Anda di halaman 1dari 3

Bersatu dan Berpisah Karena Allah

06-September-2005 No. 90 Th. II Jumat 4, 21 Rajab 1426 H/26 Agustus 2005 M Bersatu dan Berpisah Karena Allah Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai. (Ali Imran: 103) Kondisi umat Islam yang berpecah sering memunculkan keprihatinan. Dari beberapa tokoh Islam sering muncul ajakan agar semua kelompok bersatu dalam satu wadah, tidak perlu mempermasalahkan perbedaan yang ada karena yang penting tujuannya sama yaitu memajukan Islam. Mungkinkah umat Islam bersatu dan bagaimana caranya? Persatuan dan perpecahan merupakan dua kata yang saling berlawanan. Persatuan identik dengan keutuhan, persaudaraan, kesepakatan, dan perkumpulan. Sedangkan perpecahan identik dengan perselisihan, permusuhan, pertentangan dan perceraian. Persatuan merupakan perkara yang diridhai dan diperintahkan oleh Allah, sedangkan perpecahan merupakan perkara yang dibenci dan dilarang oleh-Nya. Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Allah telah memerintahkan kepada mereka (umat Islam, red) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan. Dalam banyak hadits juga terdapat larangan dari perpecahan dan perintah untuk bersatu dan berkumpul. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/367). Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: Sesungguhnya Nabi kita Muhammad Saw telah menjelaskan kepada kita satu jalan yang wajib ditempuh oleh seluruh kaum muslimin, yang merupakan jalan yang lurus dan manhaj bagi agama-Nya yang benar ini. Allah Swt berfirman: Dan bahwasanya (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu Allah perintahkan kepada kalian agar kalian bertaqwa. (Al-Anam: 153). Sebagaimana pula Dia telah melarang umat Muhammad Saw dari perpecahan dan perselisihan pendapat, karena yang demikian itu merupakan sebab terbesar dari kegagalan dan merupakan kemenangan bagi musuh. Sebagaimana firman Allah Swt: Dia telah mensyariatkan bagi kalian tentang agama, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang musyrik agama yang kalian seru mereka kepada-Nya. (AsySyura: 13). (Majmu Fataawa wa Maqaalat Mutanawwiah, 5/202, dinukil dari kitab Jamaah Wahidah Laa Jamaat, karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali, hal. 176) Asas dan Hakekat Persatuan Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: Allah Swt mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya (Al Quran) dan Sunnah Nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi perselisihan. Ia (juga) memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al Quran dan As Sunnah secara keyakinan dan amalan, itulah sebab keselarasan kata dan bersatunya apa yang tercerai-berai, yang dengannya akan teraih maslahat dunia dan agama serta selamat dari

perselisihan (Tafsir Al-Qurthubi, 4/105) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: Sebagaimana tidak ada generasi yang lebih sempurna dari generasi para shahabat, maka tidak ada pula kelompok setelah mereka yang lebih sempurna dari para pengikut mereka. Maka dari itu siapa saja yang lebih kuat dalam mengikuti hadits Rasulullah dan Sunnahnya, serta jejak para shahabat, maka ia lebih sempurna. Kelompok yang seperti ini keadaannya, akan lebih utama dalam hal persatuan, petunjuk, berpegang teguh dengan tali (agama) Allah dan lebih terjauhkan dari perpecahan, perselisihan, dan fitnah. Dan siapa saja yang menyimpang jauh dari itu (Sunnah Rasulullah dan jejak para shahabat), maka ia akan lebih jauh dari rahmat Allah dan lebih terjerumus ke dalam fitnah. (Minhaajus Sunnah, 6/368) Oleh karena itu, walaupun berbeda-beda wadah, organisasi, yayasan dan semacamnya, namun dengan syarat tidak fanatik dengan wadah-nya dan berada di atas satu manhaj, berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Saw dengan pemahaman para shahabat (AsSalafush Shalih), maka ia tetap dinyatakan dalam koridor persatuan dan bukan bagian dari perpecahan. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: Tidak masalah jika mereka berkelompok-kelompok di atas jalan ini, satu kelompok di Ib dan satu kelompok di Shana, akan tetapi semuanya berada di atas manhaj salaf, mengikuti Al Quran dan As Sunnah, berdakwah di jalan Allah dan ber-intisab kepada Ahlus Sunnah Wal Jamaah, tanpa ada sikap fanatik terhadap kelompoknya. Yang demikian ini tidak mengapa, walaupun berkelompok-kelompok, asalkan satu tujuan dan satu jalan (manhaj). (At-Tahdzir Minattafarruqi Wal Hizbiyyah, karya Dr. Utsman bin Muallim Mahmud dan Dr. Ahmad bin Haji Muhammad, hal. 15). Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: Bila kita anggap bahwa di negeri-negeri kaum muslimin terdapat kelompok-kelompok yang berada di atas manhaj ini, maka tidak termasuk kelompok-kelompok perpecahan. Sungguh ia adalah satu jamaah, manhajnya satu dan jalannya pun satu. Maka terpisah-pisahnya mereka di suatu negeri bukanlah karena perbedaan pemikiran, aqidah dan manhaj, akan tetapi semata perbedaan letak/tempat di negeri-negeri tersebut. Hal ini berbeda dengan kelompok-kelompok dan golongan-golongan yang ada, yang mereka itu berada di satu negeri namun masing-masing merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya. (Jamaah Wahidah Laa Jamaat, hal. 180). Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa bila suatu persatuan berasaskan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Saw dengan pemahaman para shahabat (As-Salafush Shalih) maka itulah sesungguhnya hakekat persatuan yang diridhai dan diperintahkan oleh Allah subhanahu wa taala, walaupun terpisahkan oleh tempat. Bahaya Perpecahan Bila kita telah mengetahui bahwa hakekat persatuan yang diridhai dan diperintahkan oleh Allah adalah yang berasaskan Al Quran dan As Sunnah dengan pemahaman As-Salafush Shalih, maka bagaimana dengan firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang ada di masyarakat kaum muslimin, yang masing-masing berpegang dengan prinsip dan aturan kelompoknya, saling bangga satu atas yang lain, loyalitasnya dibangun di atas kungkungan ikatan kelompok, apakah sebagai embrio persatuan umat, ataukah sebagai wujud perpecahan umat? Allah Swt berfirman: Dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar-Rum: 31-32).[Fataawa Asy-Syaikh Al-Albani, karya Ukasyah Abdul Mannan, hal. 106, dinukil dari Jamaah Wahidah Laa Jamaat, hal. 178]

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: Dan tidak diragukan lagi bahwa kelompok-kelompok ini menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah subhanahu wa taala, bahkan menyelisihi apa yang selalu dihimbau dalam firman-Nya: Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhan kalian, maka bertakwalah kepada-Ku. (Al-Muminun: 52) Lebih-lebih tatkala kita melihat akibat dari perpecahan dan bergolong-golongan ini, di mana tiap-tiap golongan mengklaim yang lainnya dengan kejelekan, cercaan dan kefasikan, bahkan bisa lebih dari itu. Oleh karena itu saya memandang bahwa bergolong-golongan ini adalah perbuatan yang salah. (At-Tahdzir Minattafarruqi wal Hizbiyyah, hal. 16). Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan berkata: Agama kita adalah agama persatuan, dan perpecahan bukanlah dari agama. Maka berbilangnya jamaah-jamaah ini bukanlah dari ajaran agama, karena agama memerintahkan kepada kita agar menjadi satu jamaah. (Murajaat fii Fiqhil Waaqi As Siyaasi wal Fikri, karya Dr. Abdullah bin Muhammad Ar-Rifai rahimahullah, hal. 44-45). Beliau juga berkata: Hanya saja akhir-akhir ini, muncul kelompok-kelompok yang disandarkan kepada dakwah dan bergerak di bawah kepemimpinan yang khusus, masing-masing kelompok membuat manhaj tersendiri, yang akhirnya mengakibatkan perpecahan, perselisihan dan pertentangan di antara mereka, yang tentunya ini dibenci oleh agama dan terlarang di dalam Al Quran dan As Sunnah. (Taqdim/Muqaddimah kitab Jamaah Wahidah Laa Jamaat). Bukankah mereka juga berpegang dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah? Demikian terkadang letupan hati berbunyi. Asy-Syaikh Shalih bin Saad As-Suhaimi berkata: Jika benar apa yang dinyatakan oleh kelompok-kelompok yang amat banyak ini, bahwa mereka berpegang dengan Al Quran dan As Sunnah, niscaya mereka tidak akan berpecah belah, karena kebenaran itu hanya satu dan berbilangnya mereka merupakan bukti yang kuat atas perselisihan di antara mereka, suatu perselisihan yang muncul dikarenakan masing-masing kelompok berpegang dengan prinsip yang berbeda dengan kelompok lainnya. Tatkala keadaannya demikian, pasti terjadi perselisihan, perpecahan, dan permusuhan. (An-Nashrul Azis Alaa Ar Raddil Waziz, karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali rahimahullah, hal. 46) Mudah-mudahan Allah subhanahu wa taala, senantiasa menjauhkan kita semua dari perpecahan, dan menyatukan kita semua di atas persatuan hakiki yang berasaskan Al Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Wallahualambishawab.

Anda mungkin juga menyukai