Anda di halaman 1dari 25

PASAR MODAL I.

Pengertian Pasar modal (capital market) adalah pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang dan merupakan pasar yang konkret. Dana jangka panjang yang dimaksud adalah dana yang jatuh temponya lebih dari dari satu tahun. Sedangkan definisi pasar modal menurut Kamus Pasar Uang dan Modal adalah pasar konkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka satu tahun ke atas.umumnya yang termasuk pihak penawar adalah perusahaan asuransi, dana pensiun, bank-bank tabungan, sedangkan yang termasuk peminat adalah pengusaha, pemerintah, dan masyarakat umum. Jadi Pasar ini berfungsi untuk menghubungkan investor, perusahaan dan institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang. Sementara itu, perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrumen keuangan jangka panjang. Adanya pasar modal memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik, karena tidak hanya dimiliki oleh sejumlah orang tertentu. Penyebaran kepemilikan yang luas akan mendorong perkembangan perusahaan yang transparan. Ini tentu saja akan mendorong menuju terciptanya good corporate governance. Dalam arti sempit, pasar modal berarti suatu tempat dalam pengertian fisik yang terorganisasi tempat efek-efek diperdagangkan yang disebut bursa efek. Bursa efek (stock exchange) adalah suatu sistem yang terorganisai ysng mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan pengertian efek adalah setiap surat berharga (sekuritas) yang diterbitkan oleh perusahaan, misalnya: surat pengakuan utang, surat berharga komersial (commercial paper), saham, obligasi, tanda bukti utang, bukti right (right issue), dan waran (warrant). Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Pasar modal berbeda dengan pasar uang (money market). Pasar uang berkaitan dengan instrument keuangan jangka pendek (jatuh tempo kurang dari satu tahun) dan merupakan pasar yang abstrak. Instrumen pasar uang biasanya terdiri dari berbagai jenis surat berharga jangka pendek seperti sertifikat deposito, commercial paper, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen. II. Perkembangan Pasar Modal di Indonesia Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880. Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua ke-empat setelah Bombay, Hongkong, dan Tokyo.

a. Zaman Penjajahan
Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi. Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung memulai perdagangan. Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders. Sedangkan efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan Pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya. Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan bursa. Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. V. Van Velsen, Fa. Beaukkerk & Cop, dan N. Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monad & Co, Fa. Companien & Co, serta Fa. P.H. Soeters & Co. Perkembangan pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah + Rp. 7 triliun) yang berasal dari 250 macam efek. b. Perang Dunia II Pada permulaan tahun 1939 keadaan suhu politik di Eropa menghangat dengan memuncaknya kekuasaan Adolf Hitler. Melihat keadaan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijaksanaan untuk memusatkan perdagangan Efek-nya di Batavia serta menutup bursa efek di Surabaya dan di Semarang.

Namun pada tanggal 17 Mei 1940 secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup dan dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa semua efek-efek harus disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penutupan ketiga bursa efek tersebut sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor-kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja. Selain itu juga mengakibatkan banyak perusahaan dan perseorangan enggan menanam modal di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya Perang Dunia II menandai berakhirnya aktivitas pasar modal pada zaman penjajahan Belanda

c. Pasar Modal Indonesia Dewasa Ini


Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian nasional, memiliki peranan yang penting dalam menumbuhkembangkan perekonomian nasional. Dukungan sektor swasta menjadi kekuatan nasional sebagai dinamisator aktivitas perekonomian nasional. Pun demikian, di Indonesia, ternyata pasar modal masih didominasi oleh pemodal asing. Idealnya, dalam pasar modal perlu ada keseimbangan antara pemodal asing dengan pemodal lokal. Pasar modal Indonesia masih dianalogikan dengan arena judi, bukan sebagai sarana investasi. Akibatnya, hal ini menyebabkan peningkatan fluktuasi dan merugikan investor minoritas. Indonesia memiliki 2 bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), yang masing-masing dijalankan oleh perseroan terbatas. Pada September 2007, Bursa Efek Jakarta dan Surabaya digabungkan (merger) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui merger ini diharapkan dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan ke pasar modal. Melalui penggabungan ini, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan saham secara single listing, sudah terakreditasi pada BEI. Sementara itu, bagi anggota bursa, dengan menjadi anggota bursa atau pemegang saham BEI, akan langsung menembus pasar. Bagi investor penggabungan ini menjadikan makin banyaknya pilihan investasi, karena tidak ada lagi pembedaan pasar BES dan BEJ, karena produk investasi ditawarkan dalam satu atap, BEI. Manfaat Pasar Modal Pasar modal bagi emiten yaitu 1. Jumlah dana yang dapat dihimpun berjumlah besar 2. Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai 3. Tidak ada "convenant" sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan dana/perusahaan 4. Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan 5. Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi lebih kecil Pasar modal bagi investor yaitu 1. Nilai investasi perkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham yang mencapai capital gain 2. Memperoleh dividen bagi mereka yang memiliki/memegang saham dan bunga yang mengambang bagi pemenang obligasi 3. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen yang mengurangi resiko III. Lembaga-Lembaga yang Terlibat di Pasar Modal a. BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) Tugas Badan Pengawas Pasar Modal menurut Keppres No. 53 Tahun 1990 tentang Pasar Modal adalah: 1. Mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga efek dapat ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur dan efisien serta melindungi klepentingan pemodal masyarakat umum. 2. Melaksanakan pembianaan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga berikut: Bursa efek Lembaga kriling, PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT. KPEI) Penyelesaian dan penyimpanan, saat ini dilakukan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT. KSEI) Reksa dana Perusahaan efek dan perorangan Lembaga penunjang pasar modal yaitu tempat penitipan harta, biro administrasi efek, wali amanat atau penanggung Profesi penunjang pasar modal 3. Memberi pendapat kepada Menteri Keungan mengenai pasar modal Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal wajib menetapkan ketentuan bagi terjaminnya pelaksanaan efek secara tertib dan wajar dalam rangka melindungi pemodal dan masyarakat berupa: 1. Keterbukaan informasi tentang transaksi efek di bursa efek oleh semua perusahaan efek dan semua pihak. Ketentuan ini wajib memuat persyaratan keterbukaan kepada Ketua Bapepam dan masyarakat tentang semua transaksi efek oleh semua pemegang saham utama dan orang dalam serta pihak terasosiasi dengannya. 2. Penyimpanan catatan dan laporan yang diberikan oleh pihak yang telah memperoleh izin usaha, izin perorangan, pertsetujuan, atau pendaftaran profesi. 3. Penjatahan efek, dalam hal terdapat kelebihan jumlah permintaan pada suatu penawaran umum. Ketentuan ini tidak mengharuskan diadakannya penerbitan sertifikat dalam jumlah yang kurang dari jumlah standar yang berlaku dalam perdagangan efek pada suatu bursa efek.

b. Lembaga Penunjang Pasar Perdana 1. Penjamin Emisi Efek Tugas penjamin efek antara lain adalah sebagai berikut : a. Memberikan nasihat mengenai jenis efek yang sebaiknya dikeluarkan, harga yang wajar dan jangka waktu efek (obligasi dan sekuritas kredit). b. Dalam mengajukan pernyataan pendaftaran emisi efek, membantu menyelesaikan tugas administrasi yang berhubungan dengan pengisian dokumen pernyataan pendaftaran emisi efek penyusunan prospektus, merancang spesimen efek, dan mendampingi emiten selama proses evaluasi. c. Mengatur penyelenggaraan emisi (pendistribusian efek dan menyiapkan sarana-sarana penunjang). 2. Akuntan Publik Tugas akuntan publik antara lain adalah : a. Melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan dan memberikan pendapatnya. b. Memeriksa pembukuan apakah sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan-ketentuan Bapepam. c. Memberikan petunjuk pelaksanaan cara-cara pembukuan yang baik apabila diperlukan. 3. Konsultan Hukum Tugas konsultan hukum adalah meneliti aspek-aspek hukum emiten dan memberikan pendapat dari sisi hukum tentang keadaan dan keabsahan usaha emiten, yang meliputi anggaran dasar, izin usaha, bukti kepemilikan atas kekayaan emiten, perikatan yang dilakukan oleh emiten dengan pihak ketiga, serta gugatan dalam perkara perdata dan pidana. 4. Notaris Notaris bertugas membuat berita acara RUPS, membuat konsep akta perubahan anggaran dasar, dan menyiapkan naskah perjanjian dalam rangka emisi efek. 5. Agen Penjual Agen penjual ini umumnya terlibat dari perusahaan pialang (broker/dealer) yang bertugas melayani investor yang akan memesan efek, melaksanakan pengembalian uang pesanan, dan menyerahkan sertifikat efek kepada pemesan. 6. Perusahaan Penilai Perusahaan penilai diperlukan apabila perusahaan emiten akan melakukan penilaian kembali aktivanya. Penilaian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui berapa besarnya nilai wajar aktiva perusahaan sebagai dasar dalam melakukan emisi melalui pasar modal c. Lembaga Penunjang dalam Emisi Obligasi Dalam emisi obligasi, disamping lembaga penunjang untuk emisi saham juga dikenal lembaga sebagai berikut: 1. Wali Amanat (Trustee) Tugas Wali Amanat antara lain: a) Menganalisis kemampuan dan kredibilitas emiten b) Melakuakn penilaian terhadap sebagian atua seluruh harta kekayaan emiten yang diterima olehnya sebagai jaminan. c) Memberikan nasihat yang diperhitungkan oleh emiten. d) Melakukan pengawasan terhadap pelunasan pinjaman pokok beserta bunganya yang ahrus dilakukan oleh emiten tepat pada waktunya. e) Melaksanakan tugas selaku agen utama pembayaran. f) Mengikuti secara terus-menerus perkembangan pengelolaan perusahaan emiten. g) Membuat perjanjian perwaliamanatan dengan pihak emiten. h) Memanggil Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO), apabila diperlukan.

2. Penanggung (Guarantor)
Penanggung bertanggung jawab atas dipenuhinya pembayaran peminjaman pokok obligasi beserta bunganya dari emiten kepada para pemegang obligasi tepat pada waktunya, apabila emiten tidak memenuhi kewajibannya.

3. Agen Pembayar (Paying Agent)


Agen pembayar bertugas membayar bunga obligasi yang biasanya dilakukan setiap dua kali setahun dan pelunasan pada saat obligasi telah jatuh tempo. d. Lembaga Penunjang Pasar Sekunder Lembaga penunjang pasar sekunder merupakan lembaga yang menyediakan jasa-jasa dalam pelaksanaan transaksi jual beli di bursa. Lembaga penunjang terdiri dari: 1. Pedagang efek Selain melakukan jual beli efek untuk diri sendiri, juga berfungsi untuk menciptakan pasar bagi efek tertentu dan menjaga keseimbangan harga serta memelihara likuditas efek dengan cara membeli dan menjual efek tertentu di pasar sekunder.

2. Perantara Perdagangan Efek (Broker)


Bertugas menerima order jual dan order beli investor untuk kemudian ditawarkan di bursa efek. Atas jasa keperantaraan ini, broker mengenakan fee kepada investor. 3. Perusahaan Efek Menjalankan berbagai kegiatan, baik sebagai penjamin emisi efek (underwriter), perantara pedagang efek, manajer investasi, atau penasihat investasi. 4. Biro Administrasi Efek Yaitu pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten secara teratur menyediakan jasa-jasa melaksanakn pembukuan, transfer, dan pencatatan, pembayaran dividen, panbagian hak opsi, emiosi sertifikat, atau pelaporan tahunan untuk emiten.

5. Reksa Dana (Mutual Fund atau investment fund)


Merupakan perusahaan yang kegiatannya mengelola dana-dana investor yang pada umumnya diinvestasikan dalam bentuk instrument pasar modal atau pasar uang oleh manajer investasi. Atas dana yang dikelola tersebut diterbitkan unit saham atau sertifikat sebagai bukti keikutsertaan investor pada perusahaan reksa dana tersebut. IV. Produk-produk di Pasar Modal a. Obligasi Adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap di atas 10 tahun. Misalnya saja pada Obligasi pemerintah Amerika yang disebut "U.S. Treasury securities" diterbitkan untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut "surat utang" dan utang di bawah 1 tahun disebut "Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang di bawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN). Obligasi secara ringkasnya adalah merupakan utang tetapi dalam bentuk sekuriti. "Penerbit" obligasi adalah merupakan sipeminjam atau debitur, sedangkan "pemegang" obligasi adalah merupakan pemberi pinjaman atau kreditur dan "kupon" obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan. Pada beberapa negara, istilah "obligasi" dan "surat utang" dipergunakan tergantung pada jangka waktu jatuh temponya. Pelaku pasar biasanya menggunakan istilah obligasi untuk penerbitan surat utang dalam jumlah besar yang ditawarkan secara luas kepada publik dan istilah "surat utang" digunakan bagi penerbitan surat utang dalam skala kecil yang biasanya ditawarkan kepada sejmlah kecil investor. Tidak ada pembatasan yang jelas atas penggunaan istilah ini. Ada juga dikenal istilah "surat perbendaharaan" yang digunakan bagi sekuriti berpenghasilan tetap dengan masa jatuh tempo 3 tahun atau kurang . Obligasi memiliki risiko yang tertinggi dibandingkan dengan "surat utang" yang memiliki risiko menengah dan "surat perbendaharaan" yang memiliko risiko terendah yang mana dilihat dari sisi "durasi" surat utang dimana makin pendek durasinya memiliki risiko makin rendah. Obligasi dan saham keduanya adalah merupakan instrumen keuangan yang disebut sekuriti namun bedanya adalah bahwa pemilik saham adalah merupakan bagian dari pemilik perusahan penerbit saham, sedangkan pemegang obligasi adalah semata merupakan pemberi pinjaman atau kreditur kepada penerbit obligasi. Obligasi juga biasanya memiliki suatu jangja waktu yang ditetapkan dimana setelah jangka waktu tersebut tiba maka obligasi dapat diuangkan sedangkan saham dapat dimiliki selamanya ( terkecuali pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris yang disebut gilts yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo.

b. Reksadana
Adalah wadah dan pola pengelolaan dana/modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen investasi yang tersedia di Pasar dengan cara membeli unit penyertaan reksadana. Dana ini kemudian dikelola oleh Manajer Investasi (MI) ke dalam portofolio investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun efek/sekuriti lainnya. Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27): Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Dari kedua definisi di atas, terdapat tiga unsur penting dalam pengertian Reksadana yaitu: 1. 2. 3. Adanya kumpulan dana masyarakat, baik individu maupun institusi Investasi bersama dalam bentuk suatu portofolio efek yang telah terdiversifikasi; dan Manajer Investasi dipercaya sebagai pengelola dana milik masyarakat investor.

Pada reksadana, manajemen investasi mengelola dana-dana yang ditempatkannya pada surat berharga dan merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima dividen atau bunga yang dibukukannya ke dalam "Nilai Aktiva Bersih" (NAB) reksadana tersebut. Kekayaan reksadana yang dikelola oleh manajer investasi tersebut wajib untuk disimpan pada bank kustodian yang tidak terafiliasi dengan manajer investasi, dimana bank kustodian inilah yang akan bertindak sebagai tempat penitipan kolektif dan administratur.

c. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu


(Bahasa Inggris: Rights Issue) atau disingkat HMETD dalam pasar modal Indonesia adalah hak yang diperoleh para pemegang saham yang namanya telah terdaftar dalam daftar pemegang saham suatu perseroan terbatas untuk menerima penawaran terlebih dahulu apabila perusahaan sedang menjalani proses emisi atau pengeluaran saham-saham dari saham portopel atau saham simpanan. Hak tersebut diberikan dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan dan jumlah yang berhak diambil seimbang dengan jumlah saham yang mereka miliki secara proporsional.

d. Saham
Adalh satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Dengan menerbitkan saham, memungkinkan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang untuk 'menjual' kepentingan dalam bisnis - saham (efek ekuitas) - dengan imbalan uang tunai. Ini adalah metode utama untuk meningkatkan modal bisnis selain menerbitkan obligasi. Saham dijual melalui pasar primer (primary market) atau pasar sekunder (secondary market). Secara sederhana saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Membeli saham tidak ubahnya dengan menabung. Imbalan yang akan diiperoleh dengan kepemilikan saham adalah kemampuannya memberikan keuntungan yang tidak terhingga. Tidak terhingga ini bukanberarti keuntungan investasi saham biasa sangat besar, tetapi tergantung pada perkembangan perusahaan penerbitnya. Bila perusahaan penerbit mampu menghasilkan laba yang besar maka ada kemungkinan para pemegang sahamnya akan menikmati keuntungan yang besar pula. Karena laba yang besar tersebut menyediakan dana yang besar untuk didistribusikan kepada pemegang saham sebagai dividen. Dengan kepemilikan saham, pemegang saham juga memperoleh capital gain. Capital gain akan diperoleh bila ada kelebihan harga jual diatas harga beli. Ada kaidah-kaidah yang harus dijalankan untuk mendapatkan capital gain. Salah satunya adalah dengan membeli saat harga turun dan menjual saat harga naik. Saham memberikan kemungkinan penghasilan yang tidak terhingga. Sejalan dengan itu, resiko yang ditanggung pemilik saham juga relative paling tinggi. Investasi memiliki resiko yang paling tinggi karena pemodal memliki hak klaim yang terakhir, bila perusahaan penerbit saham bangkrut. Secara normal, artinya diluar kebangkrutan resiko potensial yang akan dihadapi pemodal hanya dua, yaitu tidak menerima pembayaran dividend an menderita capital loss.

e. Saham preferen (Inggris: 'Preferred stock')


Adalah bagian saham yang memiliki tambahan hak melebihi saham biasa. Saham preferen dapat pula disebut sebagai gabungan antara obligasi dan saham biasa. Artinya di samping memiliki karakteristik seperti obligasi juga memiliki karakteristik saham biasa. Karakteristik obligasi misalnya saham preferen memberikan hasil yang tetap seperti bunga obligasi. Saham preferen memililki karakteristik saham biasa sebab tidak selamanya saham preferen bias memberikan penghasilan seperti ynag dikehendaki pemegangnya. Jika suatu ketika emiten mengalami kerugian, maka pemegang saham preferen bias tidak menerima pembayaran dividen yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pemegang saham preferen memang tidak menanggung risiko sebesar pemegang saham biasa, namun risiko pemegang saham preferen lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang obligasi. Ada dua alas an, pertama dalam situasi di mana emiten dinyatakan pailit dan melakukan likuidasi, hak pemegang saham preferen dalam pembayaran hasil likuidasi urutannya ada di bawah pemegang obligasi. Kedua, pemegang obligasi lebih terjamin dalam hal penerimaan penghasilan. Dalam keadaan bagaimana pun emiten obligasi harus mebayar bunga obligasi. Saham preferen yang memberikan dividen tetap memilikiharga yang tidak berubah. Sekalipun perusahaan penerbitnya bias mencetak laba lebih besar. Dengan demikian, pemegang saham preferen yang memberikan dividen tetap tidak akan medapatkan penghasilan dari capital gain.

Ada beberapa jenis saham preferen, antara lain:

1. Saham preferen partisipasi; saham preferen yang membagikan dividen kepada pemegangnnya; pemilik saham ini setelah
menerima deviden tetap mempunyai hak untuk membagi keuntungan yang dinyatakan sebagai dividen kepada pemegang saham biasa (participating preference shares). 2. Saham preferen nonkumulatif; saham preferen yang tidak mempunyai hak untuk memdapatkan dividen yang belum dibayarkan pada tahun-tahun yang lalu secara kumulatif (noncummulative preferred stock). f. Waran Adalah hak untuk membeli saham atau obligasi dari satu perusahaan dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya oleh penerbit waran/perusahaan emiten. Harga pasar saham dapat berubah-ubah setelah penawaran umum perdana. Ketika harga tersebut naik menjadi lebih tinggi, maka pemilik waran akan mendapat keuntungan karena dapat membeli saham tersebut dengan harga awal. Sebaliknya jika harga pasar turun menjadi lebih rendah dari harga awal, pemilik waran akan mengalami kerugian sesuai harga waran, karena waran tersebut tidak dapat digunakan untuk membeli saham dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Waran umumnya dapat diperdagangkan juga di bursa, sehingga pemilik waran dapat juga mendapat keuntungan (capital gain) jika bisa menjual waran tersebut lebih tinggi dari harga beli. Waran hampir mirip dengan Opsi, sama-sama merupakan suatu jenis kontrak dari pasar modal, hanya saja Waran lebih bersifat pribadi, sedangkan opsi lebih ke khayalak umum dan terbuka. OBLIGASI Obligasi adalah surat pengakuan utang. Dengan kata lain obligasi bisa juga kita terjemahkan sebagai sertifikat yang berisi kontrak antara investor dan perusahaan, yang menyatakan bahwa investor tersebut atau pemegang obligasi telah meminjamkan sejumlah uang kepada perusahaan. Dan untuk selanjutnya, perusahaan atau pihak yang menerbitkan obligasi mempunyai kewajiban untuk membayar bunga secara reguler sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Selain itu obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap di atas 10 tahun. Misalnya saja pada Obligasi pemerintah Amerika yang disebut "U.S. Treasury securities" diterbitkan untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut "surat utang" dan utang di bawah 1 tahun disebut "Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang di bawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN). Obligasi secara ringkasnya adalah merupakan utang tetapi dalam bentuk sekuriti . "Penerbit" obligasi adalah merupakan sipeminjam atau debitur, sedangkan "pemegang" obligasi adalah merupakan pemberi pinjaman atau kreditur dan "kupon" obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan. Pada beberapa negara, istilah "obligasi" dan "surat utang" dipergunakan tergantung pada jangka waktu jatuh temponya. Pelaku pasar biasanya menggunakan istilah obligasi untuk penerbitan surat utang dalam jumlah besar yang ditawarkan secara luas kepada publik dan istilah "surat utang" digunakan bagi penerbitan surat utang dalam skala kecil yang biasanya ditawarkan kepada sejmlah kecil investor. Tidak ada pembatasan yang jelas atas penggunaan istilah ini. Ada juga dikenal istilah "surat perbendaharaan" yang digunakan bagi sekuriti berpenghasilan tetap dengan masa jatuh tempo 3 tahun atau kurang . Obligasi memiliki risiko yang tertinggi dibandingkan dengan "surat utang" yang memiliki risiko menengah dan "surat perbendaharaan" yang memiliko risiko terendah yang mana dilihat dari sisi "durasi" surat utang dimana makin pendek durasinya memiliki risiko makin rendah. Obligasi dan saham keduanya adalah merupakan instrumen keuangan yang disebut sekuriti namun bedanya adalah bahwa pemilik saham adalah merupakan bagian dari pemilik perusahan penerbit saham, sedangkan pemegang obligasi adalah semata merupakan pemberi pinjaman atau kreditur kepada penerbit obligasi. Obligasi juga biasanya memiliki suatu jangja waktu yang ditetapkan dimana setelah jangka waktu tersebut tiba maka obligasi dapat diuangkan sedangkan saham dapat dimiliki selamanya ( terkecuali pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris yang disebut gilts yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo. A. PENGERTIAN OBLIGASI Menurut Sugeng Rijadi , Mantan Direktur Bursa Efek, obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak pengakuan hutang atas pinjaman yang diterima oleh penerbit obligasi dari pemberi pinjaman (pemodal). Berinvestasi atau membeli organisasi berarti meminjamkan uang, sedangkan menerbitkan obligasi adalah berhutang uang.

Obligasi adalah bagian dari Efek (Bab 1, Pasal 1, Angka 5, UU RI No. 8 1995 tentang Pasar Modal). Efek adalah suatu surat berharga, yang dapat berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, OBLIGASI, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Obligasi adalah suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Selain itu, pemilik hutang juga berjanji untuk membayarkan kupon (bila ada) atas hutang tersebut secara periodik selama masa hutang. Setiap kupon mewakili suatu nilai yang disepakati untuk dibayarkan oleh penerbit obligasi kepada pemegang obligasi. Nilai tukar kupon adalah merupakan tingkat suku bunga atau imbal hasil dari obligasi tersebut. Penerbit obligasi adalah si peminjam atau debitur, sedangkan pemegang obligasi adalah pemberi pinjaman atau kreditur dan kupon obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur.

Dalam suatu obligasi terdapat beberapa fitur penting diantaranya : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nilai nominal atau nilai utang pokok , yaitu nilai yang harus dibayar bunganya oleh penerbit dan harus dilunasi pada saat akhir masa jatuh tempo. Harga penerbitan, yaitu suatu harga yang ditawarkan kepada investor pada saat penjualan perdana obligasi. Nilai bersih yang diterima oleh penerbit adalah setelah dikurangi dengan biaya-biaya penerbitan. Tanggal jatuh tempo, yaitu suatu tanggal yang ditetapkan dimana pada saat tersebut penerbit wajib untuk melunasi nilai nominal obligasi. Kupon, suku bunga yang dibayarkan oleh penerbit kepada pemegang obligasi. Tanggal kupon, tanggal pembayaran bunga dari penerbit kepada pemegang obligasi. Dokumen resmi , suatu dokumen yang menjelaskan secara terinci hak-hak dari pemegang saham

B. JENIS-JENIS OBLIGASI Dari sisi penerbit:

1. Corporate bond, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan; 2. Government bond, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat; 3. Municipal bond, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh Pemda.
Sistem Pembayaran:

a. Zero coupon bond, yaitu obligasi yang tidak mewajibkan penerbitnya membayar coupon (bunga) kepada pemegangnya. b. Coupon bond (fixed coupun bond & Floating coupon bond), yaitu obligasi yang mewajibkan penerbit untuk membayar
coupon (bunga) baik tetap (fixed coupon bond) maupun bunga mengambang (floating coupon bond)

Dari sisi Hak penukaran :

1. Convertible bond , yaitu obligasi yang dapat ditukar dengan saham penerbitnya (ditukar saham emiten) 2. Exchangable bond , yaitu obligasi yang dapat ditukar dengan saham afiliasi milik penerbit/emiten 3. Callable bond , yaitu obligasi yang memberi hak kepada penerbitnya untuk melakukan penarikan/pelunasan pada waktu 4. Putable bond , yaitu obligasi yang memberikan hak kepada pemilik/pemegang untuk
Dari sisi Jaminan : tertentu (waktu penarikan biasanya sudah diatur dalam perjanjian waktu penerbitan obligasi) menukarkan/meminta kepada penerbit/emiten. pelunasan

1. 2. 3. 4. 5.

Secure bond , yaitu obligasi yang dijamin pelunasannya dengan assets tertentu. Guaranteed bond , jika penjaminnya adalah pihak III Mortgage bond , jika dijamin dengan real properties (: gedung) Collateral trust bond, jika dijamin dengan surat berharga (sekuritas, receivables Unsecured bond (Debentures), yaitu obligasi yang tidak dijamin oleh assets tertentu.

C. PENERBIT OBLIGASI Penerbit obligasi ini sangat luas sekali, hampir setiap badan hukum dapat menerbitkan obligasi, namun peraturan yang mengatur mengenai tata cara penerbitan obligasi ini sangat ketat sekali. Penggolongan penerbit obligasi biasanya terdiri atas :

Lembaga supranasional, seperti misalnya Bank Investasi Eropa (European Investment Bank) atau Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank). Pemerintah suatu negara menerbitkan obligasi pemerintah dalam mata uang negaranya maupun Obligasi pemerintah dalam denominasi valuta asing yang biasa disebut dengan obligasi (sovereign bond). Sub-sovereign, propinsi, negara atau otoritas daerah . Di Amerika dikenal sebagai Obligasi daerah (municipal bond). Di Indonesia dikenal sebagai Surat Utang Negara (SUN) Lembaga pemerintah. Obligasi ini biasa juga disebut agency bonds, atau agencies. Perusahaan yang menerbitkan obligasi swasta. Special purpose vehicles adalah perusahaan yang didirikan dengan suatu tujuan khusus guna menguasai aset tertentu yang ditujukan guna penerbitan suatu obligasi yang biasa disebt Efek Beragun Aset.

D. PROSES PENERBITAN OBLIGASI Proses yang umum dikenal dalam penerbitan suatu obligasi adalah melalui penjamin emisi atau juga dikenal dengan istilah "underwriting". Dalam penjaminan emisi, satu atau lebih perusahaan sekuritas akan membentuk suatu sindikasi guna membeli seluruh obligasi yang diterbitkan oleh penerbit dan menjualnya kembali kepada para investor. Pada penjualan obligasi pemerintah biasanya melalui proses lelang. Beberapa perusahaan, bank, pemerintah dan lembaga berwenang lainnya dapat menerbitkan obligasi dalam denominasi mata uang valuta asing lainnya yang nampak lebih stabil dibandingkan mata uang domestiknya. Penerbitan obligasi dalam denominasi valuta asing ini juga memberikan kemungkinan bagi penerbit obligasi ini memasuki pasar perdagangan obligasi di luar negaranya. Penerbitan obligasi ini juga sering digunakan sebagai suatu sarana lindung nilai terhadap risiko gejolak perubahan nilai tukar. Beberapa obligasi ini dijuluki dengan nama panggilan yang khas seperti terlihat di bawah ini :

o o o o o o o o o o

Obligasi Eurodollar atau Eurodollar bond, Obligasi berdenominasi USD yang diterbitkan oleh penerbit obligasi dari suatu negara di luar Amerika. Obligasi Kangguru atau Kangaroo bond,adalah obligasi dalam denominasi mata uang dollar Australia (AUD) yang diterbitkan oleh penerbit obligasi dari suatu negara di luar Australia dan diperdagangkan pada pasar Australia. Obligasi Maple atau Maple bond, adalah obligasi dalam denominasi mata uang dollar Kanada yang diterbitkan oleh penerbit obligasi dari suatu negara di luar Kanada dan diperdagangkan pada pasar Kanada. Obligasi Samurai atau Samurai bond, adalah obligasi dalam denominasi mata uang yen yang diterbitkan oleh penerbit obligasi dari suatu negara di luar Jepang dan diperdagangkan pada pasar Jepang. Obligasi Yankee atau Yankee bond, adalah obligasi dalam denominasi mata uang USD yang diterbitkan oleh penerbit obligasi dari suatu negara di luar Amerika dan diperdagangkan pada pasar Amerika. Obligasi Shogun atau Shogun bond, adalah obligasi dalam denominasi mata uang dollar yen yang diterbitkan di Jepang oleh penerbit obligasi dari suatu negara di luar Jepang. Bulldog bond, adalah obligasi dalam denominasi mata uang poundsterling yang diterbitkan di London oleh suatu lembaga atau pemerintahan asing. Pinjaman Ninja atau Ninja loan, suatu pinjaman sindikasi dalam denominasi mata uang yen oleh kreditur asing. Obligasi Formosa atau Formosa bond, adalah obligasi dalam denominasi mata uang dollar Taiwan yang diterbitkan oleh penerbit obligasi dari suatu negara di luar Taiwan dan diperdagangkan pada pasar Taiwan. Obligasi Panda atau Panda bond, adalah obligasi dalam denominasi mata uang renminbi (RMB) yang diterbitkan oleh penerbit obligasi dari suatu negara di luar RRC dan diperdagangkan pada pasar Cina.

Sedangkan obligasi yang dapat ditebitkan oleh negara Indonesia meliputi yang diterbitkan oleh pemerintah sendiri terdiri dalam beberapa jenis, yaitu: 1. 2. 3. 4. Obligasi Rekap, diterbitkan guna suatu tujuan khusus yaitu dalam rangka Program Rekapitalisasi Perbankan; Surat Utang Negara (SUN), diterbitkan untuk membiayai defisit APBN; Obligasi Ritel Indonesia (ORI), sama dengan SUN, diterbitkan untuk membiayai defisit APBN namun dengan nilai nominal yang kecil agar dapat dibeli secara ritel; Surat Berharga Syariah Negara atau dapat juga disebut "obligasi syariah" atau "obligasi sukuk", sama dengan SUN, diterbitkan untuk membiayai defisit APBN namun berdasarkan prinsip syariah.

E. KEUNTUNGAN DAN RISIKO OBLIGASI Sebagai sebuah instrumen investasi, obligasi menawarkan beberapa keuntungan menarik antara lain:

1.

2.

Memberikan pendapatan tetap (fixed income) berupa kupon. Hal ini merupakan ciri utama obligasi, dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pendapatan bunga secara rutin selama waktu berlakunya obligasi. Bunga yang ditawarkan obligasi, umumnya lebih tinggi daripada bunga yang diberikan deposito atau SBI. Keuntungan atas penjualan obligasi (capital gain). Disampingpenghasilan berupa kupon, pemegang obligasi dapat memperjualbelikan obligasi yang dimilikinya. Jika ia menjual lebih tinggi dibandingkan dengan harga belinya maka tentu saja pemegang obligasi tersebut mendapatkan selisih yang disebut dengan capital gain. Jual beli obligasi tersebut dapat dilakukan di pasar sekunder melalui para dealer atau pialang obligasi. Jual beli obligasi berbeda dengan jual beli saham. Jika jual beli saham dinyatakan dengan nilai rupah, misalnya saham A dijual seharga Rp 4.000 per lembar saham maka jual beli obligasi dinyatakan dalam bentuk persentase atas harga pokok obligasi.

Meskipun termasuk surat berharga dengan tingkat risiko yang relatif rendah, namun obligasi tetap mengandung beberapa risiko, antara lain: a. Risiko perusahan tidak mampu membayar kupon obligasi maupun risiko perusahaan tidak mampu mengembalikan pokok obligasi. Ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban dikenal dengan istilah default. Walaupun jarang terjadi, namun dapat saja suatu ketika penerbit obligasi tidak mampu membayar baik bunga maupun pokok obligasi. Risiko Tingkat Suku Bunga (Interest Rate Risk). Pergerakan harga obligasi sangat ditentukan pergerakan tingkat suku bunga. Pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan tingkat suku bunga; artinya jika suku bunga naik maka har;l;ga obligasi akan turun. Sebaliknya, jika suku bunga turun maka harga obligasi akan naik. Investor obligasi harus jeli memperkirakan tingkat suku bunga sedemikian sehingga ia dapat memperkirakan apakah terus memegang suatu obligasi, membeli obligasi baru atau menjual obligasi yang dipegang saat ini. Perdagangan obligasi sangat dipengaruhi tingkat suku bunga. Jika tingkat suku bunga mengalami kenaikan, maka nilai obligasi menjadi turun, yang berarti obligasi akan dijual dengan diskon atau dijual lebih murah. ( Martin Surya Mulyadi ).

b.

KURS MENGAMBANG Sistem kurs ini mulai berlaku pada tgl 19 Maret 1973, yaitu sistem kurs yang ditetapkan melalui mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valas. Kurs mengambang (floating exchange rates) adalah kurs yang ditentukan oleh pasar dan dibiarkan berfluktuasi dengan bebas untuk menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah. Pada kasus ini, kurs e menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan simultan di pasar barang dan pasar uang. Ketika sesuatu terjadi pada keseimbangan tersebut, kurs memungkinkan untuk bergerak ke nilai keseimbangan baru. A. PENGERTIAN Kurs mengambang (floating exchange rates) adalah kurs yang ditentukan oleh pasar dan dibiarkan berfluktuasi dengan bebas untuk menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah. Pada kasus ini, kurs e menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan simultan di pasar barang dan pasar uang. Ketika sesuatu terjadi pada keseimbangan tersebut, kurs memungkinkan untuk bergerak ke nilai keseimbangan baru. B. SEJARAH KURS VALAS INTERNASIONAL Sejarah mencatat, dalam sistem moneter Internasional pernah dikenal tiga macam sistem nilai tukar mata uang (kurs valas). Tiga sistem tersebut adalah Fixed Exchange Rate System, Floating Exchange Rate System dan Pegged Exchange Rate System. Era fixed exchange rate system ditandai dengan berlakunya Bretton Woods System sejak 1 Maret 1947. Sistem ini menuntut agar nilai suatu mata uang dikaitkan atau convertible terhadap emas atau gold exchange standard. Pada waktu itu, mata uang dolar AS menjadi acuan (numeraire), di mana semua mata uang yang terikat dengan sistem ini dikaitkan dengan USD. Untuk mencipta uang senilai $35, Federal Reserve Bank (Bank Sentral Amerika) harus mem-backup dengan emas senilai 1 ounce atau 28,3496 gram. Dengan demikian, nilai mata uang secara tidak langsung dikaitkan dengan emas melalui USD. Namun ternyata, The Fed tergiur mencipta dollar melebihi kapasitas emas yang dimiliki. Akibatnya, terjadi krisis kepercayaan masyarakat dunia terhadap dolar AS. Hal tersebut ditandai dengan peristiwa penukaran dollar secara besar-besaran oleh negara-negara Eropa. Adalah Perancis, pada masa pemerintahan Charles de Gaule, negara yang pertama kali menentang hegemoni dollar dengan menukaran sejumlah 150 juta dollar AS dengan emas. Tindakan Perancis ini kemudian diikuti oleh Spanyol yang menarik sejumlah 60 juta dollar AS dengan emas. Praktis, cadangan emas di Fort Knox berkurang secara drastis. Ujungnya, secara sepihak, Amerika membatalkan Bretton Woods System melalui Dekrit Presiden Nixon pada tanggal 15 Agustus 1971, yang isinya antara lain, USD tidak lagi dijamin dengan

emas. Istimewanya, dollar tetap menjadi mata uang internasional untuk cadangan devisa negara-negara di dunia. Pada titik ini, berlakulah sistem baru yang disebut dengan floating exchange rate. Floating exchange rate atau sistem kurs mengambang adalah sistem yang ditetapkan melaui mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran di bursa valas dan sama sekali tidak dijamin logam mulia. Pemerintah melalui Bank Sentral bebas menerbitkan sejumlah berapapun uang. Hal inilah yang menyebabkan nilai mata uang cenderung terdepresiasi, baik terhadap mata uang kuat (hard currency) maupun terhadap harga barang. Kondisi ini kemudian diperparah oleh aksi spekulan yang mengakibatkan nilai mata uang berfluktuasi secara bebas. Meski bisa dikendalikan melalui intervensiyang dikenal dengan managed floating, otoritas pemerintah suatu negara cenderung menghindari hal ini karena membutuhkan sumber daya yang sangat besar yang berupa cadangan devisa. Berakhirnya fixed exchange rate dan bermulanya floating exchange rate, konon ditengarai sebagai awal dari berbagai rangkaian kesulitan moneter yang dikenal dengan krisis moneter internasional (Hamdy Hady, 2001). Sistem yang ketiga, pegged exchange rate ditetapkan dengan jalan mengaitkan mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu yang biasanya merupakan mata uang kuat (hard currency). Sistem ini pernah dijalankan antara lain oleh negara-negara Afrika serta Eropa. Secara hakikat, sistem ini tak jauh beda dengan floating exchange rate system. Hal ini dikarenakan mekanisme hard currency sebagai mata uang yang dipagu (pegged) masih ditentukan melalui kekuatan supply dan demand pada bursa valas dalam hal mata uang yang dijadikan sebagai acuan. C. MACAM-MACAM KURS MENGAMBANG 1. Sistem Kurs Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate System) Sejak runtuhnya Bretton Woods System, meskipun ada pihak yang menginginkan kembali berlakunya standar emas, berbagai negara maju di dunia menganut sistem kurs mengambang bebas. Sistem ini menyerahkan sepenuhnya nilai tukar mata uang pada mekanisme pasar (permintaan dan penawaran ulang) tanpa campur tangan pemerintah. Sistem ini memiliki keunggulan dalam dua hal. Pertama, nilai tukar mata uang suatu negara sekaligus mencerminkan keadaan ekonomi negara tersebut. Kedua, karena pemerintah tidak perlu campur tangan terhadap pergerakan nilai tukar mata uang, cadangan devisa negara tidak perlu digunakan untuk menjaga nilai tukar. bebas. Akan tetapi, keunggulan diatas juga sekaligus menjadi kelemahan sistem nilai tukar mengambang

2. Sistem Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate System) Oleh karena terdapat kelemahan pada sistem nilai tukar mengambang bebas, beberapa negara menerapkan sistem nilai tukar mengambang yang dikendalikan pemerintah negara yang bersangkutan melalui bank sentralnya. Beberapa negara, termasuk Indonesia, memang membiarkan nilai mata uangnya mengambang dengan bebas. Namun, negara melakukan intervensi (dengan membeli dan menjual mata-mata uang) untuk mencegah fluktuasi nilai tukar yang terlalu besar atau bahkan mempertahankan suatu paritas (target tingkat kurs tertentu, yang diumumkan oleh pemerintah). Akan tetapi, berbeda dengan Bretton Woods System, dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali, negara-negara yang menerapkannya cenderung melakukan intervensi kapanpun pasar menjadi tidak terkendali atau ketika tingkat kurs terlihat jauh dari tingkat harga, perdagangan dan tingkat historis nilai tukar yang layak. Apakah keunggulan sistem mengambang terkendali? Sistem ini adalah penyempurnaan sistem mengambang bebas bagi negara-negara yang tidak ingin nilai tukarnya terus merosot. Dengan adanya intervensi pemerintah, nilai tukar mata uang tidak terus turun, meskipun sebenarnya keadaan perekonomian negara tersebut belum baik. Apakah kelemahan sistem mengambang terkendali? Sebelum krisis ekonomi berlangsung, Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang terkendali dengan paritas. Sebelum Juli 1997, Bank Indonesia menyatakan bahwa nilai tukar rupiah berada pada tingkat Rp. 2.500,00 per dolar AS. Ini tentu berbahaya, karena cadangan devisa kita dalam dolar akan terus berkurang, atau bahkan habis, jika rupiah tidak kunjung membaik secara riil dengan mekanisme pasar. D. KEUNGGULAN SISTEM KURS MENGAMBANG

Banyak diantara ekonom meyakini bahwa sistem kurs mengambang tidak hanya secara otomatis menjamin terciptanya kelonggaran kurs, tetapi juga akan menghasilkan sejumlah manfaat lain bagi perekonomian dunia. Sistem kurs mengambang memiliki tiga keunggulan pokok yaitu : 1. Otonomi kebijakan moneter Jika bank sentral tidak lagi harus mengintervensi pasar uang guna membakukan kurs, maka pemerintah akan memperoleh kembali kemampuannya dalam menggunakan kebijakan moneter untuk mencapai sasaran keseimbangan internal dan eksternal. 2. Simetri Dalam kurs mengambang, baik amerika serikat maupun negara0negara lain memiliki peluang yang sama untuk mempengaruhi kurs mete uang masing-masing terhadap mata uang lainnya. 3. Kurs sebagai stabilisator otomatis Meskipun kebijakan moneter tidak dilancarkan,proses penyesuaian kurs yang terbentuk oleh kekuatan pasar akan membantu semua negara mempertahankan keseimbangan internal dan eksternal dalam menghadapi perubahan permintaan agregat. Otonomi Kebijakan Moneter Para pendukung kurs mengambang yakin bahwa penghapusan kewajiban pembakuan kurs akan mengembalikan kendali moneter ke tangan bank sentral. Jika misalnya bank sentral menghadapi masalah pengangguran dan meras perlu memperbesar tingkat penawaran uang untuk mengatasinya, ia bisa melaksanakannya dengan bebas tanpa hambatan legal atas depresiasi meta uang yang tentu akan timbul. Para pendukung kurs mengambang juga yakin bahwa sistem ini akan membantu setiap negara untuk mengimpor inflasi sesuai dengan kebutuhannya, sekaligus melenyapkan paksaan untuk mengimpor imflasi dari luar negeri. Simetri Argumen kedua yaitu bahwa penghapusan sisitem Bretton Woods akan melenyapkan ketimpangan atau asimetri yang sudah mengakibatkan begitu banyak pertentangan internasional selama periode 1960an dan pada awal 1970-an.. di situ ada dua ketimpangan utama yaitu : karena bank-bank sentral harus membakukan mata uang meraka terhadap dolar dan harus mengumpulkan dolar sebagai cadangan internasional maka federal reserve mendapat berkah sebagai sektor utama yang menentukan tingkat penewaran uang sedunia. setiap negara (kecuali amerika serikat) dapata mendevaluasikan nilai mata uangnya terhadap dolar dalam kondisi mendesak, namun peraturan sisitem tidak memperbolehkan amerika mendevaluasikan mata uangnya terhadap mata uang negara-negara lain. E. KELEMAHAN KURS MENGAMBANG Penerapan sIstem kurs yang mengambang akan lebih merugikan perekonomian dunia. Adapun lima kelemahan kurs mengambang yang dikemukakan para ahli yakni: 1. Disiplin 2. Spekulasi dan gangguan pasar uang yang merusak stabilitas 3. Ancaman terhadap investasi dan perdagangan internasional 4. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang tidak terkoordinasi 5. Ilusi tentang otonomi yang lebih besar Disiplin Para pendukung system kurs mengambang meyakini bahwa system kurs mengambang akan memberi kebebasan yang lebih bagi pemerintah dalam pemanfaatan kebijakan moneter. Namun demikian, para pengecamnya mengatakan bahwa system kurs mengambang akanmenyebabkan bankbank sentral khawatir kehilangan cadangan internasionalnya untuk kebijakan over-expantioner, baik

kebijakan fiscal maupun kebijakan moneter. Pendukung kurs mengambang mengatakan pula bahwa gangguan inflasioner akibat minimnya disiplin yang terjadi pada pemerintah yang kurang kompeten. System Bretton Woods tidak dapat juga memaksa pemerintah AS untuk disiplin yang jelas mereka adalah penyebab terjadinya inflasi di seluruh dunia pada tahun1960-an.

Spekulasi dan Gangguan Pasar Uang yang Merusak Stabilitas Pengalaman buruk sistem kurs mengambang pada saat-saat perang dunia adalah terbukanya kemungkinan spekulasi mata uang yang mengacaukan kurs. Jika para pedagang valuta asing mengetahui suatu mata uang akan depresi, mereka akan menjual seluruh mata uangnya karena depresiasi itu benerbenar diharapkan terjadi. Jika iti terjadi terus-menerus dan penjualannterjadi secara besar-besaran maka spekulasi dapat disebut sebagai perusak stabilitas. Inflasi mendorong terjadinya kenaikan upah dan harga dan terjadilah depresiasi yang pada akhirnya membawa sebuah Negara pada lingkaran setan. Namun ada pendapat bahwa speculator perusak stabilitas itu tidak akan bertahan karena mereka akan kehabisan mata uang yang dimiliki.

Kurva kenaikan permintaan uang dalam kurs mengambang Keterangan : Kenaikan permintaan uang (AA1 ke AA2) menimbulkan pengaruh yang sama dengan penurunan penawaran uang, yakni sama-sama menyebabkan apresiasi mata uang ke E dan anjloknya tingkat output ke Y. dalam system kurs baku, bank sentral dapat mencegah perubahan posisi AA dengan membeli valuta asing yang dengan sendirinya meningkatkan penawaran uang hingga menyamai tingkat permintaan uang. Peraga 19-2 menggunakan model DD-AA menggambarkan pengaruh lonjakan permintaan uang domestic riil (meningkatkan kesediaan masyaerakat untuk menyimpan mata uang domestic terlepas dari beberapa suku bunga dan tingkat pendapatannya) pasa suatu perekonomian penganit kurs mengambang. Masyarakat merasa puas dengan tingkat penawaran uang jika pendapatan mereka menurun dari pendapatan sebelumnya (AA1 bergerak ke AA2 dan pendapatan turun dari Y1 ke Y2 dengan wujud mata uang domestic bergerak dari E1 ke E2). Permintaan uang yang naik berpengaruh sama terhadap penawarannya. Jika itu terus terjadi, maka akan terjadi penurunan tingkat harga dalam negeri. Berbeda dalam system kurs baku yang, perubahan permintaan uang yang sedikitpun tidak berpengaruh pada perekonomian. Untuk mencegah apresiasi, bank sentral membeli asset-aset cadangan internasional dalam bentuk asset luar negeri dengan menggunakan uang domestic. Pembelian harus dilakukan sampai tingkat penawaran uang riil domestic sama dengan tingakan permintaan riilnya. System kurs baku secara langsung dapat meredam ketidakstabilan yang terjadi dalam pasar uang domestic hingga berpengaruh pada keseluruhan perekonomian. Hal itu adalah pendapat yang kuat jika system kurs baku menjadi sumber utama gangguan perekonomian yang terjadi pada pasar uang domestic (perubahan posisi AA). Namun pembakuan kurs akan memperburuk keadaan makroekonomi secara umum seandainya sumber gangguan perekonomian dating dari pasar output (perubahan DD).

Ancaman Terhadap Investasi dan Perdagangan Internasional Fluktuasi kurs mata uang menyebabkan importer makin sulit memastikan harga barang pada masa mendatang dan eksportir juga menduga harga yang akan mereka terima. Ketidakpastian membuat meningkatnya risiko perdagangan internasional. Sehingga volume perdagangan menurun yang pada akhirnya mengurangi pendapatan yang diterima suatu Negara dan perdagangan nasional. Ketidakpastian hasil investasi dapat menghambat arus modal internasional yang produktif. Pelaku-pelaku perdagangan internasional menghindari risiko kurs dengan bertransaksi di pasar valuta asing berjangka (forward exchange market) yang ruang lingkup dan efisiensinya meningkat dalam system kurs mengambang. Mereka yang skeptis menanggapi bahwa pasar valuta asing berjangka terlalu mahal dan mereka juga ragu transaksi berjangka di pasar akan menutupi segala risiko. Menurut mereka, fungsi uang sebagai satuan hitung dikhawatirkan akan lemah jika daya beli terhadap impor bertambah sulit diperkirakan. Kebijakan-kebijakan Ekonomi yang Tak Terkoordinasi Sebagian pendukung system Bretton Woods mengatakan bahwa peraturan-peraturan system ini membantu tumbuhnya perdagangan internasional yang terarur karena system yang melarang persaingan

depresiasi mata uang yang pernah terjadi selama depresiasi besar. Tiap-tiap Negara akan menerapkan kebijakan makroekonomisepihak tanpa menghiraukan dalam jangka waktu lama maupun bagi Negara lain hingga semua Negara akan dirugikan. Sedang pendukung kurs mengambang mengatakan bahwa peraturan penyesuaian kurs system Bretton Woods tidak praktis dan dalam praktiknya tidak adil. Maksudnya yaitu nedgara yang defisit justru diwajibkan menerapkan kebijakan makroekonomi restriktif dan bahkan melakukan devaluasi mata uangnya.

Ilusi Tentang Otonomi Yang Lebih Besar Sistem kurs mengambang tidak sepenuhnya memberi otonomi kebijakan pada tiap-tiap Negara. Perubahan kurs yang terjadi menyebabkan pengaruh makroekonomi yang mendalam yang memaksa bank sentral mempertahankan kebakuan kursnya meski tanpa komitmen formal. System kurs mengambang meningkatkan ketidakpastian dalam perekonomian nasional bahkan dunia, tanpa memberi kebebasan yang lebih besar pada negara-negara yang menerapkan kebijakan makroekonomi. A. KESIMPULAN Berbagai negara maju di dunia menganut sistem kurs mengambang bebas. Sistem ini menyerahkan sepenuhnya nilai tukar mata uang pada mekanisme pasar (permintaan dan penawaran ulang) tanpa campur tangan pemerintah. Sistem ini memiliki keunggulan dalam dua hal. Pertama, nilai tukar mata uang suatu negara sekaligus mencerminkan keadaan ekonomi negara tersebut. Kedua, karena pemerintah tidak perlu campur tangan terhadap pergerakan nilai tukar mata uang, cadangan devisa negara tidak perlu digunakan untuk menjaga nilai tukar. Akan tetapi, keunggulan diatas juga sekaligus menjadi kelemahan sistem nilai tukar mengambang bebas. Oleh karena terdapat kelemahan pada sistem nilai tukar mengambang bebas, beberapa negara menerapkan sistem nilai tukar mengambang yang dikendalikan pemerintah negara yang bersangkutan melalui bank sentralnya. Beberapa negara, termasuk Indonesia, memang membiarkan nilai mata uangnya mengambang dengan bebas. Namun, negara melakukan intervensi (dengan membeli dan menjual mata-mata uang) untuk mencegah fluktuasi nilai tukar yang terlalu besar atau bahkan mempertahankan suatu paritas (target tingkat kurs tertentu, yang diumumkan oleh pemerintah). KURS SEBAGAI STABILISATOR OTOMATIS Keterangan : Respon terhadap penurunan permintaan (ditunjukkan dengan pergeseran dari DD1 ke DD2) dalam sistem kurs mengambang berbeda dengan respon yang muncul dalam sistem kurs baku. (a) pada kurs mengambang, output hanya turun ke Y2 karena depresiasi mata uang ( dari E1 ke E2) sehingga menggeser kembali permintaan ke barang-barang domestik. (b) sedngkan pada kurs baku di E1, output turun hingga Y3 karena bank sentral menurunkan penawaran uang (ini tercermin berupa pergeseran dari AA1 ke AA2) .

harga-harga mekanisme konsumsi distribusi menurunnya

PENGERTIAN Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu

peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruhmempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. A. TEORI-TEORI YANG MEMBAHAS INFLASI Teori Kuantitas Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut : 1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral. 2. Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. Keynesian Model Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang. Mark-up Model Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut : Price = Cost + Profit Margin Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi : Price = Cost + ( a% x Cost ) Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar. Teori Struktural : Model Inflasi di Negara Berkembang Banyak study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks. Strucktural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal, yaitu : a) Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply dari sector pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya. b) Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barangbarang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula. Belum lagi ditambah dengan adanya demonstration effect yang dapat menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan. c) Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja, sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri ataupun mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of money). Dengan adanya structural bottlenecks ini, dapat memperparah inflasi di Negara berkembang dalam jangka panjang, oleh karenanya fenomena inflasi di Negara-negara yang sedang berkembang kadangkala menjadi suatu

fenomena jangka panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek. Berbeda dengan kaum monetaris yang memandang inflasi sebagai fenomena moneter, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat dari ekspansi jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada struktur sektor keuangan. Dasar pemikiran kaum neo-structuralist ini adalah pengaruh uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply side atau produksi. Menurut pemikiran kaum neo-structuralist, uang merupakan salah satu factor penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang yang tersedia untuk investasi melimpah, menyebabkan harga uang (suku bunga) akan murah, maka volume investasi akan meningkat. Dengan meningkatnya volume investasi, volume produksi juga akan meningkat. Sehingga, penawaran barang meningkat, yang pada gilirannya akan menekan tingkat inflasi. Dengan dasar pemikiran yang seperti ini, timbul pendapat bahwa deregulasi di sektor finansial dan peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi seraya menekan inflasi. Kaum strukturalis berpendapat, bahwa selain harga komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di negara-negara berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga barangbarang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi mata uang di negara pengimpor. Menurut kesimpulan dari penelitian M.N. Dalal dan G. Schachter (1988), bila kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir, maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh barang impor (price inelastic) terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar pula dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik.

B. JENIS-JENIS
Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan dipakai akan sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Jenis inflasi : 1. Menurut Derajatnya 1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun) 2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun) 3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun) 4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun) Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi. 2. Menurut Penyebabnya Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand , yang merupakan inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment. S Harga P2 P1 Z2 Z1 Q1 Q2 Output

Gambar (A) Kurva Demand Inflation. Karena permintaan masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregate demand bergeser dari Z1 ke Z2. Akibatnya, tingkat harga umum naik dari P1 ke P2. Pengertian kenaikkan aggregate demand seringkali ditafsirkan berbeda oleh para ahli ekonomi. Golongan moneterist menganggap aggregate demand mengalami kenaikkan akibat dari ekspansi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sedangkan, menurut golongan Keynesian kenaikkan aggregate demand dapat disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi; investasi; government expenditures; atau net export, walaupun tidak terjadi ekspansi jumlah uang beredar. Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate supply curve ke arah kiri atas. Faktorfaktor yang menyebabkan aggregate supply curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh kelesuan usaha.

Harga S2 S1 P4 P3 Z Q3 Q4 Output

Gambar (B) Kurva cost inflation. Kita lihat bahwa bila ongkos produksi naik (misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2. 3. Menurut Asalnya Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat. Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system). Dan, inflasi ini dapat menular baik melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor. Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan tersebut, pada kenyataannya inflasi yang terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak ada) yang disebabkan oleh satu macam / jenis inflasi, tetapi acapkali karena kombinasi dari beberapa jenis inflasi. Hal ini dikarenakan tidak ada faktor-faktor ekonomi maupun pelaku-pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen dalam suatu sistem perekonomian negara. Contoh : imported inflation seringkali diikuti oleh cost push inflation, domestic inflation diikuti dengan demand pull inflation, dsb. 4. Menurut Cakupan Pengaruhnya Terhadap Harga Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi). C. PENYEBAB INFLASI Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan biaya produksi. Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment. Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang. Faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut: a) Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa b) Tuntutan kenaikan upah dari pekerja. c) Kenaikan harga barang impor d) Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru e) Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998. akibatnya angka inflasi mencapai 70%. D. MENGUKUR INFLASI Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya: Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI). Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena

perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu. Indeks harga barang-barang modal Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa. E. DAMPAK INFLASI Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat. Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil). Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. F. PERAN BANK SENTRAL Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi. Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia. G. INFLASI DAN PEREKONOMIAN INDONESIA Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit endemis dan berakar di sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah. Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (kalau perlu uang, cetak saja). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka inflasi inti masih lebih besar daripada 5 persen setahun.

Perekonomian Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri. Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini didalam pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya. H. INFLASI DI INDONESIA Perkembangan Inflasi di Indonesia Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai penyakit ekonomi makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat inflasi. Lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat (mencapai lebih dari 75 % pada tahun 1998), dan diperparah dengan semakin besarnya presentase golongan masyarakat miskin. Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi di Indonesia termasuk dalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase golongan masyarakat ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi cukup besar, maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari hyperinflation. Sumber-sumber Inflasi di Indonesia Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu : a) Jumlah uang beredar Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar adalah factor utama yang dituding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap negara, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia jumlah uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money ( M1 ). Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan, bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari likuiditas perbankan. Sejak tahun 1976 presentase uang kartal yang beredar (48,7%) lebih kecil dari pada presentase jumlah uang giral yang beredar (51,3%). Sehingga, mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi di sektor moneter Indonesia. Juga, mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya monetisasi dalam kegiatan perekonomian subsistence, akibatnya memberikan kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Menurut data yang dihimpun dalam Laporan Bank Dunia, menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar di Indonesia pada periode tahun 1980-1992 relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Dan, tingkat inflasi Indonesia juga relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina). Kenaikkan jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh pertumbuhan kredit likuiditas dan defisit anggaran belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek langsung dari kebijaksanaan Bank Indonesia dalam sector keuangan (terutama dalam hal penurunan reserve requirement). b) Defisit Anggaran Belanja Pemerintah Seperti halnya yang umum terjadi pada negara berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak kali disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut ketegaran struktural ekonomi Indonesia, yang acapkali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun. Selama pemerintahan Orde Lama defisit anggaran belanja ini acapkali

dibiayai dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang baru, mengingat orientasi kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang inward looking policy, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat. Tetapi sejak era Orde Baru, deficit anggaran belanja ini ditutup dengan pinjaman luar negeri yang nampaknya relative aman terhadap tekanan inflasi. Dalam era pemerintahan Orde Baru, kebutuhan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi yang telah dicanangkan sejak Pembangunan Jangka Panjang I, menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan pembangunan sangat besar. Dengan mengingat bahwa potensi memobilisasi dana pembangunan dari masyarakat (baik dari sektor tabungan masyarakat maupun pendapatan pajak) di dalam negeri pada saat itu yang sangat terbatas (belum berkembang), juga kemampuan sector swasta yang terbatas dalam melakukan pembangunan, menyebabkan pemerintah harus berperan sebagai motor pembangunan. Hal ini menyebabkan pos pengeluaran APBN menjadi lebih besar daripada penerimaan rutin. Artinya, peran pengeluaran pemerintah dalam investasi tidak dapat diimbangi dengan penerimaan, sehingga menimbulkan kesenjangan antara pengeluaran dan penerimaan negara, atau dapat dikatakan telah terjadi defisit struktural dalam keuangan negara. Pada saat terjadinya oil booming, era tahun 1970-an, pendapatan pemerintah di sektor migas meningkat pesat, sehingga jumlah uang primer pun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan pemerintah untuk berekspansi investasi di dalam negeri semakin meningkat. Dengan kondisi tingkat pertumbuhan produksi domestik yang relatif lebih lambat, akibat kapasitas produksi nasional yang masih berada dalam keadaan under-employment, peningkatan permintaan (investasi) pemerintah menyebabkan terjadi realokasi sumberdaya dari masyarakat ke pemerintah., seperti yang terkonsep dalam analisis Keynes tentang inflasi. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya tekanan inflasi. Tetapi, sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas, sejalan dengan merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak tahun 1982), menyebabkan kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional semakin berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya sebagai penggerak (motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini, menyebabkan secara bertahap peran sebagai penggerak utama pembangunan nasional beralih ke pihak swasta nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah beralih ke non pemerintah (swasta). Tekanan inflasi pada periode ini lebih disebabkan oleh meningkatnya tingkat agresifitas sektor swasta dalam melakukan ekspansi usaha, yang didukung oleh perkembangan sektor perbankan yang semakin ekspansif pula. Dengan kondisi sumberdaya modal domestik yang masih saja relatif terbatas, maka pinjaman luar negeri yang sifatnya non komersial maupun komersial pun semakin meningkat. Akibatnya, tetap saja terjadi defisit anggaran belanja negara dan neraca pembayaran, salah satu sebabnya karena pemerintah tetap saja harus menyediakan infrastruktur dan suprastruktur pembangunan ekonomi yang kebutuhannya semakin meningkat. Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena kemampuan swasta nasional dalam pembangunan infrastruktur ekonomi masih sangat terbatas. c) Faktor-faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri Kelambanan penyesuaian dari faktor-faktor penawaran agregat terhadap peningkatan permintaan agregat ini lebih banyak disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan struktural (structural bottleneck) yang ada di Indonesia. Harga bahan pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketegaran structural yang terjadi di sektor pertanian sehingga menyebabkan inelastisnya penawaran bahan pangan. Ketergantungan perekonomian Indonesia yang besar terhadap sector pertanian, yang tercermin oleh peranan nilai tambahnya yang relatif besar dan daya serap tenaga kerjanya yang sedemikian tinggi serta beban penduduk yang cukup tinggi, mengakibatkan harga bahan pangan meningkat pesat. Umumnya, laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi laju permintaannya, sehingga sering terjadi excess demand yang selanjutnya dapat memunculkan inflationary gap. Timbulnya excess demand ini disebabkan oleh percepatan pertambahan penduduk yang membutuhkan bahan pangan tidak dapat diimbangi dengan pertambahan output pertanian, khususnya pangan. Di sisi lain, kelambanan produksi bahan pangan disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah tingkat modernisasi teknologi dan metode pertanian yang kurang maksimal; adanya faktor-faktor eksternal dalam pertanian seperti, perubahan iklim dan bencana alam; perpindahan tenaga kerja pertanian ke sektor non pertanian akibat industrialisasi; juga semakin sempitnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian, yang disebabkan semakin banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi sebagai lokasi perumahan; industri; dan pengembangan kota. Lebih lanjut, menurut hasil study empiris yang pernah dilakukan oleh Sri Mulyani Indrawati (1996), selain harga bahan pangan, kontributor inflasi di Indonesia lainnya dari sisi penawaran agregat adalah imported inflation, administrated goods, output gap, dan interest rate. Pertama, imported inflation ini terjadi akibat tingginya derajat ketergantungan sektor riil di Indonesia terhadap barangbarang impor, baik capital goods; intermediated good; maupun row material. Transmisi imported inflation di Indonesia ini terjadi melalui dua hal, yaitu depresiasi rupiah terhadap mata uang asing dan perubahan harga barang impor di negara asalnya. Bila suatu ketika terjadi depresiasi rupiah yang cukup tajam terhadap mata uang asing, maka akan menyebabkan bertambah beratnya beban biaya yang harus ditanggung oleh produsen, baik itu untuk pembayaran bahan baku dan barang perantara ataupun beban hutang luar negeri akibat ekspansi usaha yang telah dilakukan. Hal ini menyebabkan harga jual output di dalam negeri (khususnya untuk industri subtitusi impor) akan meningkat tajam, sehingga potensial meningkatkan derajat inflasi di dalam negeri. Tetapi, untuk industri yang bersifat promosi ekspor, depresiasi tersebut tidak akan membawa dampak buruk yang signifikan. Berkaitan dengan posisi hutang luar negeri Indonesia, pada periode tahun 1990-an, telah membengkak dengan tingkat debt service ratio yang semakin tinggi, yaitu lebih dari 40 %, dan presentase tingkat hutang yang bersifat komersial telah melampaui hutang non komersial. Menyebabkan, timbulnya hal yang sangat membahayakan ketahanan ekonomi nasional, terutama pada sektor finansial, apabila terjadi fluktuasi (memburuknya) nilai tukar (kurs), disamping dapat mengakibatkan tekanan inflasi yang berat, khususnya imported inflation. Kedua, administrated goods adalah barang-barang yang harganya diatur dan ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun pengaruhnya secara langsung sangat kecil dalam mempengaruhi tingkat inflasi, tetapi secara situasional dan tidak langsung pengaruhnya dapat menjadi signifikan. Contoh, apabila terjadi kenaikan BBM, maka bukan saja harga BBM yang naik, harga barang atau tarif jasa yang terkait dengan BBM juga akan ikut dinaikan oleh masyarakat. Akibatnya, dapat memperberat tekanan inflasi.

Ketiga, output gap adalah perbedaan antara actual output (output yang diproduksi) dengan potential output (output yang seharusnya dapat diproduksi dalam keadaan full employment). Adanya kesenjangan (gap) ini terjadi karena faktorfaktor produksi yang dipakai dalam proses produksi belum maksimal dan atau efisien. Keempat, interest rate juga merupakan faktor penting yang menyumbang angka inflasi di Indonesia. Memang pada awalnya merupakan hal yang cukup membingungkan dalam menentukan manakah yang menjadi independent variable atau dependent, antara inflasi dan suku bunga. Tetapi, bila ditilik dari sisi biaya produksi dan investasi (sisi penawaran), maka jelaslah bahwa suku bunga dapat dikatagorikan dalam komponen biaya-biaya tersebut. Dengan relatif tingginya tingkat suku bunga perbankan di Indonesia, menyebabkan biaya produksi dan investasi di Indonesia, yang dibiayai melalui kredit perbankan, akan tinggi juga. Jadi, apabila tingkat suku bunga meningkat, maka biaya produksi akan meningkat, selanjutnya akan meningkatkan pula harga output di pasar, akibatnya terjadi tekanan inflasi. Akhirnya, relasi antara tingkat suku bunga dan inflasi ini bias menjadi interest rate-price spiral. Pengendalian Inflasi di Indonesia Sebagaimana halnya yang umum terjadi pada negara negara berkembang, inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh dari cosh push inflation lebih besar dari pada demand pull inflation. Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil booming, tekanan inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut, masih terjadi kesenjangan antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di sub sector pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi. Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya dengan open market mechanism atau reserve requirement. Tetapi perlu diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat utama dalam mengendalikan inflasi di negara berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang umumnya berkarakteristik jangka panjang. Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang asing lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar Amerika. Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat harga umum. Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga kredit untuk sektor riil. Akibatnya, akan menyebabkan timbulnya cost push inflation karena adanya interest rate-price spiral. Apabila tingkat suku bunga (deposito) perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana produktif (dana untuk berproduksi atau berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke perbankan, maka akan dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan output produksi nasional (disebut dengan Cavallo effect). Lebih lagi bila sampai terjadi negatif spread pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja menimbulkan kerusakan pada sektor riil, tetapi juga kerusakan pada industri perbankan nasional (sektor moneter). Jika kebijaksanaan ini terus dilakukan oleh pemerintah dalam jangka waktu menengah atau panjang, maka akan terjadi depresi ekonomi, akibatnya struktur perekonomian nasional akan rusak. Jika demikian halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian inflasi bukan hanya dilakukan melalui konsep kaum moneterist saja, tetapi juga dengan memperhatikan cara pandang kaum structuralist, yang lebih memandang perlunya mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada. Dengan berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan perekonomian Indonesia yang telah disebutkan di atas, maka perlu berbagai upaya pembenahan, yaitu : a) Meningkatkan Supply Bahan Pangan Meningkatkan supply bahan pangan dapat dilakukan dengan lebih memberikan perhatian pada pembangunan di sektor pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan. Modernisasi teknologi dan metode pengolahan lahan, serta penambahan luas lahan pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan laju produksi bahan pangan agar tercipta swasembada pangan. b) Mengurangi Defisit APBN Mungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi defisit APBN tidak dapat dilaksanakan, tetapi dalam jangka panjang (setelah krisis berlalu) perlu dilakukan. Untuk mengurangi defisit anggaran belanja, pemerintah harus dapat meningkatkan penerimaan rutinnya, terutama dari sektor pajak dengan benar dan tepat karena hal ini juga dapat menekan excess demand. Dengan semakin naiknya penerimaan dalam negeri, diharapkan pemerintah dapat mengurangi ketergantungannya terhadap pinjaman dana dari luar negeri. Dengan demikian anggaran belanja pemerintah nantinya akan lebih mencerminkan sifat yang relative independent. c) Meningkatkan Cadangan Devisa Pertama, perlu memperbaiki posisi neraca perdagangan luar negeri (current account), terutama pada perdagangan jasa, agar tidak terus menerus defisit. Dengan demikian diharapkan cadangan devisa nasional akan dapat ditingkatkan. Juga, diusahakan untuk meningkatkan kinerja ekspor, sehingga net export harus semakin meningkat. Kedua, diusahakan agar dapat mengurangi ketergantungan industri domestic terhadap barang-barang luar negeri, misalnya dengan lebih banyak memfokuskan pembangunan pada industri hulu yang mengolah sumberdaya alam yang tersedia di dalam negeri untuk dipakai sebagai bahan baku bagi industri hilir. Selain itu juga perlu dikembangkan industri yang mampu memproduksi barang-barang modal untuk industri di dalam negeri.

Ketiga, mengubah sifat industri dari yang bersifat substitusi impor kepada yang lebih bersifat promosi ekspor, agar terjadi efisiensi di sektor harga dan meningkatkan net export. Keempat, membangun industri yang mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan memiliki kandungan komponen lokal yang relatif tinggi pula. d) Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Sisi Penawaran Agregat Pertama, mengurangi kesenjangan output (output gap) dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya pekerja, modernisasi teknologi produksi, serta pembangunan industri manufaktur nasional agar kinerjanya meningkat. Kedua, memperlancar jalur distribusi barang nasional, supaya tidak terjadi kesenjangan penawaran dan permintaan di tingkat regional (daerah). Ketiga, menstabilkan tingkat suku bunga dan menyehatkan perbankan nasional, tujuannya untuk mendukung laju proses industrialisasi nasional. Keempat, menciptakan kondisi yang sehat dalam perekonomian agar market mechanism dapat berjalan dengan benar, dan mengurangi atau bahkan menghilangkan segala bentuk faktor yang dapat menyebabkan distorsi pasar. Kelima, melakukan program deregulasi dan debirokrasi di sektor riil karena acapkali birokrasi yang berbelit dapat menyebabkan high cost economy. Dengan menggunakan dua pendekatan (moneterist dan strukturalist) pada komposisi yang tepat, maka diharapkan bukan saja dalam jangka pendek inflasi dapat dikendalikan, tetapi juga dalam jangka panjang. Dan, bila ada upaya yang serius untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan hambatan-hambatan struktural yang ada, maka akan berakibat pada membaiknya fundamental ekonomi Indonesia.

I.

KESIMPULAN Masalah inflasi di Indonesia ternyata bukan saja merupakan fenomena jangka pendek, tetapi juga merupakan fenomena jangka panjang. Dalam arti, bahwa inflasi di Indonesia bukan semata-mata hanya disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan kebijaksanaan di sektor moneter oleh pemerintah, yang seringkali dilakukan untuk tujuan menstabilkan fluktuasi tingkat harga umum dalam jangka pendek, tetapi juga mengindikasikan masih adanya hambatan-hambatan struktural dalam perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Apabila mengacu pada usaha pengeliminasian hambatanhambatan struktural tersebut, maka mau tidak mau harus memperhatikan dengan seksama pembangunan ekonomi di sector riil. Dengan melakukan pembenahan di sektor riil secara tepat, bahkan mungkin sampai pada tahap messo dan micro ekonomi, maka kemantapan fundamental ekonomi Indonesia dapat diperkokoh. Defisit APBN; peningkatan cadangan devisa; pembenahan sektor pertanian khususnya pada sub sektor pangan; pembenahan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi posisi penawaran agregat merupakan hal-hal yang perlu mendapatkan penanganan yang serius untuk dapat menekan inflasi ke tingkat yang serendah mungkin di Indonesia, disamping tentunya pengelolaan tepat dan pembenahan di sektor moneter. PENDAHULUAN

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaransasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. KEBIJAKAN MONETER A. Definisi Kebijakan Moneter Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Kebijakan moneter kaitannya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar 2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. B. Instrumen Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar atau mengubah permintaan akan uang. Alat/instrumen kebijakan moneter yang umum dijelaskan oleh Nopirin (1992 : 46) dan Mishkin (2001 : 435) sebagai berikut : 1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara melaksanakan kebijakan moneter oleh bank sentral yang mengendalikan suku bunga jangka pendek dan pasokan uang primer dalam perekonomian, dan dengan demikian secara tidak langsung jumlah uang beredar. Pertemuan ini melibatkan permintaan uang primer pada tingkat sasaran dengan membeli dan menjual surat berharga pemerintah, atau instrumen keuangan lainnya. Sasaran moneter seperti inflasi, tingkat suku bunga atau kurs yang digunakan untuk memandu implementasi ini. Bila ada permintaan yang meningkat untuk uang dasar, tindakan diambil dalam rangka mempertahankan suku bunga jangka pendek (yaitu, untuk meningkatkan pasokan). Bank sentral ke pasar terbuka untuk membeli aset keuangan seperti obligasi pemerintah, mata uang asing atau emas. Untuk membayar untuk ini, bank cadangan dalam bentuk uang dasar baru (misalnya yang baru dicetak tunai) yang ditransfer ke bank penjual, dan account penjual adalah dikreditkan. Akhirnya, jumlah uang primer dalam perekonomian meningkat. Sebaliknya, jika bank sentral menjual aset-aset di pasar terbuka, jumlah uang dasar bahwa bank pembeli memegang menurun, efektif menghancurkan base money. kebanyakan uang yang sekarang dalam bentuk catatan elektronik dibandingkan uang tunai, operasi pasar terbuka dilakukan hanya dengan elektronik meningkatkan atau menurunkan (kredit atau mendebet) jumlah uang dasar bahwa bank telah di akun cadangan tersebut pada bank sentral. Dengan demikian, proses tersebut tidak benar-benar membutuhkan pencetakan langsung dari mata uang baru. (Namun, ini akan meningkatkan kebutuhan bank sentral untuk mencetak mata uang ketika anggota tuntutan uang kertas bank, sebagai imbalan atas penurunan dalam keseimbangan elektronik.) Instrumen ini merupakan alat kebijakan moneter yang terpenting karena merupakan determinan utama antara perubahan tingkat suku bunga dan monetary base serta menjadi sumber utama untuk mempengaruhi fluktuasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini meliputi tindakan menjual dan membeli surat-surat berharga oleh bank sentral. Tindakan ini memiliki dua pengaruh utama terhadap kondisi pasar uang: Menaikkan cadangan bank-bank umum yang turut dalam transaksi. Hal ini dikarenakan dalam pembelian surat berharga misalnya, bank sentral akan menambah cadangan bank umum yang menjual surat berharga tersebut, akibatnya bank umum dapat menambah jumlah uang yang beredar (melalui proses penciptaan kredit). Pada saat bank sentral menjual surat-surat berharga di pasar terbuka, cadangan bank-bank umum akan menurun. Berikutnya bank-bank ini dipaksa untuk mengurangi penyaluran kreditnya, dengan demikian akan mengurangi jumlah uang beredar. Tindakan pembelian atau penjualan surat berharga akan mempengaruhi harga (dan dengan demikian juga tingkat bunga) berharga, sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah uang beredar dan meningkatkan tingkat suku bunga. Pengertian dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Adalah surat berharga berbunga diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan nominal dan jangka waktu tertentu terkait dengan operasi pasar terbuka/open market operation dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar (kontraksi moneter) untuk menekan inflasi. Dalam keadaan nomal untuk mengurangi beban bunga, Bank atau lembaga keuangan lainnya biasa membeli SBI sebagai akibat kelebihan dana yang tidak tersalurkan sementara waktu. Jika investor memerlukan dana, maka dengan mudah SBI dapat dijual kembali ke BI atau pihak lainnya.

Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Merupakan surat berharga yang diperkenalkan Bank Indonesia tahun 1985, ditrbitkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya yang ingin mendapatkan dana jangka pendek yang diperjualbelikan kepada BI membeli SBPU yang akan menambah jumlah uang yang beredar (ekspansi moneter) untuk menanggulangi deflasi. SBPU dapat berupa wesel atau promes dengan jangka waktu antara 30 hari-80 hari. Berdasarkan tujuannya, operasi pasar terbuka dibagi menjadi dua, yaitu: Dynamic open market operation, yang bertujuan untuk mengubah jumlah cadangan dan monetary base. Defensif open market operation, yang bertujuan untuk mengontrol faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah cadangan dan monetary base. Mekanisme operasi pasar terbuka Untuk ini terlebih dahulu perlu diketahui penyebab inflasi ada 2 macam yaitu: Cost push inflation adalah inflasi yang disebabkan karena dorongan biaya atau cost yang meningkat karena misalnya naiknya harga BBM,listrik, telepon,depresiasi rupiah, pungli yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan lain-lain. b.Demand pull inflation adalah inflasi disebabkan karena jumlah uang beredar yang berlebih,excess demand atau karena penawaran serta supply barang yang berkurang. Bila sektor moneter lebih besar misalnya karena jumlah uang beredar naik sedangkan di pihak lain sektor riil/barang tetap akan timbul ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran barang menimbulkan demand pull inflation. Bila terjadi deflasi yaitu harga-harga turun karena jumlah uang beredar terlalu sedikit maka Bank Indonesia melakukan pembelian SBPU yang mengakibatkan uang mengalir ke masyarakat/Bank/Lembaga Keuangan kembali sehingga menambah jumlah uang beredar (ekspansi moneter). Pada saat perekonomian berada di daerah klasik yaitu bahwa tingkat bunga pada saat itu sangat tinggi, maka kebijakan moneter akan tampak efektif yaitu mampu meningkatkan pendapatan nasional dalam presentase yang terbesar. Kondisi ini menunjukan bahwa tambahan uang yang beredar akan menggeser kurva LM ke kanan dan menyebabkan perpotongannya dengan kurva IS berpindah dari titik E ke titik F yang menghasilkan tingkat pendapatan nasional keseimbangan berpindah dari titik Y0 ke Y1 dan tingkat bunga turun dari i0 ke i1 a.

2. Penetapan Tingkat Diskonto (Discount Policy) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang. Kebijakan ini meliputi tindakan untuk mengubah tingkat bunga yang harus dibayar oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk mempengaruhi tingkat diskonto yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap jumlah uang beredar melalui perubahan tingkat bunga pinjaman. Dengan menaikkan diskonto,

maka biaya untuk meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga akan mengurangi keinginan bank umum untuk melakukan peminjaman ke bank sentral. Akibatnya, jumlah uang yang beredar dapat ditekan/dikurangi. Di samping itu, posisi jumlah cadangan juga dapat dipengaruhi melalui instrumen ini. Apabila tingkat diskonto mengalami kenaikan, maka akan meningkatkan biaya pinjaman pada bank. Peningkatan jumlah cadangan ini merupakan indikasi bahwa bank sentral menerapkan kebijakan moneter yang ketat. Tingkat diskonto jangka memiliki dua makna: Sama dengan tingkat bunga; istilah "diskon" tidak mengacu pada makna umum dari kata tersebut, tetapi makna dalam perhitungan nilai sekarang, misalnya net present value atau arus kas didiskontokan. Tingkat diskonto tahunan yang efektif, yang merupakan bunga tahunan dibagi dengan modal termasuk bunga itu; tingkat ini lebih rendah dari suku bunga, melainkan sesuai dengan menggunakan nilai setelah tahun sebagai nilai nominal, dan melihat nilai awal sebagai nilai nominal dikurangi diskon, melainkan digunakan untuk Surat Perbendaharaan Negara dan instrumen keuangan sejenis Tingkat Diskonto Efektif Tahunan. Tingkat Diskonto Efektif Tahunan adalah bunga tahunan dibagi dengan modal termasuk bunga, yang adalah tingkat bunga dibagi dengan 100% ditambah tingkat bunga. Ini adalah faktor diskon tahunan yang harus diterapkan pada arus kas masa depan, untuk menemukan potongan tersebut, dikurangkan dari nilai masa depan untuk menemukan nilai satu tahun sebelumnya. Turut campurnya BI dalam menentukan tingkat bunga dilakukan melalui besarnya suku bunga Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang menjadi acuan bank umum dan mematok Suku Bunga Deposito (SBD) tertinggi yang boleh diberikan bank umum. Karena saat ini BI menjamin dana nasabah yang disimpan di bank (blanket guarantee) maka BI dapat mencabut jaminanya bila bank umum melanggar ketentuan bunga tertinggi. Misalnya BI menetapkan suku bunga simpanan/deposito tertinggi 15% per tahun, maka bagi bank yang memberikan Suku Bunga Deposito (SBD) melebihi ketentuan tersebut, simpanan nasabah tidak akan dijamin oleh pemerintah bila misalnya bank tersebut mengalami masalaH 3. Penetapan Cadangan Wajib Minimum (Reserves Requirements/Giro Wajib Minimum(GWM) Penetapan cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Besarnya prosentase Giro Wajib Minimum (GWM) yang ditentukan oleh BI ini akan mengatur kemampuan bank-bank umum dalam menciptakan uang giral/uang bank. Kewajiban untuk menyediakan cadangan menurut undang-undang penting sekali sebagai penopang otoritas perbankan untuk menciptakan uang baru. Kebijakan perubahan cadangan minimum dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Apabila cadangan wajib minimum diturunkan, maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah deposito sehingga menciptakan kredit baru dan jumlah uang beredar cenderung meningkat, dan sebaliknya apabila cadangan wajib minimum dinaikkan, maka akan mengurangi jumlah deposito yang akhirnya akan menurunkan jumlah uang yang beredar. Bank Indonesia pada April 1997 menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) dai 2% menjadi 5% yang memberi dampak: Money supply multiplier Bila GWM 2% Bila GWM 5% = = M = 1/r (r = besar GWM) M = 50 kali M = 20 kali

Tampak di sini bahwa kemampuan penciptaan uang dunia perbankan berkurang dengan 30 kali yang berarti jumlah yang dapat dipinjamkan dari sektor perbankan pun akan berkurang. Secara makro ini berarti terjadi kontraksi moneter yaitu berkurangnya uang beredar yang akan menekan tingkat inflasi KESIMPULAN Kebijakan Moneter adalah suatu usaha pemerintah dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga karena inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. 1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

2.

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. 3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio). Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.

Kebijakan moneter akan mempengaruhi Jumlah Uang Beredar (JUB) yang bersama dengan perubahan permintaan akan menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga akan mempengaruhi permintaan agregat/keseluruhan yang bersama-sama penaawaran aggregate menentukan tingkat GDP, kesempatan kerja dan tingkat stabilitas harga.

Anda mungkin juga menyukai