4 SKS
BAB 1 PENDAHULUAN
Mekanika klasik (Newton, Lagrange, Hamilton dll) sukses menjelaskan gerak dinamis benda-benda makroskopis. Cahaya sebagai gelombang (Fresnel, Maxwell, Hertz) sangat berhasil menjelaskan sifat-sifat cahaya. Pada akhir abad 19, teori-teori klasik di atas tidak mampu memberikan penjelasan yang memuaskan bagi sejumlah fenomena berskala-kecil seperti sifat radiasi dan interaksi radiasi-materi. Akibatnya, dasar-dasar fisika yang ada secara radikal diteliti-ulang lagi, dan dalam perempat pertama abad 20 muncul berbagai pengembangan teori seperti relativitas dan mekanika kuantum.
T1>T2
T1 T2 Eksp Wien
E = (4 / c)T
Raleigh-Jean
adalah konstanta dan c=3x108 m/s adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa.
Wien (1893): panjang gelombang di mana rapat energi radiasi maksimum berbanding lurus dengan 1/T.
Menurut teori medan listrik-magnet, gelombang elektromagnet diemisikan oleh osilator muatan-muatan listrik. Bilamana osilator-osilator dalam kesetimbangan dengan radiasi dalam benda-hitam, maka rapat energi radiasi per satuan volum adalah:
8 2 E( ) = 3 u( ) c
u()= energi rata-rata osilator dengan frekuensi .
Hukum energi ekipartisi: energi rata-rata itu adalah u()=kBT di mana kB=1,3806 x 10-23 J/K adalah konstanta Boltzmann. Dengan c= ,
E( ) =
kBT
Inilah rumusan Raleigh-Jeans, yang ternyata hanya berlaku pada panjang gelombang yang besar.
Max Planck (1900): Suatu benda-hitam adalah kumpulan osilator dalam kesetimbangan dengan medan radiasi. Suatu osilator dengan frekuensi hanya bisa memiliki energi:
n = nh ; n = 0,1, 2, .....
h=6,624 x 10-34 Js disebut konstanta Planck, dan h disebut kuantum energi. Energi rata-rata per osilator dengan frekuensi adalah:
exp( / k T ) u ( ) = exp( / k T )
n=0 n n B n=0 n B
u ( ) =
h exp( h / k B T ) 1
Akhirnya diperoleh:
8 2 h E( ) = 3 h / kBT c e 1
Inilah rumusan Planck yang sesuai kurva radiasi benda hitam secara lengkap.
5
Untuk panjang gelombang yang besar berlaku pendekatan exp(h/kBT)=exp[hc/( kBT)] 1+ h /kBT
8 2 h 8 2 E ( ) = 3 h / k BT = 3 kBT c c e 1
E ( ) =
8hc
1
B
5 ehc / k T 1
ex +
x 1 = 0
(i) untuk suatu jenis logam ada frekuensi cahaya minimal yang dapat melepaskan elektron, dan (ii) semakin tingi intensitas cahaya yang mengenai permukaan logam, semakin banyak elektron yang dilepaskan.
W /h
Menurut Einstein, dalam fenomena tersebut cahaya harus dipandang sebagai kuanta yang disebut foton, yakni partikel cahaya dengan energi kuantum E=h. Dalam teori relativitas khususnya (1905), hubungan energi dan momentum suatu partikel diungkapkan sebagai berikut:
E 2 2 2 = p + mo c c
Untuk foton, karena tidak mempunyai massa diam, sedangkan energinya E=h, maka momentum foton adalah
p=
E h = . c
Arthur H. Compton (1924) Mengamati perubahan panjang gelombang sinar-X setelah dihamburkan oleh elektron bebas.
sinar-X datang
sinar-X terhambur
elektron terhambur
Jika dan adalah panjang gelombang sinar-X sebelum dan setelah terhambur, dan me adalah massa diam elektron, maka diperoleh hubungan:
' =
h (1 cos ) mec
>
energi foton terhambur (E) lebih kecil daripada energi foton datang (E).
Louis de Broglie : Mengemukakan bahwa tidak hanya cahaya yang memiliki sifat mendua, tetapi juga partikel. Suatu partikel dapat juga memiliki sifat gelombang. Menurut de Broglie suatu partikel yang memiliki momentum p jika dipandang sebagai gelombang, mempunyai panjang gelombang:
h . p
Clinton Davisson dan Lester Germer (1927): Memperlihatkan efek difraksi dari berkas elektron ketika melalui celah sempit sebagaimana cahaya. Andaikan a adalah lebar celah dan posisi sudut untuk gelap pertama adalah , maka berlaku
berkas elektron
a sin=
10
Yang penting adalah kecepatan grup, yakni vg=d/dk, di mana =2 dan k=2/. Dengan E=p2/2m, vg =d/dk=dE/dp=p/m=v. Kecepatan grup dari gelombang partikel sama dengan kecepatan partikel itu sendiri.
x x
11
2 ( x , t ) 1 2 ( x , t ) = 2 x 2 v t2
Misalkan
( x , t ) = ( x ) (t )
v 2 d 2 ( x ) 1 d 2 (t ) = =2 2 2 ( x) dx (t ) dt
d 2 (t ) + 2 (t ) = 0 2 dt
( t ) = A sin ( t + )
( x) = C sin
2 2 x + D cos x
13
d 2 (x) 2 + 2 (x) = 0 2 dx v
=2, adalah frekuensi dan adalah konstanta; karena v adalah kecepatan merambat maka panjang gelombang =v/.
Untuk konstanta C dan D diperlukan syarat batas, misalnya untuk fungsi di atas, pada x=0, dan x=L dengan L adalah panjang kawat. Andaikan, untuk x=0, (0)=0 maka D=0,
( x) = C sin
2 x
2L
maka:
= n; n = 1, 2, .....
n n ( x) = C sin x L
14
p2 E = +V 2m
p = 2 m( E V )
v=
E = p
E 2m ( E V )
2 ( x , t ) 2 m ( E V ) 2 ( x , t ) = x 2 E2 t2
Suatu fungsi gelombang partikel dengan energi tetap berkaitan dengan frekuensi tetap. Untuk itu (x,t) memenuhi
( x, t ) = ( x ) e
i t
15
Mengingat
2( x, t ) 2m(E V ) = ( x, t ) x2 h2
Akhirnya diperoleh persamaan:
E = h
dan
h = h / 2
2 ( x) 2m + ( E V ) ( x) = 0 h x 2
2 ( x, y, z) +
2m ( E V ) ( x, y, z) = 0 h2
Bagian waktu exp(-it) telah dihilangkan sementara karena tak mempunyai pengaruh, dan selanjutnya persamaan itu disebut persamaan Schrdinger yang tak bergantung waktu bagi sebuah partikel dalam satu dimensi. V adalah energi potensial yang bentuknya harus diketahui sebelumnya, sedangkan fungsi gelombang (x) dan energi E dari partikel bersangkutan merupakan solusi yang harus dicari dari persamaan tersebut.
16
H ( x ) = E ( x ) (*)
dengan
h H = 2 +V 2m
Dalam bahasa matematik, E adalah harga eigen dari operator H dengan fungsi eigen (x). Persamaan (*) disebut persamaan harga eigen. Turunan pertama terhadap waktu untuk fungsi gelombang (x,t) dalam hal. 14 adalah:
( x, t ) = i ( x, t ) t
Karena E= maka diperoleh
( x, t ) ih = E ( x , t ) t
( x, t ) H ( x, t ) = ih t
Ini disebut persamaan Schrdinger yang bergantung waktu bagi sebuah partikel .
17
( x)
Fungsi (x) yang memenuhi persamaan di atas disebut fungsi yang dinormalisasi, sedangkan disebut rapat peluang. Suatu fungsi gelombang partikel harus memiliki kelakuan yang baik, yakni: tidak sama dengan nol dan bernilai tunggal, artinya untuk suatu harga x, (x) memiliki hanya satu harga saja. fungsi dan turunannya kontinu di semua harga x, dan fungsi (harga mutlaknya) tetap terbatas (finite) untuk x menuju ;
18
n Contoh: ( x) = C sin x L
2 2 2 (x) dx = C sin 0 L
n x dx = 1 L
sin2=(1-cos2)/2, maka hasil integral di atas adalah C2(L/2)=1 sehingga C = 2 / L Jadi secara lengkap fungsi yang dinormalisasi adalah
( x) =
2 n sin L L
Jika (x) adalah kombinasi linier dari sekumpulan fungsi-fungsi {n(x)}, maka penulisannya secara umum adalah seperti:
kompleks.
19
Jika fungsi-fungsi {n(x)} selain ternormalisasi juga ortogonal (disebut ortonormal) satu sama lain maka berlaku
* m ( x ) n ( x ) dx = mn
( x ) ( x ) dx = 1
*
c c
m,n
* m n
* m (x)n (x)dx = 1
c c
m,n
* m n mn
=1
Jadi,
c c
n
* n n
=1
Untuk memudahkan penulisan, fungsi-fungsi dituliskan dalam ket seperti n dan konjugasinya dalam bra seperti n Integral overlap dituliskan seperti:
* k ( x) l ( x) dx = k l
20
Ortogonalisasi Schmidt Andaikan 1 dan 2 adalah fungsi-fungsi yang non-ortogonal satu terhadap lainnya. Misalkan 1=1, lalu pilih 2=2+1. Besarnya dihitung atas dasar 1 dan 2 yang ortogonal satu sama lain.
* 1 2 dx = 1* 2 dx + 1*1 dx = 0
1* 2 dx 1* 1 dx
Bagi suatu operator besaran fisis berlaku istilah matematik berikut: 1. Harga suatu besaran fisis adalah nilai eigen dari operatornya; 2. Setiap nilai eigen dari suatu operator berkaitan dengan suatu fungsi eigen; nilai eigen adalah ril. Persamaan harga eigen: H ( x) = E ( x) fungsi eigen partikel nilai eigen; energi partikel operator energi total; disebut hamiltonian partikel 3. Secara umum harga rata-rata suatu besaran fisis pada fungsi keadaannya memenuhi persamaan operator besaran fisis
Aav =
* ( x) A (x) dx
* (x) ( x) dx
fungsi keadaan partikel
22
Aav = * ( x) A ( x) dx
Andaikan:
An (x) = an n (x)
( x ) = c n n ( x )
n
Karena harga rata-rata suatu besaran fisis adalah ril maka berlaku
Operator momentum: Menurut de Broglie, sebuah partikel yang bergerak sepanjang sumbu-x mempunyai momentum linier px= k dengan k=2/. Fungsi gelombang partikel itu adalah .
( x ) = ae ikx
Bagaimanakah bentuk operator momentum yang memiliki harga eigen px= k ? Untuk itu berlaku persamaan nilai eigen:
p x ( x ) = hk ( x )
( x ) = ae ikx
h k ( x ) = ih
d ( x ) dx
d p x ( x) = ih ( x) dx
Jadi operator momentum linier adalah:
px ih
d dx
p = ih
2 px h 2 d2 1 d d = K= ih ih = 2m 2m dx 2m dx2 dx
24
A dan B
Jika keduanya merupakan operator besaran fisis maka didefinisikan komutatornya seperti
[ A, B] = AB BA
Jika
[ A, B ] = 0
Contoh, tentukan komutator operator-operator x dan d/dx ! Gunakan fungsi (x) sebagai alat bantu:
[ x,
d d ( x ) d ] ( x ) = x[ ] [ x ( x )] dx dx dx d ( x ) d ( x ) = x ( x) x dx dx = ( x )
Buktikan:
Jadi:
d x , dx = 1
d , x = 1 dx
25
Dua buah operator yang komut satu sama lain, mempunyai fungsieigen yang sama.
A = a ; B = b s AB BA = ba ab = 0 AB BA = 0 A, B = 0
[ ]
26
Aav = * ( x, t ) A ( x, t ) dx
[ ]
maka
1 dAav * A + [ A, H ] dx = dt t ih
27
Jadi,
dAav * dA = dx dt dt
dA dt
dengan
d A A 1 = + A, H dt t ih
A t
Besaran fisis seperti itu disebut tetapan gerak dari partikel (kekal dalam pengertian klasik).
28
A = a
= c i i
i =1
c A
j j
= ac j j
j
i*
j j * i j j
c A d = ac d
j j
c
j
Aij = aci
A11c1 + A12c2 + ..........+ A1N cN = ac1 . A21c1 + A22c2 + ..........+ A2N cN = ac2 . A31c1 + A32c2 + ..........+ A3N cN = ac3 . .......... .......... .......... .......... ....... AN1c1 + AN 2c2 + ..........+ ANNcN = acN .
A12 A13 .............. A1N c1 ( A11 a) A21 ( A22 a ) A23 ...............A2 N c2 A31 A32 ( A33 a) .......... A3 N c3 = 0 ............................................................ ... AN1 AN 2 AN 3 ....... ( ANN a) c N
29
Jika elemen-elemen Aij diketahui maka harga a dapat ditentukan sebagai solusi dari polinom yang diperoleh dari determinan:
( A11 a) A12 A13 ................... A1N A21 ( A22 a ) A23 ................... A2 N A31 A32 ( A33 a) ................... A3N = 0 ................................................ AN1 AN 2 AN 3 ................... ( ANN a)
Contoh
0 1 A= 1 0 a 1 =0 1 a
a 1 c1 1 a c = 0 2
a2-1=0, a1=-1 dan a2=1.
1 = 2 =
1 2 1 2
(1 2 ) (1 + 2 )
30
31
Vo E x
h 2 d 2 1 + E1 = 0 2m e dx 2
1 ( x) = Aeikx + Beikx ; k 2 =
gelombang datang
2me E h2
gelombang pantul.
32
h2 d 22 + (E Vo )2 = 0 2me dx2
Karena E<Vo, maka solusi bagi fungsi 2(x) merupakan fungsi eksponensial menurun seperti: 2me (Vo E ) 2meVo Kx K2 = = k2 2 (x) = Ce h2 h2 Di x=0, 1 dan 2 harus bersambung agar fungsi gelombang itu kontinu; Syarat kontinu: 1 2 d1 ( x) d 2 ( x) 1 (0) = 2 (0); dan =
dx
x =0
dx
x =0
A+ B =C
ik ( A B ) = KC
B=
2k k iK A A; C = k + iK k + iK
1 ( x) = Aeikx + 2 ( x) =
k iK ikx Ae ; x < 0 k + iK
2k Ae Kx ; x > 0 k + iK
33
4k 2 4E 2 2 Kx 2 2 ( x) = 2 A e 2 Kx = A e 2 Vo k +K
2
Jadi, meskipun mengalami potensial penghalang yang lebih besar dari energinya, elektron masih mempunyai peluang berada di x>0. Peluang itu menuju nol jika Vo>>E, atau di x=. C/A2= 4k/(k2+K2)=4E/Vo adalah koefisien transmisi yang secara klasik tak dapat diramalkan.
V ( x) = Vo ; 0 x a = 0; x < 0, x > a
Sepanjang perjalanannya energi total elektron, E< Vo.
Vo E
Karena V=0, fungsi gelombang elektron sebagai solusi persamaan Schrodinger dalam daerah x<0 sama dengan:
1 ( x) = Aeikx + Beikx ; k 2 =
2me E h2
34
Dalam daerah 0<x<a, karena E<Vo: fungsi gelombang sebagai solusi persamaan Schrodinger adalah 2m (V E) 2meVo Kx Kx K2 = e o = 2 k2 2 ( x) = Ce + De 2 h h Di daerah x>a, V=0; maka fungsi gelombang di sana adalah:
3 ( x ) = Fe ikx
Syarat kontinuitas di x=0 dengan menggunakan fungsi-fungsi 1(x) dan 2(x), akan memberikan hubungan:
A+ B = C + D ik ( A B) = K (C D)
dan syarat kontinuitas di x=a dengan menggunakan 2(x) dan 3(x), memberikan
F A
1(x)
2(x) 3(x)
36
-a
Elektron terperangkap dalam daerah a<x<a, dan sama sekali tak dapat ke luar daerah itu. Dengan perkata lain peluang elektron berada di x>a dan di x <-a sama dengan nol. Oleh sebab itu, jika (x) adalah fungsi gelombangnya, maka
(a) = (a) = 0
Karena V=0 dalam daerah a<x<a, maka persamaan Schrdinger bagi elektron tersebut adalah:
n ( x) = C cos (nx / 2a ) untuk n=1,3,5, n ( x) = D sin (nx / 2a) untuk n=2,4,6 ...
37
n (x) =
n cos x; n = 1, 3, 5...... a 2a
3 2 1 -a 0 a x
.n (x) =
n sin x; n = 2, 4, 6....... a 2a
3 2 2 2 1 2
-a
* Fungsi-fungsi ini membentuk set ortonormal; artinya: n ( x ) n ' ( x ) dx = nn ' Selanjutnya, diperoleh harga eigen energi:
2 2 2 h En = n 8m a2 ; n = 1, 2, 3,.... e
3 2 1
Energi ini berharga diskrit (tidak kontinu, tapi bertingkat-tingkat) ditandai oleh bilangan kuantum n.
Jika energi E<Vo secara klasik elektron tak dapat ke luar daerah itu. Tetapi secara kuantum, karena potensial itu terhingga elektron masih berpeluang berada diluar daerah a<x<a. Syarat batas hanyalah: () = 0 Persamaan Schrdinger untuk daerah a<x<a adalah:
h 2 d 2 d 2 + E = 0 2 + k 2 = 0 2 2me dx dx
dengan mana diperoleh solusi berikut:
k2 =
2me E h2
Jika energi elektron E<Vo maka (x) merupakan fungsi exponensial yang menurun dan menuju nol di x=. Jadi, untuk xa:
( x) = C e K x dengan
Syarat kontinu di x=a :
K2 =
2me (Vo E) h2
ka tg ka = Ka
tg (ka) Ka n=0
ka ctg ka = Ka
n=1 n=2
2me E h2
2me (Vo E) h2
n=3 /2 3/2 2 ka
Terlihat, jumlah tingkat energi sangat bergantung pada harga Voa2; misalnya untuk Voa2(2/4me) hanya ada satu, dan Voa2(2/2me ) ada dua tingkat energi.
40
3 2 1 o
-a x 0 a
Jelas bahwa meskipun potensial yang dialami elektron itu terhingga, namun karena E<Vo, energinya tetap diskrit. Keadaan energi yang diskrit itu merupakan ciri dari partikel yang terikat dalam sumur potensial. Karena potensial itu berhingga, fungsi-fungsi eigen mempunyai ekor berbentuk eksponensial menurun di luar sumur. Artinya, elektron masih mempunyai peluang berada di luar sumur. Hal ini tidak mungkin secara klasik.
Quantum well, quantum dot, quantum wire adalah pengembangan dari kasus ini dalam riset-riset laser dan optik.
41
= Vo ; 0 < x < a = 0; x a
0 -Vo
a x
E<0
Di x=0, potensial itu sehingga elektron tidak mungkin berada di daerah x<0. Bagaimanakah energi dan fungsi gelombang elektron jika E<0? Di dalam daerah 0<x<a, persamaan Schrdinger adalah:
h2 d 21 + (E +Vo )1 = 0 2 2me dx
d 2 1 + k 2 1 = 0 2 dx
Solusinya:
k2 =
2me (Vo E) h2
1 ( x) = Aeikx + Beikx
h 2 d 2 2 E 2 = 0 2me dx2
d 2 2 K 2 2 = 0 2 dx
K2 = 2 me E h2
2 ( x ) = D e Kx
Syarat kontinu di x=a harus memenuhi 1=2 dan d1/dx=d2/dx. Jadi,
C sin ka = D e Ka
kC cos ka = KDe Ka
dan
ka ctg ( ka ) = Ka
Di pihak lain:
2meVo a 2 k a +K a = h2
2 2 2 2
Ka
n=1
Di mana kn dan Kn diperoleh berdasarkan titiktitik potong dalam gambar. Jadi, energi elektron diskrit, karena elektron terperangkap dalam sumur potensial. Untuk Voa2<2/4me tidak ada titik potong, untuk 2/4me< Voa2<2/2me hanya ada satu titik potong, n=1, dan seterusnya.
n=2
/2
3/2
ka
4 3 2
1
a
44
m adalah massa, dan adalah 2 x frekuensi; gerak osilasi berbentuk sinusoida dengan amplitudo A adalah:
x ( t ) = A sin t
Dengan gaya konservatif tersebut, energi potensial yang dimiliki benda adalah:
r r V ( x) = F . dx = 1 m 2 x 2 2
0
Energi total sebagai jumlah energi potensial (V) dan energi kinetik (K) diperlihatkan dalam:
E = 1 m 2 A2 2
Jadi, secara klasik osilator memiliki energi tunggal.
45
Bagaimana pandangan fisika kuantum? Persamaan Schrdinger untuk suatu partikel berosilasi adalah:
d 2 ( x) 2m + 2 (E V ) ( x) = 0 dx2 h d 2 ( x ) dx
2
2m h
2
(E
1 2
m 2 x 2 ( x ) = 0
Lakukan penyederhanaan: a =
m 2E ; c= ; z = ax h h
d 2 ( z ) dz 2
+ ( c z 2 ) ( z ) = 0
Persamaan ini dapat diselesaikan dalam dua tahap. Tahap pertama: untuk z yang besar c dapat diabaikan: (appr. Asimtotik)
( z) e
z2 / 2
( z) = H ( z) e z
/2
46
d 2 H ( z) dz 2
2z
dH + (c 1) H = 0 dz
merupakan persamaan diferensial Hermite. Solusinya adalah polinom Hermite sebagai berikut:
( )
n = 1 (c 1) = 0, 1, 2, ...... 2
n ( z) = N n H n ( z) e
1 2 n n! 1/ 2 a 1 a2 x2 n ( x) = N n H n (ax) e 2 ; N n = n 1/ 2 2 n!
1 z2 2
; Nn =
n ( x) = a n ( z)
di mana adalah faktor normalisasi dan n merupakan bilangan kuantum . Contoh fungsi-fungsi keadaan:
H o ( z) = 1
H 1 ( z) = 2z
o ( z) =
1 2
1 z2 2
1 ( z ) = 2
2 ( z) =
1 2
1 2
1
ze
1 z2 2
1 z2 2
H 2 ( z) = 4 z 2 2
2 (2 z 2 1)e
47
Dari
c=
2E dan h
n = 1 (c 1) 2
Untuk lebih jelasnya, fungsi-fungsi keadaan diperlihatkan dalam gambar. Fungsi keadaan
2 1 o
Eo z E2 E1
o ( z) = e
1 2
1 z2 2
48
H n +1 ( z ) = 2 z H n ( z ) 2 n H n 1 ( z ) dH n ( z ) = 2n H n1 ( z ) dz
(ii). Sifat ortogonalitas:
e z H m ( z ) H n ( z ) dz = 2 n n! 1 / 2 mn
2
Dengan sifat-sifat di atas, diperoleh sifat-sifat fungsi keadaan: (i) Hubungan rekursif:
n+1 ( z) =
2 n zn ( z) n1 ( z) n +1 n +1 d n ( z) n n +1 n+1 ( z) = n1 ( z) dz 2 2
( z ) n ( z ) dz = mn
49
Contoh:
1. Hitunglah gaya pegas rata-rata.
F = m 2 x Fave = m
2
n ( x )x n ( x ) dx =
m h n ( z )z n ( z ) dz
V=
m 2 x 2
1 2
Vave =
n ( x) x n ( x)dx =
2
h n ( z ) z 2 n ( z )dz
h2 d 2 K = 2m dx 2 d2 d2 h2 K ave = n ( x ) 2 n ( x ) dx = 1 2 h n ( z ) 2 n ( z ) dz 2m dx dz
50
a + a n = n n a a + n = ( n + 1) n
a=
d d 1 (z + ); a+ = (z ); dz dz 2 2
2a + a + 1 2aa + 1 =
d + z2 dz 2
2
Operator a + a mempunyai nilai eigen n dengan fungsi keadaan n; karena n menyatakan jumlah fonon dalam keadaan n maka operator ini disebut operator okupasi. Karena maka
1 2
Selanjutnya,
a+n =
1 2
d z n = n +1n+1 a n = dz
1 2
(z +
d )n = n n1 dz
Terlihat, operator a + mengubah n menjadi n+1; artinya menambah jumlah fonon. Dengan alasan itu operator ini disebut operator kreasi, sedangkan a disebut operator anihilasi.
51
3.8 Transisi dan Aturan Seleksi Suatu medan listrik yang berosilasi, jika berinteraksi dengan elektron, akan menggeser posisi elektron dari posisi stasionernya. Pergeseran itu akan menimbulkan suatu momen dipol . Selanjutnya, dipol itu berinteraksi dengan medan menimbulkan Hamiltonian Misakan medan listrik: E=Eo cos t dan dipol listrik elektron: =er Interaksi dipol dan medan menimbulkan Hamiltonian:
r r r r = . E = eE . r cos t HD o
Interaksi itu memungkinkan elektron bertransisi (berpindah keadaan) dari keadaan awal i ke keadaan akhir f. Probabilitas transisi diungkapkan sebagai berikut:
Pif e
r i* (r )[E o . r ] f
(r ) dv
e i* (r )[E ox .x + E oy y + E oz z ] f (r ) dv
( 2 E o M if ) ; = x, y, z 2
di mana M if = e
( x)
Transisi dari suatu keadaan i ke keadaan f disebut terlarang (forbidden) jika Mif=0; sebaliknya transisi diperbolehkan (allowed) jika Mif0.
Contoh:
Dalam sistem dengan sumur potensial tak hingga, buktikan bahwa momen transisi elektron tidak sama dengan nol jika mnsama dengan suatu bilangan ganjil.
(x * M mn) = e m x n dx
M mn M mn
4a
/2
/2
/2
/2
M mn
1 m = e cos a a 2a
n x cos x xdx 2a
53
M mn
/2
M mn = 0
M mn
1 m = e cos a a 2a
n x sin 2a
x xdx
M mn
/2
/2
/2
M mn = e
4a 1 1 0; m n = ganjil 2 2 2 ( m + n) ( m n)
6 5 4 3 2 1
Transisi dari keadaan dasar 1 ke keadaan lebih tinggi
n ( z) = N n H n ( z) e
1 z2 2
; Nn =
1 2 n n! 1/ 2
h =e m ( z ) z n ( z )dz m
M mn = e m ( x) x n ( x)dx
M mn
55
zn ( z) =
M mn
n +1 n n+1 ( z) + n1 ( z) 2 2
Jelas, aturan seleksi adalah m-n=1 Dari contoh di atas jelas bahwa
0 x01 ~ = x x 0 10 0 x 21 0 x12 0
56
m ( x) x n ( x)dx
Lx = ypz zp y ;
Ly = zpx xpz ;
Lz = xp y ypx
L2 = L2 + L2y + L2 x z
Dalam koordinat bola berlaku hubungan berikut:
x r
57
Buktikan sendiri !!
Komutator-komutator:
[L2 , Lj ] = 0, j = x, y, z.
[ Lz , L ] = hL [ L+ , L ] = 2hLz
Buktikan sendiri !!
L = Lx iLy
58
4.2 Komponen-z Harga eigen dan fungsi eigen operator L z dapat ditetapkan sebagai berikut. Misalkan () adalah fungsi eigen bersangkutan dengan harga eigen Lz sehingga:
Lz = Lz
Lz = ih
Karena
= Lz
ih
exp( iL z / h )
( ) = ( + 2 ) maka
1 exp(iml ) 1/ 2 adalah faktor normalisasi 2 Lz sebagai komponen momentum sudut pada sumbu-z ternyata merupakan besaran yang diskrit atau terkuantisasi. Dalam eksperimen, sumbu-z dinyatakan sebagai sumbu di mana arah medan magnet statik ditetapkan. Oleh sebab itu ml disebut bilangan kuantum magnetik.
59
4.3 Momentum Sudut Total Harga eigen dan fungsi eigen operator L 2 ditentukan sebagai berikut. Andaikan Y(,) adalah fungsi eigen dengan harga eigennya L2:
L2 = h 2 l ( l + 1); l m l
60
Pl
ml
1 m d (1) l ( w) = l (1 w2 ) 2 l 2 l! dw
l+ ml
(w 1) ;
2
w = cos
Lz= Lz=0
m=1
L=h 2
m=0
. Lz=m adalah hasil proyeksi L pada sumbu-z.. Akhirnya, diperoleh fungsi eigen bagi operator:
adalah bilangan bulat positif 0, 1, 2, ..; bilangan ini disebut bilangan kuantum orbital. Untuk suatu harga ada (2 +1) buah harga m, yakni m = - , -( -1),...,-1, 0, 1,..., (-1),
L2
Pl
ml
2 l + 1 ( l m l )! Y ( , ) Y l m l ( , ) = 2 ( l + m l )!
1/ 2
( ) m l ( )
Sifat ortogonalitas:
0 0
1.
0 0
= ll ' ml m 'l
1 4
Y20 ( ) =
3 cos ; 4 3 sin e i 8
Y21 ( ) = Y22 ( ) =
15 sin 2 e 2i 32
62
Dengan fungsi dan harga eigen seperti di atas, persamaan harga eigen adalah:
l = 0;
l = 1;
s Yoo
pz Y1o 3 px (Y11 + Y11) = sin cos 4 2 3 py (Y11 Y11) = sin sin 4 2 i 1
l=2
d z 2 Y20 d xz d yz i 2 1 2 (Y21 + Y21 ) = 15 sin cos cos 4 15 sin cos sin 4 15 sin2 cos2 16
d x2 y 2 d xy i 2
1 2
(Y22 Y22 ) =
15 sin2 sin 2 16
63
z y x z
z y x
z y x
s untuk =0,
y x
p untuk =1 d untuk =2
px
z z y
py
z y x
pz
z y x y
y x x
dz2
dxy
dyz
dx2-y2
dxy
Dalam pembentukan molekul dari beberapa atom, ikatan antar atom berlangsung melalui orbital-orbital tersebut di atas.
64
Sehubungan dengan operator L akan dikemukakan karakteristik operasinya terhadap fungsi harmonik bola Yl,ml .
[ L z , L ] = hL
Tapi
C = h l (l + 1) ml ( ml + 1)
Dengan cara yang sama diperoleh
L+Ylml = h l(l +1) ml (ml +1) Ylml +1 LYlml = h l(l + 1) ml (ml 1) Ylml 1
Kedua persamaan di atas bukan persamaan harga eigen, karena operator-operator itu menggeser bilangan kuantum m.
Operator L+ menambah bilangan kuantum m menjadi m+1, sedangkan L menguranginya dari m menjadi m-1. Oleh sebab itu, kedua operator itu disebut sebagai operator tangga (step operator).
66
l = 1 ml , m' l = 1, 0, 1
m' l = 1 ml = 0
-1 -1 0 0
( ) (L )
1
0, 1
=h 2
(1) + 1, 0
=h 2
0 0 ~(1) 0 L+ = 0 h 2 0 0 h 2 0 1
67
-e
r
+Ze
Misalkan (r,,) adalah fungsi gelombangnya, maka persamaan Schrdinger untuk elektron adalah:
Ze2 2me = 0 + 2 E + h 4o r
2
Karena potensial ini bersifat sentral maka perlu dilakukan transformasi ke koordinat bola, yakni
2 2 ctg 2 1 2 1 2 + + 2 + 2 + 2 2 2 2 r r r r r r sin
2
68
Tetapi, sehingga
2 2 2 = h 2 + ctg + 1 L 2 sin 2 2
2m 2 2 + + 2e r r r 2 h
Ze 2 L2 E + 4 o r 2 m e r 2
= 0
2 R 2 R 2 m e + + 2 2 r r r h
Ze 2 h 2 l ( l + 1) E + R = 0 2 4 o r 2m e r
2
V eff =
Ze h l ( l + 1) + 4 o r 2m e r 2
2
h 2 l (l + 1) 2me r 2
Merupakan potensial efektif yang dimiliki elektron, yakni penjumlahan potensial Coulomb dan kinetik rotasi. Jelas terlihat, bahwa elektron mengalami sejenis sumur potensial dengan dinding. Jadi, elektron itu terikat dalam medan inti sehingga energinya diskrit.
Ze 2 4 o r
69
Misalkan maka
4 o h 2 Z 2e 2 2Z 2 = r; n = ; ao = = 0,53 A o 2 na o 8 o a o E me e
d 2 R 2 dR n 1 l(l +1) R = 0 + + d2 d 4 2
Misalkan solusinya,
R( ) = s L ( ) e / 2
d 2L dL 2 + [2(l + 1) ] + (n l 1)L = 0 d d
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan diferensial Laguerre terasosiasi, yang solusinya merupakan polinom-polinom:
70
dimana n dan adalah bilangan-bilangan bulat positif yang harus memenuhi syarat:
n (l +1); n = 1, 2, 3,.....
Syarat ini menunjukkan bahwa untuk suatu harga n ada n buah harga l .
71
n = 1, l = 0 ; n = 2, l = 0; n = 2 , l = 1; n = 3, l = 0; n = 3 , l = 1; n = 3, l = 2;
Syarat ortogonalitas:
L 11 ( ) = 1,
1 L 2 ( ) = 2 ( 2 ), 3 L 3 ( ) = 18 , 1 L3 ( ) = 3(6 6 + 2 ) 3 L 4 ( ) = 24 ( 4 ), 5 L 5 ( ) = 120 .
q +1 e L qp ( ) L qp ' ( ) d = (2 p + q + 1)
0
( p + q )! p'p p!
p = n + l, q = 2l + 1
72
2l+2
2 l +1 n+l
( )L
2 l +1 n '+ l
R nl ( ) = N nl l e / 2 L 2 l +1 ( ) n+l
Sifat ortonormal dari R:
R nl ( )R n 'l ( ) 2 d = nn '
0 +1 N nl N n 'l 2 l e L 2 l +1 ( )L 2 l+ l ( ) 2 d = nn ' n+l n' 0
73
Akhirnya diperoleh:
2l R nl ( ) = N nl l e / 2 Ln ++1 ( ) l
N nl =
2Z l Rnl (r ) = N nl na r e o
;
3/ 2
Zr nao
2 l +1 n+l
( )
2Z Nnl = na o
Z Z / ao , R10 (r) = 2 e a o
1 Z R20(r) = 2 2 ao
3/ 2
1 Z R30 ( r ) = 9 3 ao
/ 2
3/ 2
(6 6 + )e
2
/ 2
(2 )e
1 Z R31 ( r ) = 9 6 ao R32 ( r ) =
3/ 2
(4 )e / 2 ,
2e / 2
1 Z e / 2 , R21(r) = 2 6 ao
3/ 2
1 Z 9 30 ao
3/ 2
74
Energi keadaan:
Z 2e 2 Z2 En = = 2 (13 ,6 eV ) 2 8 o a o n n
Untuk atom hidrogen di mana Z=1, rumusan ini sama dengan postulat Bohr. Bilangan n disebut bilangan kuantum utama. Untuk suatu harga n ada n buah harga , yakni =n-1, n-2,.,0.
Untuk n>>:
L = nh
Ini sesuai dengan Bohr; jadi postulat Bohr berlaku hanya untuk n>>
75
3/ 2
1 Z Zr / ao e 1s 100 = ; a o 1 2s 200 = 4 2 Z a o
3/ 2
3/ 2
Zr Zr / 2ao 2 e ; a o
3/ 2
1 Z 210 = 4 2 ao 1 Z 211 = 8 ao
3/ 2
2 pz = 210 2 px 2 py
Z = 4 2 a o 1
3/ 2
Zr Zr / 2ao e cos ; a o
3/ 2
Zr Zr / 2ao e sin ei ; a o
1 Z = 4 2 a o Z 4 2 ao 1
z
3/ 2
z y
z y
pz
y
px
py
76
Jadi keadaan suatu elektron dapat dikarakterisasikan oleh tiga bilangan kuantum n, dan m.. Selanjutnya, dengan fungsi-fungsi tersebut di atas, harga rata-rata besaran fisis elektron dapat ditentukan melalui persamaan berikut:
* Aav = nlm l A nlm l dv
dv = r 2 dr sin d d ; 0 r ; 0 ; 0 2
Contoh:
(1 / r ) av,1s
2 1 1 2 r / ao * 2 = 1s (1 / r ) 1s dv = e (1 / r ) r dr sin d d = 1 / ao a o 0 0 0
* 1s
rav,1s = r 1s dv =
4a
3 o
e
0
2 r / ao
4 3!ao 3ao r dr = 4a = 2 24 3 3 o
77
5.2 Efek Relativitas Dalam teori relativitas khusus energi suatu elektron yang bergerak dengan momentum p dan memiliki energi potensial V dituliskan seperti:
E = c me2 c 2 + p 2 + V me c 2
Jika momentum p << mec, ekspansi sebagai berikut dapat dilakukan:
p2 p2 p4 p4 E= 3 + ............... + V = 2m + V 8m3c 2 + .............. 2me 8me c 2 e e
Dalam fisika kuantum, koreksi harus dihitung secara rata-rata. Harga rata-rata misalnya pada keadaan nlm adalah:
l
1 1 4 * * Ec = 3 2 ( p ) av = 3 2 nlml p 4 nlml dv 8 me c 8 me c
En 2 3 1 Ec = 4n l + 1 n 2
e2 4 o hc
1 137
Parameter disebut konstanta struktur halus (fine structure), dan En adalah harga absolut energi elektron. Terlihat bahwa energi koreksi itu bergantung pada bilangan kuantum n dan . Jadi, jika efek relativitas diperhitungkan, maka koreksi energi akan memisahkan fungsi-fungsi yang terdegenerasi.
79
5.3 Probabilitas Transisi Probabilitas transisi sebanding dengan kuadrat transisi momen dipol:
( M if z ) = e i* z f dv
( * M if z ) = e nlml z n 'l 'm 'l dv
Misalnya,
( M if z )
2Zr ao n + n ' 2l +1 2 e Ln +l (r )Ln'l+'+'1 (r )r 3dr l n' a o cos Ylml ( , ) Yl 'ml ' sin d d
l'
Zr 1 1
Integral di atas mempunyai harga tidak sama dengan nol jika =1, m =m.
n = 0 , 1, 2 , ....... l = 1 m l = 0, 1
80
sin cos Y
lml
+ 2 l'l+1 m'l ml 1
dengan y=r sin sin = (- i) r sin (ei-e-i). Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa syarat transisi adalah:
n = 0 , 1, 2 , ....... l = 1 m l = 0, 1
81
5.4 Efek Zeeman; Spin Elektron Elektron yang bergerak mengitari inti dengan jari-jari r dan kecepatan v, menimbulkan arus listrik: I = ev / 2 r r v -e Arus listrik itu menginduksikan momen magnet:
= I r 2 =
Momentum sudut elektron:
evr
L = r me v
Jadi, hubunganantara momen magnet dan momentum sudut: Dalam bentuk vektor:
e = L 2me
L
r eh L e r r L = 2m h = h L e
r -e
Bohr elektron.
L
82
H = H o+ H B r r e r r e B H B = L . B = L.B = Lz h h
Dengan fungsi keadaan elektron nlml
S z
r B
r L
-e
L
U
e Bml
l=1, ml =-1,0,1
berdegenerasi-4
211
E2
210 21-1
200
E2 + e B
E2
E2 e B
E1
100
B=0
100
B0
E1
Transisi:
n = 0 , 1, 2 , ....... l = 1 m l = 0, 1
Pada B=0 teramati satu transisi saja; Pada B0 termati empat transisi.
84
Spin elektron
Pengamatan lebih teliti terhadap beberapa garis spektra menunjukkan garis-garis itu sebenarnya tidak tunggal tetapi doblet. Karena kecilnya pecahan doblet itu, G.E.Uhlenbeck dan S.Goudsmit (1926) menyatakan bahwa elektron sendiri memiliki momentum sudut intrinsik yang disebut spin. Spin memiliki bilangan kuantum s=, sehingga bilangan kuantum magnetiknya ms=, -.
dan
dengan operasi:
12 h ; Sz = 1 h 2 2 3 h2 S = 4 ;
0 S+ = h h S = 0
85
Karena spin adalah momentum sudut juga, maka terhadap r momentum sudut spin harus ditambahkan terhadap momentum sudut L :
r r r J = L+S
l = 0, j=
j =ls
l = 1, j = 1 2 , 3 2 l = 2, j = 3 2 , 5 2
Bilangan kuantum magnetiknya: m j = j , ( j 1),........ .....
j=
m j = 12 , 12
1 2
j = 3 2 m j = 3 2 , 1 2 ,
, 32
1 2
j = 5 2 m j = 5 2 , 3 2 , 1 2 ,
, 32 , 52
86
Momen magnet spin tak dapat diturunkan sebagaimana momen magnet orbital; sebagai analogi
S =
e
h
r gsS
r e r r r r J = L+ S = (L + g s S ) h
r e r r J ( L + 2S ) = ( J + S ) h h r
r r r r r r J . J J e ( J + S ). J r < J >= J J J = h J2 r = e gJ J h r
< J >
J
r
L
r
r J
e r
r r = < > .B HB J
e
h
g J BJ z
Ylml sm s Ylml sm s
sm
mj = ml + ms
l s
e B
h = ( En + e g J Bm j ) nlml sms
g J J z nlml sms
88
211-
E1
100
B=0 B0
100 100-
89
90
H n = ( H ( 0 ) + G ) n = E n n
Karena gangguan cukup kecil, maka gangguan itu hanya akan (0) ( menimbulkan sedikit perubahan dari n menjadi n dan E n0 ) menjadi En. Untuk memperoleh koreksi dapat dilakukan ekspansi sebagai berikut:
( n = n0) + mn(m) m=1
91
Setiap (m) dan setiap (m) tidak bergantung pada , dan setiap (m) dipilih (0) orthogonal terhadap n . Substitusi persamaan (6.4) ke persamaan (6.3) menghasilkan: H n = ( H ( 0 ) + G ) n = E n n
(H E ) = 0 2. (H E ) = G + 3. (H E ) = G + + 4. (H E ) = G + + + . 1.
( 0) ( 0) n ( 0) n 0 (0) (0) n (1) n (0) n (1) n (0) n 1 ( 0) ( 0) n ( 2) n (1) n ( 2) n ( 0) n (1) (1) n n (0) (0) n (3) n (2) n (3) n (0) n (2) (1) n n (1) (2) n n
92
Koreksi order-1
2.
{(H
( 0 )* n
( ( ( ( ( ( [ H ( 0) En0) ]n(1) dv = n0) G n0) dv + n1) n0) n0) dv ( ( ( En0) n0)* n(1) dv = Gnn + n1) ( ( ( n1) = n0) G n0) dv = Gnn
( 0)
(1) Misalkan: n =
m( n )
nm
2.
m n
mn
c (E
nm
( 0) m
) )
mn
c (E
nm
( 0) m
93
m(n)
nm
( ( ( [E m0 ) E n0 ) ] km = G kn + n1) kn
Fihak kiri mempunyai harga jika m=k, sedangkan suku kedua sebelah kanan sama dengan nol karena kn.
( c nk Ek( 0) En0) = Gkn cnk =
n(1) =
(sistem berdegenarasi).
94
Koreksi order-2
3.
{[E
( 0) n
( ( ( ( ( En0) ] n0)* n( 2) dv = cnm n0)*G m0) dv + n2) m( n ) ( + n1) ( ( cnm n0)* m0) dv
m( n)
95
Misalkan
n( 2) =
m( n )
( anm m0)
3.
m( n )
m( n)
a (H
nm ( 0 )* l
(0)
m(n)
( ( El( 0 ) E n0 ) ) lm = nm
m(n)
c
nm
( Glm + n1) nm
m(n)
nm
lm
( a nl ( El( 0 ) E n0 ) ) =
m(n)
( Glm + n1) c nl
anl =
m n
( ( E n0 )
n( 2) =
GmnGlm G G ( 0) nn nl0) 2 l( 0) ( 0 ) ( 0 ) ( 0 ) ( 0 ) ( E E ( ) l ( n )m n ( En Em )( En El ) n l
97
6.2 Efek Stark Pengaruh medan listrik statik terhadap tingkat-tingkat energi suatu atom disebut efek Stark. Atom hidrogen ditempatkan dalam medan listrik statis F yang diandaikan sejajar sumbu-z. Interaksi elektron dengan medan itu adalah:
r r G = er . F = eFr cos
Koreksi order-1 bagi E1( 0)
( ( ( n1) = Gnn = n0) G n0) dv
1s 100 =
ao 3/ 2er / ao ;
1(1) = eF 1 s r cos 1 s dv
= eF
ao 3
e
0
2 r / ao
r dr cos sin d d = 0
3 0 0
98
( 1s0)
( E 20 )
n(1) =
1(s1) =
eF ( E1( 0 ) E20 )
(0) 2s
E1( 0 )
(0) 2 px
( 1s0 )
1(s0) + 1(s1)
0,745ao eF 2 pz ( 0) ( 0) E1 E2
2 pz 2 px 2 py
1 = 210 = 4 2 1 Z = 4 2 a o 1 4 2 Z a o
Z a o
3/ 2
Zr Zr / 2ao e cos ; a o
1s 100 =
2s 200 =
3/ 2
ao 3 / 2e r / ao ;
1 r ao 3 / 2 2 er / 2ao ; a 4 2 o
3/ 2
( 0)
(2) 1
( 2) n
e2F 2 = (0) ( E1 E 2o )
{[
(0) 1s
r cos +
(0) 2s
dv
] + [
2 (0) 2 py
(0) 1s
r cos
(0) 2 px
dv
(0) 1s
r cos
dv
] + [
2
(0) 1s
r cos
(0) 2 pz
dv
]}
2
( 2) 1
e2 F 2 = (0) (0,745a o ) 2 ( E1 E 2o )
E1 = E
(0) 1
( 0,745 a o ) 2 e 2 2 F ( E 2 0 ) E1( 0 )
0,745 a o eF ( 0 ) 2 pz ( E 20 ) E1( 0 )
100
(0) 2
E1( 0 )
( 1s0 )
1s = 1(s0) + 1(s1)
E1 = E1( 0) + 1( 2)
G=0
G=erF cos
101
6.4 Gangguan pada Sistem Berdegenerasi Untuk sistem yang mengandung fungsi-fungsi berdegenerasi, gangguan harus diselesaikan dengan metoda variasi sebagai berikut.
Misalkanlah H adalah hamiltonian sistem yang terganggu. Nyatakan suatu fungsi gelombang dari H sebagai kombinasi linier dari fungsi-fungsi yang belum terganggu {n}.
= c n n
n =1 N
n* H m d = H nm n* m d = S nm
102
E =
* H dv
dv
2 * 2 * cn H nn + cn cm H nm = E cn Snn + cn cm Snm n n m n m n
Untuk memperoleh energi E minimum, variasi terhadap semua koefisien c harus nol; misalnya turunan terhadap ck:
E =0 c k
Hasilnya:
ck H kk + cn H nk = E ck S kk + cn S nk nk n k
103
ck (H kk ES kk ) + cn (H nk ES nk ) = 0
n k
c (H
n n
nk
ES nk ) = 0
104
(H11 ES11 ) (H12 ES12 ) ..........H1N ES1N ) ( (H21 ES21 ) (H22 ES22 ) .........(H2N ES2N )
.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .... =0
disebut determinan sekuler.
(H N1 ES N1 )
(H
N2
Karena mempunyai order-N maka dari persamaan tersebut akan diperoleh N buah harga energi: E1, E2,.,EN. Selanjutnya, substitusi setiap harga energi Ek ke persamaan sekuler menghasilkan satu set harga-harga koefisien, yakni ck1, ck2, .,ckN dengan mana
E k k = c kn n
n =1
Normalisasi:
* c kn c km S nm = 1 n ,m
105
* nm dv = nm
H 12 H 13 .............H 1N c1 H 11 E H 21 H 22 E H 23 ............. H 2 N c2 H 31 H 32 H 33 E..........H 3 N c3 =0 disebut persamaan sekuler ... ...................................................... ...................................................... ... H HN2 H N 3 ........ H NN E c N N1 H 11 E H 21 H 31 H 12 H 22 E H 32 H 13 .............H 1N H 23 ............. H 2 N H 33 E..........H 3 N =0
E k k = c kn n
n =1
* c kn c km nm = 1 n ,m
106
dv = kl
H kl = k H l dv = k H ( 0 ) + eFr cos l dv
( H 11 = H 22 = H 33 = H 44 = E 20 )
3eFao
( (E20) E)
0 0 (E E)
( 0) 2
0 0 0
107
( (E20) E)
Determinan sekuler
3eFao
0 0
=0
0 0
Substitusi E1 menghasilkan c1=c2=1/2 substitusi E2 menghasilkan c1=-c2=1/2. Karena E3 dan E4 sama dengan harga asalnya maka fungsinya juga sama dengan asalnya.
1 (1 + 2 ) = 2 1 2 = (1 2 ) = 2 3 = 3 = 2 px ,
1 =
1 ( 2 s + 2 pz ), 2 1 ( 2 s 2 pz ), 2
4 = 4 = 2 py
108
2
E2(0)
3, 4 1
E1s(0)
1s
E1s = E
1s
0,745a o eF 2 pz (0) (0) E 2 E1
(0) 1s
(0,745 a o ) 2 e 2
( E 20 ) E1(s0 )
F2
1 ( 2 s + 2 pz ), 2 1 2 = ( 2 s 2 pz ), 2 3 = 2 px ,
1 =
4 = 2 py
109
H = H ( 0) (r ) + G (r , t )
Gangguan bergantung waktu Keadaan yang tidak terganggu (keadaan stasioner):
H ( 0 ) (j 0 ) ( r ) = E (j 0 ) (j 0 ) ( r )
Persamaan Schrdinger bergantung waktu:
ih
(j 0 ) ( r , t ) t
=H
(0)
(0) j
(r , t )
(0) j
(r , t ) =
(0) j
( r )e
iE (j 0 ) t
110
Karena H bergantung waktu, maka energi menjadi tidak stasioner, sehinga untuk menentukan fungsi gelomang diperlukan cara yang berbeda dengan persamaan eigen biasa. Misalkan fungsi gelombang bagi H adalah { i (r, t )}
ih
i ( r , t ) = H i (r , t ) t = [ H ( 0 ) ( r ) + G ( r , t )] i ( r , t )
Misalkan i( 0 ) ( r ) adalah keadaan awal, dan karena kehadiran gangguan Selanjutnya fungsi i(r,t) dinyatakan sebagai kombinasi linier dari fungsifungsi lainnya:
i ( r , t ) = aik (t ) k( 0 ) ( r , t )
k
111
ih
k
a ik ( t ) ( 0 ) k (r , t ) = t
a
k
( t ) G ( r , t ) k( 0 ) ( r , t ) ik
(0) f
( r , t ) maka
ih
k
a ik (t ) t
ih
( 0 )* f
( r , t ) k( 0 ) ( r , t ) dvdt = a ik (t ) (f 0 )* ( r , t )G ( r , t ) k( 0 ) ( r , t ) dv
k
a if (t ) t
= a ik (t )
k
( 0 )* f
( r , t )G ( r , t ) k( 0 ) ( r , t ) dv
Pada permulaan diandaikan sistem berada sepenuhnya pada keadaan i( 0 ) ( r ) sehingga aii=1 dan semua aik=0. Asumsikan, beberapa saat sejak gangguan dimulai, aii masih mendekati 1 sedangkan semua aik << aii. Jadi, suku paling penting dalam persamaan di atas adalah yang mempunyai indeks k=i, sehingga
aif (t ) t
Misalkan: G ( r , t ) = G ( 0 ) ( r ) ( t )
aif (t ) t
1 = ih 1 = ih
( r )e
iE (f 0 ) t / h
(0) G ( 0 ) ( r ) ( t ) i( 0 ) ( r ) e iE i t / h dv
( 0 )* f
i(E ( r ) G ( 0 ) ( r ) i( 0 ) ( r ) dv ( t ) e f
(0)
E i( 0 ) ) t / h
1 (0) i ( E (f 0 ) E i( 0 ) ) t / h = G fi ( t ) e ih
a if (T ) a if (0) =
Go fi ih
dt (t ) e
0
i ( E (f 0 ) Ei( 0 ) ) t / h
113
a if (T ) a if (0) =
=0
Go fi ih
dt (t ) e
0
i ( E (f 0 ) Ei( 0 ) ) t / h
fi =
T
E (f0) Ei(0)
aif (T ) =
Go fi ih
(t ) e
0
i fi t
dt
Peluang bertransisi dari keadaan stasioner awal i (r) ke keadaan stasioner akhir (f0) (r)
(0)
Pif =
1 T
a if (T )
(f0) (r)
E (f 0)
G(r,t)
i(0) (r)
Ei( 0 )
114
= o cost
r r
( t ) = cos t
a if (T ) =
=
e o M ih
e o M i 2h
fi
dt cos t e
0
i fi t
fi
e i ( fi + )T 1 e i ( fi )T 1 + fi + fi
115
e 2 o2 M fi 4 h 2T
sin 2 [( fi )T / 2] [( fi ) / 2] 2
i
i
(a) (b)
116