Anda di halaman 1dari 5

Thalassemia, Meningkat Tiap Tahun Jumat, 10 April 2009 | 16:14 WIB Gangguan darah yang membutuhkan transfusi kerap

terjadi pada penderita thalassemia, anemia, hemofili TERKAIT:


Jumlah Penderita Thalassemia Naik 8,3 Persen Hindari Thalasemia, Skrining Pranikah Perlu Dilakukan

KOMPAS.com Tubuh manusia ibarat sebuah mesin canggih yang tiada tandingannya di dunia ini. Setiap organ atau komponen saling mendukung sehingga membentuk mekanisme kerja yang seirama dalam satu kesatuan. Nah, bayangkan jika salah satu organ itu rusak sehingga tak berfungsi. Niscaya sistem kerja tubuh secara keseluruhan akan terganggu. Salah satu "onderdil" vital tubuh manusia adalah darah. Darah ibarat alat transportasi internal yang mendukung semua kerja tubuh manusia. Otomatis, kelainan pada darah bisa mengganggu sistem sirkulasi tubuh. Salah satu penyakit akibat kelainan darah adalah thalassemia. Sebenarnya, penyakit ini sudah lama ada, tetapi orang-orang tak tahu pasti namanya. Penderita penyakit ini bisa menemui malaikat maut lebih cepat dari usia wajar orang sehat. Thalassemia adalah kelainan pada darah akibat sumsum tulang belakang tidak bisa membentuk protein untuk memproduksi sel darah merah (hemoglobin). Padahal, tugas hemoglobin adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Menurut Pustika Amalia, dokter dan konsultan Hematologi Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, akibat penyakit ini, fungsi pengangkut oksigen tersebut tidak berjalan. Penderita thalassemia terus meningkat setiap tahun. Berdasarkan data Yayasan Thalassemia Indonesia, penderita yang berobat di Pusat Thalassemia RSCM hingga Juli 2008 mencapai 1.412 orang. Sebanyak 775 penderita penyakit ini adalah laki-laki. Penyakit keturunan Thalassemia bukan penyakit menular, melainkan penyakit bawaan dari orangtua. Karena itu, mayoritas penderitanya adalah anak-anak. Jika salah satu di antara ayah atau ibu memiliki kelainan sel darah merah, kemungkinan si anak mengidap penyakit thalassemia mencapai 25 persen. Secara umum, ada dua jenis thalassemia, yaitu mayor dan minor. Thalassemia mayor berarti si pasien memang menderita penyakit itu, sedangkan thalassemia minor berarti pembawa gen sifat penyakit itu. Karena itu, penderita thalassemia mayor perlu mendapat perhatian khusus.

Para penderita penyakit jenis ini tidak punya sel darah merah yang cukup. Gejalanya bisa kelihatan ketika bayi berusia tiga bulan hingga 18 bulan. Jantung si bayi sering berdetak lebih cepat karena dipaksa bekerja keras memenuhi sel darah merah. Tanpa penanganan khusus, usia penderita bakal segera berakhir. Adapun penderita thalassemia minor bisa berkembang seperti anak normal lainnya. Hanya terkadang pada usia empat hingga enam tahun, si anak akan terus menerus mengalami gejala anemia, seperti pusing, muka pucat, dan badan sering lemas. Kata Pustika yang juga pengurus Yayasan Thalassemia Indonesia, penderita thalassemia minor hampir tidak pernah bermutasi menjadi thalassemia mayor. Penanganan terhadap penderita dua jenis thalassemia tersebut tentu saja berbeda. Namun, kata Djajadiman Gato, Sp A, dokter anak dari Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera, Serpong, semua penderita thalassemia dilarang melakukan segala aktivitas yang menguras tenaga. Pasien yang menjalani perawatan harus memenuhi beragam pengobatan dengan biaya yang jelas tak murah. Seperti biaya transfusi darah, peralatan, perawatan, obat, dan keperluan lain, seperti menyewa atau membeli alat pompa infus. Setiap tahun, seorang pasien bisa menghabiskan biaya sampai Rp 250 juta.
kesehatan.kompas.com/.../thalassemia.meningkat.tiap.tahun. Di Indonesia, Lia memaparkan prevalensi penyakit genetis ini sebesar 6-10 persen dari populasi dan belum disadari sebagai ancaman serius. Pengobatannya mahal, belum lagi beban psikososialnya. "Sangat menyedihkan, benar-benar seperti mendapat warisan yang tak diharapkan," katanya. Dia menegaskan, skrining talasemia sangat penting. Setidaknya melalui pencegahan pernikahan dua individu pembawa sifat talasemia dengan pemeriksaan di laboratorium bisa mengindentifikasi pembawa sifat penyakit ini. "Tapi kalau sudah cinta memang tak bisa dicegah. Setidaknya mereka bisa lebih mempersiapkan diri akan kemungkinan buruk bila buah hatinya mengidap penyakit ini," ujarnya. www.tempointeraktif.com/hg/.../brk,20100506-245884,id.html

Islam dan Sakit


Aku dan Ceritaku | Heri Noto | Juli 10, 2009 at 01:03

Artikel ini saya tulis untuk memberi motivasi pada diriku sendiri yang sekarang masih sakit. Dan untuk saudaraku yang sekarang mungkin juga lagi sakit. Setelah mutar2 di google akhirnya saya menemukan beberapa hadist tentang sakit. Sabda Rasulullah Perumpamaan orang muslim adalah tangkai padi yang terkadang tegak dan terkadang menunduk, sementara perumpamaan orang kafir adalah biji-bijian hanya kuat lalu akan jatuh (H.R. Thabrani). Artinya sakit termasuk tanda-tanda orang muslim yang baik. Rasulullah SAW juga bersabda Seorang mumin yang sakit, ia tidak mendapatkan pahala dari sakitnya, namun diampuni dosa-dosanya (H.R. Thabrani). Sedangkan dalam hadist yang diriwayatkan Anas Rasulullah bersabda Seorang mumin yang sakit lalu sembuh, maka ia laksana salju yang turun dari langit, karena bersihnya (H.R. Bazaar). Sedangkan hadist yang diriwiyatkan oleh Admad dikatakan :Ketika seorang hamba diberi sakit pada badannya, maka Allah berkata kepada malaikat Tulislah kebaikan-kebaikan yang biasa dilakukannya ketika sehat, kalau ia sembuh mandikanlah ia dan bersihkan. Kalau ia meninggal maka Allah mengampuninya" (H.R. Ahmad). Dengan memperhatikan hadist di atas, bukan berarti kita harus pasrah dan nrimo ing pandum Orang yang sakit diwajibkan untuk mengeluhkan sakitnya kepada Allah, karena Allah akan mendengarnya. Orang sakit juga diwajibkan berobat dan berdoa untuk kesembuhannya. Setelah itu baru kita serahkan semuanya kapada Allah SWT.

Permasalahan
Thalassemia telah menimbulkan berbagai masalah kesehatan dunia terutama pada negara-negara berkembang, sehingga WHO (1983) telah mencantumkan program penanganannya. Keberadaan penyakit tersebut di Indonesia, harus dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena skrining pengemban sifat kelainan darah tersebut pada berbagai populasi menujukkan angka yang cukup memprihatinkan. Pada beberapa populasi, frekuensi pengemban sifat thalassemia sangat tinggi mencapai 10% dan 36% untuk Hb-E (Lanni, 2002). Sumatera Utara khususnya Medan, pengemban sifat thalassemia mencapai 7,69% dengan taksiran 6,35% sampai 9,03% yang terdiri dari thalassemia-yaitu 3,35% dengan taksiran 2,45% sampai 4,2%, pengemban sifat thalassemia-yaitu 4,07% dengan taksiran antara 3,08% sampai 5,06% dan 0,26% HbE dengan taksiran 0,004% sampai 0,576% yang terdistribusi pada berbagai suku di Medan, yaitu suku Batak, Jawa, Cina, Melayu,

Minangkabau, dan Aceh (Ganie, 2003). Jika tidak ada tindakan preventif atau pengendalian dalam bentuk apapun, maka angka tersebut akan terus bertambah. Tindakan preventif yang dianjurkan oleh WHO (1994) dalam pengendalian thalassemia dan hemoglobinopati pada negara-negara berkembang adalah tindakan preventif berupa skrining penyakit thalassemia pada pupulasi tertentu, konseling genetik pranikah dan prenatal diagnosis. Konseling genetik pranikah ditujukan untuk pasangan pranikah terutama pada populasi yang berprevalensi tinggi (berprevalensi > 5%) untuk memeriksakan diri apakah mereka mengemban sifat genetik tersebut atau tidak. Konseling genetik juga ditujukan kepada mereka yang mempunyai kerabat dekat penderita thalassemia. Berdasarkan penelitian skrining pada donor darah dari populasi di kota Medan, prevalensi thalassemia (thalassemia-dan thalassemia-) > 5 % yaitu 7,69% dengan taksiran 6,35 - 9,03%. Karena itu, konseling genetik harus segera disosialisasikan untuk mengurangi insidensi thalassemia pada masa yang akan datang.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara 8

Dengan menggunakan persamaan Hardy-Weiberg (Galanello, et al. 2003), maka kelahiran bayi thalassemia heterozigot dan homozigot dapat diramalkan sebagai berikut: p2 + 2pq + q2 = 1 p = Prekuensi gen thalassemia (1/2 frekuensi carrier) q = Prekuensi gen HbA = 1-p p2 = Prekuensi kelahiran homozigot pq = Prekuensi heterozigot q2 = Prekuensi homozigot normal Contoh: Jika frekuensi pengemban sifat (carrier) thalassemia di satu negara sebesar 3% maka frekuensi gen diperkirakan 1,5% atau 0.015 p = Prekuensi gen thalassemia (1/2 frekuensi carrier) = 0.015 q = Prekuensi gen HbA = 1-p = 1-0,015 = 0,985 p2 = Prekuensi kelahiran homozigot = 0,000225 = 0,0225% atau 0,225/1000 2pq = Prekuensi heterozigot = 0,02955 ~ 3% q2 = Prekuensi homozigot normal = 97% p2 + 2pq + q2 = 0,000225 + 0,02955 + 0,970225 = 1 Jika diumpamakan kelahiran bayi 500.000 setiap tahunnya, maka kelahiran bayi homozigot thalassemia mayor adalah sebesar 112,5/tahun. Secara kasar dapat juga dilakukan perhitungan, sebagai berikut. Pengemban sifat thalassemia = 3% dari populasi atau 1/33 Jika terjadi perkawinan antara pengemban sifat thalassemia = 1/33 x 1/33 = 1/1089.
Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya 9

Kemungkinan terjadi kelahiran bayi homozigot thalassemia mayor = 1/1089 x 1/4 = 1/4356. Dengan memperkirakan kelahiran bayi 500.000 setiap

tahunnya maka kelahiran bayi homozigot thalassemia mayor per tahun adalah 500.000 x 1/4356 = 114,8. Dari angka tersebut dapat ditentukan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani penderita thalassemia di Indonesia. Sebagai patokan untuk biaya penatalaksanaan penyakit thalassemia secara optimal di Inggris dibutuhkan biaya kira-kira US $ 7500 per orang per tahun. Biaya tersebut jauh di atas pendapatan per kapita penduduk Indonesia dan dapat dipastikan hanya penderita thalassemia dari keluarga mampu saja yang mendapat penanganan yang memadai yang sebenarnya hanya bersifat supportif karena sampai sekarang thalassemia mayor belum ditemukan obatnya. Tidak mengherankan dampak psiko-sosial yang ditimbulkan thalassemia sangat luas dan banyak negara memilih tindakan preventif seperti yang dianjurkan oleh WHO tahun 1983.

Anda mungkin juga menyukai