Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kombinasi gagal hati dan gagal ginjal akut dapat ditemukan pada beberapa keadaan klinis, dimana keadaan tersebut dapat melibatkan ginjal dan hati secara bersamaan, adanya penyakit primer pada ginjal dan sekunder pada hati, atau sebaliknya kelainan primer pada hati yang menyebabkan gangguan fungsi ginjal sekunder. Telah dibuktikan bahwa pada penderita sirosis hepatis lanjut sering terjadi oliguria yang menandakan adanya gangguan fungsi ginjal dan dikenal sebagai sindroma hepatorenal (SHR). Sindroma hepatorenal merupakan komplikasi terminal pada pasien sirosis hepatis dengan ascites, yang didefinisikan sebagai keadaan gagal ginjal akut ditandai dengan oligouria progresif yang terjadi pada penderita penyakit hati berat tanpa penyebab lain yang secara klinis, laboratoris, dan anatomis dapat menyebabkan gagal ginjal. Sindroma hepatorenal terjadi pada kira-kira 4 dari 10,000 penderita penyakit hati, seperti gagal hati akut, sirosis hati, atau hepatitis alkohol. Dilaporkan angka mortalitasnya adalah lebih besar dari 95% dengan survival rata-rata kurang dari 2 minggu. Sindroma hepatorenal ditemukan pada 10% penderita sirosis dengan ascites yang dirawat inap. Pada sirosis dekompensata dengan ascites, probabilitas untuk terjadinya HRS adalah antara 8-20 % tiap tahun dan meningkat sampai 40% dalam lima tahun. Karena penyakit hati masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia dan mortalitas meningkat dengan munculnya komplikasi sindroma hepatorenal maka penting bagi dokter umum untuk mengetahui tentang sindroma hepatorenal sehingga dapat melaksanakan diagnosis dan penatalaksanaan dengan cepat dan tepat.

B. Tujuan Penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta mempelajari dan mengkritisi kasus bagi penulis dan pembaca mengenai sindroma hepatorenal.

BAB II LAPORAN KASUS

A. Anamnesis Pasien MRS pada tanggal 27 September 2011 dan anamnesis dilakukan pada tanggal 29 September 2011 berupa autoanamnesis dan alloanamnesis. Identitas Nama : Ny. R Umur : 73 tahun Alamat : Jln. Subulus Salam Agama : Islam Status : Menikah Suku : Jawa Pendidikan : SD Pekerjaan : IRT Keluhan Utama Perut membesar Riwayat Penyakit Sekarang Perut membesar dirasakan pasien sejak 2 bulan yang lalu dan semakin membesar dalam satu minggu sebelum MRS. Perut membesar disertai dengan rasa sesak. Sesak semakin bertambah jika pasien tidur telentang, dan berkurang bila pasien berbaring ke kanan. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua tangan dan kaki sejak satu minggu sebelum MRS. Bengkak juga terjadi pada kelopak mata pasien. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati, rasa mual, namun tidak ada muntah. BAB pasien normal, tidak ada BAB hitam. BAK pasien jumlahnya sedikit dibandingkan biasanya sejak 1 minggu sebelum MRS, berwarna kuning keruh.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hepatitis sejak 5 tahun yang lalu Riwayat tekanan darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu Riwayat sakit ginjal sejak 2 bulan yang lalu, belum pernah menjalani hemodialisa Riwayat kencing manis disangkal oleh pasien 3

Riwayat Penyakit Keluarga Anak pasien menderita hepatitis, dan kemudian meninggal. Tidak ada riwayat kencing manis dan tekanan darah tinggi dalam keluarga. B. Pemeriksaan Fisik Status generalis Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran : composmentis, E4V5M6 Tanda vital Tekanan darah: 160/80 mmHg Nadi: 78 x/menit reguler, equal, isi cukup Respiratory rate: 26 x/menit Temperatur: 36,5 0C Kepala/Leher Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), edema periorbita (+/-), sianosis (-), fetor hepatikum (-), fetor uremikum (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-). Thoraks Pulmo: Inspeksi

: bentuk dan gerakan simetris, retraksi interkosta (-), spider nevi (-), rambut aksila (+), venektasi (-) Palpasi : fremitus raba dekstra = sinistra Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-) Cor: Inspeksi Palpasi Perkusi

: ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak teraba : batas jantung kanan ICS III parasternal line dekstra batas jantung kiri ICS V midclavicular line sinistra Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, suara tambahan (-) Abdomen Inspeksi

: cembung, caput medusae (-), vena paraumbilikalis (-)

Palpasi

: distensi (+), nyeri tekan (-) pada semua kuadran, massa (-), hepar/lien/ginjal sulit untuk dievaluasi, defans muscular (-), LP = 108 cm Perkusi : shifting dullness (+) Auskultasi : bising usus (+) kesan menurun, bruit di atas hepar (-) Ekstremitas Akral hangat, eritema palmaris (-), leukonikia (-), hepatic flapping (-), clubbing finger (-), edema + + + C. Pemeriksaan Penunjang 1. Hasil Laboratorium
Leukosit Hb Ht Plt LED GDS SGOT SGPT ALP GGT Bil Total Bil direk Bil indir Prot Tot Albumin Globulin Koles TG HDL LDL As. Urat Ureum Kreatinin Na+ K+ ClHBs Ag 27/9/2011 5000 6,0 17,6 75.000 103 28/9/2011 4000 5,4 15,8 57.000 68 3/10/2011 4/10/2011

2,3

128,5 2,5

(-) stick

141,2 2,0 136 4,8 116 (+) TV 17,10

139,8 2,6

Anti HBs Anti HCV BJ Ketone Nitrit Hemoglobin Warna Kejernihan pH Protein Glukosa Bilirubin Urobilinogen Sel Epitel Leukosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri Jamur

(-) 1015 (-) (-) (-) Kuning Keruh 8.0 +2 (-) (-) (-) (+) 02 03 (-) (-) +3 (-)

GFR (pada saat MRS dengan rumus Cockroft-Gault): GFR = (140 umur) x berat badan x (0,85) 72 x kadar kreatinin serum = (140 73) x 80 x (0,85) 72 x 2,5 = 25,3 ml/menit 2. Hasil EKG: Irama sinus, slight left axis deviation

3. Hasil USG (3 Oktober 2011)

Kesimpulan: Ascites ++, dilakukan paracentesis cairan ascites keluar cairan kuning serous 2500 cc. D. Diagnosis Diagnosis IGD : CKD Diagnosis akhir : Hepatorenal Syndrome + Sirosis hepatis

E.

Penatalaksanaan Infus Renxamin 10 tetes/menit Injeksi Lasix 3 x 1 ampul Plasbumin 20% 100 cc Amlodipine 1 x 10 mg Spironolakton 1 x 200 mg Natrium bicarbonat 2 x 1 tab Kalitake 3 x 1 sachet Diet rendah protein

F. Prognosis Vitam : malam Functionam : malam

G. Follow Up Hari/ tanggal S O A Hepatorenal Sindrom P Amlodipine 1 x 10 mg Lasix 3 x 1 ampul Spirola 2 x 50 mg Bicnat 2 x 1 Kalitake 3 x 1 Diet rendah protein Infus Renxamin 10 tpm Plasbumin 20% 100 cc

Nyeri perut (+), Compos mentis 28/09/2011 muntah (-), TD: 160/80 sesak (-) mmHg N: 68 x/ RR: 24 x/ T: 36,5 0C Anemis (+), ikterik (+), edema preorbita (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), ascites (+), Fluid wave (+), Pitting edema (+), 29/09/2011 Nyeri perut (+), Compos mentis muntah (-), TD: 170/100 sesak (-), mmHg makan (+), N: 70 x/ RR: 26 x/ T: 37,0 0C Anemis (+), ikterik (+), edema preorbita (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), ascites (+), Fluid wave (+), Pitting edema (+), 30/09/2011 Nyeri perut (+), Compos mentis mual (+), TD: 150/80 muntah (-), mmHg sesak (-) N: 68 x/ RR: 20 x/ T: 37,0 0C Anemis (+), ikterik (+), edema preorbita (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), ascites (+), Fluid wave (+), Pitting edema (+),

Hepatorenal Sindrom + sirosis hepatis

Amlodipine 1 x 10 mg Lasix 3 x 1 ampul Spirola 1 x 100 mg Bicnat 2 x 1 Kalitake 3 x 1 Diet rendah protein Infus Renxamin 10 tpm Plasbumin 20% 100 cc

Hepatorenal Sindrom + sirosis hepatis

Amlodipine 1 x 10 mg Lasix 3 x 1 ampul Spirola 1 x 100 mg Bicnat 2 x 1 Kalitake 3 x 1 Diet rendah protein Infus Renxamin 10 tpm Plasbumin 20% 100 cc

01/10/2011 Nyeri perut (+), mual (+), muntah (-), sesak (-)

Compos mentis TD: 140/90 mmHg N: 72 x/ RR: 24 x/ T: 37,0 0C Anemis (+), ikterik (+), edema preorbita (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), ascites (+), Fluid wave (+), Pitting edema (+), 03/10/2011 Nyeri perut (+), Compos mentis mual (+), TD: 120/80 muntah (-), mmHg sesak (-) N: 82 x/ RR: 22 x/ T: 37,0 0C Anemis (+), ikterik (+), edema preorbita (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), ascites (+), Fluid wave (+), Pitting edema (+), 04/10/2011 Nyeri perut (+), Compos mentis mual (+), TD: 120/80 muntah (-), mmHg sesak (-) N: 82 x/ RR: 22 x/ T: 37,0 0C Anemis (+), ikterik (+), edema preorbita (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), ascites (+), Fluid wave (+), Pitting edema (+),

Hepatorenal Sindrom + sirosis hepatis

Amlodipine 1 x 10 mg Lasix 3 x 1 ampul Spirola 1 x 100 mg Bicnat 2 x 1 Kalitake 3 x 1 Diet rendah protein Infus Renxamin 10 tpm Plasbumin 20% 100 cc

Hepatorenal Sindrom + sirosis hepatis

Amlodipine 1 x 10 mg Spirola 1 x 100 mg Bicnat 2 x 1 Kalitake 3 x 1 Diet rendah protein Infus Renxamin 10 tpm Plasbumin 20% 100 cc Cek Ur, Cr, Albumin USG Abdomen

Hepatorenal Sindrom + sirosis hepatis

Amlodipine 1 x 10 mg Lasix 3 x 1 ampul Spironolakton 1 x 100 mg Bicnat 2 x 1 Kalitake 3 x 1 Diet rendah protein Infus Renxamin 10 tpm Plasbumin 20% 100 cc

BAB IV PEMBAHASAN

A.

Anamnesis Fakta Teori Pada sindroma hepatorenal belum ada data epidemiologis.Mortalitas meningkat pada usia < 10 tahun atau > 40 tahun. Manifestasi klinis sindroma hepatorenal tidak spesifik, salah satu gejalanya adalah keluhan jumlah urine yang lebih sedikit dibandingkan biasanya. Sindroma hepatorenal biasanya timbul pada sirosis hepatis dengan ascites.

Pasien seorang wanita Ny. R usia 73 tahun Keluhan utama perut membesar Rasa sesak Bengkak pada kedua tangan dan kaki Nyeri ulu hati, rasa mual, namun tidak ada muntah. BAB pasien normal. BAK pasien jumlahnya sedikit dibandingkan Riwayat hepatitis sejak 5 tahun yang lalu, riwayat tekanan darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu, riwayat sakit ginjal sejak 2 bulan yang lalu, belum pernah menjalani hemodialisis, riwayat kencing

Manifestasi klinis hepatitis fulminan antara lain timbulnya ikterus disertai dengan koagulopati dan ensefalopati. Interval waktu antara onset ikterus dengan timbulnya ensefalopati < 8 minggu. Perdarahan saluran cerna atas dapat menjadi komplikasi hepatitis

manis disangkal oleh pasien.

fulminan sekaligus pencetus sindroma hepatorenal pada pasien dengan ascites.

Sindroma hepatorenal biasanya terjadi pada pasien penyakit hati kronik (sirosis hepatis) dengan ascites. Penyakit hati

10

kronik bisa disebabkan infeksi virus, alkoholisme, dsb. Hepatitis fulminan bisa disebabkan

infeksi virus akut maupun kronik (acute on chronic hepatitis), overdosis

asetaminofen, dsb.

Analisis Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah seorang wanita berusia 73 tahun, yang datang dengan keluhan perut membesar. Perut membesar ini dirasakan pasien sejak 2 bulan yang lalu dan semakin membesar dalam satu minggu sebelum MRS. Perut membesar disertai dengan rasa sesak. Sesak semakin bertambah jika pasien tidur telentang, dan berkurang bila pasien berbaring ke kanan. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua tangan dan kaki sejak satu minggu sebelum MRS. Bengkak juga terjadi pada kelopak mata pasien. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati, rasa mual, namun tidak ada muntah. BAB pasien normal. BAK pasien jumlahnya sedikit dibandingkan biasanya sejak 1 minggu sebelum MRS, berwarna kuning keruh. Belum ada data epidemiologis tentang sindroma hepatorenal maupun di Indonesia. Di Amerika Serikat Sindrom Hepatorenal merupakan komplikasi yang sering ditemukan. Insidensi yang dilaporkan adalah 10% pada pasien rawat inap dengan sirosis dan ascites. Pada sirosis dekompensata dengan ascites, kemungkinan untuk terjadi Sindrom Hepatorenal adalah antara 8-20% per tahun dan meningkat menjadi 40% dalam 5 tahun. Gambaran klinis penderita SHR ditandai dengan kombinasi antara gagal ginjal, gangguan sirkulasi, dan gagal hati. Gagal ginjal dapat timbul secara perlahan atau progresif dan biasanya diikuti dengan retensi natrium dan air yang menimbulkan ascites, edema, dan dilutional hyponatremia, yang ditandai oleh ekskresi natrium urin yang rendah dan pengurangan kemampuan buang air (oligouri sampai anuria). Bengkak pada kaki yang terjadi pada pasien dapat merupakan akibat gagal hati (gangguan sintesis albumin) maupun gagal ginjal.

11

Kebanyakan penderita sirosis dengan sindroma hepatorenal mengalami gejala nonspesifik seperti fatigue, malaise, atau rasa tidak enak di dalam mulut (disgeusia). Timbulnya SHR biasanya diketahui ketika pasien memperhatikan adanya penurunan jumlah urin atau ketika hasil pemeriksaan darah menunjukan penurunan fungsi renal. Riwayat hepatitis sejak 5 tahun yang lalu, riwayat tekanan darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu, riwayat sakit ginjal sejak 2 bulan yang lalu, belum pernah menjalani hemodialisis, riwayat kencing manis disangkal oleh pasien. Sindroma hepatorenal umumnya merupakan komplikasi yang terjadi pada sirosis hepatis dengan ascites, tetapi dapat juga terjadi pada hepatitis fulminan dengan ascites. Sindrom hepatorenal merupakan suatu bentuk dari GGA atau subakut yang ditandai oleh terjadinya vasokonstriksi berat ginjal dan vasodilatasi arterial perifer pada penderita sirosis hati dekompensata atau gagal hati fulminan. Meskipun SHR lebih sering ditemukan pada penderita dengan sirosis lanjut, hal ini dapat juga timbul pada penderita penyakit hati kronik atau penyakit hati akut lain seperti hepatitis alkoholik atau kegagalan hati akut.

B.

Pemeriksaan Fisik Fakta Teori Keadaan umum Ikterik Terlihat ensefalopati dalam berbagai derajat

Keadaan umum Sakit sedang Composmentis

Kepala/leher/thoraks Konjungtiva anemis (+) Sklera ikterik (+) Xanthelasma (-) Fetor hepatikum (-) Spider nevi (-)

Kepala/leher/thoraks Sklera ikterik Xanthelasma Fetor hepatikum Spider nevi (biasanya terbatas pada daerah drainase vena cava superior)

12

Rambut aksila (+)

Ginekomastia Hilangnya rambut aksila

Abdomen Abdomen distended Shifting dullness (+) Nyeri tekan pada semua regio (-) Defans muskular (-) Hepar/lien/ginjal sulit dievaluasi Hernia paraumbilikalis (-) Bruit di atas hepar (-)

Abdomen Ascites Hepatosplenomegali Caput medusae Hernia paraumbilikalis Hepatic bruits

Ekstremitas Eritema palmaris (-) Leukonikia (-) Asterixis (-) Muscle wasting (-) Clubbing finger (-) Edema perifer (+)

Ekstremitas Eritema palmaris Leukonikia Asterixis Muscle wasting Clubbing finger Edema perifer

Analisis Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ascites dan ikterik, serta edema perifer. Tidak ditemukan adanya stigma sirosis hepatis seperti eritema palmaris, spider nevi, hilangnya rambut aksila dan pubis, vena kolateral, caput medusae. Sindrom hepatorenal tidak memiliki tanda yang spesifik. Mendeteksi adanya stigmata penyakit hati kronik penting untuk dilakukan karena kebanyakan pasien Sindrom hepatorenal mengalami sirosis. Berikut adalah hal-hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien Sindrom hepatorenal. Pada

Kepala/Leher/Thoraks terdapat sklera ikterik, spider nevi (biasanya terbatas pada daerah drainase vena cava superior), fetor hepatikum, xanthelasma, ginekomastia,

13

serta hilangnya rambut aksila. Pada abdomen terdapat caput medusae, hepatosplenomegali, ascites, hernia paraumbilikalis, dan bruits. Pada genitalia terdapat Hilangnya rambut pubis. Pada ekstremitas terdapat eritema palmaris, leukonikia, asterixis, muscle wasting, clubbing finger, dan edema perifer.

C.

Pemeriksaan Penunjang Fakta Teori Darah rutin: dapat ditemukan trombositopenia. Kimia darah: ureum dan kreatinin meningkat, bilirubin baik direk maupun indirek meningkat, albumin dan kolesterol turun. Enzim aminotranferase: SGOT/SGPT meningkat. Elektrolit: Na+ serum < 130 mEq/L, K+ dapat meningkat Serologi virus: HbsAg (+), antiHCV (-) Prothrombine time: memanjang Pemeriksaan urin 24 jam: volume < 500 ml, klirens kreatinin 24 jam < 40 ml/menit, proteinuria < 0,5 g/hari, natrium urin < 10 mEq/L,

Hasil lab pada saat MRS Hb 6,3 g% Leukosit 18.900/mm3 Platelet 79.000 Ureum 302,5 mg/dl Kreatinin 4,9 mg/dl Na+ 136 mEq/L K+ 6,2 mEq/L Cl- 109 mEq/L

Hasil lab selama perawatan Albumin 1,6 mg/dl HBs Ag ( + ) Anti HCV (-) Proteinuria + 2 Eritrosit urin: 0 3/ lpb

Hasil USG Ascites ++, dilakukan paracentesis cairan ascites keluar cairan kuning serous 2500 cc.

osmolalitas urin > osmolalitas plasma, eritrosit urin < 50/lpb.

USG abdomen: hepar mengecil akibat nekrosis, tidak ada kelainan

14

parenkim ginjal. FNAB atau biopsi hepar Biopsi ginjal: tidak ditemukan kelainan secara histologis

Analisis Pada pemeriksaan darah lengkap rutin didapatkan didapatkan hasil leukosit yaitu 18.900/mm3, hemoglobin yang rendah yaitu 6,3 g%,

trombositopenia dengan nilai 79.000. Kadar ureum dan kreatinin pasien tinggi pada saat MRS, konsisten dengan keadaan gagal ginjal, dan terus mengalami peningkatan selama masa perawatan. Kadar albumin dan kolesterol yang rendah menandakan fungsi sintesis hati yang terganggu dan konsisten dengan keadaan gagal hati. Kadar Na+ serum tidak mengalami penurunan yang berarti, tetapi kadar K+ meningkat dan menandakan keadaan hiperkalemia yang sering ditemukan pada gagal ginjal. Pada pemeriksaan serologis virus yang sempat dilakukan, HBsAg positif dan anti HCV menunjukkan hasil negatif. Dari pemeriksaan USG didapatkan Ascites, kemudian dilakukan paracentesis cairan ascites keluar cairan kuning serous 2500 cc. Pemeriksaan prothrombine time dan urine 24 jam tidak dilakukan.

D. Diagnosis Fakta Ikterus Ditemukan tanda gagal hati yaitu gangguan fungsi sintesis hati (kadar albumin yang rendah). Terjadi gagal hati kronik Albumin 1,6 mg/dl Kreatinin serum 4,9 mg/dl, klirens kreatinin 25,3 ml/menit. Kadar ureum dan kreatinin tidak menunjukkan perbaikan. Teori 1. Hepatitis kronik dengan sirosis hepatis: a. Serum glutamil oksalo asetat (SGOT) yang meningkat namun tidak terlalu tinggi. b. Serum glutail piruvat transaminase (SGPT) yang meningkat namun tidak terlalu tinggi. c. Konsentrasi bilirubin meningkat.

15

TD 160/80 mmHg, nadi 78 x/menit REIC. Leukosit awal 18.900/mm3 Plasma ekspander tidak diberikan. Protein urin 24 jam tidak diperiksa, pemeriksaan. Diuresis 50 cc/5 jam

d. Konsentrasi albumin menurun. e. Konsentrasi globulin meningkat.

Analisis urine: Proteinuria + 2 Eritrosit urin: 0 3/ lpb Na+ serum 136 mEq/liter

Sindroma hepatorenal Kriteria mayor: 1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal. 2. GFR rendah, kreatinin serum >1,5 mg/dl atau kreatinin klirens 24 jam < 40 ml/mnt. 3. Tidak ada syok, infeksi bakteri yang sedang berlangsung, kehilangan cairan dan mendapat obat nefrotoksik. 4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5 ltr dan penghentian diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau peningkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt). 5. Proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai obstruktif uropati atau penyakit parenkim ginjal secara USG. Kriteria minor: 1. Volume urin < 500ml/hari 2. Natrium urin < 10mEq/liter 3. Osmolalitas urin > osmolalitas plasma 4. Eritrosit urin < 50 /lpb 5. Natrium serum < 130 mEq/liter

16

Analisis Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien memenuhi gambaran hepatitis kronik dengan asites. Hal ini dapat dibuktikan karena pemeriksaan HbsAg positif dan anti-HCV negatif. Pasien juga memenuhi hampir semua kriteria mayor untuk diagnosis sindroma hepatorenal, namun pasien tidak diberikan plasma ekspander. Gambaran laboratoris pasien mengarah ke sindroma hepatorenal tipe 1, dimana terjadi peningkatan ureum (blood urea nitrogen) dan kreatinin yang progresif dalam waktu relatif singkat. Penderita dengan tipe ini biasanya dalam kondisi klinik yang sangat berat dengan tanda gagal hati lanjut seperti ikterus dan ensefalopati.

E. Penatalaksanaan Fakta Infus Renxamin 10 tetes/menit Injeksi Lasix 3 x 1 ampul Plasbumin 20% 100 cc Amlodipine 1 x 10 mg Spironolakton 1 x 200 mg Natrium bicarbonat 2 x 1 tab Kalitake 3 x 1 sachet Diet rendah protein Teori Hepatitis fulminan: Perawatan intensif di ICU Pengobatan suportif: o Antibiotika untuk infeksi o FFP apabila ada perdarahan o Dopamine apabila terjadi hipotensi o Laktulosa Monitoring kardiovaskular dan tanda-tanda edema serebri.

Sindroma hepatorenal: Vasokonstriktor Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) Dialisis Terapi definitif adalah transplantasi

17

hati. Suportif: monitoring kadar urin, penyesuaian intake cairan dengan output urine.

Lain-lain: Ascites dan edema: diuretika Perdarahan saluran cerna atas: asam traneksamat (Kalnex), vitamin K, H2 blocker (misal: Ranitidine), protonpump inhibitor (misal: Omeprazole) Transfusi apabila anemia Diet hepatosol

Analisis Penatalaksanaan sindroma hepatorenal yang dilakukan adalah bersifat suportif yaitu monitoring kadar urine dan restriksi cairan. Terapi definitif sindroma hepatorenal adalah transplantasi hati tetapi tidak dapat dilakukan. Hemodialisa tidak sempat direncakan maupun dilakukan pada pasien ini meskipun kadar ureum yang tinggi. Penatalaksanaan asites dapat dilakukan dengan cara tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obat diuretik. Awalnya dapat diberikan spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari. Bila pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20 40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon dengan dosis maksimal 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan apabila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4 6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Pemberian albumin dapat mencegah disfungsi sirkulasi dan timbulnya

18

SHR. Albumin mencegah underfilling arteri dan aktivasi sistem vasokonstriktor akibat infeksi. Amlodipine merupakan obat antihipertensi golongan kalsium antagonis yang bekerja memperlambat denyut jantung dan kontraksi otot polos vaskular tanpa mempengaruhi perubahan konsentrasi kalsium serum terutama dalam dilatasi sistem arteri koroner. Pemberian natrium bikarbonat ditujukan untuk optimalisasi dan mempertahankan keseimbangan cairan dan garam. Kalitake merupakan Ca polystyrene sulfonate yang diberikan untuk mengatasi keadaan hiperkalemia. Renxamin adalah larutan asam amino yang mengandung 8 asam amino esensial yang dipertinggi nilai gizinya dan 7 asam amino non esensial yang dapat dijadikan sebagai suatu alternatif sumber protein untuk pasien dengan gagal ginjal. Formula ini menurunkan produksi urea dengan menggunakan kembali nitrogen untuk sintesa asam amino non esensial. Tetapi asam amino non esensial juga diperlukan untuk memelihara keseimbangan nitrogen dan mengoptimalkan sintesa protein karena pasien gagal ginjal mungkin berkurang kemampuannya untuk mensintesa beberapa asam amino non esensial serta dilengkapi dengan glisin yang mempunyai efek sitoprotektif terhadap kerusakan sel glomerulus. Diet rendah protein diberikan untuk menghindari terjadinya keaadaan prekoma atau koma hepatikum, dimana pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein dalam darah dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum.

F. Prognosis Fakta Teori Kriteria Kings College Hospital untuk 1. Usia 73 tahun 2. Interval onset ikterus dan ensefalopati < 14 hari 3. Kadar bilirubin serum 2,8 mg/dl transplantasi hati pada gagal hati fulminan: Penyebab lain gagal hati: Prothrombine time > 100 detik (dengan tidak melihat derajat

19

ensefalopati) ATAU 3 dari kriteria berikut (dengan tidak melihat derajat ensefalopati): 1. Usia <10 tahun atau >40 tahun 2. Etiologi: hepatitis non-A non B, hepatitis akibat halothane, reaksi idiosinkrasi obat 3. Interval onset ikterus dan ensefalopati > 7 hari 4. Prothrombine time > 50 detik 5. Kadar bilirubin serum >18 mg/dl.

Analisis Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pasien ini sudah termasuk ke dalam kategori yang membutuhkan transplantasi hati, tetapi karena prosedur tersebut tidak dapat dilakukan maka prognosis pasien menjadi buruk (malam). Selain itu sindroma hepatorenal tipe 1 memang berkaitan dengan prognosis yang buruk.

20

BAB III KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang wanita usia 73 tahun datang dengan keluhan perut membesar. Perut membesar ini dirasakan pasien sejak 2 bulan yang lalu dan semakin membesar dalam satu minggu sebelum MRS. Perut membesar disertai dengan rasa sesak. Sesak semakin bertambah jika pasien tidur telentang, dan berkurang bila pasien berbaring ke kanan. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua tangan dan kaki sejak satu minggu sebelum MRS. Bengkak juga terjadi pada kelopak mata pasien. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati, rasa mual, namun tidak ada muntah. BAB pasien normal. BAK pasien jumlahnya sedikit dibandingkan biasanya sejak 1 minggu sebelum MRS, berwarna kuning keruh. Pasien menjalani perawatan selama 7 hari, kemudian pulang. 3 hari setelah pulang, pasien MRS lagi dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 8 jam sebelum MRS. Pasien menjalani perawatan selama 2 hari, dan kemudian meninggal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ascites dan ikterik, serta edema perifer. Tidak ditemukan adanya stigma sirosis hepatis. Sindrom hepatorenal tidak memiliki tanda yang spesifik. Mendeteksi adanya stigmata penyakit hati kronik penting untuk dilakukan karena kebanyakan pasien Sindrom hepatorenal mengalami sirosis. Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien memenuhi gambaran hepatitis kronik dengan sirosis hepatis. Hal ini dapat dibuktikan karena pemeriksaan HbsAg positif dan anti-HCV negatif, SGOT/SGPT meningkat, albumin menurun, globulin meningkat. Pasien juga memenuhi hampir semua kriteria mayor untuk diagnosis sindroma hepatorenal. Penatalaksanaan sindroma hepatorenal yang dilakukan adalah bersifat suportif yaitu monitoring kadar urine dan restriksi cairan. Terapi definitif sindroma hepatorenal adalah transplantasi hati tetapi tidak dapat dilakukan. Prognosis sindrom hepatorenal baik vitam maupun functionam adalah malam.

21

Anda mungkin juga menyukai