Anda di halaman 1dari 30

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Sompie, et al., (2018), tanah merupakan bahan yang terdiri dari

mineral-mineral yang satu sama lain tidak disementasi atau terikat secara kimia

dan bahan- bahan organik yang telah melapuk dan disertai dengan zat cair dan

gas yang mengisi ruang kosong di dalam tanah. Menurut Pulungan dan

Sartohadi (2018), pembentukan tanah selalu diawali dengan terjadinya

pelapukan batuan yang bermula akibatnya dari cuaca. Banyak penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan antara pelapukan batuan dan cuaca. Saat

tanah terbentuk, pelapukan batuan induk dapat mengubah senyawa mineral

primer menjadi mineral sekunder. Jenis-jenis mineral yang terkandung di dalam

batuan induk akan menghasilkan jenis tanah yang berbeda-beda.

Menurut Yani dan Ruhimat (2007), tanah mempunyai sifat-sifat fisik yang

dapat ditentukan dengan warna, tekstur, struktur, konsistensi, kelembaban tanah,

udara tanah, suhu tanah, permeabilitas, porositas dan drainase. Warna tanah

sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kandungan bahan organik,

kandungan mineral, kadar air dan tingkat drainase tanah. Sifat fisik tanah lainnya

adalah tekstur tanah, yaitu kekasaran tanah atau perbandingan perbandingan

debu tanah liat dengan pasir. Sifat kimia tanah sangat penting untuk

pertumbuhan tanaman, antara lain respon tanah (pH), kapasitas tukar kation

(KPK), kejenuhan alkali dan unsur hara. Tingkat respon tanah dipengaruhi oleh

lima faktor pembentuk tanah. Menurut Schoonover dan Crim (2015), sifat tanah

dibagi menjadi tiga yaitu sifat fisika, sifat kimia dan sifat biologi. Pengembangan

profil awal tanah yang paling penting adalah sifat fisika tanah dan sifat kimia

tanah. Sifat fisik tanah memiliki efek yang sangat besar untuk mempengaruhi
kualitas dan produktivitas tanah. Sifat kimia tanah memainkan peran kunci dalam

vegetatif produktivitas dan komposisi spesies dan strategi pengelolaan tanah.

Sifat biologi tanah meliputi jenis atau jumlah mikroorganisme yang hidup di dalam

tanah tersebut, populasi cacing tanah dan kemampuan respirasi tanah.

Menurut Hendrajat, et al., (2018), kualitas air kolam sangat dipengaruhi oleh

kualitas tanah dasar. Tanah dasar tambak dapat bertindak sebagai penyimpan

dan sumber (source) dari unsur-unsur tertentu dan oksigen terlarut. Secara

umum, faktor lingkungan tambak (kualitas tanah dan air) adalah faktor penentu

dominan dalam budidaya tambak sehingga dipertimbangkan sebagai kriteria

dalam kesesuaian lahan untuk budidaya tambak pada perairan. Menurut

Jayanthi, et al., (2020), selain memperhatikan karakteristik tanah, memperhatikan

jenis tekstur tanah juga sangat penting untuk menentukan lokasi budidaya.

Penentuan tekstur tersebut berpengaruh terhadap produksi dalam budidaya

perikanan. Penentuan karakteristik tanah sangat berperan penting terhadap

ekspansi akuakultur yang sukses.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dilaksanakannya praktikum ilmu tanah yaitu :

1. Untuk mengetahui cara penentuan plotting koordinat lokasi pengamatan

2. Untuk mengetahui cara penentuan tekstur dan warna tanah

3. Untuk mengetahui cara penetapan konsistensi tanah secara kualitatif

Tujuan dilaksanakannya praktikum ilmu tanah yaitu :

1. Untuk mengetahui koordinat lokasi pengamatan

2. Untuk mengetahui tekstur dan tanah pada lokasi pengamatan

3. Untuk mengetahui konsistensi tanah kering, lembab dan basah


1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum IlmuTanah Acara 1 dilaksanakan pada hari Minggu 15 November

2020 Pukul 08.00-0.09.00 secara daring via Google Meet dan Google

Classroom.

Praktikum IlmuTanah Acara 2 dilaksanakan pada hari Minggu 15 November

2020 Pukul 08.00-0.09.00 secara daring via Google Meet dan Google

Classroom.

Praktikum IlmuTanah Acara 3 dilaksanakan pada hari Minggu 15 November

2020 Pukul 08.00-0.09.00 secara daring via Google Meet dan Google

Classroom.
1. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

2.1.1 Pengertian Tanah

Menurut Xie, et al. (2020), tanah merupakan kebutuhan dasar untuk

kelangsungan hidup organisme di perairan. Tanah termasuk sumber daya tak

terbarukan yang memberikan fondasi material penting dan jaminan ruang bagi

bidang perikanan. Namun, degradasi lahan tanah mulai meningkat disebabkan

pemanfaatan sumber daya lahan perairan yang tidak wajar oleh manusia.

Degradasi lahan perairan ini berdampak bagi bidang perikanan dan kelautan.

Dampak degradasi lahan perairan seperti hilangnya keanekaragaman hayati

perairan dan kerusakan lahan budidaya perikanan. Menurut Zornoza, et al.

(2015), tanah merupakan suatu media yang kompleks, serta memiliki nilai

heterogenitas cukup tinggi dimana komponen padat, cair dan gas akan

berinteraksi dalam proses fisika, kimia dan biologis yang saling berkaitan. Tanah

dapat berperan dalam menyediakan perbaikan terhadap suatu ekosistem seperti

makanan, air, dan serat. Tanah juga berperan dalam pengaturan perbaikan yang

nantinya dapat mempengaruhi iklim, banjir dan kualitas air. Keberadaan tanah

sangat memberikan manfaat yang mampu mendukung dalam siklus nutrisi.

Penggunaan tanah yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan penurunan

kualitas karena hilangnya bahan organik, salinisasi/alkalinisasi, kerusakan

struktural, kontaminasi, dan pengasaman. Penurunan kualitas tanah, dapat

berbahaya terhadap suatu produktivitas yang lebih lanjut.

Menurtut Darwis (2018), tanah merupakan bagian dari kerak bumi yang

menopang tumbuhan dan memiliki lapisan partikel yang berbeda dari bahan

aslinya. Partikel tanah terbentuk dari batuan yang pecah yang telah berubah

karena efek kimia dan lingkungan. Tanah juga mampu memberikan kehidupan
bagi makhluk hidup yang terdapat di permukaan bumi. Tanah memberikan

fondasi material penting dan jaminan ruang bagi pembangunan manusia. Tanah

yang bertekstur halus, lebih banyak mengandung bahan organik dan lapisannya

tebal atau dalam akan mampu menyimpan air lebih banyak dibandingkan dengan

tanah yang berstruktur kasar meskipun lapisannya tebal. Menurut Jaya (2017),

tanah merupakan media yang memberikan manfaat bagi seluruh makhluk secara

biologis maupun ekologis. Kondisi tanah sangat dipengaruhi oleh eksistensi

tanah yang terdapat pada suatu lahan. Beberapa pendapat mengatakan bahwa

tanah mencakup mineral, bahan organik serta mengandung benda hidup yang

tersusun dalam kandungan tanah. Tanah secara umum akan selalu memberikan

kehidupan bagi seluruh makhluk hidup biologis yang ada di permukaan bumi.

2.1.2 Proses Pembentukan Tanah

Menurut Celarino dan Ladeira (2017), durasi dalam proses pembentukan

tanah dipengaruhi oleh proses sedimen, ukuran butir dan juga kondisi iklim.

Daerah tropis yang lembab, laju pembentukan tanah mampu mengatasi erosi

atau sedimentasi, membantu melestarikan lingkungan karena proses

pembentukan tanah melibatkan akumulasi bahan organik melalui berbagai reaksi

biokimia. Daerah dataran banjir, proses pembentukan tanah lebih sulit terjadi. Hal

ini dikarenakan pada daerah dataran banjir, khususnya di daerah tropis yang

lembab, proses pelapukan sedimen lebih rumit untuk dilakukan. Proses

pembentukan tanah memiliki perbedaan tergantung pada jenis litofasies serta

pembentukan sedimennya. Beberapa proses pembentukan tanah yang terjadi

yaitu:

Litofasies Deskripsi Pembentukan Pembentukan

Sedimen Tanah

Gcm Berupa pasir dan Struktur sedimen Hampir tidak ada


kerikil yang kurang diawetkan proses yang

sangat kasar. karena proses terjadi karena

pengendapan mineralogi dalam

berlangsung tanah didominasi

cepat. oleh butiran

kuarsa.
Fr Berupa pasir Struktur sedimen Ukuran butiran

halus, lumpur, hilang karena bervariasi, mulai

dan tanah liat proses dari pasir halus

yang telah lapuk pembentukan hingga tanah liat

oleh proses tanah. yang berlumpur.

pedologis.
Menurut Misra, et al. (2019), pedogenesis adalah tanah dibentuk berulang

kali dengan metode tertentu dari bahan induk dengan produk akhir yang disebut

regolith atau massa non tanah atau hanya bahan tanah dalam satu set faktor

yang terdiri bahan induk, biotik fauna dan flora, relief, organisme dan iklim yang

dikondisikan oleh relief. Pengelolaan dan degradasi tergantung pada ukuran

waktu yang di tambah energi oleh foton cahaya. Fitur tanah akan diubah

sedemikian rupa sehingga menjadi fungsi dari berbagai iklim dan tanah

berkembang di bawah iklim yang berbeda akan disebut fungsi iklim. Oleh karena

itu, dimaksudkan bahwa ciri-ciri tanah pedogenik akan bermacam macam

menurut variasi iklim. Akibat dari pengembangan model empiris untuk di

presentasikan pedogenesis, seperti clinofunctions, biofunctions, topofunctions,

litofungsi, dan kronofungsi kemudian dua tambahan jenis pembentuk tanah yaitu

cahaya radiasi dan manajemen berkelanjutan.

Menurut Assa, et al., (2016), tanah yang proses terbentuknya secara langsung

karena pelapukan secara kimia dapat disebut dengan tanah residu atau residual
soil. Daerah tropis yang kondisi iklimnya panas dan lembab, pelapukan batuan

sangat sering terjadi ditambah dengan curah hujan yang tinggi. Jenis tanah tidak

hanya tanah residu, ada lagi jenis tanah yang disebut tanah endapan. Pembeda

dari kedua tanah ini adalah metode pembentukannya. Tanah residual sifatnya

tidak memiliki hubungan dengan stress history, dan tanah residual juga tidak

mengalami konsolidasi. Beberapa tanah residu biasanya tidak ditemukan di

tanah sedimen, terutama yang bahan pembentuknya atau bahan induknya

berasal dari batuan vulkanis. Permeabilitas dari tanah residu umumnya jauh lebih

tinggi jika dibandingkan kan dengan tanah sedimen. Menurut Cahyono, et al.,

(2014), proses perubahan batuan yang menjadi tanah adalah batuan-batuan

tersebut harus mengalami pelapukan. Pelapukan batuan pada dasarnya dapat

dibedakan menjadi pelapukan fisik dan pelapukan kimia. Pelapukan fisik adalah

proses awal pembentukan tanah yang berbentuk pemecahan batuan keras dan

solid menjadi bagian yang lebih kecil melalui proses pelapukan fisik.

2.1.3 Pengertian Pengambilan Sampel Tanah

Menurut Carter, et al., (2007), sampling bisa diartikan sebagai pengambilan

material dari total populasi yang ada untuk dilakukan pengukuran. Sampling

sangat berkaitan erat dengan kegiatan penelitian, termasuk penelitian dalam ilmu

tanah. Sampling dengan kegiatan penelitian sangat berkaitan disebabkan karena

tidak mungkinnya melakukan pengukuran dalam penelitian menggurakan seluruh

populasi yang ada. Misalnya ketika melakukan penelitian mengenai tanah, tidak

mungkin melibatkan seluruh tanah yang ada. Pengambilan sampel juga

melibatkan pemilihan metode yang paling efisien untuk memilih sampel yang

akan digunakan untuk memperkirakan sifat-sifat populasi seperti haphazard

sampling, jugdement sampling, dan probability sampling. Sejauh ini, beberapa

tipe yang sering dipakai dalam sampling tanah yaitu menggunakan metode

probability sampling. Menurut Russell, et al. (2011), terdapat beberapa teknik


untuk mendapatkan sampel tanah inti. Teknik yang paling mudah dan standar

adalah rig auger. Berbagai alat untuk tujuan itu; sampler split spoon standart dan

tabung shelby adalah yang paling umum di Amerika Serikat. Negara lain,

mengambil definisi sampel tanah mungkin bergantung pada peralatan yang

tersedia.

Menurut Ferdian, et al., (2015), sampel tanah yang diambil meliputi tanah

yang terganggu (disturb soil). Kemudian tanah yang tidak terganggu (undistrub

soil). Akan tetapi dalam penelitian ini cukup dengan pengambilan sampel dengan

cara disturb soil (tanah terganggu). Menurut Handayanto, et al., (2018), sesuai

untuk evaluasi kesuburan tanah, disaranakan untuk dilakukan rekomendasi

pemupukan. Karena hanya menunjukkan tanah di wilayah tertentu dan

pengambilan sampel tanah dilakukan untuk karakterisasi kesuburan rata rata dari

wilayah tersebut.

Pengambilan sampel pada tanah dilakukan untuk pengukuran.

Pengambilan sampel tidaklah dilakukan pada semua tanah tetapi pada beberapa

bagian saja. Metode pengambilan sampel pada tanah bermacam-macam

diantaranya haphazard sampling, jugdement sampling, dan probability sampling.

Metode sampling yang sering digunakan ialah probability sampling. Adapun

teknik untuk mendapat sampel tanah yaitu dengan rig auger yang paling sering

digunakan di Amerika Serikat dan juga dengan cara disturb oil.

2.1.4 Cara Pengambilan Sampel Tanah

Menurut Sinaga, et al. (2020), pengambilan sampel tanah dilakukan

dengan cara menggunakan alat bor tangan. Bor tangan dapat bisa digunakan

untuk menggali lubang tanah sedalam 5 meter dengan memakai alat-alat batang

penyambung. Jenis bor yang biasanya digunakan umtuk pengambilan sampel

tanah adalah wan auger. Menurut Tan, (2005), sesuai dengan namanya,
pengambilan sampel dilakukan secara sistematis. Contohnya sampel dapat

diambil dengan interval 5 m, atau diambil hanya di footslopes dan puncak bukit.

Kemungkinan ketiga, tanah di bawah setiap pohon lain di sebuah kebun dapat

diambil sampelnya. Ini jenis pengambilan sampel juga dapat digabungkan

dengan acak sederhana sampling sebagai berikut. Lokasi pengambilan sampel

ditentukan secara acak pada peta tanah, dan orang mungkin mengambil sampel

hanya dari situs pembawa angka genap (atau ganjil). Maka dari itu banyak

sistem jenis lain yang dapat dirancang untuk tujuan pengambilan sampel tanah.

Menurut Gonçalves, et al. (2020), pengambilan tanah untuk melakukan

kegiatan penarikan sampel ini dapat dilakukan dengan tiga cara. Cara-cara

tersebut terdiri atas Sampling Manajemen Zona (SMZ), Sampling Jaringan (SJ),

dan Sampling Orientasi (SO). Menurut Margolong, et al. (2015), pengambilan

sampel tanah dilakukan dengan menggunakan metode survei. Metode survei

dilakukan dengan cara mengevaluasi sifat tanah pada areal pertanian organik.

Pengambilan sampel tanah pada lokasi penelitian dilakukan berdasarkan waktu

diterapkannya sistem pertanian organik.

2.2 Tekstur Tanah

2.2.1 Pengertian Tekstur Tanah

Menurut Xia, et al. (2020), tekstur tanah merupakan komponen penting dari

survei tanah untuk memperkirakan potensi dan keterbatasan penggunaan lahan

dan pengelolaan. Tekstur tanah juga merupakan faktor terpenting kedua setelah

pH tanah dalam pembentukan komunitas mikroba tanah. Menurut Inaqtiyo dan

Rusli (2020), tekstur tanah adalah salah satu dari beberapa sifat fisik tanah

seperti warna tanah, struktur tanah, kadar air, bulk density, dan lain sebagainya.

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi-fraksi debu, liat, dan pasir

dalam bentuk persen. Tekstur tanah erat hubungannya dengan kekerasan,


permeabilitas, plastisitas, kesuburan, dan produktivitas tanah pada daerah

tertentu.

Menurut Basir (2019), terdapat lima jenis tekstur tanah contoh dari tekstur

tanah yang ada. Pertama adalah tanah bertekstur halus, agak halus, sedang,

agak kasar, dan kasar. Dari kelima tekstur tersebut terdapat kegunaannya

masing-masing istilah tekstur tanah menunjukkan persentase relatif fraksi-fraksi

pasir, debu, lempung dan lempung berliat, biasanya dinyatakan sebagai

persentase massa masing-masing fraksi tersebut. Menurut Barman dan

Choudhury (2020), tekstur tanah adalah faktor penting yang harus diperhatikan

sebelum melakukan pengolahan atau pengerjaan. Tekstur tanah dapat

mempengaruhi dalam penentuan jenis tanaman dan mengatur penyebaran air.

2.2.2 Macam-Macam Tekstur Tanah

Menurut Jaja, N. (2016), pada segitiga tekstur terdapat 12 macam tekstur

tanah, namun untuk lebih rincinya telah dibagi menjadi empat kelas tekstur

utama. Tekstur utama yang pertama yaitu tanah berpasir, dengan ciri memiliki pH

yang rendah atau bersifat asam dengan teksturnya yang kasar. Selain tanah

berpasir juga terdapat tanah berdebu, liat, dan tanah berlempung dengan

karakteristik tekstur yang berbeda-beda. Menurut Jadczyszyn, et al., (2017),

dalam kategori agronomi memiliki beberapa pembagian tekstur tanah.

Pembagian tekstur tanah dalam kategori agronomi menyebutkan bahwa apabila

tanah tersebut mengandung partikel halus dan ukuran butirnya <0,02 mm

termasuk dalam tekstur tanah halus. Kemudian apabila tekstur tanah berukuran

0,02-0,006 mm termasuk dalam kategori tekstur tanah berlempung kasar.

Sedangkan pada tekstur tanah yang berlempung sedang memiliki tekstur tanah

yang berukuran 0,006-0,002 mm. Jika ukuran tekstur tanah <0,002 mm dapat

dikategorikan sebagai tanah yang bertekstur lempung halus.


Menurut Tarigan, et al. (2015), tanah yang mengandung banyak liat dapat

menyimpan air dalam jumlah yang besar, namun air tersebut tidak dapat

meresap ke dalam tanah. Hal tersebut dikarenakan air akan mengalir pada

permukaan tanah sehingga menyebabkan terjadinya erosi. Apabila tanah

bepasir, air lebih mudah diserap tetapi tidak dapat disimpan lama karena infiltrasi

terhadap lapisan bawahnya. Tanah yang ideal adalah tanah yang memiliki

kandungan tekstur liat, pasir dan debu yang seimbang. Tanah dengan kriteria

tersebut disebut dengan tanah lempung atau loam. Kelas tekstur dibagi menjadi

beberapa kelompok. Kelas halus mempunyai tekstur liat berpasir, liat, dan liat

berdebu. Kelas agak halus mempunyai tekstur lempung berliat, lempung liat

berpasir, lempung liat berdebu. Kelas sedang mempunyai tekstur lempung

berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu. Kelas agak kasar

mempunyai tekstur Lempung berpasir. Kelas kasar memiliki tekstur pasir, pasir

berlempung. Kelas sangat halus hanya memiliki tekstur liat. Menurut Murano, et

al., (2015), tekstur tanah dapat ditentukan oleh rasio pasir, debu, dan lempung.

Pada awalnya, penentuan klasifikasi tekstur tanah dengan sebaran ukuran

partikel berasal dari sebutan tekstur tanah yang digunakan oleh para petani.

Pada gambar diatas merupakan sistem klasifikasi tanah tekstur tanah yang

ditentukan oleh International Soil Science Society (ISSS). Sistem klasifikasi

tekstur tanah menurut ISSS (International Soil Science Society) terbagi menjadi

12 tekstur. Pada gambar tersebut dituliskan macam-macam tekstur tanah yakni

terdapat: (1) Heavy Clay, (2) Light Clay, (3) Silty Clay, (4) Sandy Clay, (5) Sandy

Clay Loam, (6) Clay Loam, (7) Silty Clay Loam, (8) Sand, (9) Loamy Sand, (10)

Sandy Loam, (11) Loam, (12) Silty Loam.


2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Tekstur Tanah

Menurut Parasayu, et al., (2017), banyaknya fraksi pasir, debu dan liat

dalam tanah merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tekstur tanah. Besar

fraksi dalam tanah tersebut akan membuat tekstur tanah menjadi berbeda-beda.

Keberadaan bahan organik juga dapat mempengaruhi tekstur tanah. Tanah

bertekstur ringan, akan mempermudah bagi nematoda atau penyakit tular tanah

untuk berpindah dari satu tanaman ke tanaman yang lain sehingga akan

membantu penyebaran patogen. Menurut Rayes (2017), akibat adanya interaksi

dari berbagai faktor maka tanah dapat terbentuk. Iklim, organisme,

relief/topografi, bahan induk dan waktu merupakan beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap tekstur tanah yang terbentuk. Keadaan awal yang menjadi

pengembangan tekstur tanah selanjutynya adalah bahan induk dan relief. Laju

reaksi kimia dan biologi yang berlangsung dalam tanah ditentukan oleh iklim dan

organisme. Sedangkan yang menjadi ukuran sejauh mana reaksi dapat

berlangsung adalah waktu. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sifat

sifat tanah yang dibawa oleh fraksi pembentuk tanah adalah perbedaan

topografi.

Menurut Andrade, et al., (2020), keragaman tekstur tanah seperti pasir,

liat dan debu sebagian besar disebabkan oleh bahan induk yang bervariasi,

misalnya sedimen alluvial, gabbro dll. Keanekaragam tekstur tanah juga

dipengaruhi oleh adanya perbedaan derajat pelapukan tanah yang terjadi pada

suatu daerah. Tekstur tanah ‘silt’ lebih banyak ditemukan pada daerah yang

beriklim sedang. Hal ini mungkin disebabkan oleh derajat pelapukan yang relatif

lebih rendah, glasiasi dan lebih sering terjadi pelapukan mekanik daripada

pelapukan kimia jika dibandingkan dengan daerah tropis. Pada daerah tropis,

ketersediaan tanah silt terbatas oleh beberapa kondisi lingkungan yang

membatasi terjadinya proses pelapukan. Sebaliknya, tanah berpasir dan tanah


liat tersebat sangat luar tergantung pada material induk dan derajat

pelapukannya. Menurut Dar (2018), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

tekstur tanah, yaitu bahan organik, agregat tanah, kandungan mineral dan

kelembapan tanah tersebut. Bahan organik berasal dari penguraian organisme

dan kandungan mineral. berasal dari pelapukan batuan. Kandungan komponen

pada tanah dapat berubah-ubah setiap saat. Tekstur tanah mempengaruhi

kapasitas laju infiltrasi air, aerasi, kesuburan dan kemudahan pengolahan, serta

kompresor pada tanah. Tekstur pada material hasil kerukan yang sebagian besar

berupa pasir cocok digunakan sebagai bahan bangunan, tetapi tidak cocok untuk

pembentukan karena memiliki kandungan nutrisi dan kapasitas penahan air yang

rendah.

2.2.4 Fungsi Penentuan Tekstur Tanah

Menurut Mustawa, et al., (2017), struktur tanah dikatakan baik jika

didalamnya memiliki penyebaran ruang pori-pori yang baik. Agregat tanah

seharusnya lebih baik agar tidak mudah hancur. Jika agregat tanah tidak bagus,

maka dapat menyebabkan tahan erosi sehingga pori-pori tanah tidak gampang

tertutup partikel tanah halus. Menurut Goueguel, et al., (2019), tanah dapat

dibedakan berdasarkan ukuran partikel dan diklasifikasikan kedalam fraksi relatif

dari kelas tekstur tanah, tanah liat, lumpur dan pasir. Metode yang digunakan

untuk penentuan tekstur yaitu metode ukuran partikel laboratorium dan tekstur

berdasarkan rasa.

Menurut Musdalipa, et al. (2018), pengujian tektsur tanah memiliki

hubungan erat dengan laju infiltrasi yang dimana sangat dibutuhkan dalam

informasi dalam proses penentuan tanaman. Tekstur tanah yang berbeda

menyebabkan tanah memiliki unsur hara yang berbeda yang dipengaruhi oleh

bertambahnya air tanah yang terjadi akibat proses laju infiltrasi sehingga jenis

tanaman yang dibutuhkan berbeda. Menurut Fine, et al., (2017), secara


konseptual, kesehatan tanah (SH) mempresentasikan pemahaman yang muncul

tentang kualitas tanah. Kedua istilah tersebut mengacu pada kemampuan suatu

tanah untuk berfungsi dan menyediakan jasa ekosistem berdasarkan

karakteristik yang melekat dan kondisi lingkungan. (tambah 1 kalimat)

2.3 Warna Tanah

2.3.1 Pengertian Warna Tanah

Menurut Holilullah, et al. (2015), warna tanah adalah suatu petunjuk dari

beberapa sifat tanah. Warna tanah dipengaruhi beberapa faktor yang ada pada

dalam tanah. Perbedaan warna permukaan tanah umumnya disebabkan

perbedaan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik maka

warna tanah semakin gelap. Menurut Aquino, et al. (2016), analisis warna tanah

digunakan dengan alat ukur, yaitu diffuse reflectance spectroscopy (DRS),

menghasilkan presisi yang lebih tinggi dan mengingat kondisi yang terkontrol dan

tidak subjektif.

Menurut Peverill, et al. (1999), (tambah koma) warna tanah adalah salah

satu indikator yang paling bermanfaat untuk mengindikasi tanah. Warna tanah

seringkali digunakan sebagai indikator utama oleh para ilmuwan dunia, karena

warna tanah adalah indikator yang paling dapat dipahami oleh orang awam.

Warna tanah dapat memberikan indikator status redoks yang berkaitan dengan

aerasi tanah, kandungan bahan organik dan kesuburan tanah. Warna tanah

adalah komponen yang sangat penting untuk dapat mengindikasikan sifat tanah,

karena warna tanah sendiri dipengaruhi dari sifat tanah tersebut. (tambah 1

kalimat).

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Warna Tanah

Menurut Stiglitz, et al., (2016), warna tanah akan berubah karena

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor – faktor tersebut adalah jumlah bahan

organik, konsentrasi logam, kandungan oksida besi, dan fitur redoks. Warna
tanah berbanding lurus dengan jumlah bahan organik yang terkandung di

dalamnya. Semakin gelap warna tanah, maka kandungan bahan organik

semakin tinggi. Menurut Renggi dan Mutiara (2020), perbedaan warna pada

setiap permukaan tanah didasari oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang

menyebabkan perbedaan warna tanah adalah kandungan bahan organik. Tanah

yang memiliki kandungan bahan organik tinggi memiliki warna yang lebih gelap.

Menurut Poppoel, et al. (2020), menentukan ciri dari tanah di lapang dan

laboratorium dengan warna tanah merupakan ciri yang paling cocok untuk dapat

membedakannya. Bahan organik, oksida besi, dan mineral merupakan faktor

yang mempengaruhi warna tanah. Penggelapan tanah disebabkan oleh bahan

organik, selain itu bahan organik juga dapat menurunkan nilai munsell dan

chroma. Hematit dan geonit merupakan bagian dari oksida pedogenik yang

paling sering ditemukan didalam tanah. Hematit dapat ditemukan di tanah yang

beriklim tropis, dengan tekstur tanah yang kering, efek dari pigmentasi hematit ini

sangat kuat, dan hematit tidak terdapat pada iklim yang lembab, sementara pada

geonit dapat ditemukan di berbagai iklim. Menurut Robbani, et al., (2016), tanah

terdiri dari beberapa lapisan, dimana setiap lapisannya memiliki warna yang

berbeda. Pebedaan ini diakibatkan oleh proses kimia atau (pengasaman).

Perbedaan warna tanah juga bisa diakbatkan oleh pencucian (leaching).

2.3.3 Fungsi Penentuan Warna Tanah

Menurut Chusyairi (2019), fungsi penentuan warna tanah dapat digunakan

untuk mengetahui kandungan unsur hara dari tanah tersebut. Fungsi penentuan

warna tanah dapat memudahkan dalam melakukan perawatan pada tanah

sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah. Identifikasikan

warna tanah dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi yang canggih

saat ini yaitu dengan menggunakan android sebagai informasi dalam


mengidentifikasikan warna tanah. Menurut Vodyanitski, et al. (2018), penentuan

warna tanah dapat memberikan manfaat bagi parameter kation. Penentuan

warna tanah juga bermanfaat untuk penentuan awal kandungan besi atau karbon

organik di dalam tanah. Manfaat lain dari penentuan warna tanah yaitu

diperlukan untuk melakukan identifikasi kualitatif sifat tanah.

Menurut Kasih, et al., (2019), tanah yang didalamnya terdapat banyak

bahan organik umumnya berarna hitam, sedangkan tanah yang tereduksi

umumnya berwarna abu-abu dan tanah yang memiliki kandungan oksidasi dari

besi umumnya berwarna merah. Kelembaban dan temperatur tanah memiliki

pengaruh yang besar untuk mempengaruhi warna pada tanah. Tinggi rendahnya

kandungan organik di dalam tanah akan mengakibatkan warna pada tanah

berbeda-beda. Kandungan organik yang tinggi cenderung menyebabkan warna

tanahnya menjadi semakin gelap, selain itu laju evaporasi pada tanah akan tinggi

karena tanah banyak digunakan sebagai kondisi fisik media untuk

mendeskripsikan karakter dari tanah tersebut. Menurut Han, et al., (2016), warna

tanah dapat dijadikan indikator yang memberi penjelasan yang cukup

menyeluruh mengenai komponen kimia dan sifat fisika tanah. Banyak informasi

mengenai tanah yang didapatkan secara efektif setelah kita memahami dan

menganalisis warna tanah. Informasi ini menjelaskan mengapa metode

pengklarifikasian tanah dan deteksi kualitatif warna tanah digunakan sebagai

metode yang paling sering digunakan. Salah satu metode pengklarifikasian

warna tanah yang sering kali digunakan adalah metode Chart Munsell.

2.4 Konsistensi Tanah

2.4.1.1 Pengertian Konsistensi Tanah

Menurut Prabandiyani, et al., (2015), kadar air yang telah melewati

keadaan yang lain yakni contohnya air ke tanah lempung kering disebut dengan

konsistensi tanah. Perubahan sifat pada tanah lempung kering dapat terjadi saat
ditambahkan air secara perlahan. Perubahan sifat pada tanah lempung kering

tersebut yaitu akan menjadi plastis dan juga sedikit padat. Tanah akan menjadi

semi solid (semi padat) apabila tanah dan campuran air tersebut dipanaskan.

Tanah kemudian akan menjadi solid jika pemanasan dilanjutkan. Menurut Utomo

(2016), konsistensi tanah memiliki gaya fisika, kohesi dan adhesi yang bekerja

didalam tanah yang kandungan air tanah tersebut berbeda – beda. Secara

partikal, tanah yang kandungan liatnya tinggi, tanah tersebut sangat

mempengaruhi dalam pengolahan tanah. Konsistensi tanah yang keadaannya

basah akan terasa lengket pada alat pengolahan tanah. Sebaliknya, pada

konsistensi tanah dalam keadaan kering tanah akan terasa keras untuk diolah.

Menurut Zolfaghari, et al., (2015), konsistensi merupakan bentuk ketahanan

tanah karena adanya deformasi atau perubahan wujud tanah yang terjadi akibat

dari gaya mekanis. Batas-batas pada konsistensi tanah terbagi menjadi 3 batas

yaitu batas susut (SL), batas plastis bawah atau batas plastis (PL) serta batas

plastis atas atau batas cair (LL). Pengertian dari masing-masing batas yaitu,

batas susut merupakan batas dari keadaan padat dengan semi padat, batas

plastis merupakan batas dari keadaan semipadat dengan plastis dan batas cair

merupakan batas dari keadaan plastis dengan cair. Menurut Gliński, J dan J.

Lipiec (2018), konsistensi tanah yang terdiri dari sifat-sifat bahan tanah

dinyatakan dalam derajat dan jenis kohesi serta adhesi. Setiap bahan tanah

memiliki konsistensi walaupun tanah tersebut memiliki massa besar atau kecil,

berstruktur atau tidak berstruktur, lembab atau kering. Konsistensi tanah juga

diartikan sebagai keadaan tanah apakah tanah itu padat, plastis, atau cair.

Konsistensi tanah basah dicirikan oleh sifat lengketnya dan plastisitas.

Konsistensi tanah lembab dicirikan oleh kerapuhan (kasus keretakan dan

pengerasan kulit). Konsistensi bahan tanah saat kering ditandai dengan

kekakuan, kerapuhan, ketahanan maksimum terhadap tekanan, kecenderungan


lebih atau kurang untuk hancur menjadi bubuk atau fragmen dengan tepi agak

tajam, dan ketidakmampuan bahan yang dihancurkan untuk bersatu kembali saat

ditekan bersama.

2.4.2 Macam-Macam Konsistensi Tanah

Menurut Saragih, et al., (2018), tanah jenis Vertisol adalah jenis tanah

dengan kandungan liat tinggi berwarna gelap dan dominan hitam. Tanah ini

tersebar di daerah daerah tropis dan daerah yang relatif gersang. Salah satu

daerah yang memiliki tanah jenis vertisol ini yaitu di daerah Gunungkidul

tepatnya di desa Pleyen. Tanah liat montmorillonite biasanya pada musim hujan

akan menjadi lebih rapat strukturnya atau lebih berlumpur karena tanah liat ini

mengembang pada keadaan basah sehingga menjadi sangat berlumpur dengan

konsistensinya yang sangat lengket. Menurut Hasan, et al.,(2017), terdapat

empat macam konsistensi tanah, diantaranya liquid, plastic, semi-solid dan

dalam keadaan solid. Padasaat tanah dalam keadaan liquid maka kadar air

dalam sifat tanah akan berubah dari keadaan cair (liquid) menjadi keadaan

plastis. Dalam kandungan air tanah jika terjadi suatu perubahan dari satu

keadaan ke keadaan lainnya dapat disebut dengan batas konsistensi.

Sedangkan, jika pada tanah terjadi suatu kenaikankadar air hingga tingkat

maksimum, maka disebut dengan batas penyusutan

Menurut Hariyanto, et al., (2019), konsistensi adalah merupakan kekuatan

ketahanan tanah terhadap perpecahan yang dapat terjadi di alam. Sebutan

konsistensi tanah ini digunakan untuk menunjukkan terjadinya gaya kohesi dan

adhesi yang terjadi di dalam massa tanah pada berbagai kondisi kadar air yang

berbeda. Peranan penting konsistensi tanah untuk kehidupan seperti

pembangunan jalan, pembuatan kolam, untuk pengklasifikasian tanah, dan juga


sebagai indikator penentuan tekstur tanah. Konsistensi tanah dibagi menjadi tiga

jenis kriteria sesuai kadar airnya. Menurut Naim, et al., (2016), tanah di Kota

Pontianak merupakan tanah sangat lunak, pada kedalaman 0-14 m merupakan

tanah dengan konsistensi sangat lunak dan pada kedalaman 14-20 m

merupakan konsistensi tanah lunak. Konsistensi tanah pada kedalaman 35 m

terdiri dari dua konsistensi yaitu keras dan sangat kaku, didominasi oleh

konsistensi keras, dengan nilai rata-rata N-SPT 44,3. Kecamatan Pontianak

Tenggara seluruh wilayah merupakan konsistensi keras.

2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Konsistensi Tanah

Menurut Zhang, et al., (2018), ada tingkat respon pengaruh kondisi tanah

seperti suhu tanah, kelembaban tanah dan interaksi hidrotermal terhadap faktor

meteorologi. Kelembaban tanah dipengaruhi oleh sinar matahari dan pengaruh

evapotranspirasi. Lapisan tengah tanah, banyak mengandung air tanah sehingga

memiliki kelembaban tinggi. Begitupun sebaliknya pada lapisan atas yang

banyak terkena sinar matahari sehingga tingkat kelembaban rendah. Faktor

meteorologi memegang peranan penting dalam sistem tanah dan akan

mempengaruhi evolusi karakteristik kelembaban dan suhu tanah. Menurut

Bintoro, et al. (2017), tanah mengandung sedikit liat dikatakan agak plastis,

sedangkan tanah banyak mengandung liat disebut sangat plastis. Perbedaan

plastisitas ditentukan oleh keadaan fisik tanah melalui perubahan kadar air.

Konsistensi tanah dapat diartikan sebagai kondisi fisik dari butiran halus tanah

pada kondisi kadar air tertentu. Kadar air yang sesuai dengan perlakuan

pemberian bahan organik pada kondisi cair dan plastis terhadap kekentalan atau

konsistensi suatu tanah. Hal tersebut berpengaruh terhadap batas cair tanah

ketika terjadi erosi, longsor atau penyusutan tanah.

Menurut Chang, et al. (2019), konsistensi tanah menunjukkan interaksi

antara tanah dengan air pada permukaan partikel dan pada lingkungan kimiawi
pori fluida di ruang pori. Tanah yang telah dilakukan biopolimer akan

meningkatkan pembengkakan hidrogel dan menurunkan LL tanah melalui

agregasi partikel. Konsistensi tanah pada pasir jumunjin diatur oleh fraksi

lempung, tetapi permukaannya dapat netral secara elektrik karena interaksi

antara pasir dan biopolimer tidak dipengaruhi oleh kimia pori fluida. Berbeda

dengan konsistensi tanah montmorilonit yang lebih tinggi daripada kaolinit, hal ini

disebabkan permukaan tanah montmorilonit dapat bermuatan negatif karena

menghasilkan kapasitas pertukaran kation yang tinggi dan mempunyai lapisan

ganda yang tebal. Interaksi antara partikel pori fluida dari tanah berbutir halus

dipengaruhi oleh partikel-mineralerologi-kimia pori fluida dan air. Jumlah muatan

permukaan dan ukuran partikel mineral lempung akan mempengaruhi banyaknya

air yang diserap. Berbeda pada tanah liat, interaksi tersebut dipengaruhi oleh

sifat elektrokimia dari fluida pori karena interaksi aktif dari muatan permukaan

dengan fluida pori. Pada kondisi fluida pori non basah, muatan tepi dan gaya van

der walls secara dominan dapat mempengaruhi interaksi partikel pori fluida. Pori

fluida juga dapat berpengaruh pada pH, konduktivitas listrik, dan permivitas.

Menurut Budianto, (2016), tanah yang memiliki karakteristik fisik berupa tekstur,

berat jenis, kandungan air, konsistensi dan kuat dapat digunakan untuk

penentuan stabilitas tanah. Nilai batas cair, indeks likuiditas dan air alami dapat

mendasari penentuan sensitivitas klei. Proses pelapukan material induk tanah

adalah salah satu proses dari beberapa proses yang mempengaruhi dinamika

kondisi tanah. Material klei dihasilkan dari hasil akhir proses pelapukan material-

material induk. Selama proses pelapukan masih terjadi, maka intensitas

kandungan dari klei akan terus menerus meningkat. Berdasarkan kondisi kadar

air, tanah dapat berbentuk plastis, cair, semi padat, atau padat. Konsistensi

tanah dipengaruhi oleh keberadaan fraksi halus pada tanah dan respon terhadap

kadar air. Konsistensi tanah bergantung pada gaya tarik antar material-material
klei. Penggambaran batas-batas konsistensi tanah yang berbutir halus dilakukan

dari nilai batas cair, batas lekat, batas gulung dan batas berubah warna.

Tingginya nilai batas cair, batas lekat, batas gulung, dan batas perubahan warna

menyebabkan kondisi persediaan air menjadi batas maksimum. Pengujian kuat

geser, penentuan jenis mineral klei yang terdapat pada tanah dan penentuan

karakteristik fisik tanah menunjukkan mudahnya terjadi kerusakan struktur tanah

akibat perubahankadar air dan pembebanan pada permukaan tanah.

2.4.4 Fungsi Penentuan Konsistensi Tanah

Menurut Villas-Boas, et al., (2016), penentuan konsistensi tanah berkaitan

dengan sifat fisik tanah khususnya tekstur tanah. Tekstur tanah merupakan salah

satu sifat fisik tanah yang penting. Tekstur tanah dapat mempengaruhi sifat-sifat

tanah lainnya. Sifat fisik ini dapat digunakan untuk mengetahui kerentanan tanah

terhadap erosi, drainase, kapasitas menahan air, kandungan bahan organik, dan

kapasitas nutrisi dan polutan yang dapat dilakukan dengan cara memperhatikan

proporsi relatif pasir, debu, dan tanah liat. Sehingga tekstur tanah menjadi salah

satu komponen kunci untuk menilai kualitas tanah, menentukan sistem

pengelolaan lahan yang tepat dan untuk studi lingkungan. Berdasarkan Afriani

(2016), konsistensi tanah ini dalam hubungannya dengan kadar air tanah

diklasifikasikan sebagai berikut: Konsistensi lekat yaitu kondisi dimana tanah

dapat melekat atau menempel kepada benda-benda yang mengenai permukaan

atau badan tanah. Konsistensi liat atau plastik, dicirikan dengan sifatnya yang

elastik, atau kemampuan dapat diubah-ubah bentuknya dengan mudah.

Konsistensi lunak, dapat dicirikan dengan sifat kegemburannya. Konsistensi

keras yaitu keadaan tanah dengan mudah dapat dicirikan pecah-pecah bila

dibelah. Plastisitas tanah dapat disebabkan oleh perbedaan pada tanah berupa

adhesi dan kohesi pada tanah. Adhesi merupakan proses penarikan fase cair

oleh bagian tanah dengan permukaan fase padat. Hal itu terjadi pada permukaan
partikel tanah ataupun pada benda lain yang menempel pada tanah karena

adanya keberadaan molekul dan partikel air yang melekat pada tanah. Kohesi

dalam tanah merupakan ikatan diantara partikel-partikel dalam tanah timbul

karena adanya proses dari mekanisme fisika-kimia pada lingkungan tanah

berada. Kekuatan mengikat tersebut mungkin terjadi pengaruh faktor-faktor gaya

tarik elektrostatik di antara permukaan liat bermuatan negatif dan bagian pinggir

liat bermuatan positif, karena adanya unsur unsur pada bahan organik bebas

yang memuat elektron, dan memuat kemapuan untuk terjadinya proses tarik

menarik partikel pada hal ini unsur penyusun tanah.

Menurut Roy dan Bhalla (2017), kekuatan geser tanah tergantung pada

tegangan efektif, kondisi drainase, kepadatan partikel, laju regangan, dan arah

regangan. Maka dari itu, kekuatan gesernya dipengaruhi oleh konsistensi bahan,

mineralogi, distribusi ukuran butir, bentuk partikel, kekosongan awal rasio dan

fitur seperti lapisan, sambungan, celah dan penyemenan. Konsistensi adalah hal

yang sangat penting dan merupakan hal yang berguna dalam proses pembuatan

tanah liat yang halus. Tingkat atau nilai plastisitas dan kohesi mencerminkan

tingkat konsistensi dan tingkat kegunaan tanah liat itu sendiri. Namun, tanah liat

memegang peran penting di dalam dunia budidaya perairan dikarenakan tanah

liat berpasir memiliki daya serap air yang rendah dan kepadatan partikel tanah

yang tinggi. Menurut Norhadi, et al., (2017), konsistensi pada tanah bergantung

dari nilai batas cairnya. Batas cair digunakan untuk menentukan tingkat

plastisitas pada tanah. Tanah dapat menyusut jika air yang terkandung di

dalamnya hilang. Tanah yang baik memiliki batas cair yang baik untuk

kemampuan mengembang dari tanah. Sehingga konsistensi tanah dapat

menentukan kualitas dan tingkat kesuburan dari tanah tersebut


DAFTAR PUSTAKA

Afriani, L dan Y. Juansyah. 2016. Pengaruh Fraksi Pasir Dalam Campuran

Tanah Lempung Terhadap Nilai CBR dan Indeks Plastisitas Untuk

Meningkatkan Daya Dukung Tanah Dasar. Jurnal Rekayasa. 20 (1): 23 –

32.

Andrade, R., S, H. G. silva., W, M. Faria., G, C. Poggere., J, Z. Barbosa., L, R. G.

Guiherme dan N, Curi. 2020. Proximal Sensing Applied To Soil Texture

Prediction And Mapping In Brazil. Goederma Regional. 23: e00321.

Aquino, R. E. D., Marques, J., Costa Campos, M. C., Oliveira, I. A. D., de Souza

Bahia, R., Santos, A., danCoutrim dos Santos, L. A. 2016. Characteristics

of color and iron oxides of clay fraction in Archeological Dark Earth in

Apuí region, southern Amazonas. Geoderma, 35-44.

Assa, V. A., O. B. A. Sompie dan E. Lintong. 2016. Karakteristik Pemampatan

Tanah Residu di TPA Ratahan. Jurnal Ilmiah Media Engineering. 6(3):

560-566.

Barman, U., and R.D. Choudhury. 2020. Soil texture classification using multi

class support vactor machine. Information Processing in Agriculture. 7(1):

318-332.

Basir, M.I. 2019. Pemanfaatan lahan bekas penggalian tanah pembuatan batu

bata untuk persawahan di Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat

Kabupaten Gowa. Jurnal Environmental Science. 1(2): 18-27.

Bintoro, A., D. Widjajanto, Isrun. 2017. Karakteristik Fisik Tanah Pada Beberapa

Penggunaan Lahan di Desa Beka Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi.

E-Journal Agrotekbis. 5(4): 423-430.

Budianto, Y. 2016. Keterpadatan sensitive clay pada lokasi longsor lahan di Das

Bompon, Kabupaten Magelang. Jawa Timur. Jurnal Bumi Indonesia. 5 (4): 3-7.
Cahyono, O. 2014. Buku Ajar Ilmu Tanah . Surakarta: Universitas Tunas

Pembangunan Surakarta. Carter, M. R. and E.G. Gregorich. 2007. Soil

Sampling and Methods of Analysis. US: CRC Press.

Carter, M. R. and E.G. Gregorich. 2007. Soil Sampling and Methods of Analysis.

US: CRC Press.

Celarino, A. L. D. S. dan F. S. B. Ladeira. 2017. How Fast Are Soil-forming in

Quaternary Sediments of a Tropical Foodplain? A Case Study in

Southeast Brazil. Catena. 156: 263-280.

Chang I., Y.M. Kwon, J. Im, & G.C. Cho. 2019. Soil consistency and interparticle

characteristics of xanthan gum biopolymer–containing soils with pore-fluid

variation. Can. Geotech. J. 56: 1206–1213

Chusyairi, A. 2019. Aplikasi e-soil untuk mengidentifikasikan warna tanah

berbasis android menggunakan munsell soil color chart. Teknomatika. 9

(1): 1 – 12.

Dar, L. A. 2018. Geotechnical Characterisation of Dredged Materials.

International Jurnal of Recent Trends in Engineering & Research (

IJRTER). 4(1): 2455-1457.

Darwis, H. 2018. Dasar - dasar Mekanika Tanah. Yogyakarta: Pena Indis.

Ferdian F., Muhammad dan Iswan.(2015). Pengaruh penambahan pasir

terhadap tingkat kepadatan dan daya dukung Tanah Lempung organic.

JRSDD. 3:1 (148).

Fine, A. K., van Es, H. M., and Schindelbeck, R. R. (2017). Statistics, scoring

functions, and regional analysis of a comprehensive soil health database.

Soil Science Society of America Journal. 81(3): 589-601.

Gliński, J and J. Lipiec. 2018. Soil Physical Condition Plant Roots. Francis: CRC

Press.
Goncalves, J. R. M., G.A. Ferraz, E.F. Reynaldo, D.B. Marin, and P.F. Ferraz.

2020. Comparative economic analysis of soil sampling methods used in

precision agriculture. Anais da Academia Brasileira de Ciências. 92.

Goueguel, C. L., Soumare, A., Nault, C., & Nault, J. (2019). Direct determination

of soil texture using laser-induced breakdown spectroscopy and

multivariate linear regressions. Journal of Analytical Atomic Spectrometry.

34(8): 1588-1596.

Han, P., D. Dong, X. Zhao, L. Jiao dan Y. Lang. 2016. A smartphone-based soil

color sensor: For soil type classification. Computers and Electronics in

Agriculture. 123: 232-241.

Handayanto, E., N.Muddarisna dan A.Fiqri. (2018). Pengelolaan Kesuburan

Tanah. Malang. UNIVERSITAS BRAWIJAYA PRESS.

Hariyanto, S., Irawan, B., Moehammadi, N., & Soedarti, T. (2019). Lingkungan

Abiotik: Jilid 2. Airlangga University Press.

Hasan, M., A. Sayed, M. A Hossain, M. Hossain , M. H. Sohel. 2017.

Determination of Consistency Limits of Different Agricultural Soils.

International Invention Journal of Agricultural and Soil Science. 5(1): 1-7.

Hendrajat, E. A., E. Ratnawati dan A. Mustafa. 2018. Penentuan pengaruh

kualitas tanah dan air terhadap produksi total tambak polikultur udang

vaname dan ikan bandeng di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur

melalui aplikasi analisis jalur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.

10(1): 179-195.

Herman Holilullah, Afandi Ari dan Novpriansyah Habibi.

Holilullah, H., A. Ari dan N. Habibi. 2015.

Holilullah, H., Afandi, A dan Novpriansyah, H. 2015. Karakterisitk sifat fisik tanah

pada lahan produksi rendah dan tinggi di PT Great Giant Pineapple.

Jurnal Agrotek Tropika. 3(2).


Inaqtiyo, F. dan Rusli. 2020. Studi penempatan sumur resapan berdasarkan nilai

laju infiltrasi, kualitas fisik air, dan tekstur tanah pada DAS air timbalun

dan Sungai Pisang Kota Padang. Jurnal Bina Tambang. 5(4): 1-10.

Jadczyszyn, J., Niedzwiecki, J dan G, Debaene. 2017. Analysis of Agronomic

Categories in different Soil Texture Classification System. Polish Journal

of Soil Science. 49(1): 61

Jaja, N. 2016. Understanding the Texture of Your Soil for Agricultural

Productivity. Virginia Cooperative Extention Publication CSES-162P.

Jaya, R. 2017. Eksistensi Unsur Hara Tanah Terhadap Kerentanan Lahan Kritis

di Kawasan DAS Alo Kabupaten Gorontalo. Bindhe: Jurnal Ilmiah Program

Studi Agribisnis. 2(1):100-106.

Jayanti, M., S. Thirumurthy, M. Samynathan, K. Manimaran, M. Duraisamy and

M. Muralidhar. 2020. Journal of Environmental Management. 270.

Jadczyszyn, J., Niedzwiecki, J dan G, Debaene. 2017. Analysis of

Agronomic Categories in different Soil Texture Classification System.

Polish Journal of Soil Science. 49(1): 61.

Kasih, G. C., Y. Yusran dan Zulkaidhah. 2019. Kondisi fisik tanah di bawah

tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) dan padang rumput

Desa Watutau Kecamatan Lore Peore Kabupaten Poso Sulawesi Tengah.

J. ForestSains. 16(2): 60 – 68.

Margolong, R.D., Jamilah dan M. Sembiring. 2015. Karakteristik beberapa sifat

fisik, kimia, dan biologi tanah pada sistem pertanian organik. Jurnal

Online Argoekoteaknologi. 3(2): 717-723.

Mishra, B. B., & Roy, R. (2019). Photopedogenesis: A Fundamental Soil Forming

Process in Rock Weathering and Rhizospheric Stability on Earth and


Lunar Surface. Agricultural Research & Technology: Open Access

Journal. 23(3): 294-301.

Murano, H., Y, Takata dan T, Isoi. 2015. Origin Of The Soil Texture Classification

System Used In Japan. Soil Science and Plant Nutrition. 61(2): 688-697.

Musdalipa, A., Suhardi, S., dan Faridah, S. N. 2018. Pengaruh sifat fisik tanah

dan sistem perakaran vegetasi terhadap imbuhan air tanah. Jurnal

Agritechno.35-39.

Mustawa, M., Abdullah, S. H., & Putra, G. M. D. 2017. Analisis efisiensi irigasi

tetes pada berbagai tekstur tanah untuk tanaman sawi (Brassica Juncea)

[Efficiency Analysis of Drips Irrigation on Various Land Texture for Green

Mustard (Brassica Juncea)]. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan

Biosistem. 5(2): 408-421.

Naim, E. Priyadi, dan Apriyanto. 2016. Pemetaan zonasi geoteknik di kota

Pontianak berdasarkan data konsistensi dan sifat-sifat tanah dengan

sistem informasi geografis. Jurnal Teknik Sipil. 2(16): 1-16.

Norhadi, A, M.Fauzi dan M. Y. I. Rukmana. 2017. Penentuan nilai CBR dan nilai

penyusutan tanah timbunan (Shrinkage Limit) Daerah Barito Kuala. Jurnal

Poros Teknik. 9(1): 1 – 14.

Parasayu, K. S., K, S. Wicaksono dan M. Munir. 2016. Pengaruh sifat fisik

terhadap jamur akar putih pada tanaman karet. Jurnal Tanah dan

Sumberdaya Lahan. 3(2): 359-364.

Peverill, K. I., L. A. Sparrow., and D. J. Reuter. 1999. Soil Analysis: An

Interpretation Manual. Csiro Publishing.

Poppoel, R. R., M. P. C. Lacerda., R. Rizzo., J. L. Safanelli., B. R. Bonfatti., N. E.

Q. Silvero and J. A. M. Demattê. 2020. Soil color and mineralogy mapping

using proximal and remote sensing in Midwest Brazil. Remote Sensing.

12(7): 1197.
Prabandiyani, S., S. Hardiyati, Muhrozi dan B. Pardoyo. 2015. Stabilisasi tanah

lempung dengan menggunakan larutan asam sulfat (H2so4) pada tanah

dasar di daerah Godong - Purwodadi km 50 Kabupaten Grogongan.

Jurnal MKTS. 21(1): 13-22.

Pulungan, N. A and J. Sartohadi. 2018. New approach to soil formation in the

tramitional landscape zone: weathering and alteration of parent rocks.

Journal Environment. 5(1): 1-7.

Rayes. 2017. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Malang : UB Press.

Renggi, S. J., dan C. Mutiara. 2020. Efisiensi pemupukan nitrogen terhadap sifat

fisik tanah serta hasil tanaman kangkung darat (Ipomea reptans poir)

melalui aplikasi pupuk organik cair kirinyu. AGRICA. 13(1): 87 – 101.

Robbani, I. H., E. Trisnawati, R. Noviyanti, A. Rivaldi, F. P. Cahyani, F.

Utaminingrum. 2016. Aplikasi Mobile scotect : Aplikasi deteksi warna

tanah dengan teknologi citra digital pada android. Jurnal Teknologi

Informasi dan Ilmu komputer. 3(1): 19-26.

Roy, S., & Bhalla, S. K. (2017). Role of geotechnical properties of soil on civil

engineering structures. Resources and Environment. 7(4): 103-109.

Russell,D.L.(2011). Remediation Manual for Contaminated Sites. Florida. CRC

PRESS.

Saragih, D. P. P., A. Ma'as and S. Notohadisuwarno. 2018. Various Soil Types,

Organic Fertilizers and Doses with Growth and Yields of Stevia

rebaudiana Bertoni M. Ilmu Pertanian (Agricultural Science). 3 (1): 57 -

65.

Schoonover, J.E and J. F. Crim. 2015. An introduction to soil concepts and the

role of soils in watershed management. Journal Of Contemporary Water

Research & Education. 154: 21-47.


Sinaga,E.K.,Nahesson & Suhairlani. (2020). Modul Pembelajaran Stabilisasi

Tanah Lempung.Medan.YAYASAN KITA MENULIS.

Sompie, G. M. E., O. B. A. Sompie, dan S. Rondonuwu. 2018. Analisis Stabilitas

Tanah Dengan Model Material Mohr Coulomb dan Soft Soil. Jurnal Sipil

Statik. 6(10): 783-792.

Stiglitz, R.Y., E.A. Mikhailova, C.J. Post, M.A. Schlautman, and J.L. Sharp. 2016.

Teaching Soil Color Determination Using an Inexpensive Color Sensor.

Natural Science Education. 45 (1): 1 – 7.

Tan, K. H. 2005. Soil Sampling, Preparation, and Analysis, Second

Edition.Florida.CRC PRESS.

Tarigan, E. S. B., H, Guchi dan P, Marbun. 2015. Evaluasi status bahan Organik

Dan Sifat Tanah (Bulk, Density, Tekstur, Suhu Tanah) Pada Lahan

Tanaman Kopi (Coffea Sp) di Beberapa kecamatan Kabupaten Dairi.

Jurnal Online agroekoteknologi. 3(1): 246-256.

Utomo, M. 2016. Ilmu Tanah Dasar – Dasar dan Pengolahan. Jakarta : Kencana.

Villas-Boas, P. R., Romano, R. A., de Menezes Franco, M. A., Ferreira, E. C.,

Ferreira, E. J., Crestana, S., & Milori, D. M. B. P. (2016). Laser-induced

breakdown spectroscopy to determine soil texture: A fast analytical

technique. Geoderma. 263: 195-202.

Vodyanitskii.Y.N., N. P. Kirillova, D. V. Manakhov, and M. M. KarpukhinIron.2018.

Compounds and the Color of Soils in the sakhalin Island.Eurasian Soil

Science 51(2):163-175.

Xian, Q., T. Rufty., W. Shi. 2020. Soil microbial diversity and composition: Links

to soil texture and associated properties. Journal Elsevier. 149(3): 1-13.

Xie, H., Y. Zhang., Z. Wu, Z dan T. Lv. 2020. A Bibliometric Analysis on Land

Degradation: Current Status, Development, and Future

Directions. Land. 9(1): 1 – 37.
Yani, A dan M. Ruhimat. 2007. Geografi : Menyingkap fenomena geosfer buku

pelajaran SMA/MA Kelas X. Bandung : Grafindo Media Pratama.

Yuliani, S. S., D. Useng, dan M. Achmad. 2017. Analisis kandungan nitrogen

tanah sawah menggunakan spektrometer. Jurnal Agritechno. 10 (2) :188 -

202.

Zhang, T., S. Shen, C. Cheng, C. Song and S. Ye. 2018. Long-range correlation

analysis of soil temperature and moisture on a’rou hillsides, Babao River

Basin. Journal of Geophysical Research: Atmospheres. 10 (1029): 1-15.

Zolfaghari, Z., Mosaddeghi, M. R., Ayoubi, S. and Kelishadi, H. 2015. Soil

atteberg limits and consistency indices as influenced by land use and

slope position in Western Iran. Journal of Mountain Science. 12(6): 1471-

1483.

Zornoza, R., J. A. Acosta, F. Bastida, S. G. Dominguez, D. M. Toledo dan A. Faz.

2015. Identification of Sensitive Indicators to Assess the Interrelationship

Between Soil Quality, Management Practices and Human Health. SOIL.

1(1): 173 – 185.

Anda mungkin juga menyukai