Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Matematika dan Sains Vol. 7 No.

2, Oktober 2002, hal 77 83

Pengaruh Media Perendam Terhadap Permeabilitas Membran Polisulfon


Cynthia L. Radiman*, Yuliany dan Veinardi Suendo Departemen Kimia, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa No. 10, Bandung 40132, INDONESIA
* kepada siapa koresponden harus ditujukan: e-mail: cynthia@fmipa.itb.ac.id

Diterima tanggal 19 April 2002, disetujui untuk dipublikasikan 16 September 2002 Abstrak Kinerja membran dalam suatu proses pemisahan secara umum dapat dinyatakan oleh nilai permeabilitas dan selektivitas membran tersebut. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi permeabilitas membran dalam proses filtrasi larutan air adalah nilai hidrofilisitas membran. Dalam penelitian ini, pengaruh berbagai jenis media perendam membran yaitu: etanol, isopropanol dan butanol dipelajari terhadap permeabilitas membran polisulfon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dalam etanol memberikan pengaruh yang paling besar terhadap permeabilitas membran. Hal ini ditunjukkan oleh nilai fluks air sebelum dan sesudah perendaman dalam etanol yaitu sebesar 263,57 dan 645,69 L/m2.jam yang meningkat secara drastis. Sebaliknya rejeksi membran terhadap larutan dekstran T-500 sebelum dan sesudah perendaman dalam etanol hanya menunjukkan sedikit penurunan yaitu dari 96 % menjadi 95 %. Lebih lanjut, sudut kontak antara air dengan membran yang direndam dalam etanol juga memberikan nilai yang terkecil yaitu sebesar 19,8. Interaksi antara alkohol dengan membran polisulfon diduga sebagai suatu proses adsorpsi fisik bersifat reversibel yang ditunjukkan oleh pengembalian permeabilitas membran pada keadaan awal setelah direndam kembali dalam air untuk jangka waktu lama. Dari data percobaan disimpulkan bahwa etanol dapat meningkatkan permeabilitas membran polisulfon melalui peningkatan hidrofilisitas tanpa menimbulkan penurunan yang berarti terhadap selektivitasnya.

Kata kunci : Permeabilitas, hidrofilisitas, membran polisulfon, adsorpsi fisik, reversibel


Abstract The performance of membrane separation processes can be generally expressed by membrane permeability and permselectivity. One of the important factors affecting membrane permeability in the filtration process of aqueous solution is membrane hydrophilicity. In this experiment, the effects of various soaking mediums, i.e. ethanol, isopropanol and butanol on the permeability of polysulfone membrane were studied. The results showed that soaking in ethanol gave the greatest effect proved by the drastic increase in permeability for membrane before and after soaking, i.e. from 263.57 L/m2.h to 645.49 L/m2.h. On the other hand, the membrane rejection against dextran T-500 before and after soaking in ethanol only showed a slight decrease from 96 % to 95 %. In addition, the contact angle between water and soaked-in-ethanol membrane gave the smallest value, i.e. 19.8. The interaction between alcohol and soaked membrane is then considered as a reversible physical adsorption since the permeability reached its initial value after being soaked again in water for a long period. The experimental data showed that ethanol could enhance the permeability of polysulfone membrane by increasing the membrane hydrophilicity without giving any significant decrease in the membrane permselectivity. Keywords : Permeability, hydrophilicity, polysulfone membrane, physical adsorption, reversible 1. Pendahuluan Teknologi membran berkembang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini baik dalam skala laboratorium maupun skala komersial. Hal ini disebabkan karena membran memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh proses pemisahan konvensional lainnya. Kondisi optimal dalam kinerja membran pada umumnya dinyatakan oleh besarnya permeabilitas dan selektivitas membran terhadap suatu spesi kimia tertentu. Makin besar nilai permeabilitas dan selektivitas membran, membran memiliki kinerja yang semakin baik. Namun pada kenyataannya, dalam suatu proses pemisahan dengan membran akan ditemukan suatu fenomena umum yaitu apabila permeabilitas membran besar maka selektivitasnya akan rendah, demikian pula sebaliknya jika selektivitasnya tinggi maka permeabilitasnya juga akan rendah. Solusi yang harus dicari dalam dilema ini ialah suatu cara untuk mengoptimalkan kinerja membran baik dalam aspek permeabilitas maupun selektivitasnya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja membran yang digunakan untuk proses pemisahan larutan air ialah sifat hidrofilisitas membran1). Membran dengan permukaan yang bersifat hidrofil akan memiliki permeabilitas yang lebih baik. Membran yang digunakan pada penelitian ini ialah membran polisulfon. Polisulfon merupakan salah satu jenis polimer yang banyak digunakan

77

78

JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002

dalam teknologi membran karena memiliki kestabilan kimia dan termal yang cukup baik. Sebaliknya, polisulfon cenderung bersifat hidrofobik sehingga permeabilitasnya untuk sistem larutan air tidak terlalu baik. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menaikkan hidrofilisitas membran ialah melalui perendaman membran dalam alkohol1). Adapun mekanisme serta sifat kenaikan hidrofilisitas membran dengan proses perendaman dalam alkohol ini belum diketahui secara pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh berbagai media perendam terhadap hidrofilisitas dan beberapa sifat fisik membran polisulfon, serta mekanismenya. Media perendam yang digunakan ialah senyawa alkohol berantai karbon pendek. Mengingat gliserol adalah senyawa kimia yang digunakan sebagai media penyimpan membran polisulfon secara komersial, dipelajari pula pengaruh gliserol terhadap permeabilitas membran polisulfon. 2. Metode Penelitian 2.1 Pembuatan Membran Polisulfon Membran polisulfon dibuat dengan komposisi 18 % b/b polisulfon, 64 % b/b dimetilasetamida, dan 18 % b/b polietilen glikol. Ketiga bahan tersebut diaduk hingga diperoleh larutan polimer yang homogen. Selanjutnya larutan polimer tersebut dicetak menjadi membran pada suatu plat kaca menggunakan pisau casting dengan teknik inversi fasa hingga diperoleh membran dengan ketebalan 0,05 0,07 mm. Membran yang terbentuk dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan pelarut. 2.2 Pengukuran Fluks Membran Pengukuran fluks air dan dekstran T-500 dilakukan dengan menggunakan sel ultrafiltrasi. Adapun tekanan operasional yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 2 kg/cm2 yang diperoleh dari pengaliran udara ke dalam sel ultrafiltrasi menggunakan kompresor. Pada setiap pengukuran, dilakukan proses kompaksi selama 30-45 menit yang bertujuan agar struktur pori dalam membran menjadi lebih rapat dan stabil. Pengukuran fluks dilakukan setelah proses kompaksi dengan mengukur volume larutan yang dapat ditampung selama 1 menit. Pengukuran ini dilakukan hingga nilai fluks mencapai suatu nilai yang mendekati konstan. Pengukuran fluks dekstran dilakukan dengan menggunakan prosedur yang hampir sama dengan pengukuran fluks air. Perbedaannya hanya terletak pada jenis larutan yang digunakan yaitu larutan dekstran T-500 dengan konsentrasi 1000 ppm. 2.3 Pengukuran Rejeksi Membran sama Dengan menggunakan sel ultrafiltrasi yang dengan yang digunakan pada proses

pengukuran fluks membran, rejeksi membran polisulfon terhadap larutan dekstran T-500 ditentukan dengan menggunakan metode spektrofotometri. Pertama-tama, larutan dekstran T-500 dengan konsentrasi 1000 ppm dimasukkan ke dalam sel ultrafiltrasi dan diberi tekanan sebesar 2 kg/cm2. Kemudian larutan permeat dan konsentrat diambil sebanyak 10 mL yang masing-masing akan diencerkan secara kuantitatif dan direaksikan dengan larutan fenol 5 % v/v dan H2SO4 pekat. Adapun perbandingan dari larutan alikuot hasil pengenceran sampel konsentrat atau permeat terhadap reagenreagen tersebut adalah sebagai berikut : larutan alikuot : larutan fenol 5 % v/v : H2SO4 pekat = 1 : 1 : 5. Semua larutan dikocok dan ditunggu hingga dingin sebelum diukur nilai transmitansnya dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak, Spectronic-20, pada panjang gelombang 490 nm. 2.4. Karakterisasi Membran Karakterisasi membran polisulfon meliputi pengukuran nilai sudut kontak antara membran dengan air, uji tarik membran dan pengambilan citra penampang membran dengan scanning electron microscope (SEM). Karakterisasi ini dilakukan terhadap membran dengan berbagai media perendam. Pengukuran uji tarik pada sampel membran dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material Jurusan Kimia ITB. Pengukuran sudut kontak dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan dan Arus Tinggi Jurusan Teknik Elektro ITB. Analisa SEM dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter bagian Laboratorium Paleontologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (LPP3G) menggunakan SEM JEOL JSM 35 C. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Permebilitas dan sudut kontak Dalam suatu proses pemisahan menggunakan membran dengan tekanan operasional yang sama, nilai permeabilitas membran pada satu proses dapat langsung dibandingkan terhadap proses yang lain berdasarkan nilai fluksnya. Pada proses filtrasi, nilai fluks yang umum dipakai adalah fluks volume yang dinyatakan sebagai volume larutan umpan yang dapat melewati membran per satuan waktu per satuan luas membran2). Dalam percobaan untuk mencari nilai permeabilitas membran biasanya dilakukan proses kompaksi. Kompaksi merupakan suatu proses deformasi mekanik pada matriks polimer penyusun membran yang mengakibatkan struktur pori membran menjadi lebih rapat dan fluks menurun hingga mencapai suatu nilai yang mendekati konstan. Nilai fluks yang mendekati konstan inilah yang diambil sebagai nilai permeabilitas membran. Perendaman membran polisulfon dalam senyawa golongan alkohol berantai pendek menghasilkan kenaikan fluks. Gambar 1 menunjukkan permeabilitas membran yang direndam dalam berbagai media.

JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002

79

Perendaman membran dalam larutan etanol 80% v/v mengakibatkan kenaikan nilai fluks air yang lebih besar dibandingkan dengan perendaman membran dalam larutan 2-propanol 80% v/v, butanol 80% v/v

maupun gliserol 10% v/v. Kenaikan fluks air yang paling kecil terjadi dalam membran yang direndam dalam larutan gliserol 10% v/v.

1600

Air
1400

Etanol
1200

2-propanol Butanol

Fluks (L/m .jam)

1000

Gliserol

800

600

400

200

0 0 5 10 15 20 25

Waktu (menit)

Gambar 1. Fluks air pada membran polisulfon terhadap waktu setelah perendaman dalam berbagai media perendam
800
645.69

Dekstran T-500 Air

Fluks (L/m2 jam)

600

400
263.57

336.63

322.02 282.28

200
98.6 147.0 125.6

0 Air Etanol

106.3

103.0

2-propanol

Butanol

Gliserol

Media Perendam

Gambar 2. Perbandingan nilai fluks membran setelah perendaman dalam berbagai media perendam

80

JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002

Panjang rantai hidrokarbon dari suatu senyawa alkohol sangat berpengaruh pada kelarutannya dalam air. Hal ini disebabkan oleh rantai hidrokarbon yang bersifat hidrofobik. Makin panjang rantai hidrokarbon dalam suatu senyawa alkohol, kelarutannya dalam air akan makin rendah3). Etanol memiliki rantai karbon yang cukup pendek dibandingkan 2-propanol dan butanol sehingga sifat hidrofilisitasnya besar. Gliserol memiliki tiga gugus hidroksil tetapi perendaman membran dalam gliserol 10% v/v memiliki nilai fluks yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan perendaman dalam etanol 80% v/v. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya interaksi intermolekuler antara gliserol dengan membran polisulfon yang akan dibahas lebih lanjut. Selain fluks air, pengukuran fluks juga dilakukan pada larutan dekstran T-500 1000 ppm. Seperti halnya dengan nilai fluks air, nilai fluks larutan dekstran T-500 juga meningkat dengan adanya proses perendaman dalam berbagai media perendam. Gambar 2 menunjukkan bahwa kenaikan fluks larutan dekstran setelah perendaman memberikan kecenderungan yang sama dengan kenaikan fluks air. Hal ini ditunjukkan dengan urutan yang sama dari nilai fluks untuk larutan dekstran dan air yang dihasilkan setelah proses perendaman dalam berbagai media perendam, dimana peningkatan nilai fluks yang paling besar terjadi pada membran yang direndam dalam etanol 80% v/v. Hal ini menandakan bahwa interaksi antara membran dengan air ditingkatkan dengan kehadiran etanol di permukaan pori membran. Data sudut kontak yang diperlihatkan pada Tabel 1 menunjang data fluks air. Sudut kontak antara membran polisulfon hasil perendaman dalam etanol 80% v/v dengan air memberikan nilai yang paling kecil yaitu 19,8o. Dari data sudut kontak dapat disimpulkan bahwa hidrofilisitas membran polisulfon meningkat dengan adanya perendaman dalam alkohol

terutama dalam etanol 80% v/v. Hal ini mendukung pernyataan bahwa interaksi antara membran dengan air diperkuat dengan adanya etanol. Tabel 1. Nilai sudut kontak membran polisulfon pada berbagai media perendam Media perendam Air Etanol 80% v/v 2-propanol 80% v/v Butanol 80% v/v Gliserol 10% v/v Sudut kontak (o) 52,8o 19,8o 23,6o 35,8o 47,7o

Nilai fluks air akan kembali seperti semula dalam suatu rentang waktu tertentu seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2. Kenaikan fluks air akibat perendaman dalam etanol 80% v/v dapat bertahan selama kurang lebih dua hari sedangkan kenaikan nilai fluks air dalam media yang lain hanya bertahan selama kurang lebih satu hari. Tabel 2. Data penurunan fluks air membran sesudah perendaman dalam berbagai media
Media perendam Fluks air (L/m2.jam) Perendaman Perendamdalam media an ke dua dalam air Sebelum Sesu1 hari dah 248.1 605.4 328.8* 235.5 300.8 220.8 248.6 303.8 250.7 258.2 276.6 260.7

Etanol 80% v/v 2-propanol 80% v/v Butanol 80% v/v Gliserol 10% v/v

*Nilai fluks menjadi 255,6 L/m2.jam setelah dua hari perendaman dalam air.

Gambar 3. Profil tetesan air pada permukaan membran setelah perendaman dalam (a) air, (b) gliserol 10 % v/v, (c) butanol 80 % v/v, (d) 2-propanol 80 % v/v (d) dan (e) etanol 80 % v/v. Gambar 3 menunjukkan profil tetesan air di atas permukaan membran yang telah direndam dalam air, gliserol 10% v/v, butanol 80% v/v, 2-propanol 80% v/v, dan etanol 80% v/v. 3.2 Selektivitas Dekstran T-500 Larutan dekstran biasanya digunakan sebagai salah satu larutan standar dalam perhitungan nilai selektivitas karena ketersediaan senyawa dekstran dalam spektrum massa molekul relatif yang luas. Dalam penelitian ini digunakan dekstran Mr 5.105 dengan konsentrasi 1000 ppm.

JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002

81

Tabel 3. Rejeksi membran polisulfon terhadap Dekstran T-500 setelah perendaman dalam berbagai media perendam Media perendam Air Etanol 80% v/v 2-propanol 80% v/v Butanol 80% v/v Gliserol 10% v/v Rejeksi (%) 96 95 94 97 91

dengan adanya perendaman dalam berbagai media perendam. 3.3 Citra Membran dari Mikroskop Elektron Gambar 4 menunjukkan citra SEM untuk penampang lintang (cross section) dan permukaan membran. Citra penampang lintang diperbesar dengan nilai perbesaran 1.000 kali sedangkan citra permukaan diperbesar dengan nilai perbesaran 10.000 20.000 kali. Bentuk pori membran polisulfon menyerupai bentuk jari seperti yang terlihat pada Gambar 4(a) dan 4(b). Berbagai citra penampang lintang dan permukaan membran dalam berbagai media perendam tidak memperlihatkan adanya perubahan yang berarti pada ukuran dan bentuk pori membran. Fenomena ini sesuai dengan data rejeksi membran yang memberikan kesimpulan yang hampir sama mengenai pori membran. Ukuran diameter pori yang dapat diukur dari citra penampang permukaan membran pada Gambar 4(c) dan 4(d) yaitu berkisar antara 0,12 m hingga 0,18 m.

Proses pemisahan membran dengan gaya pendorong tekanan bergantung pada perbandingan ukuran pori membran dengan diameter atau ukuran molekul yang akan dipisahkan2). Bila ukuran pori membran jauh lebih kecil dari ukuran molekul maka proses pemisahan akan terjadi. Sebaliknya bila ukuran pori membran lebih besar dari ukuran molekul yang akan dipisahkan maka molekul tersebut akan melewati membran. Nilai rejeksi membran dalam berbagai media perendaman terhadap dekstran T-500 dapat dilihat pada Tabel 3. Rejeksi membran pada berbagai media perendaman tidak berbeda secara signifikan. Hal ini menandakan bahwa ukuran pori membran tidak banyak mengalami perubahan

Gambar 4. Citra mikroskop elektron membrane polisufon: citra penampang lintang membran setelah perendaman dalam (a) air dan (b) etanol 80 % v/v, citra permukaan membran setelah perendaman dalam (c) air dan (d) etanol 80 % v/v. Tabel 4. Modulus Young membran polisulfon dalam berbagai media perendam Media perendam Air Etanol 80% v/v 2-propanol 80% v/v Butanol 80% v/v Modulus Young (N/m2) 2,5.107 2,8.107 2,6.107 2,4.107 3.4 Uji Tarik Membran Elastisitas dan ketahanan tarik membran polisulfon ditentukan melalui uji tarik. Uji tarik mengukur besarnya gaya yang diperlukan untuk membuat membran polisulfon terputus. Dari hasil uji tarik terhadap membran dengan perendaman dalam etanol 80% v/v, 2-propanol 80% v/v, dan butanol 80% v/v tidak didapati perbedaan yang berarti yang

82

JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002

ditunjukkan oleh nilai Modulus Young yang hampir sama, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4. Hal ini berarti sifat elastisitas membran polisulfon tidak banyak berubah setelah perendaman dalam berbagai media. 3.5 Interaksi Antara Membran dengan Media Perendam Semua data yang telah dipaparkan memberikan gambaran mengenai interaksi yang mungkin terjadi antara membran polisulfon dengan media perendamnya. Data fluks air maupun fluks dekstran T-500 menunjukkan adanya kenaikan nilai fluks. Kenaikan nilai fluks dapat disebabkan oleh ukuran pori membran yang bertambah besar atau ada modifikasi tertentu pada membran yang menyebabkan laju larutan umpan makin cepat dan makin banyak yang melewati membran. Data rejeksi dekstran T-500, data uji tarik, dan citra mikroskop elektron tidak memperlihatkan adanya perubahan yang berarti dalam ukuran pori. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan fluks bukan disebabkan oleh kenaikan diameter pori membran polisulfon. Selain kenaikan nilai fluks dan keadaan pori membran yang tidak banyak berubah, salah satu fenomena kunci yang dapat digunakan sebagai titik tolak dalam menjelaskan interaksi yang terjadi antara membran dengan media perendamnya ialah sifat reversibel dari kenaikan nilai fluks. Fenomena ini mirip dengan fenomena adsorpsi fisik seperti yang digambarkan pada Gambar 5. Adsorpsi fisik merupakan suatu gejala permukaan yang sering terjadi pada suatu antarmuka4).
Molekul-molekul teradsorpsi

polar sehingga yang berinteraksi dengan membran adalah rantai hidrokarbon dari alkohol, bukan gugus hidroksilnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Rantai hidrokarbon OH OH
OH

Membran

Gambar 6. Adsorpsi rantai hidrokarbon pada permukaan membran. Interaksi lain seperti ikatan hidrogen mungkin saja terjadi tetapi dengan kemungkinan yang lebih kecil. Air dan alkohol memiliki kemungkinan untuk mengadakan ikatan hidrogen dengan membran polisulfon. Air yang memiliki dua atom H dan satu atom O memiliki kemungkinan yang lebih besar daripada alkohol untuk berikatan hidrogen dengan membran polisulfon. Apabila ikatan hidrogen merupakan interaksi utama maka permeabilitas membran polisulfon sebelum perendaman akan lebih besar dibandingkan dengan setelah perendaman dengan alkohol. Perbedaan dalam kenaikan permeabilitas membran yang direndam dalam etanol 80% v/v, 2propanol 80% v/v, dan butanol 80% v/v disebabkan oleh perbedaan kepolaran antara ketiga senyawa alkohol ini. Nilai kepolaran suatu senyawa dapat dilihat dari tetapan dielektriknya. Semakin besar nilai tetapan dielektriknya, semakin polar senyawa tersebut. Dari Tabel 5 dapat dilihat nilai tetapan dielektrik beberapa senyawa yang digunakan dalam penelitian ini5). Etanol memiliki kepolaran yang lebih besar daripada 2-propanol maupun butanol. Hal ini menyebabkan etanol memiliki sifat hidrofilisitas yang lebih besar sehingga air akan lebih tertarik pada etanol dibandingkan dengan 2-propanol maupun butanol. Perendaman membran dalam etanol akan menyebabkan permukaan membran lebih hidrofil sehingga permeabilitas membran akan meningkat. Perendaman membran dalam 2-propanol atau butanol juga akan meningkatkan permebilitas membran, tetapi persentase kenaikannya tidak sebesar yang ditimbulkan oleh etanol.

Membran

Membran

Gambar 5. Fenomena adsorpsi molekul-molekul alkohol pada membran polisulfob Adsorpsi fisik antara membran polisulfon dengan media perendamnya dapat terjadi karena adanya interaksi van der Waals antara keduanya. Bila ditinjau dari struktur unit ulang polisulfon, polimer tersebut dapat dikatakan bersifat mendekati nonpolar. Hipotesa yang dikemukakan ialah rantai hidrokarbon dari alkohol akan teradsorpsi ke permukaan membran polisulfon sedangkan gugus hidroksil dari alkohol akan berinteraksi dengan air. Hal ini didasarkan pada sifat rantai hidrokarbon dari senyawa alkohol yang bersifat nonpolar dan gugus hidroksil yang bersifat

JMS Vol. 7 No. 2, Oktober 2002

83

(a)
OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH

Membran

(b)

OH

OH OH

OH

OH

kenaikan permeabilitas membran yang direndam dalam gliserol tidak sebesar kenaikan permeabilitas membran yang direndam dalam etanol. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi intramolekuler antar gugus hidroksil dalam gliserol untuk mengadakan ikatan hidrogen. Interaksi intramolekur merupakan gaya yang lebih kuat dibandingkan interaksi intermolekuler sehingga fenomena yang terjadi dalam gliserol ialah gugus hidroksilnya lebih suka saling mengadakan ikatan hidrogen dibandingkan dengan rantai hidrokarbon gliserol yang harus teradsorpsi ke permukaan membran. 4. Kesimpulan

Membran

Gambar 7. Gambar skematis pengaruh panjang rantai hidrokarbon pada molekul alkohol terhadap konsentrasi gugus hidroksil yang teradsorpsi pada permukaan membran: alkohol berantai karbon (a) pendek and (b)panjang. Tabel 5. Nilai tetapan dielektrik berbagai media perendam membran polisulfon Media perendam Air Etanol 2-propanol Butanol Gliserol Tetapan dielektrik 76,5 24,3 18,3 17,8 42,5

Perendaman membran polisulfon dalam media perendam etanol 80% v/v, 2-propanol 80% v/v dan butanol 80% v/v dapat meningkatkan permeabilitas membran tanpa menurunkan selektivitasnya secara berarti. Kenaikan permeabilitas ini bersifat reversibel yang dapat bertahan selama kurang lebih 1-2 hari setelah proses perendaman. Interaksi yang terjadi antara membran dengan alkohol dalam larutan perendam ialah interaksi van der Waals yang mengakibatkan terjadinya proses adsorpsi fisik. Ucapan Terima Kasih Penulis berterima kasih kepada Departemen Kimia ITB yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini dan kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Daftar Pustaka 1. Kulkarni, A., Mukherjee, D. and Gill, W.N., Flux Enhancement by Hidrophilization of Thin Film Composite Reverse Osmosis Membranes, Journal of Membrane Science, 114, 39-50, (1996). Mulder, M., Basic Principles of Membrane Technology, edisi 2, Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, (1996). Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S., Kimia Organik, edisi 3, halaman 261, Erlangga, Jakarta, (1994). Boer, J.H., The Dynamical Character Of Adsorption, edisi 2, Oxford University Press, London, (1968). Weast, R.C., Handbook of Chemistry and Physics, edisi 58, halaman E-56, CRC Press, Florida, (1978).

Bagian dari alkohol yang teradsorpsi pada membran adalah rantai hidrokarbonnya. Makin panjang rantai hidrokarbon alkohol maka jumlah gugus hidroksil yang teradsorpsi dalam suatu luas permukaan membran akan menjadi lebih sedikit. Ilustrasi mengenai hal ini dapat dilihat pada Gambar 7. Dalam hal ini, rantai hidrokarbon pada etanol lebih pendek dibandingkan dengan butanol, sehingga jumlah gugus hidroksil yang ada dalam suatu luas permukaan membran yang sama akan lebih banyak terdapat dalam membran yang direndam dalam etanol. Makin banyak gugus hidroksil maka pemisahan membran polisulfon untuk sistem larutan air akan makin efektif karena gugus hidroksil akan memudahkan perpindahan molekul air melewati membran melalui interaksi dipol-dipol dan ikatan hidrogen. Gliserol memiliki nilai tetapan dielektrik yang lebih besar dibandingkan dengan etanol, tetapi

2.

3.

4.

5.

Anda mungkin juga menyukai