Kinerja Menara Pendingin
Kinerja Menara Pendingin
Budihardjo
Laboratorium Teknik Pendingin dan Tata Udara Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok
Email: budihardjo@eng.ui.ac.id
Abstrak
Menara pendingin merupakan alat penukar kalor dan massa untuk kebutuhan penurunan air
pendingin kondenser atau proses industri lainnya. Pada bidang Tata Udara, menara pendingin
umumnya terintegrasi dengan sistem Centrifugal Water Chiller.
Unjuk kerja menara pendingin (cooling tower) sangat tergantung pada temperatur bola basah
udara ambient/lingkungan (wet bulb temperature), approach (beda temperatur air keluar menara
pendingin dengan temperatur bola basah udara lingkungan setempat) dan laju alir air pendingin.
Demikian pula dengan range (selisih temperature air masuk dan meninggalkan menara pendingin) dan
approach akan berpengaruh pada unjuk kerja mesin refrigerasi (water chiller).
Kajian awal berupa pengambilan data di lapangan yang dikombinasikan dengan telaah teoretis
dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter laju alir air menara pendingin, temperature bola
basah dan approach terhadap unjuk kerja menara pendingin jenis induced draft counterflow kapasitas
350 ton of refrigeration.
Temperatur bola basah udara akan menentukan seberapa besar approach yang dapat dicapai dan
ini akan menentukan besarnya/ukuran menara pendingin. Oleh karenanya, sebelum dilakukan proses
rancangan dan pemilihan menara pendingin, data temperatur bola basah harus dipilih/ditetapkan
sesuai dengan kondisi setempat.
Data-data pengukuran lapangan pada menara pendingin, menunjukkan bahwa nilai range rata-
rata berkisar antara 2 oC – 3 oC (3,6 oF – 5,4 oF) sedangkan approach antara 2,1 oC – 2,8 oC (3,8oF –
5,0 oF). Menurut data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika pada tahun 2006 – 2008
temperatur bola basah di Indonesia berkisar antara 22,5 oC (72,5 oF) sampai dengan 27 oC. (80,6 oF).
Sedangkan data vendor umumnya hanya mencantumkan unjuk kerja menara pendingin dirancang
untuk temperatur bola basah udara luar sebesar 27 oC (80,6 oF). Namun kondisi ini kenyataannya
hanya terjadi berapa jam saja dalam setahun.
Jika heat load (beban menara pendingin) dan temperatur bola basah dianggap konstan,
perubahan approach akan mempengaruhi biaya menara pendingin. Sebagai titik acuan, pada approach
= 7 oF (3,8 oC), biaya (relatif) dianggap = 1. Semakin rendah approach (temperatur air meninggalkan
menara pendingin mendekati temperatur bola basah udara setempat), biaya menara pendingin akan
bertambah. Demikian pula halnya dengan daya motor penggerak fan menara pendingin. Semakin
rendah approach, daya fan akan meningkat.
Pemilihan menara pendingin dengan approach rendah/kecil akan meningkatkan efisiensi chiller,
namun akan menambah konsumsi energi fan dan biaya awal. Pada nilai range tertentu, semakin rendah
temperature air meninggalkan menara pendingin, maka nilai energi kW/ton juga semakin rendah.
Kata kunci : Menara Pendingin, Temperature Bola Basah, Range, Approach, Kinerja Menara
Pendingin.
diilustrasikan pada Gambar 3. Air meninggalkan dengan temperatur air. Kemiringan garis operasi udara
kondenser, masuk ke menara pendingin pada titik A ditunjukkan dengan garis CD yang setara dengan ratio
(Twin) dan meninggalkan menara pendingin pada L/G. Nilai entalpi air dan udara pada berbagai
kondisi titik B (Twout). Entalpi udara (berupa lapisan temperatur operasi dapat diketahui dari grafik tersebut.
film) akan mengikuti kurva saturasi dari titik A ke titik Garis E-F menunjukkan kondisi aktual aliran udara.
B. Udara masuk menara pendingin pada titik C’ yang Definisi range, approach dan ratio laju alir massa air
memiliki entalpi h1. Besarnya enthalpy driving force dengan udara (L/G) ditampilkan pada kurva tersebut.
pada kondisi awal ditunjukkan dengan garis BC Dari kurva kesetimbangan diatas, ada 3 parameter
sedangkan garis AD adalah enthalpy driving force yang akan menentukan karakteristik menara
pada saat udara meninggalkan menara pendingin. pendingin, yaitu temperatur bola basah udara setempat
Sejumlah kalor diberikan dari air ke aliran udara (lingkungan), laju alir air pendingin kondenser dan
sehingga terjadi penambahan entalpi yang sebanding approach.
Gambar 3. Kurva keseimbangan air – udara menara pendingin jenis lawan arah [2]
Jika salah satu dari ketiga parameter tersebut itu, karena menara pendingin , kondenser, pompa
berubah, maka akan terjadi perubahan unjuk kerja sirkulasi air kondenser (condenser water pump),
menara pendingin. Perubahan parameter tipikal chiller dan pompa air sejuk (chilled water pump)
yang mungkin terjadi antara lain : merupakan suatu sistem tersendiri , maka perlu
• Kenaikan atau penurunan temperatur bola dilakukan penyesuaian operasi kerja diantara
basah udara setempat → akan berpengaruh komponen-komponen tersebut, sehingga
terhadap sizing (ukuran) menara pendingin, dihrapkan dapat menghasilkan suatu unjuk kerja
• Adanya penambahan beban pada kondenser → sistem yang optimal.
menyebabkan kenaikan laju alir air pendingin Demikian pula halnya dengan parameter-
kondenser dan atau kenaikan range, parameter yang secara langsung akan
• Perubahan temperatur bola basah udara mempengaruhi unjuk kerja menara pendingin,
setempat dan atau perubahan range akan harus ditetapkan sesuai dengan kebutuhan proses,
menyebabkan perubahan approach. misalnya beban kalor yang harus dilepaskan
menara pendingin, temperatur wet bulb udara
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja setempat, penentuan range, ratio laju alir massa
menara pendingin air dengan udara, approach, konfigurasi fill dan
Kriteria utama pemilihan menara pendingin sistem distribusi air didalam menara pendingin.
didasarkan pada besarnya beban kalor refrigeran Sampai dengan saat ini, kondisi rancangan
yang dilepas ke air pendingin kondenser. Selain kebutuhan air pendingin kondenser ditetapkan
[Tipikal] 60
1.8
1.6 40
1.4
20
Biaya CT (Relatif)
1.2
1.0 0
0.8 20 40 60 70 80
0.6 Wet Bulb Temperature, oF
0.4
CW A
0.2
0.0
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar 6. Pengaruh perubahan temperatur bola
Approach , oF basah terhadap approach dan temperatur air
meninggalkan menara pendingin [5].
Gambar 4. Pengaruh approach terhadap biaya
menara pendingin [3].
4. Temperatur bola basah udara
Temperatur bola basah udara akan
menentukan seberapa besar approach yang dapat
dicapai dan ini akan menentukan besarnya/ukuran
menara pendingin. Oleh karenanya, sebelum
perancangan dan pemilihan menara pendingin,
data temperatur bola basah harus Obyek studi yang dipilih adalah gedung
dipilih/ditetapkan sesuai dengan kondisi setempat. perkantoran dua belas lantai berlokasi di Jakarta
Sebagai contoh, data temperatur bola basah Selatan, yang memiliki luas lantai total 14.000
tahunan untuk daerah Jakarta yang diperoleh dari m2. Untuk mengatasi beban pendinginan gedung,
BMKG Kemayoran dapat dilihat pada Gambar 7. digunakan dua buah centrifugal chiller-water
dan 8. Data tahun 2007 dan 2008 menunjukkan cooled condenser kapasitas 350 ton of
bahwa temperatur bola basah udara rata-rata refrigeration (1.232 kW) yang bekerja secara
untuk rentang waktu pukul 08.00 – 17.00 berkisar bergantian.
antara 22,7 oC (72,9 oF) dan 27,0 oC (80,6 oF), Dua buah cooling tower jenis induced draft
sedangkan untuk rentang waktu 24 jam, yaitu dengan dioperasikan secara bersamaan, masing-
antara pukul 00.00 sampai dengan pukul 23.00 masing mempunyai heat load 300 ton of
adalah 22,5 oC (72,5 oF) dan 25,3 oC (77,5 oF). refrigeration (1.056 kW) beroperasi pada kondisi
Data-data dari vendor secara umum rancangan Twin = 95 oF (35 oC) dan Twout = 85 oF
mencantumkan bahwa unjuk kerja menara (29,4 oC) pada temperatur bola basah Twb = 80,6
o
pendingin dirancang untuk temperatur bola basah F (27 oC), laju alir air masuk menara pendingin
udara luar sebesar 27 oC (80,6 oF). Namun 3,74 gpm/ton (67 mL/s/kW).
kondisi ini kenyataannya hanya terjadi berapa jam
saja dalam setahun. 6.1. Pengaruh Twb terhadap temperatur air
keluar menara pendingin
Hubungan antara temperatur air keluar
TWB Tahun 2007 & 2008
menara pendingin dengan temperatur bola basah
Pukul 08.00 - 17.00
30 pada laju air sebesar 3 gpm/ton (54 mL/s/kW)
29
28 untuk berbagai kondisi range, dapat dihitung
27 dengan pendekatan regressi [1] sebagai berikut :
TWB [oC]
26
25
24
23 Twout = a + b Twb + c T r + d Twb2 + e Tr2 + f Tr Twb
22
21 (1)
20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
dimana : Twout = temperatur air meninggalkan
Bulan
Twb maks 2007 Twb min 2007 menara pendingin (oF, oC), Twb = temperatur bola
Twb maks 2008 Twb min 2008 basah udara setempat (oF, oC) dan Tr = range (oF,
o
C), konstanta a sampai dengan f diperoleh dari
Gambar 7. Data temperature bola basah Kota perhitungan.
Jakarta Tahun 2007 dan 2008, BMKG Twb dipilih sesuai dengan data-data cuaca
Kemayoran, Pkl. 08.00 – 17.00 Jakarta (Kemayoran) tahun 2007 dan 2008 dan
range disesuaikan dengan kondisi aktual lapangan
dan data-data dari vendor menara pendingin.
TWB Tahun 2007 & 2008
Pukul 00.00 - 23.00 Diperoleh grafik seperti pada Gambar 9. Pada
30 range tertentu, semakin besar Twb, temperatur air
29
28
keluar menara pendingin (Twout ) akan semakin
27 meningkat. Hal ini akan berdampak pada
TWB [o C]
26
25
meningkatnya tekanan (refrigeran) kondenser
24 yang diikuti dengan meningkatnya konsumsi
23
22
energi chiller.
21
20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Twb maks 2007 Twb min 2007
Twb maks 2008 Twb min 2008
Gambar 8. Data temperature bola basah Kota
Jakarta Tahun 2007 dan 2008, BMKG
Kemayoran, Pkl. 00.00 – 23.00
5. Studi kasus
86.0
EIRFT = a + b . tchws + c . tchws2 + d . twout + e .
84.0
twout2 + f . twout . tchws (3)
TWout [oF]
82.0
80.0
EIRFPLR = a + b . PLR + c . PLR2 (4)
78.0 PLR = Q/(Qrated . CAPFT) (5)
76.0
70 72 74 76 78 80 82
Konsumsi daya chiller pada berbagai kondisi
TWB (oF)
operasi dapat dihitung dari persamaan (6) dengan
R = 10 R= 9 R= 8 R= 7 R= 6 R= 5
terlebih dahulu menyelesakan persamaan (2) –(5).
Gambar 9. Hubungan antara Twout dengan Twb P = Prated . CAPFT . EIRFT . EIRFPLR
pada range tertentu (6)
Dimana :
6.2. Pengaruh Twb terhadap approach • CAPFT adalah kurva yang menggambarkan
Gambar 10. menunjukkan pengaruh ketersediaan kapasitas sebagai fungsi dari
perubahan Twb terhadap approach pada kondisi temperatur evaporator dan kondenser,
range tertentu dan pada laju alir air pendingin • EIRFT adalah kurva yang menggambarkan
sebesar 3 gpm/ton. Terlihat jelas bahwa semakin efisiensi full load sebagai fungsi dari temperatur
rendah temperatur bola basah, maka approach evaporator dan kondenser,
juga menurun (semakin mendekati temperatur • EIRFPLR adalah kurva yang menggambarkan
bola basah). efisiensi sebagai fungsi dari part load.
• a sampai dengan f adalah konstanta regresi.
T WB vs Approach • PLR adalah part load ratio chiller
pada 3 gpm/ton
10.0
8.0
Data-data studi kasus kemudian dimasukkan
6.0 kedalam persamaaan (2) s.d (6), dan diperoleh
Approach, oF
terhadap kW/ton pada temperature bola basah Gambar 13. Hubungan temperatur air
78 oF (25,6 oC) meninggalkan menara pendingin dengan kW/ton
pada berbagai range.
System Energy Approach
TWB = 72 o F (22,2 o C) 6. Kesimpulan
0.61
Pemilihan temperatur air keluar menara
pendingin yang optimum akan lebih sulit jika
0.6
dibandingkan dengan pemilihan temperatur air
0.59 sejuk, karena adanya hubungan interaktif yang
cukup rumit antara chiller dengan menara
kW/ton
0.58
pendingin.
0.57
Kinerja menara pendingin akan berdampak
0.56 langsung pada unjuk kerja sistem chiller secara
0.55 keseluruhan. Pemilihan menara pendingin dengan
approach rendah/kecil akan meningkatkan
0.54
10 9 8 7 6 5 4 3
efisiensi chiller, namun akan menambah konsumsi
energi fan dan biaya awal.
Approach, oF
2 gpm/ton(36 mL/s/kW) Semakin tinggi temperatur bola basah
3 gpm/ton(54 mL/s/kW)
setempat, semakin tinggi kebutuhan laju alir air
Gambar 12. Pengaruh perubahan approach menara pendingin
Secara ideal, perlu dilakukan optimasi, baik
terhadap kW/ton pada temperature bola basah
kebutuhan energi maupun biaya secara
72 oF (22,2 oC)
menyeluruh dengan melibatkan chiller, pompa air
Pada temperatur bola basah 78 oF dan laju alir kondenser berikut sistem perpipaannya dan
air pendingin condenser 3 gpm/ton (54 mL/s/kW), menara pendingin, sehingga dapat ditentukan
kondisi optimal terjadi pada approach 5 oF. kondisi operasi yang optimal pada berbagai
pembebanan dan kondisi temperatur bola basah
Sedangkan kondisi optimal untuk laju alir air
pendingin kondenser 2 gpm/ton (36 mL/s/kW) yang selalu berubah.
belum dapat ditentukan secara pasti, mengingat
adanya penyimpangan bentuk kurva pada Ucapan Terima Kasih
approach antara 3 oF dan 7 oF. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
2. Kondisi optimal chiller terjadi pada laju alir Laboratorium Teknik Pendingin dan Tata Udara
DTM FTUI atas fasilitasi pengukuran lapangan,
air 3 gpm/ton (54 mL/s/kW) pada temperatur
bola basah udara 72 oF, pada nilai approach = sehingga studi awal ini dapat terlaksana.
4 oF.
3. Pada range tertentu, penurunan temperatur
air meninggalkan menara pendingin akan
diikuti dengan penurunan daya chiller Daftar Pustaka
1. ASHRAE, 2008 ASHRAE Handbook, HVAC
kW/ton, Gambar 13.
System and Equipment, Atlanta, GA 30329
2. N.P. Cheremisinoff,1981, Cooling Towers
Pengaruh Twout terhadap kW/ton Selection Design and Practice , Ann Arbor
0.78 Science,.
0.76
0.74
3. J.W Furlong and F.T Morrison, 2004,
0.72 Optimization of Water-Cooled Chiller-
kW/ton
6. Wang Shan Kuo, 2003, Handbook of Air the Sizing of Cooling Tower for Optimal
Conditioning and Refrigeration, 2nd edition, Chiller-Cooling Tower Energy Performance,
McGraw-Hill. Proceedings ISHVAC.
7. M. Schwedler, 1997 , How Low-Flow
Systems Can Help You Give Your Customers
What They Want, Trane Engineers Newsletter
— Vol. 26, No. 2 August.
8. Chia-Wei Liu, Yew-Khoy Chuah, 2007,
Using Annual Building Energy Analysis for