INDONESIA
Oleh : Suharto
Dosen Tetap FE Univ. Krisnadwipayana
Kesimbangan internal merupakan kondisi di mana terjadinya
berada pada posisi seimbang (Balance BOP atau BOP=0), tingkat suku bunga
luar negeri (rf) sama dengan tingkat suku bunga dalam negeri (rde). Dengan
r
IS LM
E
rf=rd BOP=0
LM IS
Ye Y
Keseimbangan internal dan eksternal terjadi pada titik E. Dengan
1
dipengaruhi oleh kebijakan fiskal, yang dicerminkan oleh bergeraknya kurva
LM, sekaligus juga dipengaruhi oleh kondisi neraca pembayaran luar negeri
kebijakan fiskal, moneter dan kondisi BOP saling keterkaitan dan saling
mempengaruhi.
saat ini. Beban yang begitu berat pada sisi pengeluaran dari APBN,
mempertimbangkan kondisi BOP yang ada, yaitu BOP yang selalu surplus
2
Indikator Tahun
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Internal
gPDB (%-yoy) 4.38 4.72 5.03 5.68 5.48 6.3
Inflasi(%-yoy) 10.03 5.06 6.40 17.11 6.60 6.59
Eksternal
Ekspor(MilyarUS$) 59.165 64.109 70.767 86.995 103.514 118.937
Impor (MilyarUS$) 35.652 39.546 50.615 69.462 73.868 86.354
RatioHutang ke PDB 65.71 57.01 53.40 45.12 35.28 31.3
Cadangan Devisa
(Milyar US$) 32.039 36.296 36.320 34.724 42.586 56.900
Nilai Tukar 8.950 8.570 8.948 9.713 9.167 9.140
Pembahasan
Kondisi Internal : Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Data pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh gPDB dari tahun-ketahun
keadaan yang terus menurun, kecuali pada tahun 2005 yang dikarenakan
adanya kenaikan BBM secara drastis ( naik rata-rata di atas 100 %) oleh
3
teori ekonomi makro yang dipaparkan di muka, kebijakan fiskal yang
dicerminkan oleh kurva IS, dan kebijakan moneter yang dicerminkan oleh
alam di berbagai daerah. Hal ini yang selanjutnya membebankan sisi fiskal,
pertumbuhan ekonomi.
dapat menjaga tingkat kestabilan moneter dengan sangat baik. Hal ini
dibuktikan bahwa tingkat suku bunga Bank Sentral yaitu BI-rate dari
tahun ke tahun dalam keadaan yang terus menurun, sekalipun ada resiko
sangat tinggi pada tahun 2005 sebesar 17,11 %, akan tetapi Bank Sentral
tidak menaikkan suku bunga BI-rate, sebaliknya dari tahun 2002 sampai
saat ini, Bank Sentral terus berupaya menurunkan suku bunga BI-rate
laju inflasi sejak tahun 2002 adalah lebih di sebabkan oleh faktor-faktor yang
4
distribusi naik, naiknya bahan baku impor, dan besarnya pungutan liar.
yang kontraksi atau tight money policy seperti yang pernah dilaksanakan
atau easy money policy. Dengan perkataan lain, mengatasi laju inflasi yang
terjadi selama kurun waktu 2002-2007 dengan cara menaikkan suku bunga
BI-rate agar jumlah uang yang beredar turun, boleh dibilang bukan
tingkat inflasi yang terjadi pada periode tersebut. Malahan akan ada dampak
investasi.
Kondisi Eksternal
selalu terjadi net ekspor yang positip, yaitu ekspor lebih besar daripada
impor (X>M). Bahkan pada kurun waktu 2006 sampai dengan 2007 net
modal masuk (capital inflow) yang lebih besar daripada aliran modal keluar
5
(capital outflow) maka membuat neraca pembayaran internasional (BOP)
pada periode tahun 2004 – 2007 di mana surplusnya semakin meninggi, hal
yang relatip besar itu, untuk memperkecil hutang luar negeri, telah
Dampak positip lainnya dengan kondisi BOP yang surplus serta kondisi
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, seperti yang diperlihatkan pada
data di atas.
Kesimpulan
dan BOP.
6
telah memperlihatkan keberhasilannya, hal ini dibuktikan dengan data-data
bidang makro atau sektor keuangan saja tidak cukup, akan tetapi harus pula
disertai keberhasilan dalam bidang ekonomi mikro atau sektor riil. Semoga
7
SEKILAS PERKEMBANGAN KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN
MONETER DI INDONESIA PERIODE 2002-2006
Oleh : Suharto
8
Kebijakan Fiskal dan Moneter
merupakan kebijakan dalam mengatur pasar uang. Kedua kebijakan ini pada
dapat menahan laju inflasi. Kedua kebijakan ini dalam upaya mencapai
9
II. Model Ekonomi Makro Untuk Kebijakan Fiskal dan Moneter
II.1.Model Ekonomi Makro Untuk Kebijakan Fiskal Menurut
John Maynard Keynes :
Y= C+I+G (1)
C= Co +cYd (2)
S= -Co + (1-c) Yd (3)
Yd= Y+Tr-Tx (4)
Tx =t Y (5)
I =Io (6)
G=Go (7)
Tr = Tro (8)
Di mana Y = Pendapatan Nasional ; C =Total Konsumsi I= Total Investasi
of payment.
melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara /APBN), ada tiga kondisi fiskal
sebagai berikut :
10
II.2 Model Ekonomi Makro Untuk Kebijakan Moneter Menurut Irving
Fischer:
MV=PT. (9)
=velositas uang, P = harga rata-rata atau indek harga konsumen (IHK), dan
penuh.
hanya dipengaruhi oleh volume transaksi yang diukur dengan PDB riil, tetapi
juga dipengaruhi oleh tiga faktor lainnya yaitu tingkat kekayaan seseorang,
tingkat suku bunga, dan ekspektasi seseorang tentang masa depan. Teori ini
L = f ( Y,W, r, e ) (10)
di mana L adalah Permintaan Uang, Y= Pendapatan Nominal, W= tingkat
Dalam model Cambridge ini, nilai aset seperti pendapatan atau kekayaan
dihitung dalam nilai nominal, oleh karenanya permintaan uang karena faktor
11
motip, yakni motip transaksi (Lt), berjaga –jaga (Lj) dan spekulasi (Lsp/L2).
Lt = kt (11)
Lj = kj (12)
L1= Lt+Lj (13)
Lsp atau L2= k2r + L2o (14)
LM = L1 + L2 atau LM = kt +kj + k2r+L2o atau
LM = k1Y + k2r +L2o (15)
Seperti yang telah dikemukakan pada bagian pengantar dalam
bersifat otonom, besarnya ditentukan dari luar model yang disusun, yaitu :
Ms = Mso (16) ,
LM = Ms (17a)
LM = Mso (17b),
selanjutnya LM kita substitusikan kepada persamaan (15), dengan demikian
persamaan pasar uang atau keseimbangan sektor moneter sesuai dengan
teori Keynes adalah: k1Y + k2r +L2o = Mso (18)
III. Perkembangan Kebijakan Fiskal Di Indonesia Tahun 2002-2006
hal ini Presiden dibantu oleh para menterinya, setelah rancangan undang-
undang fiskal atau budget dalam bentuk APBN yang diajukan disetujui oleh
12
DPR. Pihak eksekutip terus berupaya agar kebijakan fiskal yang dijalankan
itu mempunyai tingkat efektivitas yang tinggi. Dalam hal ini dapat diartikan
Tahun
Data Fiskal
Penerimaan (miliar Rp) 298.605 341.396 403.367 495.224 637.796
Belanja (miliarRp) 322.180 376.505 427.177 509.632 670.591
Pertumbuhan PDB (%) 4.38 4.72 5.03 5.68 5.48
Catatan : Pertumbuhan PDB pada tahun 2007 (Desember) adalah 6.2 %
13
kondisi fiskal ini menunjukkan defisit anggaran. Akan tetapi anggaran
stimulus budget.
2006
otoritas moneter, yaitu Bank Indonesia (BI ) sebagai bank sentral. BI adalah
ekspansip. Hal ini diperlihatkan oleh indikator Jumlah Uang Beredar (JUB)
yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan tingkat suku bunga
SBI, dan tingkat suku bunga pasar untuk Kredit Modal Kerja (SB KMK) ,
14
menurun, kecuali untuk periode 2005-2006, karena adanya kenaikan harga
BBM yang sangat drastis pada bulan Oktober 2005. Dampak selanjutnya
menyebabkan laju inflasi mencapai hingga 17, 1%. Berikut ini tabel
dilaksanakan secara implisit pada tahun 2003, dan secara penuh telah
tahun 2005 telah memberikan hasil yang positip. Hal ini ditandai dengan
menurunnya laju inflasi dari 17.11% pada tahun 2005 dan menurun pada
6.60 % tahun 2006. Sementara itu, dengan diterapkannya ITF dapat pula
15
memberikan dampak positip kepada perkembangan nilai tukar rupiah. Nilai
tukar rupiah cenderung stabil yang mana datanya menunjukkan 9.713 untuk
V. Kesimpulan
Dengan data yang ada sejak tahun 2002 sampai tahun 2006,
budget.
Jumlah Uang Beredar (JUB) dari tahun -ketahun, serta menurunnya tingkat
suku bunga: SBI, Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi.
perekonomian baru saja dikejutkan oleh naikknya harga BBM secara drastis.
Sejak tahun 2005 Bank Indonesia sebagai bank sentral telah berhasil
16
Daftar Referensi :
1. www.bps.go.id.
3. www.bi.go.id
17
18