Anda di halaman 1dari 4

IBU KOTA KBB PERTIMBANGAN OBJEKTIF BUKAN DI NGAMPRAH

Monday, 15 December 2008 01:39

Meski tensinya sudah agak meredup, perdebatan mengenai ibu kota Kabupaten Bandung Barat masih terus berlangsung. Perdebatan itu muncul sejak menjelang dimekarkannya kabupaten ini dari induknya, yakni Kabupaten Bandung. Sebenarnya, kriteria apa saja yang mesti dimiliki sebuah wilayah sehingga layak dijadikan ibu kota? Untuk keperluan itu, "PR" mewawancarai pakar tata kota dari Institut Teknologi Bandung Denny Zulkaidi. Wawancara dilakukan melalui surat elektronik karena saat ini Denny tengah berada di Groningen Belanda. Berikut petikan wawancaranya.

Ketika sebuah daerah otonom baru terbentuk, hal apa yang terlebih dahulu harus dilihat ketika akan menentukan ibu kota? (Secara geografis dsb.).

Sebuah daerah otonom, misalnya kabupaten, pasti memerlukan ibu kota yang menjadi pusat pelayanan pemerintahannya. Ini tidak selalu sebagai kota dagang/besarnya (contoh di negara maju, ibu kota tidak selalu sebagai kota besar, misalnya Sacramento dan Los Angeles, Victoria dan Vancouver, Quebec City dan Montreal, serta Washington dan New York). Jika kondisi seperti di negara maju akan dipertimbangkan untuk pemilihan ibu kota, lokasi ibu kota hanya mempertimbangkan pelayanan pemerintahan (pelayanan bisnis akan mengikuti tuntutan pasar).

Meskipun demikian, untuk pelayanan secara umum pada daerah yang dianggap homogen, kriteria dasar untuk lokasi adalah sentralitas secara aksesibilitas (jaringan jalan, bukan jarak fisik) dari kota yang sudah ada terhadap sebaran penduduk (kota) yang dilayaninya. Jadi, jika ada wilayah yang tidak berpenduduk (misalnya hutan lindung), mungkin tidak akan menjadi prioritas untuk mempertimbangkan sentralitas tersebut.

Kriteria kedua, keefektifan untuk pelayanan masyarakat dan pengembangan wilayah. Dengan kriteria ini, lokasi ibu kota disesuaikan dengan usaha pengembangan wilayah berdasarkan potensi wilayah dan persoalan yang dihadapi. Dengan demikian, lokasi yang ditetapkan sebagai ibu kota adalah kota yang dapat mendorong pengembangan wilayah dan belum tentu terletak di sentral/tengah wilayah tersebut.

Kriteria ketiga, efisiensi penyediaan fasilitas pelayanan masyarakat. Dengan kriteria ini, biasanya, lokasi ibu kota yang dipilih adalah kota yang memiliki fasilitas pelayanan terlengkap. Pemilihan ini didasarkan pertimbangan jumlah investasi yang bisa dihemat (lebih ekonomis) jika

1/4

IBU KOTA KBB PERTIMBANGAN OBJEKTIF BUKAN DI NGAMPRAH


Monday, 15 December 2008 01:39

sudah tersedia fasilitas yang melayani wilayah tersebut.

Kriteria keempat, daya dukung dan daya tampung ruang untuk pengembangan kegiatan ibu kota tersebut (pemerintahandan pelayanan masyarakat). Dengan kriteria ini, harus tersedia lahan yang cukup luas dan layak secara fisik untuk pengembangan (bukan kawasan lindung, lahan bergelombang, dan lain-lain yang menyulitkan pengembangan fisiknya). Kelayakan secara fisik ini juga akan menghemat biaya konstruksi dibandingkan dengan daerah yang kurang layak bangun sehingga memerlukan konstruksi khusus.

Kriteria lainnya, bisa saja dari aspirasi masyarakat, aspirasi politik pemda dan DPRD (baca, partai yang berkuasa), maupun sejarah perkembangan wilayah. Akan tetapi, ini hanya bersifat preferensi dan subjektif. Perlu ditunjang hasil penelitian yang objektif dari kriteria di atas.

Bagi saya pribadi, sesuai dengan tujuan pemekaran suatu daerah -- yaitu untuk mengembangkan (perekonomian) wilayah/masyarakat dan memberikan pelayanan masyarakat yang lebih baik -- maka keefektifan pelayanan masyarakat dan pengembangan wilayah mestinya menjadi pertimbangan utama.

Apakah letak ibu kota harus tepat di tengah-tengah?

Lihat penjelasan kriteria 1, 2, dan 3. Apa yang menjadi prioritas, sentralitas lokasi untuk pelayanan yang merata, mendorong pengembangan wilayah dengan efektif (dan efisien/ekonomis), atau investasi publik untuk pelayanan masyarakat? Pilihan ibu kota, biasanya, mempertimbangkan beberapa kriteria (multikriteria, tidak tunggal) sehingga hasilnya merupakan kompromi dari kriteria tersebut. Dengan pertimbangan multikriteria yang objektif, sangat mungkin letak ibu kota tidak selalu di tengah wilayah yang dilayaninya.

Dalam konteks Kabupaten Bandung Barat, apakah "adil" ketika ibu kota ditetapkan di Kecamatan Ngamprah? (Berdasarkan obrolan dengan masyarakat, terutama dari wilayah selatan, mereka menganggap itu tidak adil. Soalnya, mereka akan menempuh jarak dan waktu yang semakin jauh untuk ke ibu kota).

2/4

IBU KOTA KBB PERTIMBANGAN OBJEKTIF BUKAN DI NGAMPRAH


Monday, 15 December 2008 01:39

Pertimbangan objektif, seingat saya, ada kajian kelayakan pemilihan ibu kota Kabupaten Bandung Barat secara objektif yang hasil awalnya bukan Ngamprah. Akan tetapi, entah mengapa, pada akhirnya tim tersebut memutuskan untuk menetapkan Ngamprah sebagai ibu kota. Mungkin ada pengaruh politis dalam penentuan hasil akhirnya.

Dari kriteria lokasi di atas, lokasi tersebut sebetulnya cukup sentral, tetapi ada persoalan daya tampung dan daya dukung, keefektifan pelayanan, dan efisiensi investasi publik untuk pelayanan masyarakat. Padalarang atau malah Kota Baru Parahyangan juga cukup sentral. Akan tetapi, Kota Padalarang ada persoalan dengan daya dukungnya. Kota Baru Parahyangan mungkin malah lebih "menjanjikan". Kota Baru Parahyangan, kabarnya sudah menawarkan site untuk kantor pemerintahan Kabupaten Bandung Barat.

Sejauh ini, Pemkab Bandung Barat tetap berpegang kepada ketentuan undang-undang. "Kalau ada aspirasi untuk memindahkan ibu kota, silakan sampaikan ke DPRD," kata Bupati Bandung Barat Abubakar. Sementara itu, di kalangan masyarakat, ada sejumlah tempat yang dianggap cocok untuk menjadi ibu kota, seperti Batujajar, Cihampelas, dan Cipatat. Bagaimana pendapat Anda?

Karena Pemekaran KBB dan penetapan ibu kotanya ditetapkan dengan UU (UU No. 12/2007), perubahan materi di dalamnya hanya dapat diamendemen dengan UU juga. Secara legal, prosedur amendemen/perubahan dapat diusulkan oleh daerah melalui DPRD atau langsung kepada DPR RI.

Jika tetap di Kecamatan Ngamprah, bagaimana dengan konstruksi bangunan, apakah memerlukan rekayasa teknologi, mengingat wilayah yang berbukit-bukit? Ketika masih menjabat gubernur, Danny Setiawan pernah bilang, ada baiknya pusat pemerintahan dibangun di tempat yang datar.

Kalau ingin melestarikan morfologi yang berbukit-bukit, rencana tapak (site plan) dan konstruksi bangunan harus disesuaikan. Ini mungkin akan menambah biaya konstruksinya. Saya khawatir pemda/kontraktor akan mengambil jalan pintas dengan meratakan lahan untuk mempermudah konstruksi. Hal ini juga akan memengaruhi kondisi lingkungan setempat, seperti pemadatan, peresapan air, run-off air, saluran drainase, mungkin longsor, dan lain-lain yang sebagian merupakan bagian dari KBU. (Hazmirullah/"PR")***

3/4

IBU KOTA KBB PERTIMBANGAN OBJEKTIF BUKAN DI NGAMPRAH


Monday, 15 December 2008 01:39

Sumber: Harian Pikiran Rakyat, Senin 15 Desember 2008

4/4

Anda mungkin juga menyukai