Anda di halaman 1dari 9

SIKAP ETNOSENTRISME

Kelompok 6 : Aulia Untari Intan Wulandari I1C109004 Dzulhida Purnama I1C109022 Raden Roro Yuliana Rahmanita I1C109215

SIKAP
Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi sosial. Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap aspek dunia sosial dan bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka individu terhadap isu, ide, orang lain, kelompok sosial dan objek.

Sikap dibagi menjadi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap

Konsep Penting dalam Komunikasi Antarbudaya


Kebudayaan Etnosentrisme Prasangka Streotip

ETNOSENTRISME
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan normanorma kebudayaannya sendiri sebagai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.

TEORI ETNOSENTRISME
Menurut Sumner (1906), manusia pada dasarnya seorang yang individualis yang cenderung mengikuti naluri biologis mementingkan diri sendiri sehingga menghasilkan hubungan di antara manusia yang bersifat antagonistic (pertentangan yang menceraiberaikan).

Teori etnosentrisme Sumner mempunyai tiga segi, yaitu: 1. sejumlah masyarakat memiliki sejumlah ciri kehidupan sosial yang dapat dihipotesiskan sebagai sindrom, 2. sindrom-sindrom etnosentrisme secara fungsional berhubungan dengan susunan dan keberadaan kelompok serta persaingan antarkelompok, 3. adanya generalisasi bahwa semua kelompok menunjukkan sindrom tersebut.

Aplikasi Teori Etnosentrisme pada Fenomena Sosial di Indonesia


Misalnya mahasiswayang berasal dari Medan (suku Batak) akan selalu berkeras pada pendirian dan sikap yang menyebut dirinya sebagai orang yang tegas, berpendirian, dan kasar (kasar dalam artian tegas). Sedangkan Melayu dikatakan pemalu, relijius, dan merasa lebih bisa diterima di mana pun berada. Sedangkan Jawa, akibat pengaruh orde baru, menganggap dirinya paling maju dari daerah lain. Sehingga ketika berhubungan dengan orang luar Jawa, maka stigma yang terbentuk adalah stigma negatif seperti malas, kasar, dan pemberontak.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai