Anda di halaman 1dari 2

Cerita Persahabatan INI HANYA SALAH PAHAM

Suatu sore pada hari jum at, saya dan teman akrab saya berinisial RM mengerjakan laporan kimia di asrama putri Unsoed ditemani oleh mahasiswa alih jenjang berinisial IM . Seperti biasa, kami mengerjakan laporan tersebut dengan bercanda dan tidak lupa ngemeal. Tiba-tiba saat saya sedang serius mengerjakan laporan, saya mendapat sms dari teman satu desa saya berinisial RN marah-marah pada saya. Saya tidak mengerti apa maksudnya tapi semakin lama kami berbincang lewat sms, saya mengerti apa maksudnya. Ternyata dia marah kepada orang tua saya, dia kecewa dengan orang tua saya. Setelah sms itu, ekspresi wajah saya sedih sekali. RM tahu kalau saya waktu itu mendapat masalah. Dia menanyakan apa yang telah terjadi kepada saya namun saya tidak menjawabnya. Saya tidak kuat kalau saya langsung cerita. Dia terus menawarkan kepada saya untuk menceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi kepada saya. Saya hanya diam dan meninggalkannya begitu saja padahal dari kosan kita berangkat bersama. Dalam perjalanan pulang, saya berusaha tegar untuk tidak menangis. Saya tahan sejenak air mata saya untuk tidak menetes karena malu dilihat orang. Setelah sampai di kosanku, saya langsung masuk ke kamar dan meluapkan segalanya. Saya bertanya kepada Allah, Ya Allah, kuatkan hamba terhadap cobaan ini . Saya baru merasakan bagaimana rasanya mempunyai masalah yang berhubungan dengan keluarga. Setelah kejadian itu, di setiap sholatku berdo a dan menangis memohon kekuatan dan jalan keluar atas masalah tersebut. Selama tiga hari saya tidak berinteraksi dengan yang lain kecuali dengan teman satu kos itu pun kalau ada perlu. Sampai senin, ada satu mata kuliah yaitu Pendidikan Pancasila dan praktikum kimia pada waktu paginya. Selama praktikum berlangsung, saya hanya diam dan bersikap dingin dengan yang lain dan lagi kenapa saat keadaan saya seperti itu, giliran saya dan teman saya untuk presentasi Pendidikan Pancasila. Saya hanya bisa diam memikirkan masalahku. Saya memang belum bisa mengontrol perasaan saya dan menempatkan sesuatu pada saat yang tepat. Setelah pulang kuliah, saya pikir kenapa harus meratapi hal tersebut. Padahal masih banyak hal lain yang lebih penting untuk saya pikirkan. Selasa tiba, saya berangkat dengan senyuman semangat. Saya harus bangkit dan mencoba melupakan masalah tersebut. Saya kembali aktif di kelas, aktif bertanya dan berpendapat. Pada hari itu, ada dua MK. Setelah semua MK berakhir pada waktu jam 03.00. saya mencoba untuk meminta maaf kepada RM karena saya merasa bersalah kepadanya. Setelah keluar kelas, saya coba panggil RM namun dia hanya sekali berbalik kepada saya saat saya memanggilnya pada saat pertama. Saya kejar dia, tapi dia tak mempedulikanku. Saya mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada saya namun dia tetap tak mempedulikanku dengan terus berjalan menuju kea rah kosannya sampai hampir sampai ke kosan RM. Saya berkata saya minta maaf. Ya, dia maafkan tapi dengan wajah yang tak menoleh kepadaku.

Saya tahu dia sangat kecewa kepadaku. Sekitar seminggu, saya dan RM hanya diam-diaman saja, tak ada interkasi diantara kita. Hati saya sangat sakit sekali dia bersikap seperti itu. Pikir saya, walaupun saya sudah berusaha untuk mempertahankan silaturahmi, namun tetap saja hati saya merasa sakit. Selama seminggu itu pula, saya selalu mencoba untuk meminta maaf kepada RM namun hasilnya nihil. Lebih dari satu minggu saya dan RM tak ada interaksi. Saya mulai mencoba untuk tidak memikirkannya karena saya merasa saya sudah melakukan berbagai hal untuk mempertahankan tali silaturahmi saya dengannya sehingga hati saya pun tidak merasa sakit lagi. Saya mulai tahu dan mengerti bagaimana sikapnya dalam menghadapi permasalahan. Ternyata, RM itu gengsinya gede, seolah-olah mati rasa tanpa merasa berdosa dia bersikap seperti itu padahal sudah saya jelaskan saat saya mengejar dia mohon maaf kalau diam-diam terus sholat kita tidak akan diterima. Ya, saya mengerti kenapa sikapnya seperti itu, sikap bawaan dari SMA. Terbiasa dengan kehidupan kota. Namun terkadang, saya berpikir bahwa apakah pertemanan saya dengan RM hanya sampai itu? Hanya karena saya tidak mau menceritakan masalah saya kepada RM. Semakin lama dia bersikap seperti itu, saya pikir, ya sudahlah, kalau dia maunya begitu. Lagian masih banyak teman yang lebih baik daripada dia Hari berlalu, suatu malam dalam kuliah Pengantar Peternakan saya masuk ke ruang kuliah dengan sengaja melewati tempat yang diduduki RM supaya bisa menyapa RM. Saya sudah pasrah dengan sikapnya. Saya sapa RM dengan mengepak pundaknya sambil mencari tempat duduk. Sudah ku duga, RM tidak merespons tindakanku. Dengan tindakanku yang seperti itu, aku sudah menganggap bahwa saya sudah tidak mempunyai masalah dengan RM.

Anda mungkin juga menyukai