Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH BIOKIMIA

PENGHAMBATAN ENZIM
SIKLOOKSIGENASE OLEH NONSTEROIDAL
ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID)

OLEH :
NAMA : E. RARAS PRAMUDITA R.
NIM : 098114040
KELAS :A

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
Pengharnbatan enzim siklooksigenase
oleh nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)

Obat antiradang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non streroidal
antiinflammatory drugs (NSAIDs) adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer,
memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis
prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Pada tahun 1899
asam asetil salisilat sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik dengan kerja antiradang
yang kuat untuk pertama kalinya digunakan dalam pengobatan simptomatis penyakit-
penyakit rematik. Pada tahun-tahun berikutnya mulai digunakan obat-obat lain untuk
tujuan pengobatan yang sama, antara lain fenilbutazon, indometasin, dan ibuprofen. Obat
antiradang bukan steroid diindikasikan pada penyakit-penyakit rematik yang disertai
radang seperti rheumatoid- dan osteoartritis untuk menekan reaksi peradangan dan
meringankan nyeri.
Di samping sebagai obat antiradang, asam asetil salisilat memiliki peranan lain
dalam terapi obat yang tidak kalah pentingnya, yaitu sebagai zat penghambat agregasi
trombosit. Berbeda dengan obat antiradang bukan steroid lainnya, asam asetil salisilat
merupakan inhibitor ireversibel siklooksige-nase dengan mekanisme kerja melalui asetilasi
residu asam amino pada enzim tersebut. Karena laju biosintesis enzim siklooksigenase di
dalam trombosit berlangsung lambat, maka enzim yang telah diinaktifasi oleh reaksi
asetilasi tersebut tidak akan tergantikan lagi selama waktu hidup trombosit, sedangkan
aktivitas siklooksigenase di dalam sel endotel relatif cepat dipulihkan kembali melalui
biosintesis enzim tersebut sehingga produksi prostasiklin praktis tidak terganggu.

Mekanisme kerja NSAID


Mekanisme kerja obat ini dapat diterangkan dengan mengikuti alur biosintesis
prostaglandin. Prostaglandin merupakan kelompok senyawa turunan asam lemak
prostanoat (C20) yang rantai atom karbonnya pada nomor 8-12 membentuk cincin
siklopentan. Saat ini dikenal prostaglandin A sampai I yang dibedakan oleh substituen
yang terikat pada cincin siklopentan. Pada manusia, asam arasidonoat (asam 5,8,11,14-
Eikosatetraenoat) merupakan prazat terpenting untuk mensintesis prostaglandin.
Terdapat dua jalur utama reaksi-reaksi yang dialami oleh asam arasidonoat pada
metabolismenya, yaitu jalur siklooksigenase yang bermuara pada prostaglandin,
prostasiklin, dan tromboksan serta jalur lipoksigenase yang menghasilkan asam-asam
hidroperoksieikosatetraenoat (HPETE) .

Reaksi tahap pertama jalur siklooksigenase dikatalisis oleh dua jenis enzim, yaitu
siklooksigenase dan hidroperoksidase. Obat antiradang bukan steroid menghambat
biosintesis prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan melalui penghambatan aktivitas
enzim siklooksigenase. Khusus asam asetil salisilat, bukan hanya menghambat melainkan
memblok secara ireversibel enzim siklooksigenase melalui reaksi asetilasi residu serin-529
atau –516 pada enzim tersebut. Karena prostaglandin berperanan penting pada timbulnya
nyeri, demam, dan reaksi-reaksi peradangan, maka obat antiradang bukan steroid melalui
penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase, mampu menekan gejala-gejala tersebut.
Namun demikian, prostaglandin juga berperanan penting pada proses-proses fisiologis
normal dan pemeliharaan fungsi regulasi berbagai organ.
Pada selaput lendir traktus gastrointestinal, prostaglandin berefek protektif.
Prostaglandin meningkatkan resistensi selaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotis,
termis atau kimiawi. Dalam suatu telaah telah ditunjukkan, bahwa pengurangan
prostaglandin pada selaput lendir lambung memicu terjadinya tukak. Hal ini membuktikan
peranan penting prostaglandin untuk memelihara fungsi barier selaput lendir. Dengan
demikian, mekanisme kerja obat antiradang bukan steroid sekaligus menjelaskan profil
efek utama maupun efek samping obat ini terutama toksisitasnya pada traktus
gastrointestinal yang membatasi penggunaan obat ini.
Selain sebagai penghambat sintesis prostaglandin, beberapa contoh kerja lain
NSAID adalah sebagai berikut. Fenilbutason (reumatoid artritis, pirai akut, sinovitis,
ankilosing spondilitis dan osteoartritis), mirip asam asetilsalisilat yaitu uncouple oksidatif
fosforilasi, interaksi dengan protein selular, menghambat pembebasan histamin,
menghambat sintesis mukopolisakarida, menstabilkan membran lisosomal dan mengurangi
respons terhadap enzim lisosomal. Indometasin (reumatoid dan beberapa tipe artritis
termasuk pirai akut), menghambat motilitas leukosit polimorfonuklir, uncouple oksidatif
fosforilasi dan menghambat sintesis mukopolisakarida. Turunan asam propionat
(reumatoid artritis, osteoartritis dan ankilosing spondilitis), beberapa diantaranya dapat
menghambat migrasi dan fungsi leukosit, khususnya naproksen sangat potensial.
Ketoprofen dapat menstabilkan membran lisosomal dan aksi antagonis terhadap bradikinin.
Piroksikam (reumatoid artritis, osteoartritis), menghambat aktiviasi neutrofils. Diklofenak
(rheumatoid artritis, osteoartritis dan ankilosing spondilitis), mengurangi konsentrasi
intraselular asam arakidonat bebas pada leukosit

Siklooksigenase-1 dan -2
Awal tahun 90-an ditemukan bahwa enzim siklooksigenase terdapat dalam dua
bentuk (isoform), yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua
isoform berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang
berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalisis pembentukan prostanoid
regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir traktus gastrointestinal,
ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Bertolak belakang dengan COX-1, COX-2 tidak
konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis atau
onkogenesis. Setelah stimulasi tersebut lalu terbentuk prostanoid yang merupakan mediator
nyeri dan radang. Penemuan ini mengarah kepada hipotesis, bahwa COX-1 mengkatalisis
pembentukan prostaglandin “baik” yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi
regulasi fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalisis pembentukan prostag-landin “jahat”
yang menyebabkan radang. Sehubungan dengan hipotesis tersebut maka toksisitas obat
antiradang bukan steroid klasik pada saluran gastrointestinal disebabkan oleh hambatan
tidak selektif obat tersebut terhadap aktifitas COX-1 dan COX-2.
Namun demikian, pada penelitian lanjutan ditemukan bahwa COX-2 ternyata tidak
hanya indusibel melainkan juga konstitutif dan terdapat pada berbagai jaringan. Pada
kondisi fisiologis ekspresi konstitutif COX-2 ditemukan pada ginjal, pembuluh darah,
paru-paru, tulang, pankreas, sumsum tulang belakang dan selaput lendir lambung.
Nampaknya COX-2 bukan hanya pada kondisi patofisiologis melainkan juga pada kondisi
fisiologis normal memiliki peranan penting. Akhirnya COX-1 diformulasikan sebagai
enzim konstitutif yang mempertahankan fungsi-fungsi homeostatis, sedangkan COX-2
sebagai enzim regulator yang memiliki fungsi fisiologis maupun patofisiologis.
Karakteristika enzim siklooksigenase-1 dan –2 dapat dilihat pada tabel berikut:

Karakteristika siklooksigenase-1 dan -2


Parameter Siklooksigenase-1 Siklooksigenase-2
Ukuran gen 22 kb 8,3 kb
Ekson 11 10
Kromosom 9q32 – q33,3 1q25,2 – q25,3
mRNA 2,8 kb 4,1 kb
Regulasi mRNA konstitusi indusibel
Induktor - Sitokin, LPS
Jumlah asam amino 599 604
Lokasi Membran inti Membran inti
Kofaktor 1 mol Heme 1 mol Heme
Tempat pengikatan Serin-529 Serin-516
asam asetil salisilat
Spesifisitas substrat Asam arasidonoat, asam Asam arasidonoat, asam linoleat,
linoleat asam eikosapentenoat
Aktivitas 23 mmol asam 11 mmol asam
arasidonoat/mg/menit arasidonoat/mg/menit
Inhibitor selektif siklooksigenase-2
Strategi pertama untuk mengurangi toksisitas obat antiradang bukan steroid klasik
adalah penghambatan selektif COX-2. Karena semua obat antiradang bukan steroid klasik
merupakan inhibitor tidak selektif COX-1 dan COX-2, maka diusahakan membuat
senyawa yang dapat menghambat aktifitas COX-2 secara selektif.
Secara struktural terdapat beberapa golongan inhibitor selektif COX-2, yaitu:
(1) turunan karbosiklis dan Heterosiklis yang terikat visinal dengan moieties aril,
(2) turunan diaril- atau aril/heteroaril-eter dan –tioeter,
(3) turunan cis-stilben, serta
(4) keton diaril dan aril/heteroaril. .
Pada penanganan pasien-pasien osteo- dan rheumatoidarthritis, inhibitor selektif
COX-2 menunjukkan kerja antiradang yang setara dengan obat antiradang bukan steroid
klasik tetapi dengan toksisitas lebih ringan pada saluran gastrointestinal. Namun demikian,
ada pula kecendrungan peningkatan tekanan darah sebagai efek samping inhibitor selektif
COX-2.

KESIMPULAN
1. Kerja utama kebanyakan NSAID adalah menghambat sintesis prostaglandin melalui
pengharnbatan enzim siklooksigenase.
3. Selain kerja utama masih ada berbagai kerja lain yang memberi efek antiradang.
DAFTAR PUSTAKA

Kartasasmita, R,Perkembangan Obat Antiradang Bukan Steroid,www.acta.fa.itb.ac.id


www.llibrary.usu.ac.id/download/fk/farmasi-soewarni
www.cartidownload.ro

Anda mungkin juga menyukai