sumber kebahagiaan adalah diri jiva individual itu sendiri.
Hubungannya dengan Tuhan yang merupakan sumber kebahagiaan tertinggi ditentukan oleh
sifat inti dari jiva. Tuhan hanya mewujudkan kebahagiaan penuh yang sudah terkandung
dalam jiva. Inilah yang disebut moksa.
Akan tetapi karena harih-sarvottama, maka hanya Sri Hari yang dapat memberikan kondisi
moksa, muktih pradatam sarvesam visnuh eva na samsayah, hanya Tuhan Yang Maha Esa Vishnu,
yang dapat memberikan moksa seperti ini. Amala bhaktih cha tat sadhanam, hanyalah dengan
bhakti yang tak ternoda, suci murni, dan pengertian yang benar maka moksa itu dapat dicapai.
Bhakti merupakan inti dari kondisi moksa yang dialami jiva tanpa pengabaian akan
individualitas dan perbedaannya yang kekal dengan Brahman. Sri Caitanya Mahaprabhu
pendiri Goudiya Sampradaya yang dikatakan juga merupakan cabang dari perguruan
Madhva, mengembangkan pemahaman bahwa jiva memang memiliki persamaan dengan
Brahman (abheda), tetapi pada saat yang sama juga memiliki perbedaan yang sangat mendasar
(bheda). Kedua kondisi ini bersifat tidak dapat dijangkau pikiran (acintya). Tetapi dalam
Tattvavada ditekankan bahwa hanya perbedaan ini yang bersifat fundamental, mengatasi

DasanVR e-Books 36
GERBANG KEBENARAN Sri:

persamaannya, sehingga kesempurnaan moksa sekalipun tetap tidak membuat jiva dengan
Brahman menjadi satu entitas yang sama. Para Dvaitavadi tidak menginginkan pencapaian
moksa yang meniadakan individualitas sang jiva, seperti yang dituju oleh para Advaitavadi.
Menurut Tattvavada justru dalam keadaan inilah jiva mengekspresikan kesempurnaan
kebahagiaannya yang tertinggi,
yang berasal dari dirinya sendiri.
Konsekuensi dari Tuhan
sebagai Yang Tertinggi di atas
semuanya ini (hari-sarvottama),
maka Beliau adalah paramasva-
tantrya, yang paling tidak
tergantung pada apapun
(supremely independent). Tetapi jiva
berbeda dengan Tuhan, dia adalah
asvatantrya, bersifat dependen
pada Tuhan. Karena itu dalam
mewujudkan kondisi kebahagiaan
sempurnanya, sekalipun itu
bersumber dari dirinya sendiri,
dia membutuhkan Tuhan. Maka
jalan menuju kebahagiaan
sempurna adalah Bhakti,
pengabdian suci dan pelayanan
cintakasih kepada Vishnu, Sang
Sarvottama. Bhakti ini tidak
SRI MADHVACHARYA
tergoyahkan, bersifat sangat
murni. Cinta itu semata karena
cinta.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana bhakti ini dapat menjadi goyah? Apabila
seseorang menganggap dirinya juga adalah Tuhan, atau sama dengan Tuhan, atau bahkan
lebih dari Tuhan. Apabila dia juga menganggap ada yang lebih tinggi daripada Sang
Sarvottama, maka bhakti pasti akan goyah dan tidak akan berhasil membuahkan moksa yang
diidamkan. Jadi bisa dipahami bahwa setitik saja pemikiran Advaita dapat menutup seluruh
kemungkinan mereka yang mengikuti jalan Dvaita untuk mencapai kesempurnaan. Dasar
utama jalan amala-bhakti yang membawa kepada moksa ini adalah penerimaan adanya prabhu-
dasa-bheda, beda antara Tuhan dengan hamba. Begitu bheda ini disangkal, maka tidak ada bhakti,
bhakti musnah maka moksa tidak dicapai. Lihatlah bagaimana sesungguhnya Dvaitavada dan
Advaitavada merupakan dua jalan berbeda yang dimaksudkan untuk mencapai dua bentuk
kesempurnaan yang berbeda. Mengatakan bahwa Dvaita (Bheda) merupakan anak tangga
menuju Advaita (Abheda) adalah sesuatu kekonyolan dan kesalahpahaman yang harus
diperbaiki. Justru apabila dicampuradukkan begitu saja, kedua pemahaman ini akan merusak

DasanVR e-Books 37
GERBANG KEBENARAN Sri:

satu sama lain, ini akan menghancurkan sadhana (disiplin rohani) dari mereka yang berusaha
mencapai paratpara-sadhya, tujuan tertinggi.
Hyaksaditritayam pramanam-akhila-amnayaikavedyo harih, ini merupakan pernyataan
penutup dari sloka mengenai sembilan pokok pemahaman Tattvavada. Dikatakan bahwa
kebenaran-kebenaran ini ditegakkan berdasarkan tiga pramana utama yaitu pratyaksa
(pengalaman langsung), anumana (kesimpulan logis), dan sabda (pengetahuan yang
diwahyukan, yaitu Veda-Vedanta dan Agamasastra). Semua Veda dan pramana ini hanyalah
membicarakan tentang Sri Hari semata. Inilah yang diterima oleh para Tattvavadi dan
Dvaitavadi, bukan kesimpulan yang lainnya.

DasanVR e-Books 38
GERBANG KEBENARAN Sri:

BHAGAVAN, SOSOK PRIBADI TERTINGGI

alam perguruan-perguruan Vaishnava dipahami bahwa Upanishad dan


Vedantasutra mengajarkan tiga jenis konsep ketuhanan secara lengkap dan
sempurna. Zat nyata yang tiada duanya itu (advaya-tattva) diinsafi dalam tiga
aspek yang berbeda. Satu aspek melampaui alam semesta, transenden, tidak
terbatas, tidak berwujud, dan tidak terpengaruh segala sifat alam. Satu aspek meliputi
segalanya, meresapi segenap alam dan segenap kehidupan. Tidak ada sesuatu apapun yang
tidak mengandung Diri-Nya. Ini merupakan aspek yang bersifat immanen. Satu aspek lagi
adalah yang mengatasi sifat transenden dan immanen-Nya. Suatu aspek yang memungkinkan
Brahman menjaga kondisi transendensi dan immanensi-Nya, tanpa mengorbankan
keunggulan-Nya (paratva) dibanding segala sesuatu yang diresapi-Nya dalam kondisi
immanen, dan kemudahan dalam mencapai-Nya (vatsalyatva) serta manisnya keintiman dalam
berhubungan dengan-Nya (madhuryatva) dalam kondisi transenden.
Aspek pertama merupakan tujuan para Advaitavadi atau kaum Monis. Tentu saja tidak
mungkin mencapai kondisi ini tanpa menjadi transendental juga. Maka praktisi (sadhaka) yang

DasanVR e-Books 39
GERBANG KEBENARAN Sri:

ingin mencapai kondisi ini harus meyakini bahwa dirinya dan Brahman adalah satu. Pemikiran
yang bersifat monistik dan impersonal sangat dibutuhkan untuk mendapatkan keadaan
tersebut. Tuhan Personal atau yang berpribadi tidaklah diperlukan bagi mereka karena mereka
tidak menginginkan adanya hubungan dua arah, yang tentu saja bersifat dualistik. Adanya
bentuk pribadi pasti akan menimbulkan perbedaan antara dua pribadi, lalu bagaimana bisa
terjadi kesempurnaan yang menurut mereka adalah persatuan. Menurut pemahaman ini Jiva
dalam keadaan terkondisi berada di bawah pengaruh Avidya, sehingga dia menganggap
dirinya terpisah dengan Brahman. Atma tidak menyadari bahwa dirinya adalah Brahman.
Ketika Jiva menginsafi bahwa dirinya adalah satu dengan Brahman, maka dicapailah
pembebasan. Kondisi pembebasan atau moksa seperti ini diistilahkan sebagai Kaivalya-mukti
atau Sayujya dengan Brahman yang bersifat impersonal.
Aspek kedua diinsafi oleh para mistikus yogi. Melalui pengalaman meditasi yang
sempurna mereka dapat menginsafi kehadiran Brahman yang meresapi segala-galanya.
Sekalipun mungkin mereka masih berada dalam tubuh jasmaninya, namun mereka yang telah
mencapai kesempurnaan dalam aspek Tuhan ini, mampu mengalami Tuhan seketika itu juga.
Mereka sepenuhnya menyadari bahwa sesungguhnya Tuhan berada di dalam dirinya dan juga
di segala yang ada di seluruh alam semesta ini. Pemahaman akan Tuhan yang bersifat
pantheistik merupakan pengalaman langsung bagi mereka. Tidak ada yang tidak diresapi oleh
Brahman termasuk diri mereka sendiri. Keinsafan ini sangat mirip dengan Kaivalya. Bedanya
tentu hanya dapat dirasakan oleh mereka yang mengalaminya. Tetapi secara teori dapat
dikatakan dalam kesempurnaan Advaitik dialami bahwa sang diri sesungguhnya adalah
Brahman, satu dengan Brahman. Sedangkan dalam keinsafan para yogi meditatif ini,
kesempurnaan merupakan ketidakterpisahan diri dengan Brahman.
Aspek ketiga diinsafi oleh para Bhagavata atau Vaishnava. Aspek ini dikenal sebagai
Bhagavan. Dalam Upanishad yang merupakan bagian filosofis dari Veda, lima atribut
diungkapkan untuk menjelaskan sifat sejati dari Brahman. Sifat-sifat ini dikenal sebagai
svarupaka-nirupaka-dharma, yang berjumlah lima.
1. satyam. Kebenaran, ini merupakan atribut keberadaan tanpa sebab yang tidak terkondisi
dan absolut. Tuhan ada karena Diri-Nya dan untuk Diri-Nya. Beliau bukan objek dari
segala bentuk perubahan atau modifikasi, sehingga Beliau tidak bergantung pada suatu
apapun. Tidak ada di seluruh alam semesta ini yang dibutuhkan Tuhan demi
keberadaan-Nya, Beliau sepenuhnya penuh sempurna dalam Diri-Nya Sendiri.
2. cit. Mahasadar, kemahasadaran atau kemahatahuan Tuhan bersifat arketipal, yang
artinya Beliau mengetahui segala fenomena karena semuanya ada dalam pikiran-Nya
sebagai suatu ide, sebelum mengambil bentuk termanifesnya. Bukan seperti
pengetahuan manusia yang datang karena mempelajari sesuatu, pengetahuan Tuhan
berasal dari dalam Diri-Nya. Bagi-Nya pengetahuan bukanlah objek yang harus
dipelajari dahulu untuk tahu, namun memang objek itu termanifes oleh pengetahuan-
Nya.
3. anantam. Tiada Terbatas, Insan Tertinggi bukanlah subjek dari keterbatasan ruang
waktu. Dia Mahaada, ada di mana-mana dalam saat yang sama. Definisi ini merujuk

DasanVR e-Books 40
GERBANG KEBENARAN Sri:

baik kepada keberadaan Pribadi-Nya maupun atribut-atribut-Nya, yang sama-sama


meliputi dan meresapi segala-galanya.
4. anandam. Kebahagiaan. Tuhan memiliki sukacita, kebahagiaan yang tiada terbatas dan
tak tergambarkan. Segala kebahagiaan dan rasa sukacita yang mungkin dapat kita
rasakan sebagai manusia bukanlah apa-apa, hanyalah setetes air dibandingkan dengan
samudera kebahagiaan Tuhan.
5. amalam. Kemurnian. Tuhan suci murni tiada bernoda dan secara kekal bebas dari segala
kekotoran dan ketidaksempurnaan. Istilah amalam memiliki suatu konotasi moral dalam
artian bahwa Illahi Tertinggi merupakan pengejawantahan dari kesempurnaan moral
dan etika. Tidak ada kekurangan atau kesalahan dalam Pribadi-Nya, sehingga tidaklah
pernah terbelenggu oleh karma atau hukum aksi-reaksi.
Dalam Vaishnava-agamasastra, lima atribut yang diuraikan dalam Upanishad ini
dikembangkan menjadi enam sifat yang melekat pada Pribadi Tertinggi, menjadi ciri dari
wujud Pribadi Tuhan. Wujud transendental dari Pribadi Illahi Tertinggi ini adalah mutlak,
tidak terkondisi, dan tak terbatas. Ada dengan sendirinya dan bukan merupakan hasil (efek)
dari sesuatu yang lain. Ketakterjangkauan Tuhan ini tidaklah mungkin dimengerti oleh
manusia manapun. Bahkan makhluk-makhluk surgawi yang disebut deva sekalipun tidak
dapat memahami-Nya. (Bhagavad-gita 11.52 dan Bhagavatam 1.1.1). Wujud ini disebut Para-
vasudeva atau Para-brahman.
Wujud Pribadi Beliau yang disebut Para-vasudeva ini berada di alam rohani tertinggi yang
disebut Paramapada (Kediaman Tertinggi) dalam Veda atau Vaikuntha, “alam tanpa batas”.
Secara theologis enam sifat utama menjadi atribut yang tak terpisahkan dari Para-vasudeva,
menjadi ciri dari Pribadi Rohani-Nya. Enam sifat utama dari Para-vasudeva dikenal sebagai
sad-guna-kalyana dalam Pancharatra. Sungguh tidak mungkin sebenarnya bagi kita untuk
menggambarkan sifat transendental Tuhan ini. Namun Veda dan Agamasastra
mengungkapkannya, agar manusia mendapatkan setitik sinar yang menerangi jalannya
menuju Tuhan, tujuan tertinggi kehidupan.

Sad-guna-kalyana
1. jnanam (Pengetahuan), istilah ini menyatakan kemahatahuan atau pengetahuan
sempurna mengenai segala sesuatu di dunia rohani maupun alam semesta
duniawi, baik pada masa lalu, kini, dan akan datang.
2. aisvaryam (Kuasa), ini menunjukkan kesempurnaan Pribadi Tertinggi yang dengannya
Beliau menjadi kausa absolut dan utama, sehingga dengan demikian Beliau
menguasai seluruh manifestasi semesta. Kegiatan dari Pribadi Tertinggi
didasarkan atas kemerdekaan absolut (svatantriya) dan keputusan sendiri yang
tak pernah gagal (satya sankalpa).
3. sakti (Energi). Tuhan merupakan kausa instrumental/kausa efisien dan juga sekaligus
kausa ingredensia/kausa material dari segala manifestasi kosmis. Sebagai contoh
seperti seorang perajin gerabah yang membuat kendi tanah liat. Si perajin adalah
orang yang berkeinginan membuat kendi tanah liat dan dia juga yang akan

DasanVR e-Books 41
GERBANG KEBENARAN Sri:

mengerjakan pembuatannya. Dia adalah merupakan kausa instrumental (nimitta).


Sedangkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan kendi itu
seperti tanah liat, air, dan alat-alat lainnya merupakan kausa ingredensia
(upadana). Keduanya merupakan kausa atau penyebab terbentuknya sebuah
kendi. Melalui berbagai sakti/energi dan berbagai perubahannya (parinama) ini,
Tuhan menjadi asal-muasal segalanya. Jadi dalam Vaishnava-siddhanta Tuhan
tetap merupakan pembentuk maupun bahan dari segala ciptaan, melalui sakti
yang bersumber dari Diri-Nya.
4. bala (Kekuatan) Ini menunjukkan kemahakuasaan Tuhan yang memiliki kekuatan untuk
memproyeksikan, memelihara, dan menguraikan/ meleburkan seluruh semesta
kemudian memproyeksikannya kembali tanpa pernah mengalami kelelahan.
5. virya (Kuasa penciptaan). Ini mengindikasikan bahwa sekalipun Tuhan adalah kausa
dari alam semesta, namun Beliau Sendiri tidaklah pernah berubah dan tidak
terpengaruh oleh aktivitas proyeksi, sustentasi, dan transformasi kosmis. Hal ini
membantah teori impersonalis-monistik yang menyatakan bahwa Tuhanlah yang
berubah menjadi alam dan makhluk hidup. Kesalahtahuan kita atau khayalan
kita (vivarta) membuat kita tidak menyadari kesatuan segalanya dengan Tuhan.
Paham ini disebut vaivarta-vada. Namun dalam Vaishnava-siddhanta dinyatakan
bahwa Tuhan tetap sebagai Tuhan, hanyalah energi-Nya (sakti) yang mengalami
perubahan. Paham ini disebut tad-tac-cakti parinama-vada.
6. tejas (Kegemilangan) Ini berarti bahwa Tuhan adalah penuh sempurna dalam Diri-Nya
Sendiri dan tidak membutuhkan sesuatu apapun dari yang lain untuk menjaga
eksistensi-Nya. Tetapi segala-galanya mempertahankan eksistensinya hanya
dengan bersandar pada Tuhan. Beliau tidak memiliki saingan.
Secara keseluruhan keenam sifat ini merupakan sifat esensial yang melekat kekal dalam
Tuhan Tertinggi, sehingga Beliau disebut sad-gunam-vigraham-devam atau pemilik (van) dari
enam kemuliaan (bhaga). Jadi Para-brahman disebut pula sebagai Bhagavan.
Para Bhagavata (Vaishnava) juga menginsafi dua aspek Tuhan yang lainnya. Mereka
memahami adanya Brahman yang tak berwujud. Mereka juga menyadari memiliki sifat-sifat
yang sama dengan Brahman, tetapi tetap saja mereka mempertahankan bahwa Brahman
berbeda dengan dirinya. Mereka juga memahami bahwa Tuhan sungguh-sungguh meresapi
segalanya ini, tetapi tetap saja segalanya ini berbeda dengan Tuhan. Bagi para Bhagavata
Tuhan tetap adalah sarvottama, Pribadi Tertinggi yang menjadi pusat cintakasihnya dan tujuan
pelayanannya. Perbedaan ini, antara Tuhan dengan hamba-Nya, adalah kekal. Bagi mereka
Aspek Tuhan yang Berpribadi adalah mutlak. Pribadi itu adalah satu-satunya Pribadi Tertinggi
yang berbeda dengan segala sesuatu yang ada ini. Pribadi ini kekal, selalu ada. Tidak pernah
menjadi ada lalu berhenti ada atau sebaliknya. Inilah Ekanta, pengabdian yang terpusat pada
Satu Pribadi Tunggal. Mungkin ini bisa disebut personal-monotheisme, tetapi Upanishadik
atau Vedantik personal-monotheisme. Dengan demikian monotheisme Veda ini berbeda
dengan monotheisme agama-agama Abrahamik yang tampaknya mengabaikan dua aspek
Tuhan yang lainnya.

DasanVR e-Books 42
GERBANG KEBENARAN Sri:

NIRGUNA DAN SAGUNA BRAHMAN


uhan sebagai Pribadi Tertinggi, pemilik dari sifat-sifat mulia yang tiada terbatas
merupakan salah satu konsep yang paling fundamental dalam siddhanta-siddhanta
theistik dalam Veda (kesimpulan ajaran yang sangat menekankan keberadaan
Tuhan sebagai pusat penyembahan, pemujaan, pelayanan, dan pengabdian),
dengan demikian Tuhan Yang Maha Esa juga dikenal sebagai Ananta-kalyana-gunanidhi
(samudera kemuliaan yang tiada terbatas). Secara khusus pengutamaan atas aspek Pribadi
(Personal) Tuhan merupakan sumbangan keinsafan Vaishnava bagi kekayaan konsep
Ketuhanan dalam Hindu. Apabila Upanishad menjelaskan Parabrahman sebagai nirgunam atau
tanpa sifat, menurut Vaishnava-siddhanta bukanlah berarti bahwa Brahman sungguh-sungguh
tidak memiliki sifat apapun, namun hal ini bermakna bahwa Beliau tidak memiliki rupa dan
sifat duniawi yang penuh kekurangan seperti makhluk fana atau heya-guna. Nirguna juga
bermakna bahwa Beliau sepenuhnya berada di atas pengaruh tiga sifat alam yaitu kebaikan
(sattvam), nafsu (rajas), dan kebodohan (tamas), dengan demikian Beliau disebut pula sebagai
Trigunatita. Apabila kata nirguna ini diterima sebagai keadaan tanpa sifat apapun, maka akan
timbul ketidaksesuaian di antara deskripsi sastra-sastra suci Veda. Kontradiksi antar
pernyataan Veda tidak boleh ada dalam penjelasan yang berasal dari perguruan-perguruan
filsafat Vaishnava.
Pribadi Parabrahman berada dalam sifat kebaikan murni yang mutlak, non relatif, yang
diistilahkan sebagai keadaan visuddha-sattvam, yang tidak mungkin hadir dalam diri makhluk
terikat manapun, dan Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, Sri Bhagavan dalam
terminologi Vaishnava, tidak pernah jatuh dari keadaan ini. Kitab suci menguraikan
delapanbelas kekurangan atau sifat-sifat negatif yang tampak dalam diri roh terikat yaitu: jatuh
dalam khayalan, rasa kantuk, tidak beradab, nafsu birahi, loba, kegilaan, irihati, kelicikan,
meratap sedih, berusaha terlampau keras, kecenderungan menipu, amarah, ketakutan, berbuat
kesalahan, ketidaksabaran, dan kebergantungan. Kitab suci menyatakan dengan jelas bahwa
sifat-sifat Tuhan sepenuhnya bebas dari segala kelemahan dan kekurangan ini. Maka dalam
visishta-advaita siddhanta, heya-pratyanikatva atau tiadanya sifat-sifat duniawi merupakan salah
satu indikasi pengenal (lingam) dari Kebenaran Mutlak Tertinggi, yang adalah merupakan
kalyana-gunakaratva, pemilik sifat-sifat mulia yang tak terbatas. Jadi dua hal ini, yaitu tiadanya
kekurangan atau tiadanya sifat negatif dan penuh sempurnanya kemuliaan, merupakan dua
indikasi (ubhaya-lingam) terpenting dari Parabrahman. Dalam Vedanta, Nirguna dan Saguna
tidak menyatakan dua Vastu (substansi) yang berbeda. Parabrahman adalah nirguna dalam
artian heya-pratyanikatva dan saguna dalam artian kalyana-gunakaratva. (akila-heya-pratyanika
kalyanaikatana-svetara vastu vilakshana ananta jnana anandaika svarupa)
Sifat-sifat Pribadi Parabrahman adalah ananta, tidak terbatas. Namun para Acharya
menggolongkan sebagian sifat kemuliaan Beliau sebagai yang menunjukkan kemahakuasaan-
Nya (aisvaryatva) atau kemahaluhuran-Nya (paratva) dan kasih sayang (vatsalyatva) atau rasa

DasanVR e-Books 43
GERBANG KEBENARAN Sri:

manis-Nya (madhuryatva). Sifat-sifat yang menunjukkan aisvaryatva dan paratva telah diuraikan
pada bab sebelumnya sebagai Sadgunakalyana.
Sisi lain Tuhan adalah madhuryatva, Penuh Rasa Manis,
yang menjadikan Tuhan memiliki berbagai sifat yang
memungkinkan-Nya menjadi sausilyam (dapat berhubungan
akrab dengan siapa saja) dan saulabhyam (mudah didekati,
tidak berusaha menjauhkan Diri-Nya). Salah satu sifat paling
utama dari Sri Bhagavan adalah Anugraha atau dikenal pula
sebagai Daya, Anukampa, Kripa dan Karuna, yang dapat
diartikan sebagai belas kasih. Dalam Madhurya-kadambini,
yang diuraikan oleh Srila Visvanatha Cakravarthipada,
seorang Acharya yang agung dalam garis Gaudiya-vaishnava,
dinyatakan bahwa Kripa-sakti (kekuatan belas kasih)
mewujudkan dirinya dalam mata padma Tuhan dengan
berbagai keindahannya. Melalui pandangan-Nya, Tuhan
menjulurkan kripa-sakti ini kepada para prapanna, mereka yang
menyerahkan diri kepada-Nya. Bagi para dasya-bhakta (mereka
yang memuja Tuhan dalam rasa penghambaan) dia adalah
kemurahan hati-Nya. Bagi para vatsalya-bhakta (mereka yang
memuja Tuhan dalam kasih orangtua) dia adalah kecintaan
atau ikatan kasih dalam keluarga. Bagi para sakhya-bhakta
(mereka yang memuja-Nya dalam cinta persahabatan) dia
adalah hangatnya keakraban. Sedangkan bagi para madhurya-
bhakta (yang memuja Tuhan sebagai Kekasih) dia adalah
kekuatan daya tarik yang meluluhkan hati. Dengan cara ini Kripa-sakti hadir dalam berbagai
rupa sesuai dengan berbagai perasaan cintakasih para pemuja-Nya yang berbeda-beda. Kripa-
sakti Tuhan ini memicu iccha-sakti (kekuatan kehendak bebas Tuhan) yang dapat mewujudkan
segala-galanya tanpa batas, untuk menjamah roh-roh berdosa dan mewujudkan dalam diri
mereka keberagaman perasaan tertarik (raga) terhadap Tuhan.
Parabrahman dijelaskan sebagai Purna, mahalengkap. Jadi haruslah memiliki kedua aspek
berpribadi maupun tidak berpribadi. Akan tetapi dalam aspek pribadi tercakup aspek tidak
berpribadi. Sebagai contoh cahaya matahari tergantung dari adanya matahari, jadi cahaya yang
bersifat impersonal bergantung pada sumber cahaya yang bersifat pribadi. Nama baik,
kemashyuran, dan pengaruh seseorang di masyarakat misalnya, juga bersifat impersonal.
Semua ini tidak ada artinya bila seseorang yang merupakan pribadi itu tidak ada. Mereka yang
telah berpuas hati dalam diri sejatinya dan telah menginsafi Brahman yang tidak bersifat
pribadi disebut atmaram. Pengaruh dari iccha-sakti juga membanjiri para atmaram, pribadi-
pribadi yang telah mencapai pencerahan dan berpuas sepenuhnya dalam diri mereka sendiri,
dengan kekaguman dan keterpukauan sehingga membawa mereka ke dalam keluhuran
kerohanian yang mahaindah, yang semakin tinggi dan semakin dalam. Hal yang demikian
tidak kita temukan dalam nirguna-brahman. Sesungguhnya para atmaram adalah mereka yang

DasanVR e-Books 44
GERBANG KEBENARAN Sri:

telah menginsafi Brahman dan terbebas sepenuhnya dari samsara, sehingga mereka tidak
membutuh-kan apapun lagi untuk membuat diri mereka merasakan sukacita. Walau demikian
kekuatan iccha-sakti dari Sri Bhagavan meluluhkan mereka dan membuat nama (Nama Suci),
rupa (Wujud Rohani), dan lila (Kegiatan Sukacita Rohani) dari Tuhan yang Berpribadi menjadi
sangat menawan bahkan bagi para atmaram ini. Kemudian sekali lagi dijelaskan bahwa Kripa-
sakti ini pula yang membuat Tuhan menjadi semakin bercahaya dalam sifat bhakta-vatsalya-Nya
(perasaan melindungi dan kasih sayang-Nya bagi para penyembah yang menyerahkan diri).
Ibunda Prithvi (Bhumidevi) dalam Srimad Bhagavatam (1.16.26-29) dengan jelas menerangkan
bahwa kemuliaan-kemuliaan Tuhan (seperti kejujuran-Nya, kesucian, dsb.) yang mahamujur
dan rohani, bertindak di bawah pengarahan dari Kripa-sakti. Kripa-sakti mengarahkan kekuatan
bhakta-vatsalya Tuhan. Selanjutnya, dengan demikian sifat bhakta-vatsalya ini kemudian
merupakan yang tertinggi di atas segala sifat Tuhan yang lainnya. Secara khusus sad-guna yang
satu inilah yang menjadi pengharapan dan sarana bagi para penekun jalan Bhakti dalam
mencapai kesempurnaan tujuannya. Para Bhaktiyogi secara khusus menikmati ini dalam
hubungan mereka dengan Tuhan Berpribadi, karena itu mereka tidak begitu tertarik dengan
aspek Tuhan yang impersonal.

MENYIKAPI PERBEDAAN PANDANGAN KETUHANAN


Sebagai pribadi, tentu kita harus memilih satu di antara dua garis keinsafan ini yang
paling sesuai dengan diri kita. Kita sendiri yang harus memutuskan mana yang menurut kita
paling benar dengan cara mempelajari pramana, terutama yang berasal dari kitab suci. Masing-
masing realisasi membentuk jalan yang berbeda untuk mencapai jenis pembebasan (moksa) dan
tujuan akhir yang berbeda (sadhya). Tanyakanlah pada diri kita sendiri, tujuan seperti apa yang
ingin kita capai. Kita juga harus berdoa dengan tulus kepada Tuhan agar diberikan jalan yang
sesuai dan tepat untuk menuju Beliau. Sebagai bagian dari keluarga besar Hindu dan penganut
Veda secara umum, kita sudah sepantasnya menerima semua pemahaman ini adalah valid bagi
masing-masing yang meyakininya dan memilihnya sebagai sarana untuk mencapai
kesempurnaan. Veda memberikan dukungannya kepada semua pihak dan keyakinan. Walau
begitu harus tetap dipahami bahwa dalam tingkat apapun, baik dalam sadhananya maupun
setelah mencapai moksa, para Dvaiti tidak akan pernah menerima keinsafan yang bersifat
Advaita. Anggapan bahwa Dvaita adalah untuk pemula dan Advaita adalah untuk mereka
yang sudah lebih maju rohaninya adalah tidak benar. Semoga anggapan bahwa Dvaita
merupakan anak tangga mencapai Advaita ini dapat berakhir.
Kita seharusnya mendapat pandangan bahwa Veda merupakan pengetahuan yang
sedemikian lengkap dan sempurnanya, sehingga berbagai jalan berbeda menuju berbagai
aspek yang berbeda dari Tuhan Yang Maha Esa, bisa mendapatkan bimbingan,
penyempurnaan, kehormatan dan tempatnya yang pantas di dalamnya. Inilah keajaiban Veda-
dharma. Konsep Ketuhanan Veda, terutama dalam Upanishad dan Vedanta benar-benar unik
dan sulit mencari padanan istilah Barat yang sesuai. Tidak ada yang bisa mengatakan Vedanta
benar-benar monistik, pantheistik, atau monotheistik. Di sana ditemukan secara bersamaan
monisme, pantheisme, dan monotheisme pada titik yang paling sempurna.

DasanVR e-Books 45
GERBANG KEBENARAN Sri:

PURA DAN SANNIDHANA


enar bahwa Tuhan berada di mana-mana, akan tetapi ‘sannidhana-Nya’ tidak
berada di semua tempat. Sannidhana ini berbeda dengan keberadaan atau
eksistensi. Walaupun Tuhan menerima segala puja dan doa-doa kita dari mana
saja, tapi bila kita membutuhkan berkat-Nya atau anugraha, maka kita perlu pergi
ke tempat sannidhana-Nya berada. Secara umum sannidhana adalah merupakan pusat
penyebarluasan anugraha Tuhan yang otoritatif. Kita dapat memperoleh karunia-Nya dengan
sangat cepat di tempat-tempat seperti ini. Tempat-tempat ini seperti pesawat penerima
gelombang radio atau televisi. Walaupun gelombang radio/TV terpancar di mana-mana,
namun kita tidak bisa mendengar musik atau menonton gambarnya secara langsung. Kita
membutuhkan sebuah pesawat radio/TV supaya dapat menangkap sinyalnya. Begitu pula
halnya kita membutuhkan sannidhana Tuhan untuk bisa mendapatkan anugraha-Nya. Jadi
walaupun kita bisa memuja Krishna (Tuhan Yang Maha Esa) di rumah, tetap saja kita harus
pergi ke pura setempat dan juga mengunjungi tempat-tempat suci seperti Udupi, Dwarka,
Mathura, Thirupathi, dsb, sekalipun di sana kita tentu saja tetap memuja Tuhan yang sama.
Kita dapat menghaturkan puja dan doa di mana saja, namun untuk menerima karunia khusus-
Nya kita perlu pergi ke tempat perziarahan suci dan pura yang suci. Sannidhana Tuhan tersedia
lebih banyak dan lebih kuat di tempat-tempat itu, dimana rishi-rishi agung, para Acharya telah
melakukan tapa, memuja Tuhan, mensthanakan Citra Suci Tuhan, melaksanakan yajna, dsb.

Ada perbedaan sannidhana di masing-masing tempat suci. Hal itu tergantung dari latar
belakang sejarah dari tempat itu yang disebut sthala mahatme. Untuk mendapatkan sannidhana
yang lebih kuat, kita harus pergi ke pura atau tempat disthanakannya Citra Suci Tuhan, yang
prana-pratistha-Nya dilaksanakan oleh orang-orang suci, para rishi, dan Acharya agung.

DasanVR e-Books 46
GERBANG KEBENARAN Sri:

Sebagai contoh, itulah sebabnya mengapa di Udupi kita dapat memperoleh sannidhana Krishna
lebih besar dari pada di Amerika, karena Udupi Krishna dipuja oleh Srimadacharya Madhva
yang agung. Thirumala-Thirupathi juga memiliki sannidhana yang lebih besar, karena selain
Citra Suci Tuhan yang berada di sana merupakan svayamvyakta (muncul sendiri, tidak dibuat
atau disthanakan oleh makhluk hidup manapun), Beliau juga dipuja oleh banyak rishi agung
seperti Sri Vyasaraja Tirtha, Sri Vadiraja Tirtha, dsb., juga oleh para rishi dari jaman lampau
dan bahkan juga oleh para devata.
Kekuatan sannidhana tergantung dari
siapa yang mendirikan pura itu dan siapa
ANANDA NILAYA VIMANA THIRUMALA
yang melaksanakan pemujaan di sana.
Ketika melaksanakan puja, kita melakukan
avahana, mengundang Tuhan di dalam hati
supaya bersemayam di dalam Citra Suci-
Nya. Kemudian pada akhir puja kita
mempersilakan Tuhan kembali ke dalam
hati. Apabila ‘tidak ada Tuhan’ di hati
pemuja, maka tidak ada Tuhan juga di dalam
Arca-Nya yang dipuja itu (sekali lagi ini
adalah masalah sannidhana, bukan
kemahaadaan Tuhan). Jadi semua itu
bergantung pada tingkat spiritual, tingkat
pelaksanaan spiritual, dan tingkat
pencapaian spiritual dari pendeta yang melakukan pemujaan di sana.
Hal ini perlu diperhatikan pada tempat-tempat suci atau pura yang dibangun pada jaman
sekarang dan yang tidak terlalu lama, bukan pada pura-pura yang berada di tempat
perziarahan suci. Pada pura-pura seperti ini, karena kekuatan pemujaan orang-orang suci di
masa lampau, sannidhana yang kuat telah tegak berdiri di sana (apalagi bila itu merupakan
nitya-lila sthana, tempat berlangsungnya kegiatan kekal Tuhan secara rohani dan terwujud oleh
kehendak Tuhan Sendiri, bukan dibuat atau dibangun makhluk hidup). Jadi tidaklah
bergantung dengan siapa yang saat ini melakukan puja di sana. Walaupun kita lihat sepertinya
pendeta yang memuja saat ini mungkin tidak memiliki sadhana yang baik, kita tidak perlu
berhenti pergi ke sana. Sannidhana sudah ada dan berakar oleh kekuatan pemujaan para rishi di
masa lampau. Oleh karena itu dalam mengunjungi tempat suci perlu kita perhatikan juga
bagaimana sejarahnya.
Pada umumnya India disebut sebagai punya-bhumi atau tanah suci. Tempat-tempat lain
secara normal lebih memberikan prioritas pada kehidupan duniawi dan hidup pengabdian
serta spiritualitasnya kurang. Karena itu tempat lain disebut bhoga-bhumi. Tetapi bila kita dapat
meningkatkan bhakti kita kepada Tuhan dan juga hidup rohani, maka tempat inipun dapat
menjadi karma-bhumi (tempat usaha kultivasi spiritual). Sekalipun India adalah punya-bhumi,
namun tidak semua tempat itu sama sucinya. Tempat-tempat seperti Bangalore, Hyderabad
bukanlah tempat suci bila dibandingkan dengan Udupi dan Thirupathi. Masing-masing tempat

DasanVR e-Books 47
GERBANG KEBENARAN Sri:

suci juga memiliki tingkat kesuciannya masing-masing. Karena itu kitab suci menganjurkan
kita mengunjungi semua tempat perziarahan seperti Thirupathi, Badri, dsb.
Mengunjungi tempat suci adalah tergantung dari bhakti dan ketertarikan anda kepada
Tuhan. Kita dapat saja mengunjungi semua pura dan semua tempat suci berkali-kali. Tetapi
bila anda tidak mendapatkan bhakti, maka tidak akan ada gunanya. Bila anda marah dan kesal
oleh segala sesuatu yang tidak mengenakkan di sana dan anda tidak bisa memuja Tuhan di
sana, maka itu juga tidak ada gunanya. Ingatlah bahwa semua itu hanyalah kesalahan buatan
manusia. Tuhan tidak pernah salah. Tidak ada hubungan antara sannidhana dengan
kepengurusan yang bersifat manajerial. Orang-orang yang melakukan kesalahan dengan
mengatasnamakan Tuhan kelak akan dihukum. Abaikan semua itu, dan berusahalah untuk
melihat Tuhan di sana dan pusatkan pikiran serta berdoa kepada Tuhan. Itulah kewajiban kita.
Semua hal-hal konyol itu janganlah sampai mengganggu kita. Bahkan bagi orang-orang yang
tinggal di tempat suci itu, apabila mereka tidak menginsafi dan memahami kesucian pura atau
tempat suci tersebut, maka itu juga tidak berguna. Ikan, buaya, dsb. berenang dan hidup di
sungai Ganga. Mereka mandi setiap hari di sana, tetapi tidak mencapai pembebasan. Kita
harus merenungkan dalam-dalam, kesucian dan keagungan dari tempat suci, pura, dan Tuhan
yang dipuja di sana. Kemudian kita harus mandi dalam tirtha, lakukan puja. Hanya dengan
demikian kita bisa mendapatkan buah kebajikan, punya.
Kita juga harus membuat tempat tinggal kita mendapatkan sannidhana pula. Lakukan japa,
tapa, dan yajna, lagi dan lagi, supaya sannidhana Tuhan juga terwujud di rumah kita, sejauh
kapasitas spiritual kita mengijinkan. Juga bila ada banyak bhakta yang datang ke rumah kita
dan melaksanakan puja, maka akan ada lebih banyak sannidhana lagi. Karena itu kita harus
menjadi tuan rumah puja dan satsanga (pertemuan dan pergaulan rohani) sehingga semakin
banyak bhakta yang datang ke rumah kita. Sannidhana dapat terwujud dari kekuatan bhakti
mereka.
Mengenai pendirian Pura, memang benar
ada beberapa umat Hindu yang berpikir
bahwa kita tidak perlu membangun tempat
pemujaan banyak-banyak. Tentu saja kalau
berlebihan dan di luar batas kemampuan kita
untuk membangun dan memeliharanya, maka
itu tidak diperlukan. Tetapi setiap umat
Hindu harus mengerti bahwa Pura memiliki
fungsi yang penting secara sosial dan juga
secara rohani. Pura merupakan wujud
eksistensi Hindu, menjadi pemersatu umat,
dan sarana satsanga yang baik. Selain itu
dengan membangun Puralah umat Hindu
menyatakan kecintaannya kepada Tuhan dan
para devata.

DasanVR e-Books 48
GERBANG KEBENARAN Sri:

PEMUJAAN CITRA

alam Hindu kita memang mengenal pemujaan Citra (Ikon) atau Tuhan yang
diwujudkan secara fisik. Ini disebut Srimurti-puja. Ada beberapa orang yang
tersentak oleh teori pemujaan Srimurti. Kata mereka, “Oh pemujaan Srimurti
adalah penyembahan berhala! Srimurti adalah berhala yang dibuat oleh seniman
dan diperkenalkan tiada lain oleh Setan-Iblis, Baalzebub dan Lucifer sendiri. Memuja objek
seperti itu akan membangkitkan kecemburuan Tuhan dan membatasi kemahakuasaan, kemaha
tahuan dan kemahaadaan-Nya!” Kepada mereka kami akan berkata, “Wahai saudara,
nyatakanlah keingintahuanmu secara tulus dan jangan biarkan dirimu dibuat salah paham
oleh dogma-dogma yang bersifat sektarian. Tuhan tidaklah mungkin cemburu, karena Beliau
adalah yang tunggal tiada duanya. Baalzebub atau Satan tak lain hanyalah objek imajinasi atau
perumpamaan belaka. Makhluk imajiner atau perumpaan seperti itu seharusnya tidak boleh
menjadi penghalang cintamu kepada Tuhan (bhakti).”
Mereka yang meyakini Tuhan sebagai impersonal mengidentikkan Beliau dengan suatu
kekuatan atau atribut dalam Alam, walaupun sesungguhnya Beliau berada di atas Alam,
hukum maupun aturan-aturannya. Keinginan-Nya adalah hukum dan akan menjadi tidak adil
bila kita membatasi keunggulan-Nya yang tak terbatas dengan atribut-atribut seperti

DasanVR e-Books 49
GERBANG KEBENARAN Sri:

mahakuasa, mahatahu, dan mahaada; atribut-atribut yang juga bisa dimiliki oleh objek-objek
yang diciptakan seperti ruang dan waktu. Termasuk dalam keunggulan-Nya adalah bahwa di
dalam Diri-Nya segala sifat dan kekuatan yang saling bertentangan berada di bawah
pengendalian Diri-Nya yang adiduniawi (seperti Beliau mahabesar, juga mahakecil). Beliau
Sendiri hanyalah identik dengan Persona-Nya Sendiri yang penuh segala keindahan, memiliki
berbagai kekuatan seperti kemahaadaan, kemaha-tahuan, dan kemahakuasaan, yang tak dapat
disamai oleh apapun. Pribadi-Nya yang suci dan sempurna ada secara kekal di dunia rohani
dan pada saat yang sama juga ada dalam tiap ciptaan di mana-mana dalam segala
kesempurnaan-Nya. Pemikiran seperti ini melampaui segala pemikiran tentang bentuk Citra
apapun. Pemujaan Citra dalam Veda dikembang-kan dalam konsep ini, dengan kesadaran
penuh akan ketidakterbatasan Tuhan.
Sesungguhnya konsep berhala tidaklah
dikenal dalam Veda. Karena bagi penganut Veda,
tidak ada sesuatupun di seluruh alam semesta ini
yang tidak diresapi oleh kemaha-adaan Tuhan.
Seluruhnya adalah kekuatan Tuhan yang tak
terbatas dan Beliau berhak mengubah yang
duniawi menjadi rohani atau sebaliknya. Umat
Hindu menggantungkan dirinya hanya kepada
Tuhan Yang Mahakuasa seperti ini. Selain itu tidak
ada sesuatupun yang dapat membuat Tuhan
dalam Veda menjadi cemburu, karena Beliau
adalah satu-satunya Tuhan yang tidak memiliki
saingan. Selain itu Srimurti yang dibuat oleh para
pengikut Veda bukanlah hasil dari imajinasi
belaka. Dia sungguh-sungguh merepresentasikan
Tuhan secara sempurna.
Namun apabila berhala diterjemahkan sebagai
mengagungkan materi yang tak lebih merupakan
ciptaan Tuhan, maka inipun tidak diijinkan dalam Hindu. Semua orang suci Hindu juga
menolak penyembahan berhala, tetapi mereka menyatakan bahwa pemujaan Srimurti adalah
satu-satunya sarana yang tak dapat ditolak dalam pengembangan kerohanian. Telah
ditunjukkan bahwa Tuhan adalah Persona dan juga penuh segala keindahan. Para Maharishi
seperti Vyasa dan yang lainnya telah melihat keindahan itu dengan mata rohnya. Mereka telah
mewariskan kepada kita penggambaran. Tentu saja kata-kata juga mengandung kasarnya zat
duniawi. Tetapi Sang Kebenaran tetap dapat dipahami melalui penggambaran mereka itu.
Menurut penggambaran itulah seseorang merancang Srimurti dan melihat Tuhan pujaan hati
kita yang Mahaagung dengan penuh kegembiraan! Saudaraku, apakah ini salah atau dosa?
Mereka yang mengatakan Tuhan tidak memiliki bentuk, baik duniawi maupun rohani,
kemudian mengkhayalkan suatu bentuk pemujaan yang palsu, inilah yang sesungguhnya
berhala. Tetapi mereka yang melihat wujud rohani Pujaannya dengan mata roh mereka,

DasanVR e-Books 50
GERBANG KEBENARAN Sri:

membawa kesan mendalam itu semampunya ke dalam pikiran dan kemudian membentuk
sebuah perlambang untuk memberikan sukacita bagi mata jasmaninya, semata-mata demi
mempelajari perasaan rohani yang lebih tinggi, maka ini sama sekali bukan berhala. Apabila
ketika melihat Srimurti bukanlah citra itu sendiri yang tampak, melainkan Model Rohani yang
menjadi dasar pembentukan Murti itulah yang terlihat, maka engkau benar-benar seorang
pemuja Tuhan yang murni. Berhala dan Srimurti adalah dua hal yang berbeda, janganlah kita
mencampuradukkannya karena ketidak hati-hatian. Sesungguhnya, pemujaan Srimurti adalah
satu-satunya bentuk penyembahan yang benar kepada Tuhan, yang tanpanya kita tidak akan
mungkin dapat membangkitkan maupun mengungkapkan perasaan-perasaan keagamaan di
jalur yang benar. Dunia akan menarik kita melalui indera-indera jasmani dan selama kita tak
melihat Tuhan dalam objek penginderaan, maka kita akan berada dalam posisi yang sangat
sulit, yang susah sekali membantu kita dalam menjaga kemajuan rohani.
Tempatkanlah Srimurti di rumahmu. Berpikirlah bahwa Tuhan Yang Mahakuasa
melindungi kediamanmu, makanan yang engkau makan adalah prasad (karunia)-Nya, wangi
bunga-bunga serta dupa juga adalah prasad-Nya. Mata, telinga, hidung, peraba, dan lidah
semuanya mendapatkan pengembangan rohani. Engkau melakukannya dengan hati yang suci
dan Tuhan akan mengetahuinya, Beliau akan menilaimu berdasarkan ketulusanmu. Satan dan
Iblis tidak punya urusan dalam hal ini! Segala jenis penyembahan semua berdasarkan prinsip
Srimurti. Lihatlah dalam sejarah agama-agama dan engkau akan temukan kebenaran mulia ini.

DasanVR e-Books 51
GERBANG KEBENARAN Sri:

MENANGGAPI PANDANGAN AGAMA LAIN


Seringkali kita bertanya-tanya. Mengapa orang-orang non-Hindu, terutama yang berasal
dari koalisi Abrahamik (Yahudi, Kristen, Islam) sangat sulit sekali menerima pemujaan
Srimurti? Sesungguhnya kita sama sekali tidak punya urusan dengan orang yang berkeyakinan
lain. Adalah hak mereka untuk percaya maupun tidak percaya pada Srimurti. Tetapi Veda
menyatakan bahwa Parabrahman adalah Purna. Sebagai Pribadi Tertinggi, Beliau tentu
memiliki Rupa (wujud), Nama (nama suci), Guna (sifat-sifat), dan Lila (aktivitas). Di sisi lain
Beliau juga memiliki aspek yang tidak berpribadi (impersonal). Ini sudah kita bahas
sebelumnya.
Para Maharishi dan Acharya kita yang menginsafi Tuhan sebagai Pribadi Tertinggi, juga
menginsafi Rupa, Nama, Guna, dan Lila-Nya. Mereka “mengalami” Tuhan. Dalam
kesempurnaannya mereka ini sungguh-sungguh dapat melihat Rupa-Nya, mengenal Nama-
Nya, merasakan Guna-Nya, dan turut serta dalam Lila-Nya. Jadi ketika mereka bermurah hati
kepada insan-insan yang belum sempurna, maka sewajarnya mereka juga berusaha
membagikan pengalaman pencerahan dan kesempurnaan yang mereka alami. Karena
Parabrahman Sri Bhagavan memiliki semua atribut-atribut ini secara tak terbatas, maka mereka
yang mengalami keadaan tanpa keterbatasan ini tentu juga menjadi tak terbatas. Tetapi
keadaan yang dapat dipersepsi oleh orang-orang biasa adalah keadaan yang serba terbatas dan
tidak sempurna. Lalu bagaimana kita bisa mengkomunikasikan ketidakterbatasan dalam alam
yang serba terbatas?
Kita harus ingat bahwa apabila kita mengatakan bahwa Tuhan adalah yang tidak terbatas,
maka Beliau juga memiliki kuasa untuk menjadikan apapun mungkin. Segala energi duniawi
yang tidak sempurna ini adalah juga bagian dari energi Tuhan yang tak terbatas. Jadi apa
anehnya bila Tuhan mewujudkan Diri-Nya dalam gambaran atau cerminan yang dipantulkan
dalam energi duniawi.
Siapakah yang mampu memahami secara sempurna sifat-sifat Tuhan? Para Rishi dan
Acharya kita mengalaminya dalam kesempurnaan mereka. Tetapi insan-insan yang belum
sempurna tidak mampu seperti itu. Maka para Rishi dan Acharya, dengan belas kasihnya
mencoba menguraikannya dengan kata-kata, walaupun tidak dapat secara sempurna, karena
kata-kata duniawi juga terbatas.
Begitu juga Rupa dari Sri Bhagavan. Para Rishi dan Acharya tidaklah mengkhayalkan
wujud-wujud itu secara membuat-buat. Mereka sungguh-sungguh melihat-Nya. Lalu untuk
membantu kita yang belum sempurna ini menjadi lebih terstimulasi, dideskripsikanlah Rupa
Tuhan yang sesungguhnya tidak dapat digambarkan itu. Setetes madu dari samudera madu
tetap terasa manis. Begitu pula gambaran atau citra lahiriah dari Tuhan yang sepenuhnya
rohani juga memiliki keserupaan dengan Beliau. Para Rishi dan Acharya dapat
menggambarkan Tuhan, karena mereka sungguh-sungguh dapat melihat Tuhan. Mereka
bagaikan seorang seniman yang memperkenalkan objek lukisan melalui lukisan karyanya.
Kita tidak bisa menyalahkan kalau orang lain keberatan dengan penggambaran Tuhan
dalam Srimurti, karena para Acharya mereka mungkin memang tidak dapat melihat Tuhan
seperti para Acharya kita. Sehingga mereka mencegah pengikutnya membuat perwujudan

DasanVR e-Books 52
GERBANG KEBENARAN Sri:

yang tentu saja sepenuhnya akan bersifat imajinatif. Bentuk-bentuk imajiner seperti ini pun
juga merupakan hal yang harus dihindari oleh umat Hindu. Kita tidak pernah memuja objek
khayal yang tak pernah ada, atau yang hanya ada dalam pikiran kita saja. Tetapi orang lain
pun tidak berhak mengatakan umat Hindu atau para Rishi dan Acharyanya salah. Kalau kita
mengakui bahwa Tuhan adalah yang maha tak terbatas, lalu siapa yang dapat menjamin
bahwa dalam segala keterbatasannya, manusia dan agamanya bisa mengetahui seluruh
kebenaran tentang Tuhan?
Contoh kasus dapat kita berikan dari pendapat Zakir Naik dalam dialog atau debatnya
bersama Sri Sri Ravi Sankar, yang diadakan 21 Januari 2006. Tuan Naik berkata, “Nama lain
yang diberikan kepada Tuhan Yang Mahakuasa dalam Rigveda, Mandala 2, bagian 1, mantra 3
adalah Vishnu. Vishnu disebut sebagai Tuhan yang memelihara. Bila anda menerjemahkan
Pemelihara ke dalam bahasa Arab, maka akan mirip dengan nama Rabb. Kami kaum Muslim
tidak berkeberatan bila seseorang menyebut Tuhan Yang Mahakuasa sebagai Rabb atau Sang
Pemelihara. Tetapi apabila ada orang mengatakan bahwa dia adalah Tuhan Yang Mahakuasa
dengan empat tangan dan memberikan suatu citra pada Tuhan Yang Mahakuasa, pada satu
tangan memegang teratai, tangan satunya memegang kulit lokan, dan bepergian di laut dengan
pembaringan ular, maka kami umat Islam dengan keras menolaknya.”
Lihatlah secara logika betapa anehnya pendapat ini. Dia mengakui bahwa Tuhan Yang
Mahakuasa bisa bernama Vishnu. Dia bahkan mengakui bahwa Tuhan juga memiliki aktivitas
(Lila), yaitu dalam hal ini memelihara ciptaan-Nya. Bahkan sifat atau Guna dari Tuhan juga
bisa diekspresikan dengan nama ini, misalnya kasih sayang dan belas kasih-Nya pada semua
ciptaan, karena Beliau adalah Sang Pemelihara. Lalu apa sulitnya memahami bahwa Tuhan
Yang Maha Esa Sri Vishnu juga memiliki Rupa. Hanya sayangnya Tuan Naik atau mungkin
nabi yang ajarannya diyakini Tuan Naik tidak pernah atau tidak mampu melihat Rupa Sri
Vishnu. Bukan salah para Rishi dan Acharya Hindu bila mereka mampu sepenuhnya
menginsafi Nama, Guna, Lila, dan Rupa Tuhan. Bukan salah mereka juga bila mereka berusaha
sedapatnya menggambarkannya kepada kita untuk mempermudah umat Hindu memusatkan
pikiran, mengarahkan hati, dan mengembangkan cintanya lebih dalam kepada Tuhan Sri
Vishnu. Para Rishi dan Acharya pun sadar bahwa sarana-sarana fisik seperti kata-kata dan
ukiran tidak dapat secara sempurna menggambarkan Tuhan. Namun dalam Agamasastra
dinyatakan bahwa Tuhan dengan kemurahan hati-Nya bersedia memanifestasikan Diri-Nya
dalam keterbatasan itu, demi menerima persembahan cinta yang paling remeh sekalipun dari
para hamba-Nya. Inilah Arca-avatara atau Srimurti dalam Hindu.
Sehingga sungguh tidak masuk akal bila seseorang berkomentar, menilai, menyatakan
setuju atau tidak setuju, dan menyatakan benar atau salah pada sesuatu yang tidak dikenalnya
dengan baik. Untuk orang-orang yang berpendapat negatif terhadap Srimurti, kita hanya
menyarankan agar mereka menerima dan melaksanakan dahulu praktik spiritual Hindu ini
dengan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya, barulah kemudian berkomentar. Bila mereka
tidak mau, sebaiknya tidak usah berbicara.

DasanVR e-Books 53
GERBANG KEBENARAN Sri:

AVATARA
ara bhaktivedanta-bhagavata-acharya
menjelaskan bahwa Para-brahman
adalah Pribadi Tuhan Yang Maha Esa
Sri Bhagavan. Rupa Beliau yang kekal
merupakan pujaan dan tujuan tertinggi yang
dinyatakan dalam Veda-Vedanta. Bagi para bhakta-
Nya, Para-brahman adalah Sri Sri Radha Krishna
atau Divya-dampathi Sri Sri Laksmi Narayana atau
Sri Sri Sita Rama. Walau demikian ketika kita
mempelajari Purana dan Itihasa yang menguraikan
kegiatan rohani (lila) Tuhan ketika turun ke dunia
atau dikenal sebagai Avatara, terkadang kita
melihat adanya kekurangan, kelemahan, dan sifat
negatif yang dimiliki oleh makhluk fana. Jadi
keraguan dalam pertanyaan Anda ini dapat
dipahami. Seperti dalam Diri Sri Rama yang
diuraikan dalam Srimad Ramayana, kita melihat
bahwa Sri Rama meratap sedih ketika ditinggalkan oleh Sita. Beliau juga marah ketika
penguasa samudera tidak kunjung menampakkan diri saat Sri Rama memanggilnya.
Kebohongan dan penipuan juga mewarnai kisah Sri Krishna. Sehingga timbullah pertanyaan,
bila ini sungguh Parabrahman yang hadir di dunia, mengapa ada berbagai kekurangan ini?
Ada kalanya pula Tuhan hadir dalam kedudukan yang lebih rendah dari seseorang. Seperti
misalnya Vamanadeva menjadi saudara muda dari Indra, Sang Raja Surga yang digulingkan
dari tahtanya oleh Maharaja Bali Cakravarthi. Vamana bertindak sebagai bawahan Indra dan
membantunya kembali ke surga dengan melakukan suatu muslihat untuk menaklukkan Bali
Cakravarthi. Di kemudian hari setelah Bali terusir dan jatuh ke daerah Patala, sebagai balasan
atas kerelaannya menyerahkan seluruh dunia kepada Indra, Vamana kemudian menjadi
penjaga pintu istana Bali. Bagaimana mungkin Tuhan Yang Mahatinggi bertindak sebagai
seorang dewa yang tak penting di bawah kekuasaan Indra, kemudian setelah melakukan
kewajiban-Nya terhadap Indra, Beliau pergi ke alam bawah untuk menjadi pelayan dari
seorang raja yang jatuh? Apakah semua cerita Purana ini adalah hanya mitologi,
perumpamaan, atau justru hanya dongeng semata? Mungkinkah Sri Rama, Sri Krishna, Sri
Vamanadeva, dsb. adalah benar-benar Pribadi Tuhan Yang Maha Esa, Sang Kebenaran Mutlak
Tertinggi, Parabrahman? Mengapa orang Hindu memuja pribadi-pribadi yang memiliki
kekurangan seperti ini sebagai Tuhan? Kalau pun benar semua adalah Avatara Tuhan, apakah
layak kita memuja para Avatara seperti ini? Demikianlah yang menjadi pertanyaan di benak
orang-orang ini.

DasanVR e-Books 54
GERBANG KEBENARAN Sri:

Beberapa sarjana yang tidak mengetahui siddhanta Veda yang benar membuat berbagai
pernyataan. Ada yang mengatakan bahwa ketika Parabrahman turun ke dunia, Dia
bersentuhan dengan maya (kekuatan khayalan duniawi). Saguna-brahma (Brahman beratribut
dan bersifat) yang hadir sebagai Avatara bila Dia turun ke dunia, mendapatkan atribut dan
sifat-Nya dari maya. Walaupun di dalamnya adalah Brahman, namun tubuh Avatara adalah
tubuh duniawi yang dibentuk oleh maya, sehingga kekuatan ilusi duniawi juga mempengaruhi
sang Avatara. Bila Parabrahman mengambil rupa, maka itu merupakan ciptaan maya. Mereka
mengatakan bahwa begitu rupa ini tidak dibutuhkan lagi, dengan kata lain tugas atau misi
sudah diselesaikan, maka akan kembali lagi menjadi nirguna-brahman. Dengan demikian adalah
wajar jika ditemukan adanya kekurangan dalam diri Sri Rama atau Sri Krishna. Ada pula yang
mengatakan bahwa inilah bukti bahwa Tuhanpun tidak luput dari hukum alam yang
menyatakan bahwa tiada yang sempurna di dunia ini. Bila Dia masuk ke dalam dunia, maka
Dia harus mengikuti hukum alam ini seperti makhluk lainnya. Di antara kedua pernyataan ini,
maupun pernyataan serupa yang diajukan oleh mereka, tak satupun diterima oleh para
bhaktivedanta-acharya sebagai kebenaran. Bagaimana mungkin Parabrahman yang merupakan
sumber segalanya, yang dijelaskan dalam Brahma-sutra, intisari semua Upanishad, sebagai
janmadhy-asya-yatah, sumber dan asal-muasal segala keberadaan, menjadi di bawah ciptaan-
Nya. Tidakkah maya merupakan kekuatan yang bersumber dari Beliau juga? Orang waras
macam apa yang dapat berpikir bahwa Tuhan dapat dikhayalkan oleh maya dan dipengaruhi
keduniawian? Ide bahwa Tuhan terpaksa harus mengikuti hukum alam yang diciptakan-Nya
adalah pandangan yang tidak sesuai dengan sastra suci, tidak didukung oleh para sadhu, tidak
diterima oleh para sad-guru dan acharya, serta tidak mendapat tempat dalam logika yang sehat.
Dengan mengatakan bahwa rupa Pribadi Tuhan Yang Maha Esa hadir untuk sementara untuk
kemudian musnah, juga tidaklah sesuai dengan kata-kata kitab suci, advaitam-acyutam-anadim-
ananta-rupam. Wujud-wujud rohani-Nya adalah tiada berbeda satu dengan yang lainnya, tidak
pernah tergagalkan atau terusakkan, tiada awal-Nya dan tiada akhir, tak terbatas. Jelas pula
disebutkan parama-tattva visuddha-sattvam, Kebenaran Mutlak Tertinggi sepenuhnya berada
dalam kebaikan murni.
Lalu bagaimana kita menjelaskan “sifat-sifat negatif” yang ditunjukkan oleh Sri Rama atau
Sri Krishna? Kitab suci sangat jelas mengumandangkan bahwa sifat-sifat Tuhan sepenuhnya
mutlak bebas dari segala kelemahan dan kekurangan. Walau demikian sewaktu-waktu Kripa-
sakti, kekuatan belas kasih-Nya mengatur kenampakan sifat-sifat kelemahan manusiawi ini
sehubungan dengan Sri Rama, Krishna, dan sebagainya. Akan tetapi kekuatan dari Kripa-sakti
juga membuat kelemahan ini justru bukan menjadi sesuatu yang buruk, sebaliknya sesuatu
yang nampak sebagai kekurangan ini menjadi keagungan rohani. Mereka menjadi kemuliaan-
kemuliaan rohani yang mewarnai kepribadian Tuhan. Sebagai contoh kegiatan mencuri adalah
suatu kejahatan yang dikutuk oleh semua kitab suci. Lalu kita melihat bagaimana Krishna
mencuri mentega dari banyak rumah dan membohongi begitu banyak orang demi mencapai
tujuan-Nya. Orang biasa tidak dapat melihat keindahan dari kegiatan mencuri yang dilakukan
Krishna, tetapi dengan cahaya pemahaman siddhanta Veda yang benar kita dapat
mengetahuinya. Mereka yang rumahnya kecurian pada saat itu tidaklah merasa sedih atau

DasanVR e-Books 55
GERBANG KEBENARAN Sri:

marah. Mungkin di luar tampak demikian, namun sesungguhnya mereka merasa sangat
senang dan bahagia karena Krishna mencuri di tempat mereka. Di sisi lain dengan mencuri
Krishna menunjukkan betapa berharganya karya para penyembah-Nya. Beliau menunjukkan
penghormatan dan penghargaan yang amat sangat besar terhadap persembahan cinta mereka.
“Segala sesuatu yang kalian persiapkan bagi-Ku begitu dipenuhi cinta, begitu menggiurkan
bagi-Ku, sehingga Aku tidak tahan untuk mengambilnya, entah kalian siap atau tidak.” Sifat
seperti ini hadir dalam hubungan yang erat dan intim antara Tuhan dengan hamba-Nya.
Secara eksternal itu ditunjukkan oleh kekuatan Kripa-sakti-Nya, yang kemudian hadir sebagai
sifat bhakta-vatsalya. “Demi kebahagiaan penyembah-Ku, Aku akan lakukan apa saja”. Maka
Iccha-sakti (kekuatan mewujudkan segala kehendak-Nya) menjadikan semua ini mungkin.
Tuhan adalah sarvamangala, mahasuci dan mahamenyucikan. Bahkan keburukanpun akan
menjadi agung bila bersentuhan dengan-Nya. Inilah penjelasan yang dapat diterima oleh sastra,
sadhu, dan guru. Tidak pula bertentangan dengan logika yang sehat, karena kita telah
menempatkan Tuhan sebagai yang maha-mulia, maka uraian ini tidaklah mengurangi
kemuliaan Tuhan, justru sifat-sifat negatif yang diperlihatkan-Nya semakin menambah
kemuliaan-Nya.
Kripa-sakti-Nya ini yang menjadikan Tuhan bersedia turun sedemikian rendah. Sifat belas
kasih agung-Nya yang mengatasi segalanya inilah yang menjadikan Tuhan begitu dekat
dengan kita, yang merupakan satu-satunya penghiburan dan sumber pengharapan kita.
Dengan Kripa atau Daya-Nya, Beliau menyisihkan keagungan-Nya yang tiada banding (paratva)
dan menerima kedudukan serta peran sebagai Pribadi yang lebih mudah didekati. Maharishi
Valmiki sangat menikmati dalam memuliakan sifat-sifat Sri Rama dalam berbagai tempat
dalam Srimad Ramayana. Namun terlebih-lebih beliau begitu memuliakan sifat saulabhya
(mudah didekati) dan sausilya (bebas bergaul dengan siapapun)-Nya. Dengan kemurahan hati-
Nya dan belas kasih-Nya Dia telah berkenan menjadi seperti salah satu dari kita dan bergerak
dengan bebas di antara kita. Dia berkenan merendahkan Diri-Nya agar kita tidak takut datang
kepada-Nya. Inilah yang ditekankan Valmiki dalam Srimad Ramayananya. Dalam Ayodhya-
kanda Valmiki berkata, anrisamsyam anukrosam … raghavam sobhayantyete sadgunah
purusottamam, “Betapa indahnya kemuliaan Sang Pribadi Tertinggi Sri Rama (Raghava), penuh
belas kasih dan memahami perasaan orang lain.” Kemahakuasaan-Nya ditutupi oleh belas
kasih-Nya yang begitu besar dan tak terbatas kepada para hamba-Nya. Sekali lagi ini demi
membuat Diri-Nya lebih mudah didekati dan bergerak secara bebas di tengah-tengah ciptaan-
Nya.
Hendaknya dimengerti bahwa sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna memiliki
berbagai rupa atau wujud rohani. Rupa-rupa ini secara tattva tiada berbeda satu sama lain,
namun mempertunjukkan berbagai kegiatan rohani yang berbeda dan menikmati pertukaran
cintakasih yang beranekawarna bersama para hamba-Nya. Sebagaimana kita ketahui dari Sri
Brahma-samhita,
advaitam acyutam anadim ananta-rupam
adyam purana-purusam nava-yauvanam ca

DasanVR e-Books 56
GERBANG KEBENARAN Sri:

vedesu durlabham adurlabham atma-bhaktau


govindam adi-purusam tam aham bhajami
Hamba memuja Sri Govinda, Pribadi Tuhan yang awal, yang tidak dapat dicapai sepenuhnya
oleh Veda, namun dapat dicapai oleh pengabdian cintakasih yang murni dari para jiva, yang
adalah tunggal tiada duanya, yang tiada termusnahkan, yang tak memiliki permulaan, yang
wujud-Nya tak terbatas, yang adalah pribadi terpurba yang paling awal, namun wujud-Nya
senantiasa penuh kesegaran keindahan usia muda. (Brahma-samhita 33).
Di sini disebutkan bahwa Bhagavan
yang penuh sempurna akan segala
kemuliaan, Sri Govinda, memiliki wujud
yang tak terbatas (ananta). Masing-masing
rupa atau wujud ini adalah kekal dan tidak
pernah mengalami kelapukan (acyutam). Itu
berarti bahwa tidak pernah sekalipun rupa
ini tidak ada, kemudian menjadi ada, lalu
kembali menjadi tidak ada. Semua wujud
Beliau yang tak terbatas ini ada untuk
selamanya dan tiada permulaannya (anadi).
Walau Beliau memiliki berbagai wujud yang
tak terbatas namun secara tattva
sesungguhnya tiada perbedaan antara satu
wujud yang satu dengan wujud yang lain.
Semua wujud ini adalah Bhagavan yang
tunggal tiada duanya (advaita).
Berbagai rupa Bhagavan ini hadir di
berbagai bagian dunia rohani Sri Vaikuntha
yang juga tidak terbatas, menikmati berbagai
rasa pertukaran cintakasih yang
beranekawarna bersama para jiva sempurna, yaitu para hamba-Nya yang murni dan kekal
pula. Berbagai rupa ini sekali lagi secara tattva tidaklah berbeda dengan Bhagavan Adipurusa
Govinda atau Sri Krishna. Sehingga berbagai bentuk ini dikenal sebagai Vishnu-tattva atau sva-
amsa, manifestasi yang tiada berbeda dengan Sri Bhagavan Sendiri. Lebih lanjut dinyatakan
dalam Sri Brahma-samhita,
diparcir eva hi dasantaram abhyupetya
dipayate vivrta-hetu-samana-dharma
yas tadrg eva hi ca visnutaya vibhati
govindam adi-purusam tam aham bhajami
Bagaikan satu pelita yang menyalakan banyak pelita-pelita yang lain, sekalipun apinya
menyala secara terpisah, namun memiliki sifat yang sama. Hamba memuja Pribadi Tuhan yang
awal, yang mewujudkan Diri-Nya dengan kemuliaan-Nya yang sama dalam berbagai
manifestasi-Nya yang berbeda-beda. (Brahma-samhita 46).

DasanVR e-Books 57
GERBANG KEBENARAN Sri:

Berbagai bentuk Sri Bhagavan ini senantiasa berada di dunia rohani secara kekal. Para
Avatara seperti Sri Vedavyasa dan juga Sri Narayana Rishi juga merupakan salah satu dari
berbagai rupa Bhagavan yang tak terbatas itu. Suatu ketika apabila Sri Bhagavan bersedia oleh
belas kasih-Nya memanifestasikan rupa ini di alam duniawi, sehingga dapat dialami oleh
makhluk-makhluk di alam duniawi, maka Beliau dikenal sebagai Avatara. Beliau juga
memberkati hamba-hamba Beliau yang terpilih, dengan lahir sebagai seorang anak di keluarga
mereka atau juga menikmati manisnya pergaulan bersama mereka di dunia ini. Sesuai dengan
maksud turun-Nya Beliau ke dunia, maka Beliau juga mempertunjukkan berbagai kegiatan
rohani yang bermacam-macam. Setelah misi-Nya di dunia berakhir, maka Beliaupun menutup
kegiatan-Nya, sehingga dunia tidak mampu lagi melihat-Nya. Walau demikian rupa Beliau
tetaplah berada di dunia rohani, tidak musnah atau menjadi tidak ada lagi. Para Avatara
Tuhan adalah bentuk kekal Sri Bhagavan atau Parambrahman yang senantiasa hadir di dunia
rohani. Hal ini juga membantah pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa Avatara
merupakan roh (atma) yang telah mencapai persatuan dengan Brahman, namun menghadirkan
diri kembali ke dunia untuk menjalankan suatu misi. Avatara Tuhan adalah sva-amsa (bagian
yang tak terpisah dari Tuhan) sebagaimana dijelaskan dalam Brahma-samhita. Namun jivatma
adalah tetap jivatma, dia merupakan vibhinnamsa (bagian yang terpisah dan berbeda dengan
Tuhan). Jivatma tidak dapat menjadi Parambrahman Sri Bhagavan. Memang benar insan-insan
agung, roh-roh yang mahasempurna, rekan-rekan terdekat dan hamba-hamba Tuhan yang
kekal di dunia rohani (dikenal sebagai nityasuri atau nityasiddha) berkat belas kasihnya atau
perintah dari Sri Bhagavan Sendiri, juga turun ke alam duniawi ini. Tetapi mereka berbeda
dengan Avatara yang merupakan rupa pribadi dari Sri Bhagavan.
Perlu diketahui pula, oleh karena Bhagavan Sri Vishnu tidak terbatas, begitu pula
kediaman rohani-Nya, Sri Vaikuntha tidaklah terbatas. Perluasan rohani kediaman suci Beliau
juga bisa berada di bagian manapun di alam semesta ini, khususnya di bumi. Sebagai contoh
Uttarabadri yang berada di Himalaya juga merupakan perluasan dari tempat kediaman Sri
Narayana yang sama, yang berada di Vaikuntha. Bagi jiva-jiva yang telah mencapai
kesempurnaan rohani, maka dengan pergi ke Badri di Himalaya, mereka juga dapat melihat
dan memasuki kegiatan lila kekal Sri Bhagavan di Vaikuntha. Bagi jiva biasa, Himalaya akan
tampak sebagai pegunungan bersalju semata. Namun bagi para penyembah murni seperti Sri
Madhvacharya, di Himalaya ini terletaklah Uttarabadri, tempat bersemayam-Nya Sri
Vedavyasa dan Sri Narayana Rishi secara kekal.
Ketika Sri Vedavyasa membawa Sri Madhvacharya menemui Avatara Bhagavan yang lain
yaitu Sri Narayana Rishi, yang juga bersemayam di Uttarabadri dalam rupa seorang yogi,
segera beliau dipenuhi kebahagiaan rohani. Begitu melihat wujud Sri Narayana Rishi,
cintakasih yang meluap-luap mebanjiri hati beliau. Seketika itu pula beliau melihat berbagai
wujud Avatara Bhagavan yang lainnya beserta semua kegiatan rohani-Nya yang
beranekawarna. Srimad Anandatirtha kemudian bersujud lurus bagaikan sebatang tongkat dan
menyanyikan doa pujian kepada-Nya dengan sloka ini,
paramatmane satatamekarupine
dasharupine shatasahasrarupine

DasanVR e-Books 58
GERBANG KEBENARAN Sri:

avikarine sphutamanantarupine
sukhachitsamastatanave namonamah
Sembah sujud hamba kepada Roh Yang Utama, yang tunggal tiada duanya, yang memiliki
sepuluh wujud, seratus wujud, seribu wujud, dan wujud-wujud yang tak terbatas, yang
senantiasa memberikan kebahagiaan dan kehidupan bagi seluruh alam semesta.
Srimad Anandatirtha pertama-tama melihat Bentuk Pribadi Beliau yang asli. Kemudian
tampaklah Beliau dalam Dasarupa-Nya seperti Sri Matsyadeva, Kurma, dan Varaha. Lalu
Satarupa, seratus rupa Beliau yang merupakan perbanyakan dari Sri Narayana, seperti Acyuta,
Kesava, Janardana, dan sebagainya yang bersemayam di berbagai bagian Vaikunthaloka.
Setelah itu beliau melihat Sahasrarupa, seribu wujud yang dimuliakan dalam Vishnu-
sahasranama-stotram, seperti Vishva, Yajna, Vibhu, dan sebagainya. Akhirnya beliau melihat
berbagai wujud Bhagavan yang tak terbatas, Anantarupa seperti Ajita, Hari, Hamsa,
Prsnigarbha, Vibhu, Satyasena, Vaikuntha, Sarvabhauma, Visvaksena, Dharmasetu, Sudhama,
Yogesvara, Brhadbhani, Adi-Buddha, Dattatreya, Rsabhadeva, dan lain-lain.
Tuhan dalam Rupa Pribadi-Nya yang kekal bukanlah khayalan atau hasil imajinasi
sebagian pengikut Veda yang bodoh dan sentimental. Kita layak bersukacita karena dalam
keluarga-keluarga yang menjalankan dan melindungi Veda-dharma seperti wangsa Soma-
yadava dan Surya, Tuhan tidak saja
mengirimkan utusan-utusan-Nya, seperti para
nabi dalam agama-agama lain. Bagi kita para
pengikut Veda Beliau juga tidak cuma
menunjukkan adanya begitu banyak pribadi
yang mencapai pencerahan sempurna dan
kesadaran tertinggi seperti para Alvar dan
Maharishi. Dalam keluarga para pengikut Veda
ini, Tuhan sungguh-sungguh turun, mengambil
peran sebagai bagian dari umat manusia.
Hanya di dalam masyarakat yang menerima
Veda-dharma ini saja Tuhan Yang Mahaluhur
membuka Diri-Nya untuk berhubungan
sedemikian akrab dengan para penyembah-
Nya. Di sinilah Tuhan tidak ditakuti, tidak pula
dipandang penuh rasa segan. Di sini Tuhan
dicintai sepenuh hati, menjadi bagian tak
terpisahkan dalam hidup para hamba-Nya.
Oleh karena itu Tuhan sungguh-sungguh turun
dalam keluarga Vaidika, dan umat Hindu
mengenal serta memuja-Nya sebagai Avatara.

Berjalan di tengah-tengah makhluk-Nya

DasanVR e-Books 59
GERBANG KEBENARAN Sri:

BUDDHA DALAM HINDU


uddha dikatakan dipuja
oleh umat Hindu, terutama
dari golongan Vaishnava,
sebagai Vishnu-avatara atau
Inkarnasi Vishnu. Pendapat atau
keyakinan ini memang ditentang oleh
umat Buddha, terutama dari kalangan
tradisionalis yang dikenal sebagai
Theravada. Dalam agama Buddha,
Sakyamuni atau Gautama, yang kita
kenal sebagai Buddha historis adalah
seorang manusia biasa yang mencapai
pencerahan sempurna menjadi Buddha
seperti Buddha-Buddha lain yang telah
mendahuluinya pada jaman yang telah
lampau. Buddha bukanlah penjelmaan
siapa-siapa. Tetapi pertanyaannya
adalah apakah Buddha Sakyamuni (atau
Sakyasingha) adalah Buddha yang sama,
yang dibicarakan oleh kedua kelompok,
umat Buddha dan Hindu Vaishnava?
Sepengetahuan kita, Vaishnavisme
banyak tidak sependapat dengan ajaran
Buddhisme sebagaimana dibawakan
oleh Sakyasingha, lalu apa logikanya
mereka bisa memuja pendiri “agama saingan” sebagai penjelmaan dari Pujaan Tertinggi dalam
keyakinan mereka? Belum lagi tidak ada satu Vaishnava pun secara tradisi yang bersedia
melakukan pemujaan di tempat-tempat suci Buddhis. Perkecualian hanya di Vajrasana atau
Mahabodhi Vihara di Gaya (Bihar)! Sekalipun sering dikatakan bahwa golongan Hindu
Vaishnavalah yang mengangkat Buddha masuk ke dalam pantheon para deva Hindu demi
membangkitkan kembali pengaruh agama Veda yang mengalami kemunduran selama
berabad-abad oleh perkembangan pesat agama Buddha, tetapi sesungguhnya ini tidak benar.
Pada praktiknya, tidak ada Vaishnava yang bersembahyang di Vihara Buddha, kecuali pada
tempat yang kita sebut sebelumnya. Kita harus memperhatikan benar kenyataan ini.
Sebelumnya kita harus benar-benar paham apa yang dimaksud sebagai Buddha dan
Vishnu dalam Vaishnavisme atau Hindu secara umum. Konsep Vishnu dalam agama Hindu,
khususnya Vaishnavisme, tampaknya tidak dikenal dengan baik oleh umat Buddha. Mereka
menyangka Vishnu adalah semata nama dari seorang deva, makhluk surgawi yang bercahaya,

DasanVR e-Books 60
GERBANG KEBENARAN Sri:

suatu sesembahan yang bersifat pribadi fana. Sehingga tidak mungkin bagi umat Buddha
untuk menerima bahwa Sakyasingha Buddha merupakan penjelmaan atau titisan deva ini.
Tetapi Vishnu dalam Vaishnavisme bukanlah seperti itu. Vishnu bukanlah nama seorang deva,
tetapi menunjukkan Kebenaran Mutlak Tertinggi yang dalam Vedanta disebut sebagai Param-
brahman. Param-brahman ini merupakan Prinsip Utama yang diinsafi oleh para pengikut
Vedanta dalam tiga aspek yaitu transendental personal, transendental imanens, dan
transendental impersonal. Kemudian dalam Pancaratra-agama yang menjadi dasar dari
Vaishnava-tantra dijelaskan bahwa Vishnu ini hadir dalam lima ekspresi yaitu Para, Vyuha,
Vaibhava, Antaryami, dan Archa. Para adalah aspek yang tiada terkatakan, tiada bandingannya,
prinsip tertinggi yang tak terungkapkan. Vyuha merupakan aspek emenasi dari Para, yang
termanifestasi sebagai ekspresi dari aspek-aspek tertentu dalam ketidakterbatasan Para.
Vaibhava merupakan Inkarnasi, yang menampilkan berbagai karakteristik tertentu dari Tuhan
dalam wujud tertentu. Suatu ketika, atas kehendak-Nya Sendiri, wujud atau bentuk itu dapat
memanifestasikan Diri di alam fisik yang dapat dipersepsi oleh makhluk-makhluk terikat.
Antaryami adalah aspek yang meresapi segala-galanya dan berada di mana-mana. Archa
merupakan Inkarnasi dalam bentuk Ikon Suci. Archa merupakan khas dari ajaran Pancaratra-
agama atau Vaishnava-tantra, yaitu ketika yang tak terbatas mewujudkan Diri-Nya dalam
fenomena alam yang terbatas atas permohonan praktisi spiritual yang memuja-Nya. Konsep
seperti ini asing dalam pemahaman Buddhisme, terutama Theravada yang dikatakan
berdasarkan ajaran-ajaran asli Buddha historis, Sakyasingha, sebagaimana adanya. Sedangkan
dalam Vaishnavisme, Buddhadeva adalah salah satu perwujudan Vaibhava dari Param-
brahman.
Secara teologis dan ontologis, kedua Buddha ini berbeda. Tetapi dari agama Buddha
sendiri, kita mendapatkan sedikit informasi. Sumber-sumber dalam tradisi Vajrayana Tibet,
salah satunya Taranatha, menyebutkan bahwa pada masa Buddha Sakyasingha terdapat
seorang raja di daerah Oddiyana yang bernama Indrabhuti, yang kebetulan juga seusia dengan
Buddha. Dalam kisah munculnya Vajrayana yang bersifat metafisik, dikatakan bahwa
Indrabhuti berkeinginan mendapatkan ajaran dari Sakyasingha, yang memungkinkannya
mencapai pencerahan tertinggi dalam satu tubuh, satu kehidupan, bebas dari segala
kemelekatan tanpa harus meninggalkan fungsinya di kehidupan sekarang, dalam hal ini tentu
adalah tugas dan kewajibannya sebagai raja. Sakyasingha lalu metransmisikan ajaran
Vajrayana kepadanya, khususnya ajaran Guhyasamaja-mula-tantra. Selain itu Buddha juga
mentransmisikan berbagai emenasi Anuttarayoga-tantra lainnya seperti Sri Kalachakra,
Hevajra, dan Cakrasamvara. Jadilah Indrabhuti sebagai salah satu penerima awal ajaran
Buddha Tantrayana atau Vajrayana. Dia mempraktikkan ajaran ini, mengembangkan, dan
menyebarluaskannya di seluruh wilayah Oddiyana. Tersebut dalam legenda-sejarah Blue
Annals, bahwa Munindra sendiri (Buddha Sakyasingha) mengajarkan Guhyasamaja kepada
Indrabhuti dari Oddiyana. Seorang yogini dari alam Naga menerimanya dari Indrabhuti, lalu
mengajarkannya kepada raja Visukalpa dari India Selatan. Mahasiddha Saraha mempelajarinya
dari raja ini untuk kemudian diturunkan kepada Acharya Nagarjuna, tokoh Buddhisme
Mahayana terbesar setelah masa Sakyasingha. Jadi bisa disimpulkan bahwa Oddiyana, yang

DasanVR e-Books 61
GERBANG KEBENARAN Sri:

banyak disebut-sebut dalam berbagai literatur Tantra, terutama yang masih dilestarikan di
Tibet, merupakan pusat Vajrayana, bahkan kemungkinan besar merupakan tempat awal
munculnya Vajrayana. Kerajaan kuno Oddiyana diperkirakan oleh beberapa orang sebagai
suatu daerah di India bagian barat, kemungkinan di lembah Swat. Namun penelitian para ahli
sejarah India mendapatkan bahwa Oddiyana lebih tepat berada di negara bagian Orissa
modern, di pesisir Timur India. Bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa Orissa merupakan pusat
Tantrayana yang besar selama berabad-abad, tidak seperti daerah Swat. Magnum-opus dari
almarhum Prof. N.K. Sahu, “Buddhism in Orissa”, membuktikan semua ini dengan sumber-
sumber tekstual maupun penemuan-penemuan arkeologis. Satu lagi didapatkan catatan
mengenai Indrabhuti sebagai raja Sambhala, yang diperkirakan pula oleh para sejarawan
sebagai pengajar utama Vajrayana secara historis. Vajrayana dari Indrabhuti ini menyebar ke
Pascima Lanka yang diperintah oleh Jalendra, yang putranya menikah dengan saudari
Indrabhuti yang bernama Laksmikara. Para sejarawan berpendapat bahwa Indrabhuti
merupakan penggagas Vajrayana dan Laksmikara merupakan pengagas Sahajayana atau
Dakini-tantra. Sambhala dan Lankapuri, di luar kemungkinan bahwa keduanya merupakan
tempat di dimensi spiritual, diperkirakan sebagai Sambalpur dan Sonepur di Orissa modern.
Konsep Adi-Buddha sendiri, sebagai total potensi pencerahan semua Buddha, sumber semua
manifestasi Buddha dan Bodhisattva, khususnya dikenal dalam Vajrayana. Pada masa ketika
Orissa menjadi pusat perkembangan agama Buddha Mahayana-Vajrayana, maka keyakinan ini
berakar kuat dalam kehidupan masyarakat sebagai suatu agama negara. Vajrayana,
Tantrayana, atau Mantrayana dari Indrabhuti, meyakini bahwa pencerahan tertinggi
Kebuddhaan dapat dicapai melalui pelaksanaan pelafalan mantra (japa) dan puja, dalam hidup
ini juga.
Terlepas dari kenyataan apakah Sakyasingha memang mengajarkan metode ini atau tidak,
maka apabila kita secara ketat berpegang pada ajaran Buddha historis, adalah mustahil dapat
memperoleh pencerahan dengan menggantungkan diri pada sarana-sarana seperti puja,
penyembahan, dan sebagainya. Buddha historis mengatakan bahwa sepeninggal dirinya, para
pengikutnya haruslah menjadi perahu untuk menyeberangkan diri mereka sendiri. Dia tidak
dapat membantu mereka lagi. Lalu Buddha yang bagaimana yang dipuja dan dilafalkan
mantranya oleh Indrabhuti? Sesuatu yang sangat menarik ditemukan dalam Jnanasiddhi karya
Indrabhuti, yang menunjukkan keterkaitan antara Mahayana-Vajrayana dengan Vaishnavisme.
Dinyatakan, “pranipatya jagannatham sarvajina-vararcitam sarva-buddha-mayam siddhi vyapinam
gaganopamam, Persembahkan diri kepada Jagannath, yang disembah oleh mereka yang terbaik
di antara pribadi-pribadi yang telah mengalahkan (insan-insan yang telah tercerahkan), yang
adalah hakikat kesempurnaan semua Buddha, meresapi segala-galanya bagaikan angkasa yang
tak terbatas.” (Jnanasiddhi 1.1). Sloka ini menyatakan pujian kepada Adi-Buddha. Identifikasi
Adi-Buddha dengan Jagannath menjadi semakin bermakna apabila kita memperhatikan
kenyataan bahwa keyakinan Vajrayana ini berkembang di Orissa, yang memiliki Jagannath
sebagai Pujaan Utama, jauh sebelum agama Buddha mulai tersebar luas. Sri Jagannath yang
dipuja oleh seluruh rakyat Orissa sampai saat ini di Pura Agung-Nya di Puri adalah
personifikasi Adi-Buddha dalam Vajrayana. Sedangkan para Vaishnava memuja Jagannath ini

DasanVR e-Books 62
GERBANG KEBENARAN Sri:

sebagai Vishnu, Kebenaran Mutlak Tertinggi yang meresapi segalanya. Vishnu juga diuraikan
dengan perumpamaan gaganam (angkasa/langit) seperti Jagannath-Buddha dalam Jnanasiddhi
Indrabhuti. Vishnu dinyatakan sebagai gaganasaddrusham, hakikat ketidakterbatasan yang
diumpamakan angkasa. Indrabhuti tidak mengidentikkan Buddhanya dengan Sakyasingha,
Buddha historis, melainkan dengan suatu Buddha yang bersifat adi duniawi, yaitu Jagannath
Buddha. Jagannath yang sampai sekarang dipuja di Orissa adalah Buddhadeva dalam
Vaishnavisme yang tidak berbeda dari Vishnu! Kami tidak mengatakan bahwa umat Hindu,
khususnya Vaishnava, mengubah Adi-Buddha menjadi Vishnu atau sebaliknya. Tetapi kita
bisa melihat bahwa keyakinan dan cara pandang Buddhisme Vajrayana terhadap Adi-Buddha
dan Vaishnava terhadap Vishnu memiliki keparalelan. Kesejajaran ini terutama mencapai
keharmonisannya dalam pemujaan Jagannath di Orissa. Sri Jagannath kemudian hadir sebagai
Adi-Buddha bagi umat Buddha dan sebagai Mahavishnu atau Krishna bagi Vaishnava.

ADI-BUDDHA JAGANNATH

Informasi lain juga bisa kita temukan dari Amarakosha. Amarasingha yang menyusun
kamus Amarakosha membedakan antara Vishnu-avatara Buddha yang dinamainya Sugata
Buddha dengan Buddha historis yang disebut sebagai Sakyamuni atau Sakyasingha.
Lankavatara-sutra juga menyatakan seorang Buddha yang berbeda dan mendahului
Sakyamuni. Lebih tegasnya kitab-kitab suci Hindu-Vaishnava yang menyebutkan tentang
Buddha seperti Nrisingha-purana, Vishnu-purana, Agni Purana, Vayu-purana, Skanda-purana

DasanVR e-Books 63
GERBANG KEBENARAN Sri:

dan sebuah naskah yang bernama Nirnaya-sindhu memuat catatan astronomis yang
menyatakan saat kemunculan Buddha-avatara dari Vishnu di dunia. Berdasarkan perhitungan
astronomis tersebut dapat disimpulkan bahwa Buddha yang dipuja oleh Vaishnava hidup
pada 4000 tahun yang lalu, sedangkan Sakyasingha hidup 2500 tahun yang lalu.
Dengan adanya catatan ini, sebagian sarjana Vaishnava berpendapat bahwa Buddha-
avatara juga mewujud secara fisik di dunia pada masa yang mendahului Sakyasingha. Dia
mengajarkan Dharma yang kemudian kembali diajarkan oleh Sakyasingha, setelah dia
menemukannya dalam pengalaman pencerahan di Vajrasana, Gaya. Ada pula yang
berpendapat bahwa potensi Buddhadeva mewujudkan diri dalam Sakyasingha. Jadi
Sakyasingha hanyalah manusia biasa yang mencapai tingkatan spiritual tertentu sehingga dia
dapat menjadi wadah yang tepat bagi potensi itu. Ini tentu merupakan sudut pandang
Vaishnava yang tidak berhubu-ngan dengan doktrin Buddhis manapun. Hanya saja
menegaskan sekali lagi bahwa Buddhanya Vaishnava dengan Guru Agung Sakyasingha adalah
berbeda. Hal ini juga bukan sesuatu yang istimewa dalam sejarah Veda. Keadaan serupa juga
terdapat pada kasus Kapila-avatara. Memang ada dua Kapila. Satu Kapila merupakan Kapila-
avatara, inkarnasi Vishnu, yang mengajarkan ajaran Sankhya theistik dalam Kapila-gita.
Sedangkan satu Kapila lain adalah seorang filsuf yang mengajarkan Sankhya atheistik. Kapila-
avatara hidup pada masa yang mendahului Sankhya filsuf. Kita juga mengenal dua
Risabhadeva. Satu adalah Vishnu-avatara, sedangkan yang satunya lagi adalah seorang Arhat
dalam agama Jain.
Buddha juga disebut sebagai Saktya-avesha-avatara. Saktya-avesha berarti seorang jiva
biasa atau makhluk hidup biasa yang diberikan kuasa khusus dan kekuatan khusus dari aspek
tertentu Tuhan. Sebagai contoh adalah para Avatara seperti Narada, Mahidasa, dan Empat
Kumara. Kekuatan Tuhan bekerja melalui mereka, sekalipun mereka sendiri adalah makhluk
hidup biasa. Memang benar Buddha dianggap salah satu Saktya-avesha sesuai dengan
keyakinan bahwa Tuhan Sendiri secara Pribadi tidak menjelma pada jaman Kali sebagai
Avatara. Dalam Veda dengan jelas dikatakan bahwa tidak ada Avatara pada Kaliyuga,
sehingga dengan demikian tentu saja Buddha bukan termasuk golongan Avatara seperti Rama,
Nrisimha, Vamana, dan sebagainya, tetapi termasuk golongan Saktya-avesha.
Walau demikian, menurut berbagai catatan dalam Veda dan Purana, yang juga diperjelas
oleh Sri Jiva Gosvami dalam Sri Krishna Sandarbha, Sarva-samvadini-tika, dan Vishnu-
dharmottara, dikatakan bahwa Buddha adalah seorang Saktya-avesha yang turun pada saat
jaman Kali sudah berjalan selama 2000 tahun (tatah ity ayam kaler abda-sahasra-dvitiye gate
vyaktah). Itu berarti sekitar 3500-4000 tahun yang lalu, sedangkan Sakyamuni atau Buddha
Gautama hidup 2500 tahun yang lalu. Jadi jelas bahwa Buddha yang dimaksud dalam Veda
bukanlah Buddha historis, melainkan Buddha lain yang oleh Amarasingha disebut sebagai
Sugata Buddha. Sugata Buddha inilah yang disebut sebagai Saktya-avesha dari Vishnu, bukan
Sakyamuni Buddha. Kemudian dalam Dasa-avatara-stotra, Sri Vadiraja Tirtha menjelaskan
bahwa Vishnu-avatara Buddha mengajarkan dharma Kebuddhaan di alam surga kepada para
deva, sedangkan Sakyamuni, yang dikatakan sebagai putra Suddhodana mengajar di alam

DasanVR e-Books 64
GERBANG KEBENARAN Sri:

manusia. Buddha yang dipuja oleh umat Hindu, khususnya para Vaishnava, adalah Sugata
Buddha ini atau yang oleh Sri Vadiraja disebut Paramatma Buddha.
Hindu dan Buddhisme, sekalipun memiliki banyak persamaan, namun juga berdiri pada
dasar konsep ketuhanan yang berbeda. Umat Buddha tidak perlu merasa keberatan dengan
keyakinan Hindu bahwa Buddha adalah salah satu Avatara Vishnu. Di luar ada tidaknya
dampak politis dari keyakinan ini, setidaknya secara filosofis Buddha yang dimaksud oleh
kedua belah pihak tidaklah sama. Umat Hindu juga tidak benar memaksakan bahwa
Sakyamuni merupakan Buddha-avatara dari Vishnu. Dalam literatur Veda sendiri tidak ada
bukti-bukti yang mendukung hal ini, tidak pula dalam tulisan para guru Hindu terdahulu.
Tampaknya keyakinan bahwa Sakyamuni Buddha merupakan Avatara adalah kesalah-
pahaman yang terlanjur populer dan disebar luaskan oleh mereka yang berada di luar tradisi
Veda otentik.
Lalu di manakah umat Hindu, khususnya Vaishnava, memuja Buddha-avatara? Tentunya
di Jagannath Puri, Orissa. Karena kita memuja Jagannath sebagai Param-brahman, dan
Buddhadeva adalah salah satu wujud-Nya. Selain itu umat Hindu juga memuja Buddhadeva di
Mahabodhi Vihara, di Bihar. Buddhadeva yang dipuja oleh Vaishnava merupakan salah satu
wujud manifestasi Jagannath yang adalah Adi-Buddha, sumber semua potensi pencerahan,
bukan Buddha Sakyasingha, Buddha historis yang merupakan manusia dan guru besar yang
telah mencapai pencerahan, pendiri agama Buddha yang masih ada di jaman modern ini.
Vajrasana atau Mahabodhi Vihara dinyatakan sebagai tempat pemujaan Adi-Buddha, jadi
tidak mengkhusus pada peringatan pencapaian pencerahan Buddha historis saja. Lalitavistara
bab 21 menyatakan bahwa Sakyasingha (Siddhartha) duduk di bawah pohon Bodhi di
Vajrasana demi mencapai pencerahan sebagaimana para Buddha sebelumnya
(purvabuddhasanasthah). Jadi jelas bahwa Mahabodhi Vihara tidak hanya dimaksudkan sebagai
monumen peringatan pencapaian pencerahan Sakyasingha saja, melainkan semua Buddha
sebelumnya. Dengan kata lain Mahabodhi merupakan tempat memuja hakikat tertinggi
Kebuddhaan itu sendiri yang disebut Adi-Buddha dalam Vajrayana dan Vishnu-avatara
Buddha atau Jagannath dalam Vaishnavisme. Inilah sebabnya mengapa para Vaishnava hanya
bersembahyang pada Buddha di Mahabodhi Vihara saja.

BUDDHA DI INDONESIA
Dari sumber-sumber Buddhisme di Cina, dikatakan bahwa raja Subhakarasingha dari
Odra atau Orissa berjasa dalam membawa agama Buddha ke Cina. Subhakarasingha dikata-
kan merintis penyebaran agama Buddha ke Cina dengan membawa Mahavairochana-sutra dan
sebuah kitab ikonografi memuat berbagai mandala yang bernama Sarvatathagatha-
tattvasamgraha yang secara khusus menekankan pentingnya Mahavairochana.
Mahavairochana di sini juga merepresentasikan kembali konsep Adi-Buddha-Jagannath yang
sudah berkembang di Orissa sebelumnya. Mandala-mandala terkenal yang berkaitan dengan
ajaran ini antara lain Mahakaruna-garbhodbhava-mandala dan Vajradhatu-mandala. Ajaran-
ajaran ini memang mencapai popularitasnya pada awal abad ke-8 di Orissa. Jagannath yang
dipuja di Orissa sebagai Adi-Buddha sekali lagi mendapat tempat-Nya di pusat Vajradhatu-

DasanVR e-Books 65
GERBANG KEBENARAN Sri:

mandala sebagai Mahavairochana. Para sejarawan di Orissa meyakini bahwa ajaran ini
mencapai Cina setelah melalui Sumatra dan Jawa, di Indonesia. Ajaran tentang Mahavairo-
chana ini masih dianut di Cina dan Jepang sampai sekarang.
Ajaran ini juga berkembang dengan kuat di Indonesia di masa kejayaan Srivijaya-Sumatra
dan Mataram-Jawa, bisa dilihat dari isi kitab Sang Hyang Kamahayanikan Mantrayana, yang
masih dilestarikan hingga saat ini oleh sebagian umat Buddha Indonesia. Bahkan lebih dari itu
ternyata juga sampai pada jaman Majapahit yang melahirkan konsep Siva-Buddha
sebagaimana ditemukan dalam kitab Sutasoma. Buddhisme Indonesia tampaknya merupakan
turunan Mahayana-Vajrayana-Mantrayana. Para praktisi ajaran ini menyebut diri mereka
mengikuti Dharma Kasugatan. Memang Buddha historis juga disebut dengan gelar Sugata,
tetapi Amarasingha terutama menggunakan nama Sugata Buddha untuk menyebut Vishnu-
avatara Buddha. Melihat pelaksanaan Dharma Kasugatan dan keyakinannya akan konsep Adi-
Buddha yang theistik, maka tampaknya Buddhisme Indonesia ini bersifat Vajrayana.
Theravada, yang lebih bersifat non-theistik, mazhab Buddhisme terbesar di Asia Tenggara dan
Srilanka tampaknya tidak banyak berpengaruh pada Buddhisme Indonesia di masa lampau,
yang sekarang sisa-sisanya masih ditemukan di beberapa tempat. Kompleks Candi Borobudur
merupakan pengejawantahan fisik dari ajaran ini.
Candi Buddha terbesar di dunia ini
merupakan Vajradhatu-mandala tiga
dimensi yang luar biasa, dengan
Mahavairochana di pusatnya, yang
dilambangkan dengan stupa induk
Borobudur. Sedangkan Mendut
merupakan mandala Buddha
Mahavairochana yang juga diuraikan
dalam Kamahayanikan. Mahavairochana
Buddha kembali mewakili konsep Adi-
Buddha dan Jagannath yang juga
diyakini dan dipuja oleh Vaishnava. Di
antara kedua candi ini, yang posisinya
membentuk garis lurus, terdapat Candi
Pawon. Pawon merupakan tempat puja
Homa atau Agnihotra, sebuah ritual api suci yang nyaris hanya dilaksanakan dalam Vajrayana
saja, selain dalam agama Hindu tentunya. Homa juga masih dilaksanakan oleh para pengikut
Shingon Buddhisme di Jepang, salah satu cabang Tantra Buddha yang juga memuliakan
Mahavairochana. Di Jepang upacara ini disebut Goma. Poros Mendut-Pawon-Borobudur
dengan jelas menggambarkan konsep dan ajaran agama Buddha mana yang diterapkan di sini.
Dengan demikian kompleks Borobudur merupakan satu lagi tempat suci Buddha yang
juga boleh menjadi tempat persembahyangan Vaishnava-Hindu, setelah Mahabodhi Vihara di
Gaya (Bihar). Sehingga secara spiritual tidak mengherankan bila Borobudur-Buddhis dibangun
serangkaian dengan kompleks Candi Prambanan-Hindu (Prambanan=Param-brahman=Para-

DasanVR e-Books 66
GERBANG KEBENARAN Sri:

vasudeva). Borobudur dibangun berdasarkan konsep bahwa dia merepresentasikan


Kebuddhaan Tertinggi dalam Vajradhatu-mandala yang berpusat pada Mahavairochana.
Mahavairochana adalah Adi-Buddha yang adalah Jagannath atau Vishnu sebagai Svayam-
bhagavan-para-vasudeva atau Param-brahman. Sedangkan Prambanan menghadirkan Param-
brahman dalam representasi Tri Natha, Tri Deva, atau Tri Murti. Keduanya menyatakan
Kebenaran Mutlak Tertinggi yang sama! Sehingga bagi umat Hindu di Indonesia, khususnya
para Vaishnava, di candi-candi inilah mereka dapat memuja Buddhadeva.

Sebagai kesimpulan dapatlah kita nyatakan bahwa Sakyamuni, Sakyasingha, atau


Gautama yang dikenal sebagai Buddha historis bukanlah Buddha yang dipuja oleh para
Vaishnava sebagai Vishnu-avatara Buddha. Sakyasingha merupakan guru agung yang telah
mengalami pencerahan tidak disembah oleh para Vaishnava, bahkan kenyataannya umat
Buddha pun juga tidak menyembahnya. Umat Buddha hanya menghormatinya sebagai guru
pembimbing, teladan yang tiada taranya bagi mereka. Buddha yang dimaksud oleh para
Vaishnava berbeda dengan yang dimuliakan oleh umat Buddha sebagai pendiri agamanya.
Perbedaan ini terutama sangat jelas sehubungan dengan pandangan kalangan Theravada dari
Buddhisme. Selama ini golongan Vaishnava dianggap bertanggung jawab atas masuk atau
diserapnya Buddha historis sebagai salah satu Avatara serta memperoleh kehormatan dalam
pantheon deva-deva Hindu. Ini tidaklah benar! Pemujaan Vaishnava kepada Buddhadeva
mendahului kemunculan Sakyamuni atau Buddha historis.

DasanVR e-Books 67
GERBANG KEBENARAN Sri:

PEMUJAAN LELUHUR
itab Satapatha-brahmana membicarakan mengenai lima utang yang ditanggung
oleh manusia yang hidup di bumi ini. Seseorang berutang kepada Tuhan dan
deva, kepada para rishi, leluhur, sesama manusia yang hidup, dan makhluk-
makhluk yang lebih rendah dari manusia. Manusia menjadi berutang karena
untuk hidup dia membutuhkan bantuan dari semua ini. Menurut Veda utang-utang tersebut
dapat dibayar melalui yajna (korban suci). Yajna dan puja menyeimbangkan kondisi manusia,
sehingga manusia tidak semata-mata bisa menikmati saja tanpa memberikan tanda terimakasih
apapun sebagai balasan kepada semuanya. Penghormatan dan persembahan kepada para pitri
dan pelayanan kepada orang-tua serta leluhur adalah salah satu usaha untuk membalas jasa
ini. Nilai-nilai tersebut dijunjung tinggi dalam Hindu dan juga dalam kepercayaan tradisional
banyak bangsa. Bukan tidak mungkin ajaran Satapatha-brahmana, lebih dari 5000 tahun yang
lalu telah diajarkan di dunia dan menyatu dengan jiwa bangsa-bangsa sampai hari ini.
Efek psikologis puja dan persembahan adalah berkembangnya eksistensi seorang
individu. Dia menyelaraskan eksistensinya sendiri dengan keberadaan alam semesta beserta
segala isinya. Dengan puja kepada para pitri, dimulai dengan leluhurnya sendiri, seseorang
membangun relasinya dengan para leluhur seluruh makhluk hidup. Seorang anak manusia
tidak lagi hidup sendirian di dunia ini. Arti dari mantra persembahan tarpana kepada pitri
dalam Satapatha-brahmana memberikan gambaran tersebut. “a-brahma stamba-paryantam
devarsi pitr-manavah trpayantu pitarah sarve matr-mata-mahadayah atita-kula-kotinam sapta-dvipa-
nivasinam a-brahma bhuvanal loka-adidam astu tilodakam, Dari titik yang tertinggi sampai yang
terendah, sejauh batas alam semesta, semoga para rishi yang suci dan para bapa leluhur, semua
leluhur yang telah meninggal, baik dari pihak ibu maupun ayah, menerima persembahan ini.
Semoga persembahan yang sederhana ini, berupa air yang menyejukkan dan biji-biji wijen
memberikan manfaat bagi seluruh dunia, dari surga tertinggi sampai ke bumi,
menyejahterakan para penduduk ketujuh benua yang tergabung dalam keluarga-keluarga
yang banyaknya tak terbatas, dari masa lalu.” Ritual pitri-yajna atau pitri-puja dengan demikian
merupakan suatu usaha untuk secara psikologis mengharmoniskan seorang manusia dengan
dunia yang lebih luas di luar dirinya.
Pada pelaksanaan upacara persembahan pinda dalam Veda digunakan sejenis kue dari
tepung beras atau makanan lainnya. Menurut Veda, kue ini bukanlah sekedar makanan saja.
Kue-kue ini merepresentasikan para pitri itu sendiri dan pada akhirnya seluruh eksistensi alam
semesta. Kue pertama dipersembahkan kepada ayah, karena ayah dipandang sebagai citra dari
bumi (bhur), seperti api yang menikmati bumi, roh ayah menerima persembahan kue pertama.
Kue kedua adalah untuk kakek yang dipandang sebagai representasi langit (bhuvah).
Sebagaimana angin menikmati langit maka roh kakek menikmati kue kedua. Kue ketiga
dipersembahkan untuk kakek buyut yang merepresentasikan surga (svah). Sebagaimana
matahari menikmati surga, maka roh kakek buyut menerima kue ketiga. Bumi dan langit
menyatakan eksistensi seluruh alam semesta dan surga menyatakan keberadaan Tuhan.

DasanVR e-Books 68
GERBANG KEBENARAN Sri:

Lampu (dipa) yang dinyalakan mewakili api, asap dupa mewakili angin, dan matahari atau vedi
(altar) menjadi representasi Tuhan. Ketiganya, bumi, langit, dan surga menyatakan
kelengkapan seluruh alam semesta. Sehingga dengan demikian sekali lagi dijelaskan dalam
kitab-kitab Brahmana bahwa pitri-puja hendaknya dimaknai sebagai pengembangan secara
psikologis individualitas manusia ke dalam eksistensi semesta untuk membangun hubungan
yang selaras dengan alam semesta. Mempersembahkan pinda kepada para pitri bagaikan
memberi makanan kepada seluruh ciptaan kosmis.
Puja kepada para leluhur merupakan salah satu jalan yang diberikan dalam Veda untuk
dapat meraih kebahagiaan hidup di dunia. Pada awalnya para pitri diberi persembahan
hanyalah sebagai wujud penghormatan oleh keturunannya. Tetapi dalam kehidupan duniawi,
manusia juga mengalami banyak masalah yang perlu diatasi secara cepat. Masalah-masalah ini
terkadang sulit diatasi seorang diri. Di sinilah, dalam batas-batas tertentu, para pitri dapat
diharapkan bantuannya. Kedekatan mereka dengan keturunannya dan kecenderungan mereka
untuk menjaga kesejahteraannya membuat para pitri lebih mudah dihubungi oleh manusia.
Purana menyatakan bahwa di alam Pitriloka, para pitri dipimpin oleh Aryama, senantiasa
melaksanakan puja kepada Tuhan demi kesejahteraan garis keturunannya. Ketika
keturunannya mengingat para pitri yang berhubungan dengan mereka ini, maka kekuatan puja
mereka juga akan membantu doa yang dipanjatkan oleh keturunannya di bumi. Dengan cara
seperti inilah para leluhur tetap melindungi kita. Lebih jauh lagi, Veda bukan saja memberikan
jalan untuk berhubungan dengan para pitri ini. Veda juga mengajarkan caranya agar kita
membantu anggota keluarga yang telah meninggal untuk dapat memperoleh kedudukan yang
layak di Pitriloka. Sekalipun tujuan semua jivatma adalah untuk kembali kepada Paramatma,
namun tidak semuanya dapat melakukannya dalam satu kehidupan. Bagaimana nasib atma-
atma anggota keluarga yang meninggal tanpa mencapai kesempurnaan tertinggi? Inilah yang
menjadi inti dari Pitra-yajna, dimana keturunan atau keluarga yang masih hidup berusaha
membantunya mendapatkan tubuh pitri. Sehingga dia dapat memperoleh kedudukannya yang
layak setelah meninggal.
Keyakinan pada leluhur bagi para penganut Veda bukanlah sesuatu yang bersifat primitif
atau menduakan Tuhan. Cinta dan keterikatan pada leluhur khususnya orangtua adalah
kenyataan yang tak dapat dibantah dalam masyarakat manusia. Veda mengembangkan cinta
ini, memperluas jangkauannya ke seluruh alam semesta, dan pada akhirnya kepada Tuhan.
Siapakah leluhur tertinggi di alam semesta ini, bukankah itu Tuhan? Cinta kepada orangtua,
kepada keluarga, kepada leluhur tidak harus dibuang kemudian dipaksa untuk mencintai
Tuhan yang tak dikenal. Cinta ini harus disalurkan dan ditingkatkan sampai mencapai
tujuannya yang tertinggi dan kekal. Inilah cara Veda membangun peradaban rohani. Veda
membangun dengan menyempurnakan bangunan yang telah ada, bukan dengan
merobohkannya secara membabi buta.

DasanVR e-Books 69
GERBANG KEBENARAN Sri:

ORANG SUCI HINDU DAN AJARAN DHARMA


ara orang suci Hindu
disebut Sadhu, Sants,
Mahant, atau Bhagavata.
Mereka yang mengajarkan
pengetahuan keinsafan rohani kepada
masyarakat luas juga disebut Guru atau
Acharya. Mereka tidak saja
mengajarkan secara teori tetapi juga
melalui teladan pribadinya. Merekalah
yang menjaga suksesi guru-murid yang
tak terputuskan dari Tuhan dan para
Acharya terdahulu sampai generasi
yang sekarang. Para Sants, Sadhu dan
Acharya adalah penjaga kelanjutan
pewarisan dharma. Kaki padma mereka
adalah tempat berlindung bagi semua
jiva yang berkeinginan untuk mencapai
kesempurnaan. Hindu masih tetap ada
dan hidup segar hingga hari ini adalah
karena mereka. Merekalah kepala dari
seluruh masyarakat yang membangun tubuh Hindu. Setiap umat Hindu adalah murid yang
dengan kerendahan hati memohon ajaran dari mereka. Ajaran mereka tiada lain adalah
realisasi Veda itu sendiri dan merupakan kesempurnaan pengalaman rohani mereka di dalam
jalan Veda.
Para orang suci (Sants) dan Acharya dari Bharatvarsha senantiasa menetapkan dan
menjelaskan pokok-pokok pikiran devosional dan filosofis dari Upanishad, Gita, dan Bhagava-
tam, yang membentuk keseluruhan tubuh Sanatana Dharma. Tidak ada pertentangan-
pertentangan dalam uraian mereka itu. Apabila kita melihat adanya sesuatu yang tampak
bertentangan, itu hanyalah karena kurangnya penafsiran yang benar atau pengertian yang
tepat dari kita sebagai pembaca, karena setiap Sants dan Acharya menguraikan teori
Ketuhanan dalam gayanya sendiri, sehingga untuk memaha-minya kita perlu mengerti gaya
tulisan-tulisan mereka ini.
Satu hal yang mesti anda ketahui adalah, bahwa Tuhan yang telah merevelasikan kitab-
kitab suci Sanatana Dharma, secara langsung atau melalui Brahma; adalah juga Tuhan yang
mengutus pribadi-pribadi rohani dari tempat kediaman-Nya untuk datang ke planet bumi ini
dan menegakkan Sanatana Dharma; dan adalah Tuhan pula yang mengungkapkan
Kebahagiaan-Nya yang Sempurna dan mutlak, melalui lila rohani-Nya untuk menunjukkan
jalan bhakti (lila atau permainan sukacita rohani, menurut Sanatana Dharma merupakan bentuk

DasanVR e-Books 70
GERBANG KEBENARAN Sri:

ekspresi relasi Tuhan secara khusus dengan para pemuja-Nya). Bhakti inilah yang merupakan
jiwa kehidupan dan intisari dari Sanatana Dharma dan semua pustaka suci. Dengan demikian,
Sanatana Dharma yang abadi diciptakan oleh Tuhan, dihadirkan oleh Tuhan, ditegakkan,
diajarkan dan disebarluaskan oleh rekan-rekan kekal Tuhan (para Sants dan Acharya).
Inilah yang menjadi alasan mengapa semua tulisan-tulisan rohani dari para Acharya dan
Sants berada dalam keserasian sempurna dengan Upanishad, Gita, dan Bhagavatam (mewakili
Prasthanatraya: sruti, smriti, dan nyaya atau sutra. Bhagavatam diterima sebagai smriti-purana
dan juga nyayasastra karena merupakan ulasan atau bhasya atas Brahmasutra). Semua nama dan
rupa Tuhan, dan juga filsafat untuk menginsafi Tuhan yang mereka jelaskan, sebenarnya
sudah ada dalam Pustaka Suci (Veda). Tetapi beliau-beliau ini kemudian lebih lanjut
menyederhanakan jalan pengabdian kepada Tuhan dan memperluas bahan-bahan yang
bersifat devosional dengan mengungkapkan, misalnya lila Radha Krishna, sedikit lebih banyak
daripada yang telah diulas dalam Upanishad, Purana, dan Bhagavatam.
Perbedaan-perbedaan yang tampak dalam tulisan-tulisan mereka dan ajaran-ajarannya
merupakan representasi dari ketidakterbatasan wujud Tuhan, dan perbedaan-perbedaan ini
berhubungan dengan status rohani sesungguhnya dari pribadi-pribadi yang
mengungkapkannya. Hal tersebut juga merepresentasikan kebenaran ini, yaitu bahwa Tuhan
Yang Maha Esa memiliki semua wujud yang tak terbatas. Demikianlah keyakinan penganut
Sanatana Dharma terhadap ajaran para Sant dan Acharya yang berbeda-beda dalam tubuh
tunggal Dharma kita ini.
Sri Ramanujacharya turun dari Vaikuntha, jadi beliau menekankan bhakti kepada Vishnu,
namun beliau juga menjelaskan tentang pemujaan kepada Bhagavan Sri Rama dan Bhagavan
Krishna. Beliau menulis tentang Sri Rama dalam bukunya, Sri Rama Patal dan Sri Rama
Rahasya. Nimbarkacharya turun dari Goloka-dhama, jadi beliau mengajarkan tentang devosi
kepada Radha Krishna. Sankaracharya merupakan titisan Siva, yang adalah Tuhan dalam yoga
dan pembebasan, dan beliau juga seorang pemuja Krishna yang taat, jadi Sankaracharya
menjelaskan tentang jnana dan yoga, namun disisipi juga tentang bhakti seperti yang kita
dapatkan dalam bagian akhir ajaran Aparoksha-anubhutinya. Sankaracharya kemudian
menguraikan pemujaan Krishna secara terperinci dalam Prabodha-suddhakara. Goswami
Tulsidas adalah seorang pemuja Bhagavan Sri Rama yang abadi, jadi beliau secara panjang
lebar memuji dan menyembah Bhagavan Sri Rama dalam semua tulisannya. Tetapi dalam
suatu bagian Vinaya-patrika, beliau menulis bahwa maya tidak dapat menipunya karena beliau
telah memiliki Nanda-kumara (Krishna) dalam lubuk hatinya. Contoh-contoh ini
merepresentasikan status rohani sesungguhnya (posisi ontologis) dari masing-masing Sants
dan Acharya, sekaligus juga menunjukkan penyerahan diri yang bersifat internal kepada
berbagai Wujud Rohani Tuhan Yang Maha Esa.
Perbedaan-perbedaan yang tampak dalam berbagai bhasya (ulasan terhadap kitab suci)
dari para Jagadguru atau Acharya ini bukanlah perbedaan atau pertentangan yang bersifat
substansial. Mereka merupakan deskripsi dari Zat Illahi (divya-vastu) yang sama dengan suatu
penyajian yang berbeda dan dengan pendekatan yang berbeda, dan terkadang mereka
merupakan penjelasan yang lebih dalam lagi mengenai kebenaran rohani yang sama. Sebagai

DasanVR e-Books 71
GERBANG KEBENARAN Sri:

contoh, Sankaracharya mengatakan dalam bhasyanya bahwa Tuhan adalah impersonal (nirakar)
dan maya hanyalah khayalan belaka. Sri Ramanujacharya tidaklah menolak keberadaan nirakar-
brahman dan sifat mengkhayalkan dari maya, namun beliau lebih lanjut menjelaskan bahwa
nirakar-brahman merupakan salah satu aspek dari purushottam-brahman (Pribadi Tertinggi
Tuhan) dan berada di dalam-Nya. Maya sendiri bukanlah khayalan, hanya efek atau hasil
karyanyalah yang berupa khayalan, sedang maya merupakan kekuatan yang kekal dan tidak
memiliki hidup (achit–lifeless). Jagadguru yang lain mengatakan bahwa roh merupakan bagian
yang sangat kecil dari chit-shakti Tuhan. Jiva Goswami lebih lanjut mengungkapkan keadaan
roh ini dan menjelaskan bahwa ada kekuatan (Tuhan) yang disebut jiva-shakti yang merupakan
bagian dari chit-shakti. Roh sesungguhnya adalah suatu bagian yang sangat kecil dari jiva shakti
tersebut. Nimbarkacharya dan Vallabhacharya memantapkan supremasi Krishna (aspek
maskulin) tetapi mereka tidak sepenuhnya menjelaskan Ketuhanan Radharani (aspek feminin).
Jiva Goswami dan Rupa Goswami lebih lanjut menjelaskan bahwa Radharani adalah jiwa
Krishna dan kemutlakan dari kekuatan hladini (energi kebahagiaan Tuhan) yang merupakan
kekuatan (shakti) personal utama dari Tuhan Tertinggi Krishna. Para Goswami kemudian juga
menuliskan dalam Krishna-sandarbha, Priti-sandarbha, dan Ujjvala-nilamani suatu uraian
yang terperinci mengenai keadaan-keadaan cinta rohani dan luapan kesukacitaan para gopi,
Krishna, dan Radha sebagaimana mereka dilihat di Goloka-Vrindaban. Dengan demikian kita
bisa melihat bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan substansial dalam ajaran para
Jagadguru dan Acharya Sanatana Dharma. Semua ini merupakan deskripsi dari keberadaan
rohani yang sama dalam gaya penulisan atau gaya pengajaran mereka yang khas dan sesuai
dengan pengalaman pribadi mereka akan Tuhan.
Adalah salah apabila kita mengatakan berbagai sampradaya yang dirintis oleh para
Jagadguru dan Acharya ini merupakan suatu perpecahan dalam tubuh Hindu atau Sanatana
Dharma. Hindu juga bukanlah sekedar penggabungan (konglomerasi) secara sembarangan
berbagai jenis tradisi dan ajaran rohani berbeda, dengan tujuan hanya untuk memperbesar
kuantitas pengikut. Semua tradisi rohani yang beranekawarna, yang berkembang di India
maupun yang tersebar luas di seluruh dunia, memang merupakan bagian dari Sanatana
Dharma. Sekalipun wujud kasarnya berbeda, tetapi jiwa kehidupannya tetap sama, yaitu
mengembangkan cintakasih rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sanatana Dharma ini
sungguh-sungguh menghormati keunikan relasi setiap roh dengan Tuhan, sekaligus juga
membantu perkembangan potensi rohani kita setinggi-tingginya, cocok sesuai dengan keadaan
yang kita butuhkan. Karena itu, sekalipun jiwa kehidupan Sanatana Dharma adalah satu,
namun kita disediakan begitu banyak metode pendekatan yang sempurna sebagaimana
dihadirkan oleh para Jagadguru-Acharya dan sampradayanya masing-masing.
Kata dharma dalam Veda diterjemahkan menjadi bermacam-macam. Dharma merupakan
sesuatu yang menjadi satu dengan sang roh, kekal bersama roh, dia yang memberikan roh jati
dirinya yang sejati. Tanpa dharma segala sesuatu bukanlah menjadi sebagaimana adanya (as it
is). Seperti panas dari api atau terangnya cahaya memberikan jati diri bagi api dan juga cahaya.
Tanpa panas, api bukanlah api dan tanpa terang, cahaya bukanlah cahaya. Panas dan terang
merupakan dharma dari api dan cahaya. Demikian pula halnya dengan dharma bagi sang roh,

DasanVR e-Books 72
GERBANG KEBENARAN Sri:

adalah berkaitan langsung dengan jati diri sejatinya. Dharma bukanlah sesuatu yang dibuat-
buat karena itu dia dapat disebut pula sebagai agama dalam pengertian seperti di atas. Jadi
agama juga bukan merupakan suatu keadaan yang tidak alamiah, tidak dipaksa-paksakan. Dia
merupakan pancaran sejati dari jati diri sang roh yang asli.
Makhluk hidup atau roh (atma), sang kesadaran yang menghidupkan, disebutkan sebagai
pancaran kecil dari Parambrahman Bhagavan Sri Krishna, Kesadaran Yang Mahatinggi atau
Tuhan. Semua roh ini memiliki hubungan sejati dengan Roh Tertinggi. Hubungan ini
merupakan salah satu dari kebenaran yang paling mendasar, yang disebut sebagai sambandha-
tattva. Pengetahuan mengenai hubungan ini disebut sambandha-jnana. Kebenaran selanjutnya
adalah tindakan dalam hubungan tersebut. Apa yang seharusnya terjadi dalam hubungan itu,
ini disebut abhideya-tattva, dan pengetahuan mengenai hal itu dikenal sebagai abhideya-jnana.
Pada titik akhir sampailah kepada apa maksud dari hubungan itu. Apa yang menjadi tujuan
tertinggi dari semuanya ini. Kebenaran mengenai tujuan tertinggi dikenal sebagai prayojana-
tattva, dan mengetahui hal ini merupakan keinsafan terhadap prayojana-jnana. Bila seseorang
merenungkan semua ini dalam-dalam dan juga melihat dari mata kitab-kitab suci yang
diwahyukan, maka kita mendapatkan bahwa cinta merupakan penjelasan bagi ketiga
kebenaran ini. Kita berhubungan dengan Tuhan melalui cinta, tindakan dalam hubungan itu
adalah karya-karya dalam cinta, dan tujuan tertinggi segalanya adalah mencintai Tuhan
dengan sepenuh-penuhnya. Cinta ini merupakan tujuan (sadhya) dan juga merupakan cara
(sadhana) untuk mencapai tujuan itu. Cara yang sempurna adalah merupakan kesempurnaan
itu sendiri, sadhana yang sejati juga merupakan sadhya yang tertinggi itu, bagaikan lingkaran
yang tak terputuskan, tiada awal dan akhirnya, dan mahamutlak. Inilah kosep ketuhanan dan
kerohanian yang sejati, yang dinyatakan oleh semua kitab suci dan oleh mereka yang
tercerahkan.
Pengabdian cintakasih atau Bhakti merupakan jawaban sesungguhnya atas semuanya ini.
Hanya dia yang mampu mengungkapkan kebenaran yang paling mendasar, karena dia
merupakan kebenaran itu sendiri. Bhaktilah yang merupakan dharma sejati, agama yang asli
bagi semua makhluk hidup. Bhaktilah yang mampu mengungkapkan ketiga kebenaran
mendasar itu dengan sempurna. Agama sejati adalah yang mampu membawa roh dalam
keinsafan seperti itu. Dapatlah kita simpulkan bahwa Bhakti adalah merupakan dharma sejati
bagi sang roh. Bhakti bercahaya sebagai perwujudan jati diri sang roh yang sesungguhnya. Dia
kekal bersama roh, dia merupakan sifat alamiahnya, karena hanya dalam Bhaktilah hubungan
antara roh dengan Tuhan diungkapkan secara sempurna. Oleh karena itu dikatakan bahwa
Bhakti merupakan jiwa kehidupan Sanatana Dharma.
Hindu seperti yang telah kita pahami sebenarnya adalah Sanatana Dharma yang
berdasarkan atas ajaran Veda. Sanatana Dharma sendiri merupakan fungsi roh yang kekal,
sehingga sesungguhnya penampakan luar atau jasmaniah tidaklah seberapa penting dalam
Hindu. Penerapan ajaran Veda atau agama Hindu dapat berkembang sesuai dengan keadaan
di tempat dia tumbuh, sekalipun prinsip-prinsip yang mendasarinya tetap sama.
Sebagai contoh seorang pemuda yang jatuh cinta dengan seorang gadis bisa saja
mengungkapkan perasaannya dengan cara yang berbeda-beda. Masing-masing orang tidaklah

DasanVR e-Books 73
GERBANG KEBENARAN Sri:

sama. Ada yang mengungkapkannya dengan memberi setangkai mawar, ada yang memberi isi
seluruh toko kembang, ada yang mengarang puisi atau menyanyikan lagu, dan sebagainya.
Ungkapan cinta juga bisa diberikan dengan mempersembahkan sesuatu yang menurut kita
paling baik dan indah. Tentu saja batasan yang terbaik dan terindah ini sangat relatif, berbeda
masing-masing bangsa, masing-masing suku, masing-masing keluarga, bahkan masing-masing
individu. Tetapi esensi dari cinta itu tetap sama. Di manapun juga cinta adalah cinta yang
sama. Inilah yang diajarkan oleh Veda. Hindu mengijinkan umatnya mengembangkan potensi
pribadinya sendiri setinggi-tingginya. Standarisasi bukan dalam hal eksternal tetapi
menyatukan pandangan secara internal atau batiniah.
Sebenarnya bukan saja Hindu di India tampak berbeda dengan di tempat lain, bahkan
tradisi Hindu di India Utara dengan Selatan saja sudah cukup berbeda. Sebagai contoh lagi
dalam sejarah kita ketahui di kala India berada dalam masa kelam di bawah penjajahan
bangsa-bangsa dan agama asing, India Selatan relatif tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi
penuh tekanan ini. Kebudayaan Veda masih tumbuh dan berkembang dalam keindahan dan
keasliannya yang sama sebagaimana beribu-ribu tahun yang lampau. Dengan adanya
perlindungan kerajaan-kerajaan dan panglima-panglima perang Hindu yang cukup kuat,
peradaban Veda yang suci tetap terjaga di India Selatan. Demikian pula hampir semua orang
suci utama di jaman Kali, jaman kita ini, yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan ajaran
Veda hingga hari ini, muncul dan hidup di India Selatan. Di antara mereka adalah para
Nayanmar Saiva, Alvar Vaishnava, dan para Acharya. Sedangkan di Utara, tradisi Hindu telah
menyesuaikan dengan pengaruh budaya bangsa lain yang pernah menjajah India dengan
penuh tekanan. Kita tidak mendapatkan bentuk pemujaan yang penuh gegap gempita dan
kemewahan seperti di Selatan. Di Utara kita bisa melihat Pura-pura Hindu yang berbentuk
Haveli, seperti rumah orang kebanyakan.

DasanVR e-Books 74
GERBANG KEBENARAN Sri:

VEDA TAMIL
enghormatan Hindu kepada kekayaan budaya asli mungkin paling tepat
ditunjukkan oleh adanya Veda Tamil di samping Veda Sanskrit. Veda Tamil atau
Divya Prabandham adalah revelasi yang disampaikan oleh para Alvar di India
Selatan. Alvar dalam bahasa Tamil berarti “mereka yang terbenam” dalam
Kesadaran Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Menurut tradisi ada 10 Alvar, yaitu Kasarayogi,
Bhutayogi, Bhranta-yogi, Bhaktisara, Satakopa, Vishnucitta, Kulasekhara, Bhakta-anghri-renu,
Munivahana, dan Kalidvamsha. Kemudian dua pribadi suci lainnya yaitu Madhurakavi dan
Andal (Godadevi) juga dimasukkan dalam kelompok para Alvar, sehingga membentuk
kelompok yang terdiri dari 12 orang suci. Mereka berasal dari berbagai kalangan, komunitas,
golongan dan kedudukan sosial dalam masyarakat. Para Alvar sangat penting bagi kita, karena
melalui merekalah Tuhan Yang Maha Esa Sriman Narayana memberikan revelasi 4000 madah
suci yang tergabung dalam kitab Nalayira Divya Prabandham. Mereka sendiri juga
menggambarkan melalui teladan kehidupannya bahwa sesungguhnya tidaklah ada keterkaitan
antara kelahiran, kasta, kekayaan dsb. ketika kita sampai pada CINTA Tuhan. Para Alvar
memberikan sumbangan yang sangat bermakna dalam membentuk wajah Hindu masa kini,
sebuah tradisi rohani berusia ribuan tahun yang bersumber pada Veda.
Para Alvar telah dipilih oleh Tuhan Sendiri sebagai sarana
untuk menyebarkan amanat yang suci, yaitu bagai-mana kita
dapat mencapai Tuhan. Kumpulan 4000 Yang Suci merupakan NAMMALVAR/
gabungan dari revelasi yang diterima oleh para Alvar dalam SATAKOPA
bentuk madah suci dan penuh oleh bhakti serta kerinduan yang
bergelora kepada Tuhan, berikut pedoman bagaimana kita
dapat menjalani hidup yang bermakna. 4000 madah suci ini
adalah Tamil Veda (Veda dalam bentuk bahasa Tamil) atau
Dravidaveda (Veda dari Negeri Selatan). Para Alvar
mengarahkan kita agar menempatkan keyakinan kita kepada
Tuhan dalam mencapai pembebasan, menggunakan waktu kita
secara bermanfaat dengan melayani para hamba-Nya dan
menikmati kemuliaan-kemuliaan-Nya yang tiada batasnya dan
mahamenyucikan.
Para Alvar, keinsafan rohani, pencerahan sempurna, dan tradisi sucinya dikodifikasikan
oleh Nathamuni, seorang suci agung yang boleh kita katakan bagaikan Maharishi Vyasadeva
bagi Veda Sanskrit. Nathamuni menyusun kebenaran sejati (tattva) yang diinsafi oleh para
Alvar, yang tentu juga sepakat dengan kebenaran sejati Veda Sanskrit, menjadi Divya
Prabandham dan mendapatkan status istimewanya sebagai Dravidaveda. Brahman bagi para
Alvar bukanlah suatu kekosongan besar yang jauh dari umat-Nya. Beliau adalah Pribadi yang
amat dekat dan karib. Dengan berbagai Wujud-Nya, Inkarnasi-Nya, dan Ciri Pribadi serta
Nama-Nya yang khas, mengalami pertukaran cintakasih yang begitu mesra bersama para

DasanVR e-Books 75
GERBANG KEBENARAN Sri:

penyembah-Nya. Tuhan adalah Junjungan, Sahabat karib, Anak kesayangan, dan Kekasih
tercinta bagi mereka. Tidak ada jarak yang memisahkan para Alvar dengan Tuhannya, Tuhan
Yang Maha Esa Penguasa Seluruh Alam Semesta, Pencipta, Pemelihara, dan Pelebur yang
tunggal. Ini merupakan ajaran utama yang terkandung dalam Divya Prabandham.
Sanskrit Veda merupakan suatu kompedium berbagai jenis ilmu pengetahuan. Tamil Veda
di sisi lain merupakan ilmu pengetahuan yang sudah berupa intisari. Tamil Veda hanyalah
mengandung informasi yang paling kita butuhkan untuk mencapai pembebasan dan tidak
membutuhkan kualifikasi awal apapun untuk dapat mempelajarinya. Siapa saja yang tertarik
dapat mulai mempelajari Tamil Veda dan segera memahami maknanya melalui seorang guru
yang ahli.
Divya Prabandham terdiri dari 4000 paasuram (bait syair) yang terbagi menjadi empat
bagian yaitu, Mudal-ayiram, Irandam-ayiram, Mundram-ayiram, dan Naangam-ayiram,
merujuk kepada empat Veda Sanskrit, Rig, Yajus, Atharva, dan Sama Veda. Berbeda dengan
Veda Sanskrit yang amat sulit dipahami tanpa bimbingan yang benar dan proses disiplin
spiritual yang ketat, Divya Prabandham lebih lugas dalam penyampaian tattvanya sehingga
lebih mudah dipahami oleh kebanyakan orang dan jarang menimbulkan kesalahan penafsiran.
Divya Prabandham juga dapat dipelajari dan dilantunkan oleh semua golongan, tidak seperti
Empat Veda Sanskrit yang secara tradisional hanya dapat didaraskan oleh Brahmana yang
telah melatih diri dalam teknik-teknik pengucapan mantra secara tepat dan benar. Melalui
Divya Prabandham ini para Alvar menarik hati seluruh lapisan masyarakat. Kata-katanya yang
dihiasi kedalaman filsafat dan perasaan, menembus batas-batas keturunan dan golongan,
mengikat semua orang dalam keimanan mereka. Para Alvar telah memahat satu warisan
rohani yang berpengaruh dalam hati banyak orang, bertahan dari generasi ke generasi. Divya
Prabandham telah membuat ilmu pengetahuan rohani dan tuntunan yang tersimpan dalam
Veda Sanskrit tersedia bagi semua orang. Sebelumnya, karena kesalahpahaman sistem kasta
yang kaku dan berbagai kepentingan, Vedadharma seakan menjadi barang mahal yang
menjadi milik segolongan orang tertentu. Tetapi dengan Divya Prabandham para Alvar
membuatnya membumi dan menjadi agama rakyat.
Tidak ada larangan apapun dalam mempelajari, melantunkan, dan memahami Tamil
Veda. Hasil dari mempelajari Tamil Veda adalah memahami hubungan yang kekal antara
Jivatma dengan Paramatma, meningkatkan cinta kepada Tuhan, dan berkembangnya
keinginan atau kesukaan dalam melayani Tuhan serta para penyembah-Nya. Ajaran Tamil
Veda sendiri juga tidaklah ketinggalan jaman. Dia dapat membantu kita dengan berbagai
macam cara dalam menjalani kehidupan ini. Bila kita sungguh tertarik untuk maju dalam
hidup rohani maka Tamil Veda akan membantu kita. Ajaran Tamil Veda akan membantu
mengubah dan mengarahkan hati kita, membawa kita ke jalan yang benar. Sesungguhnya
siapapun yang membenamkan dirinya dalam amanat suci Tamil Veda akan dapat
menyerahkan diri sesuai kehendak Tuhan dan tidak akan berbuat yang melenceng dari jalan-
Nya. Vaishnavisme Tamil merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perkembangan
agama Hindu di India dan dunia. Tamil Veda adalah salah satu kekayaan kesusasteraan suci
Hindu yang tiada bandingannya.

DasanVR e-Books 76
GERBANG KEBENARAN Sri:

HINDU DAN BUDAYA TIONGHOA


ada umumnya kita berpikir bahwa budaya
dan agama India mempengaruhi Cina
hanyalah melalui Buddhisme, namun
sesungguhnya hubungan ini sudah ada sejak
jaman Veda ribuan tahun yang lalu. Mahabharata yang
mengisahkan sejarah India diperkirakan tidak lebih muda
dari 3000 b.c.e. mencatat bahwa utusan dari Cina juga
hadir membawa hadiah bagi Pandava dalam upacara
Rajasuya-yajna. Bahkan ketika Bharatayudha pasukan
Cina yang berkulit langsat turut serta berperang di bawah
pimpinan Maharaja Bhagadatta dari Pragjyotisapuram,
bersama pasukan bangsa Kirata (bangsa di daerah
Himalaya seperti Tibet, Nepal, dll.).
Tradisi delapan belas siddha-yogi di India Selatan menyatakan bahwa salah satu siddha
yang bernama Kalangi-natha berasal dari Cina dan mencapai kesempurnaan di India Selatan.
Beliau mempelajari ilmu pengetahuan kesempurnaan yoga dalam garis parampara para siddha
yang dipimpin oleh Maharishi Agastya, Sang Adi-Siddha. Setelah mencapai kesempurnaan
dikatakan bahwa Rishi Kalangi-natha kembali lagi ke Cina. Ketika Rishi Kalangi-natha bersiap
memasuki mahasamadhi kekekalan, beliau meminta muridnya yang berasal dari India Selatan
bernama Rishi Bhoga-natha, untuk lanjut mengajarkan pengetahuan ini di Cina. Rishi Bhoga-
natha menceritakan perjalanannya ke Cina dalam kitab Bhoga-Saptakanda. Beliau ke sana
dengan mengendarai sebuah vimana (pesawat udara) dan memperoleh beberapa murid yang
kemudian diajarinya ilmu pengetahuan para siddha. Perjalanan ini terjadi kira-kira sekitar
tahun 500 b.c.e.
Rishi Bhoga-natha menciptakan tubuh yang sesuai
untuk mengajar di Cina dengan siddhi yang disebut
parakaya-pravesha. Tubuh ini kemudian dikenal dengan
nama Bo Yang. Di Cina, Bhoga-natha mengajarkan
konsep kekuatan yang saling menyerasikan antara Siva-
Sakti, konsep yang telah diajarkan oleh Adi-siddha
Maharishi Agastya beribu-ribu tahun sebelumnya.
Beliau membawa ajaran Yoga dan Tantra serta melatih
beberapa murid Tionghoanya dalam ilmu pengetahuan
siddha-yoga ini. Bhoga-natha juga dikatakan mengajarkan
ilmu kimia dan pengobatan siddha kepada bangsa
Tionghoa. Beliau juga mengetahui rahasia pembuatan
Ramuan kaya-kalpam, yang berasal dari Maharishi
Agastya. Beliau membentuknya menjadi tablet yang
BHOGA-NATHA
DasanVR e-Books 77
GERBANG KEBENARAN Sri:

dapat memberikan kekuatan hidup dan tubuh tak terhancurkan. Oleh orang-orang di Cina
disebut pil dewa.
Bhoga-rishi kemudian kembali ke India bersama beberapa murid terdekatnya. Salah satu
muridnya adalah orang Tionghoa bernama Yu. Yu diberi pil dewa oleh Bo Yang dan berhasil
mencapai siddhi kekekalan. Oleh Bhoga-natha, Yu diberi nama Pullipanni, karena dia pergi
dengan mengendarai seekor harimau (pulli). Siddha Pullipanilah yang kemudian menuliskan
Bhoga Saptakanda yang sampai kini masih diwarisi di India Selatan. Kita mengetahui kisah
Rishi Bhoga-natha berkat tulisan dari Pullipani ini.
Sekembalinya di India, Bhoga-natha kemudian menghadiri pertemuan para siddha yang
dipimpin oleh Adi-siddha kekal Agastya. Mereka memutuskan untuk menetapkan bhakti-yoga
sebagai jalan pembebasan di jaman Kali. Bhoga-natha kemudian diperintahkan untuk
membuat Arca Muruga (Kumara atau Subrahmanya) sebagai Istadevata para siddha dan
menyusun aturan-aturan pemujaan-Nya. Bhoga-natha membentuk Arca ini dari Nava-pashana
(sembilan racun) dengan aturan tertentu sehingga mengeras seperti batu. Bahan-bahan abhiseka
yang disiramkan ke Arca ini kemudian dapat menjadi obat yang digunakan untuk mengobati
segala penyakit. Hyang Muruga lalu memanifestasikan Diri-Nya sebagai Bhagavan
Dandayudhapani-svami dalam rupa arca ini, yang kemudian distanakan di bukit suci Palani,
India Selatan. Palani menjadi salah satu dari araipadaveedu, yaitu enam tempat perziarahan suci
bagi para pemuja Hyang Muruga dan mereka yang mengikuti ajaran parampara para siddha
India Selatan. Rishi Bhoga-natha sendiri kemudian memasuki mahasamadhi dan menghilang di
bawah Arca Dandayudhapani.
Bersamaan dengan kehadiran Bhoga-natha di Cina, Lao Tsu juga mengajarkan Taoisme
(abad ke-5 b.c.e.). Lao Tsu mengajarkan konsep Yin-Yang untuk pertama kalinya di Cina.
Konsep ini serupa dengan ajaran mengenai Siva-Sakti dari tradisi para siddha Veda. Sebelum
Lao Tsu tidak ada naskah Cina yang membahas konsep ini, sehingga boleh dikatakan Lao Tsu
lah yang memberikan pengetahuan ini bagi bangsa Tionghoa. Lao Tsu merupakan pendiri
agama Tao yang mirip dengan ajaran Dharma Veda. Dalam Taoisme juga diajarkan metode-
metode yoga sadhana dan tantra seperti asana dan mudra. Lao Tsu sendiri kemudian dipuja
sebagai seorang yang mencapai kesempurnaan (siddha), dikenal sebagai Mahadewa Tay Shang
Lao Chun. Mahadewa Tay Shang diyakini pula memiliki kemampuan membuat pil dewa.
Taoisme dan kemudian Buddhisme serta Konfucianisme (Kong Hu Cu) membentuk
hampir keseluruhan tradisi keagamaan dan keyakinan bangsa Tionghoa. Tao secara jelas masih
menunjukkan adanya kesamaan dengan ajaran Veda. Bukan tidak mungkin Rishi Bhoga-natha,
Bo Yang, dan Lao Tsu adalah pribadi yang sama. Website Pura Agung Palani memuat cerita
Bhoga-natha di Cina ini dan menyamakannya dengan Lao Tsu. Lao Tsu dikatakan menuliskan
kitab Tao Te Jing sebelum beliau naik ke alam dewa. Informasi serupa juga kita dapatkan
dalam Bhoga Saptakanda, yang mengatakan bahwa Bhoga-natha memberikan peninggalan
kitab kepada bangsa Tionghoa sebelum beliau kembali ke India selain juga mengajarkan teknik
membuat kapal uap. Legenda Lao Tsu di Cina juga menyatakan bahwa beliau pergi ke Barat
(India) mengendarai seekor kerbau hijau, menghilang, dan tak pernah kembali lagi.

DasanVR e-Books 78
GERBANG KEBENARAN Sri:

Kepercayaan kuno bangsa Tionghoa sebelum munculnya Taoisme yaitu pemujaan kepada
Shang Ti, Tuhan Tertinggi, juga menunjukkan ciri-ciri Vedik. Banyak usaha-usaha misionaris
yang mengidentikkan pemujaan Shang Ti dengan Yahwe Yahudi. Tetapi bahkan pemujaan
Yahwe Yahudi sekalipun, juga hanyalah mencontoh ritual pemujaan yang sudah ada dalam
Veda ribuan tahun sebelum bermulanya agama Yahudi. Sampai saat inipun, ketika pemujaan
Shang Ti telah disederhanakan sebagai altar Thian (Thian Tie Kong) di tempat-tempat
sembahyang bercorak Tionghoa, tetap saja masih menunjukkan ciri Vediknya. Paling tidak
pemujaan ini sama sekali tidak bertentangan dengan Veda dan Hindu masa kini.
Inti keyakinan religius bangsa Tionghoa bahkan sampai ritual eksternalnya, masih
menyisakan jejak ajaran Veda yang jelas. Penghormatan dalam agama tradisional Tionghoa
kepada orang-orang berjasa yang kemudian didewakan, seperti Dewa Kwan Kong, para siddha-
yogi, seperti Mahadewa Tay Shang Lao Chun, para roh duniawi yang menjadi penguasa daerah
(vastu-devata atau grama-devata), seperti Dewa Tanah Tu Ti Pa Kung, sampai saat ini masih
ditemukan kesejajarannya dengan tradisi keagamaan Hindu di India maupun di tempat
lainnya.
Kita meyakini bahwa seluruh dunia pada masa lalu merupakan satu kesatuan dalam
peradaban Veda. Veda diajarkan ke mana-mana termasuk ke Cina. Ini juga bukanlah peristiwa
yang terjadi baru-baru saja. Hubungan Tiongkok dan India sudah berlangsung lebih dari
10.000 tahun. Bukan hal yang mengherankan bila Veda dalam bentuknya yang khas sudah
melebur dalam jiwa bangsa Tionghoa. Kita melihat saudara-saudara Tionghoa kembali
menjadi Hindu merupa-kan suatu penegasan akan kembalinya mereka ke pangkuan nenek
moyang sendiri. Tidak ada salahnya seorang anak yang dahulu merantau, ingat rumah, tidak
bisa melupakan rumah, dan kembali ke rumah.
Agama Hindu dan kepercayaan tradisional Tionghoa terutama Taoisme sama-sama
meyakini adanya alam-alam kehidupan dan berbagai kelompok makhluk-makhluk hidup yang
tersebar di seluruh alam semesta ini. Beberapa tinggal di alam yang secara spiritual berada di
atas bumi ini dan beberapa tinggal di bawah bumi. Makhluk-makhluk ini ada yang tergolong
mampu memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi manusia, ada pula yang dapat
mengganggu kehidupan manusia. Beberapa ritual dan ajaran dalam Veda dan juga dalam
Taoisme memungkinkan manusia berhubungan dengan makhluk-makhluk dari alam
kehidupan yang berbeda, untuk mengusahakan keselarasan semesta yang pada akhirnya juga
dapat memberikan kesejahteraan bagi manusia. Salah satu golongan makhluk hidup yang
dapat memberikan kebaikan pada kehidupan manusia adalah para pitri, yaitu termasuk di
dalamnya adalah para leluhur kuno umat manusia sampai anggota keluarga kita yang telah
meninggal. Di antara para pitri ini juga tidaklah sama. Ada berbagai tingkatan dengan
kemampuan spiritual yang berbeda, asal yang berbeda, dan masing-masing juga memiliki
kedekatan yang berbeda dengan manusia yang hidup di bumi. Dalam tradisi Hindu dikenal
beberapa kelompok pitri seperti Agnisvatta (pitri dari para deva), Barhisad (pitri dari para
asura), Vairaja (pitri dari para pertapa), Somapa (pitri dari para brahmana), Havismat (pitri dari
ksatriya), Ajyapa (pitri dari vaisya), Sukalin (pitri dari sudra), Vyama (pitri dari luar empat
varna), dan sebagainya. Para pitri ini mencapai kedudukannya bukan saja berdasarkan garis

DasanVR e-Books 79
GERBANG KEBENARAN Sri:

keluarga saat dia masih hidup sebagai manusia, tetapi juga disiplin rohani dan dharma yang
dilaksanakannya. Mereka yang hidup di alam para leluhur atau Pitriloka, dan alam cahaya
atau Devaloka, dapat dihubungi oleh manusia di bumi dengan metode tertentu. Leluhur yang
didewakan ini tentu lebih mudah dihubungi karena ikatannya dengan yang hidup lebih dekat.
Inilah yang membentuk pemujaan pitri dalam Veda, yang mungkin juga mempengaruhi
kepercayaan tradisional Tionghoa. Kami pernah membaca bahwa para dewa Tionghoa banyak
merupakan para leluhur yang semasa hidupnya melakukan disiplin spiritual tertentu,
melaksanakan perbuatan bajik dan kepahlawanan dalam masyarakat dan berhasil mencapai
tingkatan spiritual yang spesial, sehingga sekalipun tidak hidup di bumi lagi tetapi masih terus
dapat membantu manusia dalam menjalani kehidupannya. Kita bisa sisihkan keyakinan akan
kemampuan mereka membantu kita, tetapi kita tidak boleh menyangkal perbuatan-perbuatan
bajik mereka dan teladan yang mereka berikan dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk ini
kita wajib menghormati dan memuliakan para leluhur kita. Kepercayaan tradisional yang
berkembang di India, Asia Tenggara, dan Cina (mungkin juga di bagian dunia lainnya)
mengusahakan agar hubungan baik dengan para pitri ini masih tetap terjaga.

HINDU HYANG MURUGA TIONGHOA

Sejauh pengamatan kita, semua unsur-unsur ini dihadirkan dalam persembahyangan


warga Tionghoa. Konsep pemujaan dan persembahan kepada leluhur dalam Veda tampaknya
masih dilaksanakan oleh warga Tionghoa yang tetap setia pada kepercayaan leluhurnya,
sekalipun mungkin maknanya sudah terlupakan dan hubungannya dengan Veda sudah tidak
diketahui lagi. Bagi saudara-saudara Tionghoa kita yang kembali memeluk Hindu sebagai akar
keyakinan para leluhurnya, maka sudah selayaknya mendapatkan kembali akses ke dalam
Vedasastram. Kebijaksanaan Veda akan kembali memperjelas makna terdalam dari ritual-ritual
yang selama ini hanya dianggap sebagai warisan budaya belaka. Sebuah aktivitas fisik tanpa
makna akan sangat mudah ditinggalkan oleh siapa saja. Tanpa mengetahui makna, kita tidak
dapat menghargai kemampuan para leluhur Tionghoa dahulu mengemas ajaran Veda dengan
keindahan budaya lokalnya. Kini dengan mata pengetahuan Veda diharapkan para generasi
muda Hindu Tionghoa dapat melihat kebenaran tersembunyi dalam “bahasa ritual-ritual
budaya” yang diwariskan oleh para leluhurnya. Bahkan sepertinya makna inipun dapat
menjelaskan berbagai bentuk pitri-puja yang sampai saat ini masih ada dalam banyak
kebudayaan di Indonesia dan di dunia.

DasanVR e-Books 80
GERBANG KEBENARAN Sri:

HINDU DAN KEHIDUPAN MANUSIA DI DUNIA


ujuan hidup ini adalah melatih diri secara bertahap dalam rangka menuju kepada
kesempurnaan rohani tertinggi. Seluruh hidup manusia sesungguhnya adalah
rangkaian sebuah ritual dan upacara penyucian. Dalam setiap fase evolusi fisik
kehidupan haruslah disucikan demi pelayanan kepada Tuhan. Para rishi pada
masa lampau menyusun berbagai ritual penyucian demi membangun masyarakat manusia
yang memiliki nilai-nilai budaya tinggi dan sepenuhnya sadar akan tujuan-tujuan rohaninya.
Ritual atau upacara-upacara ini dalam Hindu disebut samskara. Melalui pelaksanaan samskara-
samskara ini pikiran dibangkitkan menuju Tujuan Akhir yaitu pencerahan sempurna dan
berakhirnya siklus kelahiran–kematian yang berulang-ulang. Bagi umat Hindu samskara
merupakan pengalaman spiritual yang hidup. Melalui samskara-samskara dalam berbagai fase
kehidupan manusia maka tubuh jasmani ini, yang merupakan Pura tempat bersemayamnya
Tuhan, menjadi disucikan dan dibuat agar pantas dalam pelayanan kepada Tuhan. Samskara
dimaksudkan untuk menempa kepribadian seseorang sehingga ia dapat menjadi anggota
masyarakat yang ideal dan seorang yang mendapatkan pencerahan rohani. Dua samskara
terpenting dalam Hindu adalah Inisiasi (Samasrayana/ diksha) dan pernikahan (Vivaha-samskara).

UPANAYANA

Menurut Veda secara ideal hidup manusia terdiri dari empat tahapan yang disebut
Ashrama. Awalnya adalah brahmacharya, tahap hidup menuntut ilmu yang ditandai dengan
upanayana-samskara. Kemudian diikuti oleh grhastha, membangun rumah tangga yang ditandai
dengan Vivaha-samskara, sampai kemudian pengunduran diri (vanaprastha) dan pelepasan
ikatan (sannyasa). Vivaha yang diterjemahkan sebagai pernikahan sebenarnya berarti
“menerima beban” (tugas). Vivaha menandai masuknya seorang Hindu menjadi perumah

DasanVR e-Books 81
GERBANG KEBENARAN Sri:

tangga yang memiliki kewajiban memelihara dan melaksanakan dharma yang telah
dipelajarinya selama hidup sebagai
brahmacari.
Para perumah tangga adalah Pernikahan Minakshi-Sundareshwara (Uma-
unsur yang paling penting dalam Maheshwara), disaksikan oleh Sri Vishnu
masyarakat Veda karena mereka
membangun dasar dari seluruh
masyarakat. Adalah para grhastha
yang menjalankan fungsi mengatur
sumber daya dalam masyarakat
demi memberikan kesejahteraan
kepada sesama dan lingkungan.
Grhastha juga berperan dalam
menjaga berlangsungnya hubungan
antara Tuhan dengan ciptaan-Nya
melalui kesinambungan pelaksanaan
yajna. Dengan demikian grhastha
menjalankan fungsi Mahavishnu
dalam kehidupan duniawi. Pada
upacara suci pernikahan atau Vivaha-
samskara, mempelai pria Hindu
diperlakukan sebagai representasi
Mahavishnu dan mempelai
perempuan sebagai Mahalaksmi.
Upacara pernikahan Hindu memiliki makna yang mendalam dan merupakan perpaduan
simbolis dari ritual dan tradisi. Bentuk upacara pernikahan yang saat ini masih dilaksanakan
menurut tradisi Veda di India paling tidak sudah berusia 4000 tahun. Setiap bagian dalam
upacara ini memiliki makna simbolik, filosofis, dan spiritual. Pernikahan bukan saja
menyatukan jiwa kedua mempelai, tetapi juga menciptakan ikatan yang kuat antara dua
keluarga (gotra). Penekanan pernikahan dan hidup berumah tangga dalam Veda (Hindu)
adalah pelaksanaan kewajiban memelihara Veda-dharma. Para perumah tangga memiliki
dharma untuk memperoleh kekayaan secara legal untuk dinikmati olehnya sendiri beserta
keluarga (bidang sosial-ekonomi), untuk melaksanakan ajaran dharma dan untuk menyokong
kehidupan para siswa (bidang pendidikan), para vanaprasthin serta sannyasi (bidang spiritual).
Jadi upacara pernikahan atau Vivaha merupakan upacara yang sangat suci untuk
mempersatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan sepanjang hidup berumah
tangganya agar dapat bahu-membahu menjalankan dharma. Vivaha merupakan komitmen
sepanjang hidup. Dia merupakan pengikat yang terkuat dalam hubungan antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan, disaksikan oleh Tuhan, para deva, leluhur, orangtua, keluarga
besar, kawan-kawan dan seluruh dunia. Ini sesungguhnya adalah komitmen yang tak
terbatalkan untuk seumur hidup.

DasanVR e-Books 82
GERBANG KEBENARAN Sri:

Bagi seorang Hindu, pernikahan yang suci adalah satu-satunya cara untuk melanjutkan
garis keluarga, dan dengan demikian juga membayar utang budinya kepada para leluhur (pitri-
rna). Dalam Hindu pernikahan adalah untuk pertumbuhan spiritual dan suatu cara
mempelajari berbagai hal dalam kehidupan melalui pengalaman. Dengan kata lain pernikahan
dalam Hindu merupakan cara sempurna untuk mengikuti jalannya hukum suci Sang Pencipta
(rta).
Pada upacara pernikahan Veda yang terutama dilakukan dalam Hindu tradisional India,
bagian terpenting disebut Saptapadi (Tujuh Langkah). Saptapadi adalah tujuh kali berjalan
mengitari api suci yajna searah putaran jarum jam sambil mengucapkan tujuh sumpah
pernikahan. Putaran dimulai dari arah bintang kutub (Dhruvaloka) sebagai lambang
keteguhan, karena Dhruva merupakan bintang di alam semesta ini yang tidak pernah berubah
posisinya. Empat putaran pertama, mempelai laki-laki membimbing mempelai perempuan,
sedangkan tiga putaran berikut dilaksanakan sebaliknya. Sejak saat ini dan untuk selama-
lamanya kedua mempelai sah menjadi suami istri dan istri harus dihormati oleh seluruh
anggota keluarga lain sebagai Grahalaksmi (Dewi Keberuntungan dalam rumah tangga).
Tujuh langkah ini adalah untuk mengikrarkan sumpah suci pernikahan. Dengan
dibimbing mantra pendeta, kedua mempelai mengucapkan ikrar secara berbalasan dimulai
oleh mempelai laki-laki. “Kekasihku, cinta kita diperkuat dengan engkau berjalan satu putaran
bersamaku. Engkau akan menyajikan makanan padaku dan kita akan saling membantu dalam
segala hal. Aku akan selalu mengasihi dan memberi kesejahteraan serta kebahagiaan bagi
dirimu dan anak-anak kita |Aku menyerahkan diriku dengan rendah hati kepadamu, supaya
engkau memberiku tanggung jawab atas rumah, pangan, dan urusan rumah tangga. Aku
berjanji padamu akan melaksanakan semua kewajibanku sebagai istri demi kebaha-giaan
semua anggota keluarga kita dan anak-anak.”
“Kekasihku, kini engkau telah berjalan dua putaran bersamaku. Penuhilah hatiku dengan
kekuatan dan semangat. Bersama kita akan melindungi rumah tangga dan anak-anak
kita|Sayangku, dalam dukamu aku akan mengisi hatimu dengan semangat dan kekuatan.
Dalam bahagiamu aku turut bersukacita dan aku berjanji padamu akan selalu memuaskan-mu
dengan kata-kata yang manis dan merawat keluarga serta anak-anak kita. Sebaliknya engkau
hanyalah mencintai diriku saja sebagai satu-satunya istrimu.”
“Kekasihku, kini engkau berjalan tiga putaran bersama-ku. Dengan kekuatan sumpah suci
kita, kekayaan dan kemakmuran kita akan terus berkembang. Engkau akan menjadi satu-
satunya perempuan yang kucintai dan kuhormati sebagai istriku. Bersama kita akan mendidik
anak-anak kita dan semoga mereka berumur panjang|Sayangku, aku akan mengabdi dan
mencintaimu sepenuhnya sebagai suamiku. Aku akan memperlakukan semua laki-laki berada
setelah dirimu. Aku akan mengabdi padamu sebagai istri yang setia dan engkaulah yang
menjadi sumber bahagiaku. Inilah janjiku padamu.”
“Kekasihku, adalah berkat terbesar bagiku dapat menjalani empat putaran bersamamu.
Engkau membawa kemujuran dan kesucian dalam hidupku. Semoga kita dianugerahi anak-
anak yang patuh dan mulia. Semoga mereka panjang umur| Sayangku, aku akan

DasanVR e-Books 83
GERBANG KEBENARAN Sri:

menghiasimu dari ujung kaki sampai ujung rambut dengan kebahagiaan. Aku akan selalu
memuaskanmu dengan segala kemampuanku.”
“Kekasihku, kini engkau berjalan lima putaran bersamaku. Aku mengetahui bahwa
seorang istri adalah sahabat yang terbaik dan yang selalu mengharapkan kesejahteraan
bersama. Engkau telah memperkaya hidupku. Semoga Tuhan senantiasa memberkatimu.
Semoga semua yang kita kasihi berumur panjang dan berbagi kemakmuran bersama kita|
Sayangku, aku akan selalu bersamamu dalam suka maupun duka. Cintamu akan
menjadikanku mempercayaimu dan menghormatimu. Aku akan berusaha mengabulkan
semua harapanmu.”
“Grahalaksmiku, engkau penuhi hatiku dengan kebahagiaan dalam menjalani enam
putaran bersamamu. Semoga engkau berbahagia dan merasa damai selama-lamanya|Pati-
parameshwara-ku, dalam semua tindakan yang berada di jalur kebenaran, dalam semua
bentuk kenikmatan dan juga karya-karya rohani, aku akan selalu mendampingimu.”
“Kekasihku, begitu kita menjalani tujuh putaran ini bersama, cinta dan persahabatan kita
akan semakin kekal dan semakin kekal. Kita telah dipersatukan dalam Tuhan. Kini engkau
sepenuhnya menjadi milikku dan aku juga mempersembahkan hidupku kepadamu. Semoga
pernikahan kita ini abadi selama-lamanya|Sayangku, demi Tuhan dan Pustaka Suci, aku kini
telah menjadi belahan jiwamu. Sumpah apapun yang telah kita ucapkan, telah diucapkan
dengan pikiran yang suci. Kita akan selalu jujur dalam segala hal. Kita akan saling mencintai
dan menghormati untuk selama-lamanya.”
Seluruh makna pernikahan yang suci dalam Hindu, digambarkan oleh tujuh pernyataan
ikrar ini. Setiap keluarga Hindu, sekalipun mungkin tidak mengikuti tradisi Veda di India dan
mungkin saja tidak melaksanakan Saptapadi dalam upacara pernikahannya bukanlah suatu
masalah. Tetapi mereka tentu harus menghayati dan mengamalkan makna ikrar suci ini,
supaya dapat membangun keluarga yang ideal, sesuai dengan nilai-nilai Veda-dharma.

DasanVR e-Books 84
GERBANG KEBENARAN Sri:

PEREMPUAN
ebuah pembahasan mengenai ajaran dalam
Hindu tidak akan sempurna tanpa membahas
kedudukan wanita dalam masyarakatnya.
Bahkan mereka yang “terlahir” dalam
Sampradayam, tak jarang sangatlah sedikit mendapat
informasi mengenai apa yang disampaikan oleh sastra suci
mengenai perempuan. Setiap orang yang telah
berpengalaman tinggal beberapa saat di India Selatan akan
dapat melihat betapa lebih besarnya kebebasan yang
diberikan kepada kaum perempuan Selatan dibandingkan
saudari-saudarinya di bagian Utara. Satu-satunya alasan
sederhana yang menjelaskan perbedaan ini adalah karena
di Utara, Muslim telah berkuasa selama lebih dari 6 abad
sehingga mau tidak mau, cara atau budaya yang
berkembang dalam masyarakat mereka mengenai
kedudukan seorang perempuan di mata kaum laki-laki, juga mempengaruhi masyarakat
Hindu di sana. Namun di bagian Selatan, agama Hindu masih tidak tersentuh oleh sikap-sikap
mereka yang tidak sejalan dengan ajaran Dharma yang kita anut ini.
Utamanya sebagaimana kita ketahui dalam masyarakat Srivaishnava, kaum perempuan
menikmati kebebasan yang luas. Mereka bertanggung jawab atas jalannya kehidupan rumah
tangga dan dengan demikan juga meluas pada masyarakat secara umum. Kaum perempuan
tidak dipaksakan untuk mengikuti atau melaksanakan ritual-ritual selain membantu suaminya
menjalankan kewajiban keagamaan mereka sehari-hari. Perempuan juga berhak menerima
inisiasi (diksha) Pancha-samskara, walaupun biasanya dilakukan bersamaan dengan suaminya
atau sesaat sebelum melangsungkan pernikahan, namun selalu tersedia kesempatan serta
dukungan untuk menerimanya langsung seorang diri! Potensi mereka dikembangkan seluas-
luasnya dengan selalu menyemangatkan dan menyediakan fasilitas bagi mereka untuk
membaca, mempelajari, dan melantunkan berbagai paasuram Divya-prabandha (mantra-
mantra Veda Tamil yang memiliki peranan vital dalam masyarakat Srivaishnava). Para wanita
juga selalu melaksanakan japa Mantra Tiga Rahasia Agung yang tersuci (Rahasyatraya).
Penghormatan yang besar juga diberikan sebagaimana ditunjukkan oleh mantra-mantra
terpilih dari Sri Lakshmi Tantra berikut (Adhyaya 43: 61-72) mengenai perempuan dan
kedudukan mereka dalam Tradisi Pancaratra. Sejauh mana pernyataan-pernyataan sastra suci
ini diwujudkan dan diterapkan dalam masyarakat Hindu saat ini, hendaknya selalu menjadi
perhatian bagi kita bersama secara serius.
Sang Ibunda Semesta bersabda kepada Indra, raja para deva, “Seorang pria hanyalah bisa
dikatakan punyam (memiliki kebajikan rohani) apabila dia bebas dari segala kegiatan berdosa,
secara teguh berpegang pada ajaran-ajaran Pustaka Suci, melaksanakan perbuatan yang tidak

DasanVR e-Books 85
GERBANG KEBENARAN Sri:

dikutuk oleh kaum wanita dan yang dapat menyenangkan hati mereka. Seorang yogi tidak
boleh berbuat kesalahan kepada perempuan, baik dalam pikiran, melalui ucapan, maupun
perbuatannya. Di manapun Aku berada, segala kesejatian (tattva) ada di sana. Di manapun
Aku hadir, maka semua deva juga bersemayam di sana. Di manapun ada Aku, segala
kebajikan ada di sana. Di manapun Aku bersemayam maka Krishna juga akan bertahta di
tempat itu. Akulah prinsip kewanitaan yang meresapi segala-galanya di alam semesta ini dan
yang bersemayam dalam diri setiap perempuan.
Dia yang bersalah pada kaum wanita, bersalah kepada-Ku, Lakshmi Sendiri, dan siapapun
yang berdosa di hadapan Lakshmi, telah berdosa kepada seluruh alam semesta. Dia yang
memiliki maksud-maksud jahat dan tidak terpuji kepada perempuan, sudah bersikap
menghina dan merendahkan Aku Sendiri. Maka siapapun yang bermaksud jahat kepada-Ku,
dia juga sudah berbuat kejahatan kepada seluruh alam semesta. Mereka yang Kukasihi adalah
yang hatinya bergembira ketika melihat kaum wanita bagaikan kegembiraan melihat indahnya
cahaya rembulan, yang tidak pernah pula memendam maupun mengembangkan pemikiran-
pemikiran atau prasangka jahat terhadap mereka. Sebagaimana tidaklah ada noda dosa pada
Narayana maupun pada Diri-Ku, wahai engkau Indra, tidak pula pada seekor sapi, seorang
brahmana dan seorang yang terpelajar dalam Vedanta. Maka tidaklah ada kekotoran atau
kesialan yang ada pada kaum perempuan. Inilah yang hendaknya engkau ketahui wahai Indra!
Bagaikan Ganga, Sarasvati, dan juga Aruna, bebas dari segala ketidaksucian dan kejahatan,
maka demikianlah halnya semua wanita harus dimuliakan sebagai yang tak ternoda.
Ketahuilah bahwa sejatinya Aku, Sang Ibunda bagi ketiga dunia, adalah dasar dari sifat
kewanitaan, dan telah membuat kekuatan-Ku terwujud dalam diri kaum perempuan. Dengan
demikian seorang wanita juga adalah ibu bagi ketiga alam, seorang dewi yang dipenuhi segala
kelimpahan. Setelah memahami wanita adalah
perwujudan-Ku secara langsung, bagaimana
mungkin seorang yogi dapat menghindari
penghormatan kepada mereka? Seseorang
tidak boleh menyakiti wanita, bahkan tidak
boleh berpikir sekalipun untuk menyakiti
wanita. Seorang yogi yang sungguh-sungguh
ingin mencapai kesempurnaan yoga, harus
selalu berusaha bertindak di jalan yang direstui
kaum perempuan. Dia harus memandang
semua wanita sebagai ibunya, sebagai sang
dewi, sebagai Diri-Ku Sendiri!”
Hindu berbeda dengan agama-agama
Abrahamik yang cenderung menempatkan
Tuhan sebagai pribadi maskulin dan
paternalistik yang tidak memberikan tempat
vital bagi perempuan. Kita bisa lihat dalam
sejarah, bagaimana para pengikut tuhan

DasanVR e-Books 86
GERBANG KEBENARAN Sri:

maskulin ini memusnahkan pemujaan kepada Dewi, divinitas feminin, dan menganggap
mereka yang memujanya sebagai kafir. Hindu menginsafi Tuhan sebagai Kesempurnaan Yang
Mahalengkap. Impersonal juga Personal. Tidak laki-laki, tidak perempuan, namun sekaligus
juga adalah Prinsip Kelaki-lakian Tertinggi (sebagaimana Narayana bagi Vaishnava dan Siva
bagi Saiva, yang disimbulkan dengan Lingam) dan Sang Ibunda Tertinggi, Perempuan Yang
Paling Awal (Sri atau Mahalaksmi bagi Vaishnava dan Shakti bagi Saiva, yang disimbulkan
dengan Yoni).
Sri Laksmi Tantram merupakan salah satu
kitab Pancaratra-agama yang digunakan oleh
golongan Vaishnava. Sebagaimana namanya,
kitab ini memuliakan Mahalaksmi sebagai
bagian tak terpisahkan dari Narayana, Tuhan
Tertinggi dalam Vaishnavisme. Selain
merupakan Kebenaran Mutlak Tertinggi dalam
Pribadi Pasangan Rohani Yang Mahalengkap, Sri
Sri Laksmi Narayana dalam teologi Vaishnava,
maka Mahalaksmi juga dipandang sebagai
Tuhan dalam sisi feminin-Nya atau “Tuhan
Perempuan”. Konsep Ketuhanan semacam ini
hampir tidak ada di luar agama Veda.
Sri Laksmi Tantram diturunkan oleh Sang
Ibunda Tertinggi secara langsung kepada Indra,
Raja Para Deva, istimewanya juga
mengungkapkan makna rahasia yang
terkandung dalam mantra-mantra Veda utama
seperti Purusha-suktam dan Sri-suktam (pada
Adhyaya ke-50 dari total 57 Adhyaya-nya). Keistimewaan lainnya adalah Sri Laksmi Tantram
“terungkapkan pada dunia” berkat keinsafan atau pencerahan yang dicapai oleh seorang
perempuan juga yaitu Anusuya, istri dari Maharishi Atri. Jadi Laksmi Tantram adalah literatur
Pancaratra-agama yang unik, karena memuliakan “Tuhan Perempuan”, Sri Mahalaksmi,
diungkapkan oleh Sri Mahalaksmi Sendiri, dan kemudian hadir di dunia ini berkat seorang
perempuan.
Pada Sri Laksmi Tantram Adhyaya 1, mantra 3-6 terlebih dahulu mengungkapkan
kemuliaan Atri sebagai salah satu Rishi dalam Veda. Pravara atau “keturunan rohani” Atri
disebut Aatreya. Beberapa yang paling termashyur dalam Pravara ini adalah Sutrakara
Bhaudhayana, Katyayana, Apasthambha, dan Laukakshi. Secara umum ada 407 Rishi yang
“melihat” Rig-veda mantram (mantra-drishta). Maharishi Atri dan Pravara-nya (Aatreya)
terutama mengungkapkan Mandala ke-5. Maharishi Atri dijelaskan sebagai seorang yang telah
menaklukkan semua dorongan indera jasmaninya secara sempurna, sang bijak yang
merupakan Parama-yogi menguasai keseluruhan 14 bagian Yoga-sastram (Yoga-sutra Patanjali
Adhyaya ke-2 yang disebut Sadhana-pada membahas 11 dari 14 bagian ini). Beliau juga

DasanVR e-Books 87
GERBANG KEBENARAN Sri:

termashyur tak pernah goyah dalam usahanya menyerap Pengetahuan Sejati (Brahma-jnanam).
Atri telah memusnahkan seorang Asura bernama Svarbhanu yang dengan kekuatan jahatnya
ingin mengacau alam semesta dengan menghancurkan matahari. Beliau melakukan itu hanya
dengan kekuatan pikirannya saja yang berada dalam kesempurnaan tapa. Sekalipun beliau
seorang Grihastha (orang berkeluarga), namun beliau tidak terpengaruh Triguna, yaitu
kebaikan relatif, nafsu, dan kebodohan atau kegelapan batin (sehingga diberi nama Atri). Sang
Maharishi telah melampaui ketiga keberhasilan dalam hidup (Dharma, Artha, dan Kama),
telah mencapai Moksha dan adalah seorang Rishi yang kekal abadi. Demikianlah keagungan
dan pencapaian spiritual Maharishi Atri, sehingga sungguh konyol jika kita
memperbandingkan para Rishi Veda seperti Atri dengan para nabi dalam agama lain, apalagi
menganggapnya sama dengan manusia biasa seperti kita. Oleh pengaruh cara berpikir empiris
orang Barat, banyak orang beranggapan bahwa bagian Veda tertentu, misalnya Smriti, bisa saja
salah karena disusun berdasarkan ingatan para Rishi, bukan revelasi langsung. Sekalipun
Smriti-sastra mungkin hasil ingatan para Rishi, tetapi kesalahan macam apa yang bisa dibuat
oleh seseorang yang mampu memusnahkan seorang Asura hanya dengan kekuatan pikirannya
saja?
Setelah memuliakan Atri, mantra 7-9 menggambarkan keagungan Dharmapatni-nya, sang
istri Anusuya. Anusuya adalah sesempurnanya seorang perempuan yang terbaik sebagai istri.
Yang tertinggi di antara Pati-vrata (sang istri setia maha-utama). Yang telah mendapatkan
kedudukan sebagai Ibunda dari Tiga Devata (Brahma, Vishnu, dan Siva dahulu menguji
kesetiaan Anusuya dengan menyamar sebagai tiga orang brahmana muda yang meminta
makanan namun harus disajikan oleh Anusuya tanpa busana. Permintaan brahmana pantang
ditolak, maka Anusuya dengan kekuatan kesetiaan dan pengabdiannya sebagai istri
memercikkan air ke arah Tiga Devata dan mengubah Mereka menjadi bayi. Anusuya lalu
menyusui Mereka Bertiga). Anusuya adalah seorang perempuan yang dipuji bahkan oleh para
Deva, bercahaya gemilang oleh kekuatan tapanya, mencapai kemaha-tahuan, memahami
secara sempurna semua Dharma-sastra, dan memperoleh segala ilmu melalui pelayanannya
kepada suami.
Mantra 10-16 mengungkapkan bagaimana Anusuya bersujud kepada suaminya dan
memohon pengetahuan rahasia ini. Dia berkata, “Oh Bhagavan, junjunganku yang maha-
mengetahui, Guru dari para bijak. Anda sudah mengungkapkan semua sastra dan memberkati
hamba dengan berbagai upadesham (ajaran suci). Hamba telah memahami dengan jelas intisari
segala pengetahuan dan juga “buah” yang mereka hasilkan. Menurut hemat hamba dari
semuanya tidak ada yang sebaik Bhagavata-dharma, dan Pancaratra-agama adalah yang
termulia. Walau demikian dalam upadesham-mu hamba memperhatikan satu hal. Kapanpun
Anda menguraikan Bhagavata-dharma, sungguh mengejutkan karena Anda tidak pernah
menyinggung Vaibhavam (uraian kemuliaan dan kebenaran sejati) mengenai Mahalaksmi.
Sejauh ini Anda belum pernah menjelaskan secara terperinci bagian-bagian sastra suci yang
berkaitan dengan Mahalaksmi-tattva, apakah karena topik ini demikian rahasia ataukah karena
hamba tidak pernah mempertanyakannya kepada Anda? Hamba sangat ingin memahami
Mahalaksmi Vaibhavam yang sangat istimewa itu. Siapakah sejatinya Beliau itu (svarupa),

DasanVR e-Books 88
GERBANG KEBENARAN Sri:

bagaimana Beliau mengungkapkan Diri-Nya, apakah sumber-sumber Pramana yang dapat


memahami Beliau, apakah Inti Terdalam dari Beliau, bagaimanakah cara mencapai-Nya, dan
apakah yang kita dapatkan dengan Beliau sebagai Rakshaki (Pelindung) kita? Anda adalah
Acharya dan juga suami hamba yang termulia! Anda menguasai berbagai Brahma-vidya untuk
mencapai Parambrahman dan juga mahir dalam semua tattva. Maka berkatilah hamba yang
bersujud di hadapan Anda demi memahami jalan sejati, pengetahuan rahasia tentang
Mahalaksmi.”

Dattatreya. Putra Anusuya dan Atri. Penjelmaan tiga Devata

Puas mendengar pertanyaan ini dari istrinya, dengan penuh sukacita Sang Maharishi
menjawab sebagaimana dijelaskan dalam mantra ke 17-20. “Sayangku, yang mahir segala
dharma dengan sempurna. Engkau sudah mengingatkanku akan ajaran yang belum kuberikan
selama ini. Aku menunggu engkau bertanya mengenai hal ini. Oleh karena itu kinilah saatnya
aku memberikan upadesham atas Mahalaksmi-tattva. Wahai yang terkasih, ketahuilah bahwa
kemuliaan Sang Ibunda dijunjung di atas kepala semua Upanishad, mahkota semua Veda.
Mahalaksmi-tattva bersemayam secara kekal dalam Veda-sirah (puncak kepala Veda). Kini
engkau memiliki adhikara (pencapaian spiritual yang memberikan kepantasan) untuk
mendengarnya berkat pertapaan dan kesetiaanmu yang tiada bandingannya. Suatu ketika
Maharishi Narada juga ditemui oleh para Rishi dari Malaya-desham yang memiliki pertanyaan
sama denganmu. Mereka adalah para Brahma-jnani (orang-orang yang sudah mencapai
pencerahan tentang Brahman), ahli yang terpercaya dalam mengajarkan Bhagavata-dharma
(atau Pancaratra-sastram), dan adalah pelaksana berbagai Yajna yang paling dimuliakan.”
Dari uraian di atas kita memahami bagaimana pada masyarakat Veda, seorang perempuan
bisa memiliki pemahaman sempurna atas segala pengetahuan. Tanpa pertanyaan dari
Anusuya, maka dunia tidak akan pernah mendapatkan pengetahuan Sri Laksmi Tantram ini.

DasanVR e-Books 89
GERBANG KEBENARAN Sri:

Bahkan suaminya sendiri dengan jujur mengakui bahwa istrinya telah memiliki adhikara atau
kepantasan untuk menerima ajaran suci yang sangat rahasia, tersimpan dalam puncak semua
Upanishad. Tanpa ragu dia memuji istrinya, memperbandingkannya dengan para Rishi dari
Malaya-desham yang menemui Maharishi Narada dengan pertanyaan yang sama. Singkatnya
beliau mengatakan bahwa kualitas spiritual istrinya adalah sama dengan para Rishi itu dan
pertanyaannya membuktikan itu semua. Ajaibnya, Anusuya memperoleh pencerahan rohani
yang sangat tinggi itu berkat kekuatan pertapaannya sebagai Pati-vrata.
Pati-vrata dimaknai sebagai seorang istri yang melaksanakan kewajibannya dengan sangat
sempurna, tulus, dan penuh kesetiaan. Anusuya adalah contoh sebaik-baiknya seorang Pati-
vrata. Ada perempuan yang berusaha mencapai keberhasilan dalam hidupnya, seperti dalam
karir atau pendidikan, namun mengabaikan kewajibannya terhadap keluarga. Ada pula
perempuan yang sibuk melayani keluarganya tanpa memperdulikan perkembangan dirinya
sendiri. Tetapi dalam Veda, kaum perempuan diharapkan dapat seperti Anusuya, sempurna
dalam keduanya. Suaminya adalah Rishi agung Atri, anak-anaknya adalah Tri Natha atau Tiga
Devata Sendiri yang dipuja oleh seluruh alam semesta, dan dirinya sendiri adalah seorang
yang tercerahkan, memahami semua pengetahuan, dan menguasai segala ilmu. Tentu pada
jaman ini sangat sulit menemukan pribadi seperti mereka, bahkan tidak mungkin! Namun ini
menunjukkan bagaimana Veda memuliakan potensi yang dapat dimiliki seorang perempuan.
Kaum laki-laki, dalam hal ini dicontohkan oleh Atri sebagai suaminya, bukan saja tidak
menghalangi kemajuan istrinya, tetapi justru dengan jujur memujinya, merayakan
pencapaiannya dan mendukungnya untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut.
Pengetahuan, bahkan yang paling rahasia sekalipun dalam Veda, tidak dimonopoli oleh
kaum laki-laki saja. Di sisi lain perempuan juga bukan sekedar pendamping dan pelengkap
seorang laki-laki seperti dalam ajaran agama lain. Potensinya sangat besar dan perannya begitu
vital. Bayangkan saja apabila Anusuya hidup seperti perempuan-perempuan di Negara-negara
berideologi tertentu yang dijauhkan dari pendidikan. Lalu laki-lakinya hanya hidup seperti
binatang tanpa pencerahan rohani apapun, tetapi hanya menuntut pelayanan dari lawan
jenisnya dalam hal-hal badaniah saja. Kita tidak akan pernah mengetahui Sri Laksmi Tantram
ini!
Tentu saja Sri Laksmi Tantram tidak sekedar membahas peranan wanita. Seperti diuraikan
sebelumnya, ini adalah salah satu kitab ajaran rahasia (Rahasya-jnana-grantham). Dia
mengungkapkan kesejatian tentang Mahalaksmi, Sang Devi, Kebenaran Tertinggi dalam
Wujud Feminin-Nya, “Sosok Tuhan Perempuan”. Namun keberadaannya membuktikan
betapa terhormatnya kedudukan dan pentingnya peran perempuan dalam Veda.

DasanVR e-Books 90
GERBANG KEBENARAN Sri:

Pada satu bagian sastra suci Vaishnava


otoritatif seperti Sri Lakshmi Tantra
kedudukan seorang wanita begitu
dimuliakan. Semua wanita merupakan
tempat bersemayamnya kekuatan rohani Sri
Mahalakshmi dan merupakan perwujudan
Mahalakshmi di dunia ini. Tidaklah ada
kekotoran atau kesialan yang ada pada kaum
perempuan dan seperti kita memuliakan
semua sungai suci seperti Sarasvati, Ganga,
dan sebagainya, maka demikian pula
hendaknya kita memandang setiap
perempuan sebagai yang tak ternoda. Tetapi
pada Sri Kapila-gitam, yang merupakan
bagian dari Srimad Bhagavatam, sebagai
kitab suci yang paling dimuliakan oleh para
Vaishnava, bahkan disebut Grantharajan
atau Raja semua sastra suci, pernyataan
sebaliknya justru ditemukan. Sri Kapila-
avataran bersabda pada Devahuti, “Wahai
Ibunda! Lihatlah olehmu kebingungan yang ditimbulkan oleh kekuatan-Ku yang
mengkhayalkan dalam bentuk seorang wanita. Dia dapat menjerumuskan bahkan seorang
penakluk dunia yang paling mulia dan terkendali sekalipun, hanya dengan satu kerlingan
matanya. Mereka yang ingin mendapatkan Sri Krishna, yang berada di puncak semua sadhana-
bhakti-yoga, janganlah pernah bergaul dengan perempuan. Karena para bijak dan yang
mengetahui kebenaran (tattva-vit) telah menjelaskan perempuan sebagai jalan pasti menuju
neraka (niraya-dvaram)! Berhati-hatilah karena dia bagaikan sumur yang tertutup rerumputan.
Dia selalu dinyatakan sebagai pintu neraka yang terbuka lebar.” Betapa mengagetkannya
melihat dua pernyataan yang sangat bertolak belakang. Satu mengatakan perempuan adalah
yang suci tak ternoda, sedangkan satunya lagi mengatakan perempuan adalah pintu gerbang
neraka dan sumur tertutup rumput yang siap menjerumuskan siapa saja yang tidak berhati-
hati. Akan lebih mengejutkan lagi, karena Kapila-avataran menyampaikan hal-hal buruk
tentang perempuan ini di hadapan Devahuti, yang adalah ibu-Nya dalam Inkarnasi ini. Sri
Lakshmi Tantra sebagai contoh adalah termasuk sastra suci Agamika atau Pancaratrika yang
memiliki status sama dengan Sruti. Lalu Grantharajan Srimad Bhagavatam adalah digolongkan
Pauranika-sastram (sastra suci yang tergolong Purana). Jadi beberapa orang di luar Sat-
sampradayam akan mengatakan dengan mudah, “Pernyataan Sruti lebih tinggi dari Purana,
karena itu, sekalipun diucapkan oleh seorang Avatara seperti Sri Kapiladeva, maka
pernyataannya harus gugur.”

DasanVR e-Books 91
GERBANG KEBENARAN Sri:

Emansipasi wanita adalah nilai yang


saat ini sangat dijunjung oleh masyarakat
kita, dan sejauh kita perhatikan juga sangat
sejalan dengan hak asasi manusia. Sungguh
memalukan jika ada ajaran Hindu yang
merendahkan perempuan. Jadi solusi yang
diberikan di luar Sat-sampradayam adalah
buang saja pernyataan Grantharajan.
Kebetulan juga Grantharajan tergolong
Purana dan kita sudah dapatkan pernyataan
yang menentangnya dari Sruti dan
Pancaratrika-agama! Maka Grantharajan pun
digugurkan otoritasnya, bukan oleh Sruti,
tetapi sebenarnya oleh ide emansipasi
wanita dan ide kesejajaran gender. Apabila
satu ide yang dirumuskan oleh manusia
dapat menggugurkan pernyataan sastra suci,
sekalipun itu bukan tergolong Sruti-sastra,
maka kita berhak mengedit semua bagian
Pustaka Suci Veda! Bila 30% merendahkan
wanita, 60% memuliakan wanita, dan 10% abstain, maka kita boleh buang yang 10%, apalagi
yang 30%, harus diabaikan! Juga ada pemegang veto bernama Sruti. Bila 55% saja pernyataan
Sruti mendukung, maka sisanya yang menyatakan lain juga boleh dibuang. Sayangnya,
Pustaka Suci Veda bukan parlemen yang berdasarkan demokrasi pemungutan suara. Bila kita
menerima semua pernyataan sastra adalah benar dan tidak boleh gugur maka itu juga tidak
selesaikan masalah. Bagaimana memahami bahwa perempuan yang adalah Devi-svarupi
(wujud nyata Sang Devi) juga adalah Niraya-dvaram (pintu gerbang neraka)?
Kami membawa masalah ini kepada Sad-acharyan yang adalah permata dalam Sat-
sampradayam. Srimad Vedanta Desikan menyatakan bahwa dalam Vaishnava-sat-
sampradayam tidak boleh ada kontradiksi antar pernyataan sastra Suci. Sri Srila A.C.
Bhaktivedanta Swami Prabhupadaji Maharaja adalah Sad-acharyan dalam Sri Goudiya
Vaishnava. Apakah yang beliau katakan tentang perempuan? “Laki-laki juga adalah
perempuan!” Apa maksudnya?
Dalam Bhagavata-upadesham beliau di Vrindaban, 1 September 1975, Srila Prabhupadaji
Maharaja menyatakan, “Pelatihan ini (sadhana) adalah bagaimana melatihnya menjadi seorang
brahmana, dengan sifat samo, dama, tapo, sauca, dsb. Tetapi kemajuan akan dihalangi oleh
keterikatan pada wanita. Oleh karena itu menurut peradaban Veda, perempuan diterima
sebagai halangan (virodhi) bagi kemajuan rohani. Dasar seluruh peradaban ini adalah
bagaimana untuk menghindari… Perempuan… Jangan kalian pikir hanya perempuan yang
adalah perempuan. Laki-laki juga adalah perempuan. Jangan pikir hanya perempuan yang
disalahkan; laki-laki tidak. Perempuan berarti dinikmati dan laki-laki berarti yang menikmati.

DasanVR e-Books 92
GERBANG KEBENARAN Sri:

Jadi sesungguhnya perasaan ini, perasaan inilah


yang disalahkan. Bila saya melihat seorang wanita
untuk dinikmati, maka saya adalah laki-laki. Bila
seorang perempuan melihat laki-laki untuk
dinikmati, maka dia juga adalah laki-laki. Jadi
siapapun yang memiliki perasaan ingin menikmati,
dialah laki-laki. Jadi di sini kedua jenis kelamin
berencana, bagaimana saya bisa menikmatinya?
Maka dia purusha, secara mengada-ada. Namun
sesungguhnya, sejatinya, kita semua adalah
prakruthi, jiva, laki-laki atau perempuan sama saja.
Ini hanyalah semata pakaian luar…”
Hal ini akan semakin mudah dipahami bila
kita tahu istilah apa yang digunakan untuk
menyatakan laki-laki atau perempuan dalam
Sanskrit, jadi dalam Veda. Laki-laki disebut
purushan, yang artinya penikmat, dan perempuan
disebut stri atau prakruthi, yang dinikmati. Tuhan
adalah Penikmat Tertinggi atas segalanya, karena
semua ini adalah berasal dari Beliau, dan adalah
milik Beliau. Karena itu Beliau adalah Purushottaman, hadir sebagai prinsip kelaki-lakian
tertinggi. Lalu semuanya terwujud melalui emenasi shakti Beliau. Tuhan adalah sarva-
shaktiman, sumber semua shakti. Shakti memancar dari Shaktiman demi memberikan
kenikmatan bagi Beliau, jadi shakti yang dinikmati oleh Tuhan bersifat perempuan. Adya-shakti
adalah mula-prakruthi, prinsip kewanitaan yang paling awal, hadir dalam rupa perempuan.
Bagaimana dengan kita? Bukankah kita tergolong jadi kaum laki-laki dan kaum
perempuan. Itu hanyalah lahiriah belaka. Tetapi sesungguhnya semua adalah jivatma. Begitu
kata semua Veda. Tidak ada laki-laki, tidak ada perempuan, yang benar hanyalah atma.
Sebagai jivatma kita semua adalah manifestasi dari shakti. Kita adalah “yang dinikmati”. Kata
lain untuk perempuan adalah yosit. Sri Srila Gurudeva Goura Govinda Swami menyatakan
bahwa yosit berarti “dia yang dinikmati”. Permasalahan ada di sini. Baik Srila Prabhupadaji
Maharaja maupun Srila Gurudeva menyatakan dengan tegas bahwa pemikiran untuk
menikmati inilah yang bermasalah. Oleh karena itu Sri Kapila-avataran bersabda, “Jangan
bergaul dengan perempuan, yosit-sangam tyajeta!”
Jangan melihat perempuan sebagai sumber kenikmatan yang harus dieksploitasi. Jangan
melihatnya sebagai pemuas nafsu keinginan duniawi. Dengan menempatkan diri secara tidak
wajar sebagai purushan, sang penikmat, lalu bergaul dengan perempuan sebagai yang
dinikmati, maka inilah gerbang pasti yang terbuka lebar menuju kehidupan penuh
penderitaan. Inilah sumber semua kejatuhan rohani dan penderitaan dalam samsara-samudram,
lautan dukacita kesengsaraan duniawi. Selama kita bergaul dengan cara ini maka tidak akan
ada kemajuan rohani dan semua sadhana menjadi sia-sia. Pahamilah makna ini. Lalu ketahuilah

DasanVR e-Books 93
GERBANG KEBENARAN Sri:

bahwa semuanya adalah atma. Sang diri sejati bukan laki-laki atau perempuan. Maka dari itu
janganlah berpikir bahwa satu ada demi memberi kenikmatan bagi yang lain. Satu ada untuk
memuaskan dan dipuaskan oleh yang lain. Janganlah berpikir untuk saling mengeksploitasi,
karena sesungguhnya semua adalah manifestasi dan emenasi yang sama dari Adya-shakti, Sri
Mahalakshmi, dan adalah Prakruthi. Semuanya hanyalah dimaksudkan semata bagi pelayanan
kepada Sri Purushottaman yang adalah Sarva-shaktiman. Oleh karena shakti-shaktimatayor-
abhedah, kekuatan dan sumber segala kekuatan sesungguhnya tiada berbeda, maka Sri
Mahalakshmi dan Sri Narayana adalah Satu Kebenaran Mutlak Yang Tunggal. Srimannarayana
adalah sumber sekaligus pusat segalanya dan segalanya hanyalah dimaksudkan untuk Beliau.
Bergaullah satu sama lain dan pandanglah satu sama lain dengan pemahaman seperti ini.
Hiduplah bersama seperti ini. Itulah yang sesungguhnya dimaksudkan oleh semua Veda dan
diajarkan oleh semua Vaishnava-sat-sampradayam.
Jadi dalam Vaishnava-sat-sampradayam semua pernyataan sastra suci bersepakat bahwa
kaum laki-laki haruslah menghormati perempuan. Jangan berpikir dirinya adalah sang
penikmat yang berhak mengeksploitasi perempuan demi memberi kenikmatan bagi dirinya.
Sekali dia berpikir begini maka perempuan akan menjadi pintu gerbang terbuka lebar yang
pasti akan mengantarkannya menuju neraka. Sebaliknya perempuan juga tidak boleh berpikir
demikian terhadap laki-laki. Lebih lanjut, kedua pihak janganlah saling mengeksploitasi demi
kenikmatan masing-masing.
Veda-dharma ini adalah jalan
hidup yang benar. Tidakkah Sri Rayaru
(Sri Raghavendra Tirtharu) juga
berkata, “Tuhan telah memberi hidup
manusia yang berharga untuk belajar.
Mempelajari untuk hidup benar, karena
tanpa hidup benar tak akan ada
pemikiran benar. Pemikiran yang tidak
benar akan membawa kepada
perkataan, dan juga tingkah laku dalam
ketidakbenaran. Belajarlah hidup benar
melalui sastra suci di bawah bimbingan
Sad-acharyan, guru kerohanian yang
terpercaya, yang merupakan harta tak
ternilai di seluruh alam semesta ini.
Itulah pelita pemandumu agar dapat
melangkah di jalan kebenaran.”

DasanVR e-Books 94
GERBANG KEBENARAN Sri:

HINDU DAN VEGETARIANISME


egetarian memang merupakan
diet Hindu dan merupakan gaya
hidup yang dianjurkan dalam
Veda. Vegetarian merupakan
suatu bentuk sadhana atau disiplin spiritual
yang umum diterapkan oleh masyarakat
Hindu. Umat Hindu meyakini bahwa pola
makan seperti ini dapat meminimalisir
perbuatan-perbuatan menyakiti (himsa-karma)
yang menimbulkan reaksi-reaksi dosa. Dasar
dari gaya hidup vegetarian dalam Hindu
adalah konsep Ahimsa, tidak menyakiti.
Benar juga kalau dikatakan bahwa tumbuhan juga punya hidup dan membunuh
tumbuhan juga berarti dosa. Jadi sebenarnya penerapan sempurna prinsip tanpa kekerasan
adalah dengan mengikuti Shilonchana-Vrati. Hanya mengambil buah-buahan yang jatuh dari
pohonnya atau dedaunan yang berguguran secara alami sebagai makanan kita. Dengan
demikian kita bisa sama sekali tidak menyakiti yang lain. Namun tak semua orang bisa
mengikuti cara hidup seperti itu. Kita harus makan untuk bertahan hidup dan memelihara
badan ini. Ini masalah mempertahankan hidup. Jadi kita boleh memilih cara hidup yang paling
sedikit menimbulkan dosa dan paling sedikit membuat makhluk lain menderita.
Sekarang ada dua alasan kita mengatakan makanan vegetarian memiliki dosa yang tidak
seberapa berat. Banyak tanaman yang hidupnya hanya sekali panen seperti padi, gandum, dll.
Begitu berbuah, mereka langsung mati, bahkan tanpa kita perlu memotongnya. Jadi memotong
tanaman-tanaman seperti ini menimbulkan sedikit dosa atau bahkan tidak berdosa sama sekali.
Banyak tanaman lain juga berbuah seperti mangga, jeruk, kelapa, dsb. yang tidak perlu
dimatikan bila kita memetik buahnya. Maka memetik buah juga tidak menimbulkan dosa.
Dengan demikian makanan vegetarian lebih sedikit menimbulkan dosa. Lebih jauh lagi,
makanan seperti itu sudah cukup untuk kita hidup, makanan berdaging adalah suatu
kemewahan dan kita tentu dapat menghindarinya. Makanan berdaging menimbulkan dosa
karena untuk mendapatkannya kita tidak mungkin tidak membunuh hewan. Kita pasti harus
menyiksa dan mematikannya.
Sekarang kita juga harus tahu kenapa beberapa tindakan itu bisa menimbulkan dosa.
Setiap bentuk kehidupan (tumbuhan, hewan, manusia, dsb.) datang ke dunia ini untuk
melaksanakan daya upaya spiritual (sadhana). Demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik,
sampai akhirnya mencapai pembebasan (moksa). Kapanpun sadhana itu dibuat menjadi lebih
singkat secara tidak wajar (dipaksa mengakhiri sadhana), maka itu menjadi tindakan berdosa.
Bagi tumbuhan tidak terdapat sadhana yang terlampau tinggi. Mereka hampir tidak dapat
melakukan sadhana apapun secara mental maupun fisik. Jadi apabila kita memotongnya kita

DasanVR e-Books 95
GERBANG KEBENARAN Sri:

tidak melakukan sesuatu yang jahat terhadap sadhananya maupun mengurangi kesempatan
mereka melakukan sadhana. Jadi hal demikian bukanlah dosa. Tetapi hewan dapat saja
melakukan sejumlah besar sadhana secara fisik maupun secara mental. Dengan membunuhnya
kita memotong masa hidupnya dan kesempatannya untuk melaksanakan sadhana dalam
rangka mencapai evolusi spiritual yang lebih tinggi, sampai mencapai moksa. Jadi hal inilah
yang mengakibatkan dosa.
Lebih jauh lagi dapat kita tambahkan bahwa dalam hal ini melakukan bunuh diri juga
dosa. Padahal tidak ada yang rugi, toh? Cuma diri sendiri saja yang mati. Tetapi kita mesti
ingat bahwa Tuhan telah memberikan kita tubuh dan hidup yang luarbiasa ini untuk
melakukan sadhana dan menggapai kesempurnaan. Bila kita membuangnya begitu saja, itu
merupakan pengingkaran kepada Tuhan dan suatu penghinaan. Jadi bunuh diri juga dosa.
Maka dari itu secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan yang dapat memotong
sadhana seseorang adalah dosa, dan menjadi vegetarian dapat memperkecil kemungkinan
berbuat dosa.
Bukankah cuma manusia yang punya akal budi dan satu-satunya yang bisa melakukan
sadhana. Bagaimana binatang dapat melakukan sadhana? Tidak benar begitu. Memang benar
mereka tidak bisa melakukannya sebaik manusia. Mereka bersadhana dengan aktivitas mental.
Tidakkah kita melihat ada berbagai tingkah laku hewan yang berbeda-beda bahkan antara jenis
yang sama sekalipun, seperti antar kucing, antar anjing, atau antar sapi?! Beberapa lembut,
beberapa ganas, beberapa sangat sensitif dan bisa menyayangi. Ini adalah karena sadhana
mental mereka. Pada bayi kecil yang belum bisa “berpikir” juga bisa kita lihat ada perbedaan.
Kami sudah pernah lihat seorang bayi berusia 2 tahun yang lucu di Bombay. Dia mencintai
Tuhan Sri Krishna melebihi segala-galanya. Saat tidur dia memeluk erat Rupa Krishna. Dia
tidak mau minum susu yang tidak dipersembahkan kepada Krishna, selalu ingin mendengar
cerita tentang Krishna-lila, dan selalu ingin menonton Krishna-puja. Sungguh mengejutkan.
Padahal bayi sekecil itu masih hampir seperti hewan saja. Semua itu karena samskaranya
terdahulu, impresi mental. Begitu pula yang terjadi pada hewan.
Bukannya para rishi jaman dahulu biasa makan daging? Ada kejadian seperti itu pada
kisah Vathapi-Illvala. Ya, ada disebutkan hal-hal semacam itu dalam kisah-kisah masa lampau.
Kita perlu memahami dengan jelas mengapa dan dalam keadaan bagaimana beliau makan
daging. Pertama bahwa beliau itu tidaklah makan daging sebagai makanan kesehariannya.
Hewan akan dikorbankan dalam yajna tertentu, kepada api suci, lalu kemudian para rishi yang
memiliki kekuatan yoga sangat tinggi memakannya sebagai prasad yajna. Karena kekuatan
yajna khusus ini si binatang korban langsung pergi ke surga. Dalam cerita Maharishi Agastya
juga seperti itu. Disebutkan bahwa begitu Agastya Muni berkata, “vathapi jirno bhava”, raksasa
Vathapi dalam bentuk daging kambing itu langsung hancur dan lenyap. Jangan lupa Agastya
punya kekuatan mengeringkan lautan lho!

DasanVR e-Books 96
GERBANG KEBENARAN Sri:

Beberapa bagian dalam Veda memang


menjelaskan adanya kebiasaan makan daging pada
masyarakat Veda jaman dahulu. Tetapi keadaan saat
itu sungguh jauh berbeda dengan keadaan sekarang.
Dalam keadaan tertentu mereka diijinkan makan
daging yang telah dipersembahkan dalam upacara
yang sangat rumit dan suci. Daging dari tubuh hewan
yang dikurbankan dalam upacara ada yang bisa
dianggap sebagai karunia (prasada). Tetapi dalam
upacara seperti itu, kekuatan mantra para Brahmana
juga mampu membangkitkan hewan yang
dikurbankan dalam tubuh jasmani yang baru, sehingga
tubuh yang lama tidak digunakan lagi. Brahmana yang
bertanggung jawab dan juga pelaksana upacara kurban
suci semacam ini harus mampu menyeberangkan roh
hewan yang dikurbankan ke tingkat rohani yang lebih
tinggi. Hanya setelah melalui syarat-syarat seperti ini
daging itu bisa dimakan.
Tetapi sekarang daging tidaklah dianjurkan untuk para Brahmin. Pertama kita harus tahu
kenapa kita perlu makan. Itu adalah untuk menjadi sehat. Tidak hanya sehat fisik tetapi juga
sehat secara rohani. Dalam Sanskrit ini disebut svasthya, pikiran yang sehat, suci, dan damai.
Daging dan makanan non vegetarian memang memberi kekuatan kepada tubuh tetapi tidak
pada pikiran. Kekuatan mental sangat diperlukan. Untuk hidup damai kita harus memiliki
pikiran yang suci dan damai, stabilitas dan konsentrasi yang baik. Bagi kita daging dilarang.
Sejak berbagai jaman, para leluhur kita, para pengikut Veda terutama para Brahmin terkenal
penuh kelembutan, berbelas kasih, tenang dan pandai, sejak jaman dahulu pula para leluhur
kita tidak memakan daging. Kalau kita mulai makan daging, maka pelan-pelan kita akan
kehilangan semua sifat baik ini. Tentu perubahan itu tidak akan kelihatan dalam semalam. Itu
perlu waktu dan akan tampak pada generasi keturunan kita berikutnya.
Banyak pemenang hadiah Nobel, orang-orang yang berbudi dan baik hati juga makan
daging. Bagaimana dengan ini? Mendapatkan hadiah Nobel bukanlah tolok ukur seseorang
memiliki pikiran yang suci, damai, tenang, dan konsentrasi yang baik. Contohnya para
ilmuwan, mereka sesungguhnya lebih gelisah pikirannya. Semua yang mereka temukan
tidaklah timbul dari pikiran yang tenang dan damai tetapi pikiran yang terganggu. Karena itu
mereka bisa menciptakan sesuatu yang baru terus. Pada umumnya para Brahmana diharapkan
memiliki pikiran yang tenang dan damai serta konsentrasi yang tinggi untuk melakukan japa
dan tapa. Bahkan pada jaman dahulu, sekalipun mereka terkadang makan daging, namun
kekuatan yogi mereka yang tinggi dapat tetap menjaga kedamaian pikirannya. Tapi bila di
Kaliyuga sekarang ini, kekuatan mental dan konsentrasi kita jelas sudah menurun jauh.
Suasana sattvik dan sifat-sifat sattvik berkurang karena kita tidak melakukan cukup japa, tapa,

DasanVR e-Books 97
GERBANG KEBENARAN Sri:

dan yajna dengan kualitas sebaik dahulu kala. Jadi kalau kita mulai lagi ditambah dengan
makan daging, maka semua sifat baik perlahan-lahan akan lenyap.
Kesimpulannya apakah seorang Hindu harus tidak makan daging?
Harus, mungkin adalah kata yang terlalu keras. Seorang Hindu berusaha melaksanakan
sadhananya dengan baik. Sadhana ini bertujuan untuk memurnikan pikiran. Segala sesuatu
berasal dari pikiran, termasuk pilihan makanan. Jadi seseorang yang pikirannya dimurnikan,
dia akan bebas dari amarah, keserakahan, dan rasa iri. Dia kemudian tidak akan melakukan
perbuatan yang dapat menyakiti makhluk lain apapun alasannya. Memang dalam rangka
membantu proses memurnikan pikiran seorang Hindu memilih makanan vegetarian ini. Tetapi
yang sesungguhnya adalah pada saat pikiran dimurnikan, seorang Hindu atau bukan Hindu
pun, secara alamiah akan menghindari makanan non vegetarian.
Nilai-nilai kehinduanlah yang membuat orang memilih diet ini. Vegetarianisme sejalan
dengan nilai-nilai Hindu. Jadi seorang Hindu bukannya harus tidak makan daging, tetapi
mereka pasti lebih memilih untuk tidak makan daging atau merasa lebih baik hidup
bervegetarian. Biarlah setiap orang menjadi penentu hidup dan nasibnya sendiri. Manusia
biasa, bahkan Tuhan Sendiri tidak dalam posisi memaksakan suatu kondisi kepada orang lain.
Setiap tindakan memiliki konsekuensinya. Setiap yang kita lakukan memiliki efeknya sendiri
terhadap diri kita secara alamiah. Sastra Veda dan para Acharya hanya mengungkapkannya
saja kepada kita. Semua keputusan berada di tangan kita.

DasanVR e-Books 98
GERBANG KEBENARAN Sri:

PANDANGAN HINDU ATAS AGAMA-AGAMA LAIN


angat sering dikatakan oleh banyak guru-guru Hindu dan para penganutnya,
bahwa semua agama adalah sama dan semua jalan membawa kepada tujuan yang
sama. Tetapi sesungguhnya hal ini tidaklah benar. Apa yang diperhatikan oleh
Hindu adalah adanya suatu kebenaran, validitas, dan nilai-nilai intrinsik yang
berharga dalam semua sistem religi. Tak satu agama pun memiliki monopoli atas Kebenaran
atau Moralitas. Semuanya berusaha mendekati apa yang mereka lihat sebagai Kebenaran
dalam berbagai cara yang berbeda-beda. Setiap orang memilih untuk memeluk suatu agama
yang cocok dengan temperamennya, tingkat perkembangan dan kemampuan pemahamannya.
Persoalannya adalah tidak setiap agama mengajarkan tujuan yang sama.
Bagi sebagian agama tujuannya adalah demi mendapatkan sejenis surga hedonistik,
dengan kenikmatan yang kekal abadi, yang justru dalam Hindu hanyalah suatu pencapaian
inferior dan temporer, ”waktu istirahat” sementara dari siklus reinkarnasi. Di sisi lain kita
mengetahui adanya para mistikus dari semua agama yang mengajarkan ”kemanunggalan”
dengan Yang Illahi. Dari sudut pandang Tuhan semuanya ini sempurna sebagaimana adanya
dan tidak ada sesuatupun yang perlu diubah. Dari sudut pandang manusianya, mengikuti
agama-agama yang mengajarkan suatu tujuan yang bersifat impermanen hanyalah menambah
penderitaan seseorang dan kelahiran mendatangnya dalam samsara. Jadi bukan agama yang
harus dirubah melainkan pengharapan seseorang. Bila seseorang sungguh-sungguh berharap
dengan tulus untuk dapat memasuki arus spiritual, maka dia perlu meninggalkan motif-motif
duniawi berupa pembenaran diri dan pemuasan kenikmatan pribadinya di berbagai alam
surgawi. Hindu mengakui adanya berbagai bentuk keyakinan yang berbeda kepada Tuhan dan
juga penerapan atau pengalaman yang berbeda. Biarlah semuanya hidup apa adanya, secara
berdampingan, harmonis, dan damai. Life and let life.
Menurut Hindu semua agama harus dihormati dan diakomodasi, dan semua spiritualitas
harus diterima sebagai sesuatu yang valid selama amalan dan keyakinan itu juga mencakup
kasih sayang yang bersifat universal dan tidak menimbulkan rasa sakit atau cedera apapun
bagi semua makhluk hidup. Supaya suatu sistem religi dapat dianggap valid dari sudut
pandang Hindu, maka dia haruslah memenuhi beberapa persyaratan tertentu:
1. Dia harus berdiri di atas Kebenaran (satyam)
2. Dia harus secara objektif terbukti bermanfaat secara universal (shivam)
3. Dia harus memiliki unsur keindahan, sesuatu yang menarik hati (sundaram)
4. Dia harus dapat membawa kedamaian bagi mereka yang menjalankannya dan juga
kepada orang lain (shanti)
5. Dia harus menjadi sumber kesejahteraan dan kebahagiaan yang besar (santosha)
Hindu bukanlah suatu keyakinan yang secara aktif berusaha mengagamakan orang
(secara konversi maupun proselitasi). Pada awal jaman Kekristenan seluruh wilayah Asia
Tenggara sampai Borneo dan termasuk daerah-daerah seperti Vietnam dan Cina Selatan
menerima Sanatana Dharma. Konversi dalam konteks Hindu adalah diserapnya nilai-nilai

DasanVR e-Books 99
GERBANG KEBENARAN Sri:

sistem relijius tersebut oleh mereka yang menginginkannya (bukan sekedar labelisasi). Hukum
Suci Dharma tidaklah mengikat bagi non-Hindu, namun apapun yang mereka pilih untuk
diikuti akan memberikan kebajikan baginya.
Pengajaran Dharma dibagi menjadi dua kategori; Publik dan Privat. Ajaran Publik
diberikan di tempat-tempat umum dan mencakup berbagai perumpamaan dan ajaran-ajaran
Dharma secara umum seperti ulasan-ulasan kisah sejarah (seperti Mahabharata dan Sri
Ramayana) dan konsep-konsep filosofis yang umum. Ajaran Privat adalah kebijaksanaan
internal yang diberikan kepada murid-murid dan aspiran rohani terpilih yang berminat untuk
itu. Tidak ada keselamatan instan, jalan rohani itu panjang dan berliku (menurut Katha
Upanishad, ”bagaikan meniti ujung tajam pisau silet”) dan membutuhkan banyak latihan serta
kerja keras untuk transformasi-diri sebelum tujuannya dapat tercapai. Seseorang tidak menjadi
dokter hanya dengan mendaftar saja di Fakultas Kedokteran. Begitu pula kita juga tidak dapat
mencapai keselamatan hanya dengan mendaftarkan diri sebagai pemeluk salah satu sistem
kepercayaan.
Kita tidak melihat perlunya secara aktif mengkonversi orang lain, karena masing-masing
orang mengikuti jalan yang sesuai dengan keadaannya. Setiap orang maju dengan pemacunya
sendiri. Beberapa masih dalam taman kanak-kanak rohani, beberapa sudah dalam pendidikan
dasar dan menengah. Bila Tuhan sungguh Mahakuasa, maka Beliau dapat menerima doa dan
penyembahan kita dengan cara manapun yang Beliau pilih. Bila Tuhan sungguh Mahaada,
maka kita dapat memuja-Nya dari tempat manapun yang kita pilih. Bila Tuhan sungguh
Mahatahu, maka Beliau akan mengetahui ketulusan hati kita dan isi hati kita terdalam tanpa
perlu diucapkan dengan kata-kata. Karena itu tidak ada kebutuhan untuk secara aktif
membuat orang lain menjadi seperti kita (konversi atau proselitasi). Bila orang lain melihat ada
nilai yang baik dalam diri kita maka tanpa segan kita akan membaginya demi kebaikan dan
kemajuan orang itu, tanpa harus terlebih dahulu mengubah orang itu menjadi sama seperti kita
atau justru tunduk dengan sistem nilai dan kepercayaan yang kita yakini. Inilah pengajaran
Sanatana Dharma. Walau demikian hendaknya juga dipahami bahwa seseorang tidak mungkin
mendapat manfaat penuh dari suatu sistem khusus tanpa menekuni sistem itu secara total dan
memutuskan ketergantungannya terhadap terlalu banyak metode atau lebih dari satu metode
yang tidak memungkinkannya untuk maju dengan bersungguh-sungguh.
Prof. K.T. Pandurangi, direktur dari Dvaita Vedanta Foundation Bangalore, dalam
sambutannya pada serangkaian Lectures on World Religion di Dharmaram College Bangalore
mengatakan, “Saya sangat yakin bahwa seseorang yang tidak dapat menghormati agamanya
tidak akan dapat menghormati agama orang lain. Seseorang yang tidak menghormati ibunya
tidak bisa menghormati ibu orang lain. Rasa hormat pada agama sendiri akan memberi, tidak
saja sekedar toleransi, tetapi juga penghormatan kepada semua agama.” Tetapi mengapa
kenyataannya fanatisme agama justru kita lihat sendiri sebagai sumber kekacauan dalam
masyarakat? Fanatisme agama bisa diartikan memberikan penghormatan yang tinggi dan
kecintaan yang mendalam pada agama yang dianut. Dunia dan Indonesia sendiri sudah
menyaksikan betapa banyaknya kekerasan dan penganiayaan yang terjadi karena suatu
kelompok begitu mencintai agamanya. Ledakan bom di Kuta, Bali, yang menewaskan 200

DasanVR e-Books 100


GERBANG KEBENARAN Sri:

orang adalah bukti cinta pelakunya pada agama yang dianutnya. Ada pelaku yang rela mati
bersama bom yang diledakkannya, ada pula pelaku yang menerima hukuman mati. Kematian
ini semua diterima dengan senang hati. Mereka dan para pendukungnya menganggap
tindakan ini adalah penghormatan tertinggi bagi agamanya. Bila demikian di mana agama
yang dibicarakan oleh Prof. Pandurangi? Ini merupakan suatu kenyataan yang tak dapat
ditolak.
Contohnya Indonesia sekarang mengakui enam agama resmi Islam, Protestan, Katolik,
Hindu, Buddha, dan Konghucu. Secara hukum yang berlaku di Indonesia hanya enam inilah
agama. Kepercayaan lain seperti tradisi religius suku (tribal religion) dianggap bukan agama
tetapi sekedar Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Entah siapakah yang berhak
menentukan suatu kepercayaan kepada Tuhan itu adalah agama atau bukan. Apa hak negara
untuk menyatakan orang beragama atau tidak, kita juga tidak tahu. Apa prosesnya sehingga
syarat-syarat tertentu itu bisa ditetapkan di Indonesia untuk menentukan suatu kepercayaan
boleh diakui sebagai agama dan kepercayaan yang lain tidak? Kita menerima apa adanya saja,
toh kenyataannya siapapun yang hidup di Republik Indonesia, tentu harus mengikuti hukum-
hukum negara ini.
Apapun definisi agama menurut negara, tetapi “suatu sistem keyakinan dan pemujaan”
adalah definisi agama yang paling sederhana. Kuncinya adalah keyakinan pada kekuatan
tertinggi yang membimbing kehidupan. Yang Tak Terbatas itu tersembunyi dari penginderaan,
mungkin bisa atau juga tidak bisa dibuktikan dengan nalar, tetapi dapat dirasakan melalui
keyakinan. Begitu kita meyakininya, maka dapatlah diinsafi sebagai yang mendasari segala
pengalaman indera dan dikuatkan oleh penalaran. Adalah demi menegaskan dan
mengembangkan keyakinan inilah maka pemujaan dilakukan. Doa dan pemujaan
memungkinkan kita mempertebal keyakinan pada Yang Mahatinggi dan memohon
bimbingan-Nya dalam menempuh hidup di dunia, sebaliknya keyakinan merupakan
penggerak kita untuk melakukan pemujaan dan berdoa. Dasar yang paling fundamental dari
agama ini yaitu keyakinan, dan metodologi agama yaitu doa serta pemujaan, membedakan
agama dari sekedar moralitas belaka. Agama bukan sekedar moralitas, filsafat, pencarian yang
bersifat ilmiah, dan persaudaraan sosial saja. Agama adalah sesuatu yang lebih dari semua ini
dan agamalah yang membuat semua ini menjadi kaya makna dan penuh arti.
Prinsip paling mendasar dari agama semesta disebut Rita (rta) dalam Sanskrit. Suatu
prinsip yang mengatur hukum kosmis dan juga hukum moral. Berlaku tidak saja bagi manusia,
tidak juga bagi makhluk hidup saja, tetapi bagi semua yang membangun seluruh alam semesta
ini. Suatu prinsip yang harus dipatuhi setiap orang dan memang dipatuhi. Matahari, angin,
bahkan kematianpun patuh pada hukum ini dan seluruh alam semesta diperintah oleh hukum
ini. Inilah Hukum Tuhan, Dharma atau Rita. Menurut Srila A.C. Bhaktivedanta Swami
Prabhupada, menerima agama berarti belajar untuk mematuhi Hukum Tuhan. Bertindak
selaras dengannya merupakan agama sejati bagi semuanya.
Veda sendiri juga memberikan definisinya atas agama. Agama atau Dharma berdiri di atas
Kebenaran. Satyam vadantam-ahuh dharmam vadati-iti, dharmam vadantam-ahuh satyam vadati-iti,
Kebenaran adalah Agama dan Agama adalah Kebenaran. Apakah Kebenaran itu? Apapun

DasanVR e-Books 101


GERBANG KEBENARAN Sri:

yang ditujukan demi kesejahteraan semuanya adalah kebenaran. Tetapi bagaimana kita
menemukan apakah yang dapat memberikan kesejahteraan kepada semuanya ini? Dengan
kata lain dari manakah sumber agama itu?
Veda menyatakan kita boleh meyakini ini sebagai Dharma. Pertama adalah tindakan-
tindakan mereka yang telah bebas dari nafsu, amarah, kebencian, dan permusuhan (suka dan
tidak suka). Kedua adalah apa yang kita terima melalui kesadaran batin. Agama adalah
perintah nurani, suara hati. Suara hati ini adalah suara keyakinan pada Tuhan. Dia adalah
pengungkapan keinginan Tuhan. Suara ini disemayamkan dalam Pustaka Suci Veda bagi umat
Hindu. Jadi sejauh nilai-nilai dasar agama itu diperhatikan, yaitu keyakinan kepada Tuhan,
kebaktian dan penyembahan kepada Tuhan, adanya karya sebagai pemujaan kepada Tuhan,
persaudaraan semesta segala yang ada ini sebagai anak-anak Tuhan, jauh dari kejahatan dan
kesewenangan, dan nilai-nilai kesucian lainnya dijunjung, maka berarti kita sudah beragama.
Jadi agama seperti inilah yang sebenarnya dibicarakan oleh Prof. K.T. Pandurangi.
Apabila ada agama yang bertentangan dengan hati nurani, agama yang mengobarkan
kemarahan dan kebencian, agama yang membuat kita tidak dapat hidup selaras dengan alam
dan segala isinya. Maka itu tidak pantas disebut agama. Dalam Hindu, agama tidak boleh
menjadi sumber konflik, sekalipun itu merupakan konflik internal dalam batin. Ajaran yang
tidak berhasil membangun kepatuhan pada Hukum Tuhan dari batinnya terdalam,
menimbulkan kondisi keterpaksaan yang penuh pertentangan dan permusuhan yang tidak saja
ada dalam pikiran namun sampai terungkap melalui tindakan yang menyakiti makhluk lain
secara fisik maupun mental, menurut Veda sama sekali tidak dapat diterima sebagai agama.
Agama yang mengajarkan untuk menghancurkan apapun yang tidak sesuai dengannya
bukanlah agama. Ini bukan agama, tetapi adalah musibah yang harus dicari bersama
penanggulangannya oleh seluruh umat manusia yang masih memiliki hati nurani dan akal
sehat.

DasanVR e-Books 102


GERBANG KEBENARAN Sri:

HINDU ADA SELAMANYA


idak dapat dipungkiri, banyak umat Hindu dari generasi baru yang bertanya-
tanya. Saya dilahirkan dalam keluarga Hindu, saya sejak kecil mengikuti puja dan
berdoa kepada para Devata. Di luar sana banyak orang yang tidak seperti saya,
bahkan mereka mengatakan apa yang saya kerjakan selama ini salah. Lalu
mengapa saya harus tetap bertahan untuk menjadi Hindu? Mengapa saya harus tetap berdoa
dengan cara-cara ini? Untuk apa saya terus percaya pada sesuatu yang tidak diyakini oleh
kebanyakan orang? Benarkah saya bila mempertahankan cara hidup leluhur ribuan tahun yang
lalu di jaman sekarang ini? ... Kemudian di keadaan yang lain ada orang yang baru saja
menganut Hindu. Entah itu karena pernikahan dengan seorang Hindu atau karena tanpa
sengaja dia tertarik pada ajaran Hindu setelah ikut kelas yoga untuk kesehatan. Oke sekarang
saya Hindu, tetapi apakah kehinduan saya ini pantas untuk dipertahankan?
Pada umumnya kita selalu akan melihat hal yang superfisial dulu. Hindu, seperti juga
agama lain, memiliki wajah. Wajah itu bisa menarik bagi yang tertarik, bisa juga jelek bagi
yang tidak menyukainya sedari awal. Kecantikan wajah adalah sesuatu yang relatif. Tetapi
kecantikan sejati berasal dari dalam. Keindahan yang sesungguhnya memancar dari cahaya
roh kehidupan dan semua orang, terutama umat Hindu harus mengetahui bahwa jiwa di balik
wajah Hindu adalah Veda Dharma, Sanatana Dharma. Satguru Sivaya Subramuniyaswami
berkata, “Pencarian akan Tuhan, Kebenaran, disebut Sanatana Dharma, atau jalan yang kekal,
karena dia terkandung dalam roh itu sendiri, tempat berasalnya agama. Jalan ini, kembalinya
hidup kepada Sumbernya, selalu ada dalam diri manusia, selalu bekerja, baik prosesnya
disadari maupun tidak. Tidak dicari-cari oleh siapapun juga. Lalu dari manakah datangnya
tenaga penggerak ini? Dia datang dari dalam diri manusia itu sendiri. Oleh karenanya Hindu
selalu hidup dan bergelora, karena dia bergantung pada sumber inspirasi yang asli ini, denyut
pertama dari jiwa di dalam, memberikan energi dan gejolak yang terus-menerus dapat
diperbaharui untuk selama-lamanya.”
Sanatana Dharma tidak berurusan dengan keadaan jasmaniah apapun. Dia tidak
mengubah kita, tetapi membantu kita menemukan dan menyadari diri kita yang asli. Diri yang
merupakan bagian dari keilahian yang paling suci dan penuh potensi. Jadi ajaran Veda ini
dapat diterapkan dalam semua bentuk budaya, semua golongan, semua jenis orang. Dia tidak
mematikan kreativitas pikiran, tidak membunuh rasa kemanusiaan, tidak menghancurkan
budaya tempatnya bertumbuh. Justru dia menyempurnakan, memperindah, memberikan
semangat kehidupan bagi mereka yang mempelajarinya. Dia tidak membuang-buang waktu
memperbaiki wajah, tetapi langsung kepada inti. Ketika jiwa telah disegarkan, maka keindahan
internalnya akan memancar sendiri keluar. Inilah sebabnya mengapa peradaban-peradaban
manusia di dunia yang menerima pengaruh Veda memiliki budaya yang tinggi, tetapi
sekaligus unik dengan tidak matinya budaya awal. Ini karena ajaran Veda dapat menyatu,
melebur dengan harmonis bersama nilai-nilai luhur setempat. Menjadi Hindu adalah menjadi
diri sejatimu.

DasanVR e-Books 103


GERBANG KEBENARAN Sri:

Hindu hendaknya dimaknai sebagai tradisi rohani hidup, yang bersumber pada otoritas
Veda. Jalan rohani yang terkandung dalam Veda ini sesungguhnya merupakan Sanatana
Dharma. Sanatana berarti kekal abadi, anadi – tiada awalnya dan anantam – tiada berakhir.
Sebagaimana panasnya api dan terangnya cahaya tidak terpisahkan satu sama lain, maka
Dharma ini tidak terpisahkan dari atma, sang diri sejati, roh kehidupan. Sanatana Dharma
bukanlah keadaan eksternal atau penamaan yang dilekatkan secara tidak wajar pada diri kita.
Dia berasal dari dalam. Veda sastra kohe, sambandha-abhideya-prayojana. Ketika seseorang mulai
berusaha menginsafi kesejatian dirinya, bertanya mengenai Sumber dirinya, hubungan dirinya
dengan Sumber itu (sambandha-tattvam), bagaimana bertindak dalam hubungan itu (abhideya-
tattvam), dan bagaimana dia ketika kembali kepada Sumbernya (prayojana-tattvam), maka Veda
akan datang untuk menjawab semua pertanyaannya itu. Begitu kita ingin menemukan
Kebenaran Sejati, maka Veda akan menyediakan jalannya, setinggi kita mampu mencarinya. sei
tina artha sarva sutre paryavasana. Ketiga hal ini dijelaskan secara sempurna sebagai kesimpulan
semua Veda. Seorang Hindu hidup dalam kesadaran akan ajaran dharma ini.
Agama Veda ini, Hindu, tetap hidup dan giat. Di manakah peradaban besar Mesir Kuno,
Yunani, Romawi, Sumeria, Babilonia, dan Persia sekarang? Semuanya sudah mati, tetapi tradisi
Veda yang jauh lebih purba ini masih terus hidup dan giat. Bahkan dengan tekanan selama
seribu tahun belakangan yang memusnahkan sebagian besar peradaban Hindu di dunia, tetap
saja Hindu masih menjadi agama yang dipeluk oleh satu milyar penduduk dunia hingga saat
ini. Dari mana kekuatan Hindu untuk bertahan selama ini? Mengapa otoritas Veda masih
diterima oleh begitu banyak orang sampai hari ini?
Tenaga penggerak Hindu berasal dari roh yang kekal. Dari kerinduan mendalam umat
manusia yang berkobar di dalam hatinya untuk menemukan Kebenaran, untuk menemukan
Tuhan. Hal ini ditegaskan oleh Sri Ram Swarupji, “Hindu bersemayam dalam hati yang
mencari-cari, kapanpun pencarian manusia akan Tuhan menjadi spiritual, Hindu, tradisi
rohani Sanatana Dharma akan masuk dalam kehidupan.” Ketika manusia menyadari bahwa
beragama bukanlah sekedar menamai diri dan bergabung dengan kelompok tertentu. Ketika
beragama tidak sekedar memaksa diri mengikuti aturan-aturan dan mengubah penampilan.
Ketika kita sudah mulai memasuki inti kehidupan rohani, yaitu keadaan kita yang
sesungguhnya tak terpisahkan dari Tuhan Sumber Segala Kehidupan, maka di sanalah jalan
Veda menyediakan dirinya. Pura-pura dari batu bisa dihancurkan, kitab-kitab bisa dibakar
habis, para pendeta bisa dibunuh, garis keturunan dapat diputuskan. Tetapi siapakah yang
dapat mematikan kebenaran yang bersemayam di dalam batin terdalam manusia? Jaman boleh
berubah, kebiasaan hidup dan kebutuhan bisa berganti. Tetapi siapakah yang dapat mengubah
jati diri sang roh yang kekal? Kehidupan Hindu berada dalam Veda yang abadi. Siapakah yang
dapat membunuh keabadian? Karena itu Hindu tidak pernah ketinggalan jaman, Veda akan
terus menjadi pembimbing umat manusia dahulu, kini, dan untuk selama-lamanya.

DasanVR e-Books 104


GERBANG KEBENARAN Sri:

MENJADI SEORANG HINDU


apan nama Hindu adalah, “sarve janas sukhino bhavantu. loka samasta sukhino
bhavantu. sarve badrani pasyantu, samasta sanmangalani santu, semoga semua orang
berbahagia, semoga seluruh dunia berbahagia, semoga semuanya tumbuh dan
berkembang, semoga segalanya mendapat kebaikan, semoga di mana-mana ada
kedamaian.” Inilah kata kunci Veda. Singkatnya semoga semua orang, tak peduli status sosial,
keyakinan, dan agamanya dapat hidup harmonis dan berbahagia. Hindu tidak mengajarkan
jalan keselamatan yang egois. Hindu tidak merestui keyakinan yang menggantungkan diri
pada tuhan dan utusannya yang sewenang-wenang, yang hanya menyelamatkan pemujanya,
seberapa besarpun mereka berbuat kerusakan di bumi dan membuang sisa seluruh umat
manusia ke neraka, sebaik apapun mereka bertingkah laku di dunia. Veda mengajarkan bahwa
dengan menyesuaikan tingkat kesadaran, maka kita dapat menentukan masa depan kita.
Kitalah yang memutuskan untuk menempatkan diri dalam tingkat kesadaran yang mana.
Apakah dalam pemuasan kebutuhan duniawi semata atau dalam keinsafan akan Tuhan.
Semakin tinggi dan rohani tingkat kesadaran masyarakat, maka perubahan-perubahan buruk
dalam masyarakat dan bumi secara keseluruhan akan berkurang. Segala sesuatu di dunia akan
menjadi selaras dan seimbang. Kita diajarkan bahwa keadaan dunia ini merupakan cerminan
dari kesadaran para penduduknya. Ketika umat manusia dapat bekerja sama secara harmonis
dengan alam, maka alam tidak akan membuat kita menderita dengan bencana dan sebagainya.
Ketika manusia dan alam seimbang, maka alam akan memberikan segala sesuatu yang kita
butuhkan untuk hidup yang baik. Tidak ada sesuatu sumber kejahatan yang menjadi rival
Tuhan.
Jadi umat Hindu tidak cuma berusaha menyimpan kenikmatan eksternal dari alam surga
yang dinantikannya setelah mati seperti pada agama-agama tertentu. Kita diajarkan untuk
membangun kebahagiaan internal dalam arus kesadaran rohani. Kebahagiaan itu bersumber
dari cintakasih rohani kita kepada Tuhan, yang kemudian memancar, meluas kepada semua
makhluk dan seluruh alam semesta. Kebahagiaan itu harus dibagikan kepada dunia tanpa
membeda-bedakan.
Tidak seperti pencitraan orang selama ini, sesungguhnya tidak ada diskriminasi dalam
Hindu, baik antara pengikutnya sendiri maupun terhadap umat beragama lain. Hal ini sejalan
dengan pemahaman mendasar yang diberikan Veda mengenai Jiva atau atma. Semua makhluk
sejatinya adalah atma, yang semua merupakan bagian dari Tuhan Yang Maha Esa, Paramatma,
Roh Tertinggi. Semua kehidupan pada dasarnya adalah suci. Kanchi Sankaracharya Sri
Candrasekharendra Sarasvati berkata, “Perhatian kepada segenap ciptaan Tuhan ini yang kita
temukan terungkap oleh Veda, tidak dimiliki oleh agama-agama lain. Sanno astu dvipade
sancatuspade... ini terdapat dalam suatu mantra Veda. Veda berdoa bagi kebaikan semuanya,
makhluk berkaki dua, berkaki empat, dan sebagainya. Bahkan rumput, semak, pepohonan,
gunung-gunung, dan sungai-sungai tak luput dari lingkupnya yang damai. Melalui keutamaan
Veda yang begitu spesial, semua makhluk hidup dan benda mati dibawa ke dalam keadaan

DasanVR e-Books 105


GERBANG KEBENARAN Sri:

yang bahagia.” Ini hanyalah salah satu dari sekian banyak aspek yang indah dari Hindu. Veda
mengajarkan untuk tidak saja memikirkan kesejahteraan diri pribadi dan umat seagama saja,
tetapi mendoakan kebaikan bagi seluruh makhluk hidup, manusia, hewan, tumbuhan, dan
segenap alam.
Menganut suatu agama atau kepercayaan tertentu memang terkadang membuat kita
menjadi terpisah dengan dunia. Kita juga bisa dipisahkan dari sanak keluarga, dari teman-
teman, bahkan dari orang yang sangat kita cintai. Ada agama yang mengajarkan bahwa adalah
hal yang sia-sia apabila mendoakan orang yang tidak seagama, walaupun mereka adalah
orangtua atau anak sendiri. Mungkin saja ini benar untuk doa agama lain. Tetapi Hindu tidak
mengajarkan hal semacam ini. Doa-doa dan mantra dalam Veda tidak saja diperuntukkan bagi
kebahagiaan manusia, tetapi semua kehidupan dan juga benda mati. Veda tidak saja
mendoakan diri kita yang menganutnya dan orang-orang yang kita kasihi saja, tetapi kekuatan
mantra Veda dapat memberikan kesejahteraan kepada bumi, samudera, sungai-sungai,
gunung-gunung, dan sebagainya.
Dengan jalan ini Sanatana Dharma bukanlah agama yang menjadikan penganutnya hidup
terpisah dengan yang lainnya. Hindu atau peradaban rohani Veda ini tidaklah bermusuhan
dengan jalan-jalan rohani lainnya. Jiwa Hindu tidak akan pernah terjebak dalam eksklusivitas
religius. Hindu menghadirkan dan menyediakan sarana bagi setiap orang untuk dapat
mencapai keinsafan rohani tertinggi, setinggi mungkin. Dia membantu kita memahami
siapakah dan apakah sesungguhnya diri kita ini. Apa posisi kita di dunia, berdampingan
dengan begitu banyak kehidupan dan alam ini. Bagaimana kita memberikan potensi kita
dalam keseimbangan, keselarasan, dan kesejahteraan semuanya. Pada akhirnya adalah
menginsafi bagaimana jalinan hubungan kita yang kekal dengan Sang Sumber segalanya.
Seorang Hindu adalah dia yang tidak lagi merasa agamanya sebagai sebuah tradisi kuno
yang ketinggalan jaman. Bukan sekedar sebuah warisan nenek moyang penuh ketakhayulan
yang harus dilestarikan. Bukan saja sebuah fosil peradaban manusia yang hanya dapat
dibanggakan keunikannya. Bukan menjadi Hindu hanya karena terlahir demikian. Dia adalah
seseorang yang paham betul bahwa Hindu sesungguhnya adalah salah satu jawaban terbaik
yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan rohani umat manusia. Mengerti bahwa Veda adalah
penuntun dan pengetahuan yang selalu ada sepanjang masa dan selalu penuh kesegaran.
Dia sepenuhnya menerima Veda, yang telah membangun sebuah jalan yang bersifat
satyam, sivam, sundaram, shanti, dan santosham. Satyam karena dia berdiri di atas dasar
kebenaran yang nyata, mengajarkan kebenaran, dan dapat dibuktikan kebenarannya. Sivam
karena dia memberikan kesucian dan kemujuran. Dia tidak memaksa seseorang menjadi suci,
tetapi membangun kesucian itu dari dalam, membuat masyarakat menjadi suci dengan
sendirinya. Dia membawa kemujuran dan manfaat secara lahiriah maupun rohaniah bagi
semua umat manusia tanpa diskriminasi. Sundaram karena dia membangun segalanya dalam
keindahan, mengubah sensasi duniawi menjadi keindahan rohani yang menarik hati.
Seseorang tak mampu berpaling darinya bukan karena terikat atau terpaksa, tetapi karena
telah jatuh cinta. Shanti karena dia memberikan kedamaian bukan saja bagi umatnya saja
tetapi juga kepada semua makhluk hidup. Kehidupan yang selaras dengan alam semesta selalu

DasanVR e-Books 106


GERBANG KEBENARAN Sri:

menjadi perhatian dalam Hindu. Santosham karena dia selalu berusaha memberikan
kesejahteraan dan kebahagiaan kepada semua orang. Dia menerapkan Ahimsa, prinsip tidak
menyakiti, salah satu ajaran Hindu yang terpenting. Hindu tidak memaksa orang untuk
berubah sehingga tidak akan membuat gangguan yang tidak perlu. Hindu membantu
membangkitkan dan membangun potensi sejati dalam diri.
Seorang Hindu sejati memahami prinsip-prinsip ini, menerapkannya, dan selalu
menghadirkannya dalam kehidupan. Seorang Hindu memiliki kepercayaan diri yang tinggi,
bahwa setiap proses disiplin rohaninya (sadhana) mampu meningkatkan kualitas baik setiap
orang. Dia tunduk kepada hukum, menjauhi perbuatan berdosa, tanpa merasa terpaksa, tetapi
karena dia suka hidup dalam keteraturan dan kesucian yang demikian itu. Dia mampu melihat
dan memperbaiki kekurangan yang ada pada dirinya, namun tidak secara sengaja mencari-cari
kesalahan orang lain serta menghakiminya. Inilah sebagian kualitas Hindu yang kita harapkan
dapat tercermin dari setiap orang yang memilih Hindu, Sanatana Dharma, sebagai penuntun
hidupnya. Seorang Hindu adalah manusia yang tidak memberikan kesusahan pada makhluk
lain dan gangguan terhadap keselarasan alam semesta. Orang seperti ini boleh disebut umat
Hindu sejati.
Seorang Hindu diharapkan tidak sekedar mempelajari agamanya dengan membaca buku
saja, lalu mengulanginya seperti burung beo. Dia hendaknya dengan serius menekuni jalan
yoga apapun yang sesuai dengan dirinya dan melaksanakan penyerahan diri ke dalam proses
sadhana yang diyakininya paling tepat. Bagi seorang Hindu sraddha atau keyakinan yang kuat,
harus selalu disertai pengamalan ajaran dharma sesempurna mungkin. Perbuatan itu sendiri
akan mencerminkan kebenaran dari keyakinan.

DasanVR e-Books 107

Anda mungkin juga menyukai