Anda di halaman 1dari 20

Seputar Obat Bius: Lain Jenis, Lain Kegunaannya

Rate This

Obat bius yang digunakan dalam praktik medis memiliki banyak jenis dan sediaan. Ada yang membuat bagian tubuh mati rasa hingga membuat tak sadar. Mengapa obat bius dibuat beraneka ragam ? Tak hanya berfungsi untuk membuat orang tak sadar saat dioperasi, pada tindakan medis lain pun obat bius amat diperlukan. Misalnya saja untuk mencabut gigi, dimana obat bius digunakan untuk mematirasa area yang akan dilakukan pencabutan. Obat bius adalah sebuah tindakan yang diambil dokter untuk meredakan rasa nyeri. Baik yang bersifat lokal atau hanya mematikan rasa pada area tertentu, hingga yang menidurkan atau menghilangkan kesadaran seseorang.Oleh karena kebutuhan untuk meredakan rasa nyeri ini sangat subyektif pada masing-masing orang, maka obat bius pun diciptakan dengan berbagai cara kerja dan penggunaannya. Berdasarkan Sifat Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja. Namun, secara awam obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum. A. Anestesi Lokal Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, perawatan kecantikan seperti sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi geraham terakhir atau gigi berlubang, mengangkat mata ikan, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan. Anestesi lokal merupakan tindakan memanfaatkan obat bius yang cara kerjanya hanya menghilangkan rasa di area tertentu yang akan dilakukan tindakan. Caranya, menginjeksikan obat-obatan anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Obat-obatan yang diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-saraf tepi yang ada di area sekitar injeksi sehingga tidak mengirimkan impuls nyeri ke otak.

Anestesi lokal ini bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri. B. Anestesi Regional Anestesi jenis ini biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu. Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal. Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di anestesi lokal masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi, walau tak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi. C. Anestesi Umum Anestesi umum atau bius total adalah anestesi yang biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang. Misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lainnya. Caranya, memasukkan obat-obatan bius baik secara inhalasi (pernafasan) maupun intravena (pembuluh darah vena) beberapa menit sebelum pasien dioperasi. Obat-obatan ini akan bekerja menghambat hantaran listrik ke otak sehingga sel otak tak bisa menyimpan memori atau mengenali impuls nyeri di area tubuh manapun, dan membuat pasien dalam kondisi tak sadar (loss of consciousness). Cara kerjanya, selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama operasi dilakukan. Sesuai Cara Penggunaan Kebutuhan dan cara kerja anestesi beranekaragam. Anestesi juga memiliki cara penggunaan yang berbeda sesuai kebutuhannya. Tak hanya cara disuntikkan saja, tetapi juga dihirup melalui alat bantu nafas. Beberapa cara penggunaan anestesi ini di antaranya:

A. Melalui Pernafasan Beberapa obat anestesi berupa gas seperti isoflurane dan nitrous oxide, dapat dimasukkan melalui pernafasan atau secara inhalasi. Gas-gas ini mempengaruhi kerja susunan saraf pusat di otak, otot jantung, serta paru-paru sehingga bersama-sama menciptakan kondisi tak sadar pada pasien. Penggunaan bius jenis inhalasi ini lebih ditujukan untuk pasien operasi besar yang belum diketahui berapa lama tindakan operasi diperlukan. Sehingga, perlu dipastikan pasien tetap dalam kondisi tak sadar selama operasi dilakukan. B. Iinjeksi Intravena Sedangkan obat ketamine, thiopetal, opioids (fentanyl, sufentanil) dan propofol adalah obatobatan yang biasanya dimasukkan ke aliran vena. Obat-obatan ini menimbulkan efek menghilangkan nyeri, mematikan rasa secara menyeluruh, dan membuat depresi pernafasan sehingga membuat pasien tak sadarkan diri. Masa bekerjanya cukup lama dan akan ditambahkan bila ternyata lamanya operasi perlu ditambah. C. Injeksi Pada Spinal/ Epidural Obat-obatan jenis iodocaine dan bupivacaine yang sifatnya lokal dapat diinjeksikan dalam ruang spinal (rongga tulang belakang) maupun epidural untuk menghasilkan efek mati rasa pada paruh tubuh tertentu. Misalnya, dari pusat ke bawah. Beda dari injeksi epidural dan spinal adalah pada teknik injeksi. Pada epidural, injeksi dapat dipertahankan dengan meninggalkan selang kecil untuk menambah obat anestesi jika diperlukan perpanjangan waktu tindakan. Sedang pada spinal membutuhkan jarum lebih panjang dan hanya bisa dilakukan dalam sekali injeksi untuk sekitar 2 jam ke depan. D. Injeksi Lokal Iodocaine dan bupivacaine juga dapat di injeksi di bawah lapisan kulit untuk menghasilkan efek mati rasa di area lokal. Dengan cara kerja memblokade impuls saraf dan sensasi nyeri dari saraf tepi sehingga kulit akan terasa kebas dan mati rasa. Risiko & Efek Samping Obat Bius Menggunakan obat bius memang sudah merupakan kebutuhan untuk tindakan medis tertentu. Sebagaimana penggunaan obat-obatan, anestesi juga memiliki risiko tersendiri. Bius lokal, efek samping biasanya merupakan reaksi alergi. Namun, pada anestesi regional dan umum, Roys menggolongkan efek samping berdasarkan tingkat kejadian. 1. Cukup Sering Dengan angka kejadian 1 : 100 pasien, prosedur anestesi dapat menyebabkan risiko efek samping berupa mual,

muntah, batuk kering, nyeri tenggorokan, pusing, penglihatan kabur, nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, nyeri kepala, nyeri punggung, gatal-gatal, lebam di area injeksi, dan hilang ingatan sementara. 2. Jarang Pada angka kejadian 1 : 1000 pasien, anestesi dapat berisiko menyebabkan infeksi dada, beser atau sulit kencing, nyeri otot, cedera pada gigi, bibir, dan lidah, perubahan mood atau perilaku, dan mimpi buruk. 3. Sangat Jarang Risiko yang sangat jarang terjadi dengan angka kejadian 1 : 10.000/ 200.000 pasien, diantaranya dapat menyebabkan cedera mata, alergi obat yang serius, cedera saraf, kelumpuhan, dan kematian. Efek samping ini bisa permanen jika sampai menyebabkan komplikasi seperti cedera saraf yang menyebabkan kelumpuhan. Atau, pada kasus infeksi dada disertai penyakit jantung, memperbesar risiko komplikasi penyakit jantung Resistensi Bius Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang tak mendapatkan efek bius seperti yang diharapkan. Atau, yang kerap disebut resisten terhadap obat bius. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseorang resisten terhadap obat bius di antaranya: 1. Pecandu alkohol 2. Pengguna obat psikotropika seperti morfin, ekstasi dan lainnya 3. Pengguna obat anelgesik Pada orang-orang tadi telah terjadi peningkatan ambang rangsang terhadap obat bius yang disebabkan efek bahan yang dikonsumsi dan masih beredar dalam tubuhnya. Agar Obat Bius Optimal & Aman Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap obat bius, sebaiknya pasien benar-benar memastikan kondisi tubuhnya cukup baik untuk menerima anestesi. 1. Menghentikan penggunaan obat anelgetik, paling tidak 1-2 hari sebelum dilakukan prosedur anestesi. 2. Menghentikan konsumsi obat-obatan yang berefek pada saraf pusat seperti morfin, barbiturat, amfetamin dan lainnya, paling tidak 1-3 hari sebelum anestesi dilakukan.

3. Berhenti mengonsumsi alkohol paling tidak 2 minggu sebelum penggunaan anestesi, 4. Berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum anestesi dilakukan

Syarat Ideal Anastesi Umum dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat 1. Pdf syarat ideal dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat

download

klik

disini:http://www.ziddu.com/finished.php?uid=hdodcelbkbmcef&fname=PDF1.pdf&sub=done&lan= english Youtube syarat ideal dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat download klik

disini:http://www.youtube.com/watch?v=uNuR_PWJh1s&feature=related

Syarat Ideal Anastesi Umum a) Memberi induksi yang halus dan cepat. b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons c) Timbulkan keadaan amnesia d) Hambat refleks-refleks e) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan. f) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tempat operasi. g) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama

1. Syarat Ideal Anastesi Umum a) Memberi induksi yang halus dan cepat. b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons c) Timbulkan keadaan amnesia d) Hambat refleks-refleks e) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan. f) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tempat operasi. g) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama

2. Cara kerja dan titik tangkap kerja obat a) Mekanisme Kerja 1. Anestesi inhalasi Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang

masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.

2. Anestesi intravena Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

` b) Titik tangkap kerja obat ( Kontra indikasi obat) Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan pemaiakaian obat) Hepar obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap hepar/dosis obat diturunkan Jantung obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner Ginjal obat yg diekskresi di ginjal Paru obat yg merangsang sekresi Paru

Endokrin hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias menyebabkan peninggian gula darah

Komplikasi Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).

1. Komplikasi Kardiovasklar a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya. b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah dosis anestetika. c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.

2. Penyulit Respirasi a) Obstruksi jalan nafas b) Batuk c) Cekukan (Hiccup) d) Intubasi endobronkial e) Apnu (Henti Nafas) f) Atelektasis g) Pnemotoraks

h) Muntah dan Regurgitas

3. Komplikasi Mata a) Laserasi Kornea b) Menekan bola mata terlalu kuat

4. Perubahan Cairan Tubuh a) Hipovolemia b) Hipervolemia

5. Komplikasi Neurologi a) KonvulsiTerlambat sadar b) Cidera saraf tepi (perifer)

6. Komplikasi Lain-Lain a) Menggihil b) Gelisah setelah anestesi c) Mimpi buruk d) Sadar selama operasi e) Kenaiakn suhu tubuh f) Hipersensitif

Anestesi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Dua kelompok anestesi 2 Tipe anestesi 3 Anestesiologis dengan empat rangkaian kegiatan 4 Sejarah anestesi 5 Penggunaan obat-obatan dalam anestesi 6 Gejala siuman (awareness) 7 Pemilihan teknik anestesi 8 Lihat pula 9 Daftar pustaka 10 Pranala luar

[sunting] Dua kelompok anestesi


Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.

[sunting] Tipe anestesi


Beberapa tipe anestesi adalah:

Pembiusan total hilangnya kesadaran total Pembiusan lokal hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh). Pembiusan regional hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya

Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.

[sunting] Anestesiologis dengan empat rangkaian kegiatan


Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya. Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:

Mempertahankan jalan napas Memberi napas bantu Membantu kompresi jantung bila berhenti Membantu peredaran darah Mempertahankan kerja otak pasien.

[sunting] Sejarah anestesi


Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis Valerius Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan bernama W.G. Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730. Sebelum penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun 1777, dan berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam menghilangkan rasa sakit. Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabukmabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya. Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran

John C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton. Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun 1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit. Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida. Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun 1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai tanpa hambatan berarti. Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besarbesaran. Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu. Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia. Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W. Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah menggunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasienpasiennya. Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala, dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah. Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan

adalah eter yang telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut. Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai 5.000 frank di tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan zat lain (kloroform) sebagai bahan anestesi. Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).

[sunting] Penggunaan obat-obatan dalam anestesi


Dalam membius pasien, dokter anestesi memberikan obat-obatan (suntik, hirup, ataupun lewat mulut) yang bertujuan menghilangkan rasa sakit (pain killer), menidurkan, dan membuat tenang (paraytic drug). Pemberian ketiga macam obat itu disebut triangulasi. Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini seperti:

Thiopental (pertama kali digunakan pada tahun 1934) Benzodiazepine Intravena Propofol (2,6-di-isopropyl-phenol) Etomidate (suatu derifat imidazole) Ketamine (suatu derifat piperidine, dikenal juga sebagai 'Debu Malaikat'/'PCP' (phencyclidine) Halothane (d 1951 Charles W. Suckling, 1956 James Raventos) Enflurane (d 1963 u 1972), isoflurane (d 1965 u 1971), desflurane, sevoflurane Opioid-opioid sintetik baru - fentanyl (d 1960 Paul Janssen), alfentanil, sufentanil (1981), remifentanil, meperidine Neurosteroid

[sunting] Gejala siuman (awareness)


Sering terjadi pasien ternyata dapat merasa dan sadar dari pengaruh bius akibat obat pembius yang tidak bekerja dengan efektif. Secara statistik, Dr. Peter Sebel, ahli anestesi dari Universitas Emory yang dikutip Time terbitan 3 November 1997 mengungkapkan bahwa dari 20 juta pasien yang dioperasi setiap tahunnya di Amerika Serikat, 40.000 orang mengalami gejala siuman tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, dalam pertemuan tahunan sekitar bulan Oktober 1997, Persatuan Dokter Ahli Anestesi Amerika ditawari suatu alat yang disebut Bispectral Index Monitor yang akan memberi peringatan bahwa pasien yang sedang dioperasi mengalami gejala siuman atau menjelang "bangun dari tidurnya".Penemu alat tersebut adalah Dr. Nassib Chamoun, seorang dokter ahli saraf (neurologist) asal Yordania. Dengan menggunakan prinsip kerja dari alat yang sudah ada, yaitu piranti yang disebut EEG (Electroencephalography). Alat yang ditemukan Dr. Chamoun itu mampu memonitor potensi listrik yang ditimbulkan oleh aktivitas "jaringan otak manusia".

Alat ini dapat menunjukkan derajat kondisi siuman pasien yang sedang menjalani suatu pembedahan. Angka "100" menunjukkan pasien dalam keadaan "siuman sepenuhnya". Bila jarum menunjukkan angka "60" berarti pasien dalam kondisi "siap untuk dioperasi". Angka "0" menandakan pasien mengalami "koma yang dalam". Dengan mengamati derajat siuman dari alat ini, dokter anestesi dapat menambahkan obat pembiusan apabila diperlukan, atau memberikan dosis perawatan kepada pasien yang telah mengalami kondisi ideal untuk dilakukan operasi. Di samping itu, dokter bedah dapat dengan tenang menyelesaikan operasinya sesuai rencana yang telah ditetapkan.

[sunting] Pemilihan teknik anestesi


Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks, memerlukan kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik antara pasien dan faktor-faktor pembedahan. Dalam beberapa kelompok populasi pasien, pembiusan regional ternyata lebih baik daripada pembiusan total.Blokade neuraksial bisa mengurangi risiko thrombosis vena, emboli paru, transfusi, pneumonia, tekanan pernapasan, infark miokardial dan kegagalan ginjal.

[sunting] Lihat pula


Dokter Anestesiologis

[sunting] Daftar pustaka


Martaningtyas, Tsemol (2005): "Terbius memburu paten gas tertawa" Suryanto,dr (1998): "Trauma selama dan setelah operasi"

General Anestesi pada ORIF fraktur clavicula sisnistra dengan status Fisik ASA I
Dibuat oleh: Linaldi Ananta,Modifikasi terakhir pada Thu 04 of Aug, 2011 [08:13] Abstrak Seorang laki-laki usia 21 tahun, berat badan 52 kg mengalami fraktur clavicula sinistra akibat kecelakaan lalu-lintas. Pada operasi ORIF yang dilakukan, anestesinya menggunakan general anestesia. Teknik anestesinya semi closed, nafas spontan assist, dengan LMA (Laryngeal

Mask Airway) no. 4. Induksi dengan menggunakan propofol 100 mg, ko-induksi dengan midazolam 2,5 mg dan fentanyl 50 mcg. Pemeliharaan dengan 02, N2O, Halotene. Jenis cairan yang digunakan adalah Ringer Lactate. Obat-obatan yang diberikan meliputi ondansetron 4 mg dan ketorolak 30 mg. Pilihan anestesi untuk operasi terbuka pada lengan atas dan klavikula adalah dengan memberikan anestesia umum inhalasi (imbang) PET dan nafas kendali. Perhatian khusus ditujukan untuk mengurangi nyeri pasca bedah. Isi Seorang laki-laki usia 21 tahun, berat badan 52 kg mengalami fraktur clavicula sinistra akibat kecelakaan lalu-lintas. OS mengeluh nyeri pada bahu kirinya, nyeri semakin terasa saat mencoba mengangkat lengan kirinya ke atas. Riwayat penurunan kesadaran disangkal, trauma kepala disangkal, sesak (-), nyeri dada (-). Riwayat asma, alergi, batuk lama, merokok, diabetes mellitus, hipertensi, jantung disangkal. Keadaan umum baik. Airway (A) clear, mallampati II. Breathing (B) spontan, RR 16 kali/menit, vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-), ketinggalan gerak (-). Circulation (C) tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 72 kali/menit, S1-S2 reguler, bising (-). Dissability (D) GCS E4V5M6. Pemeriksaan foto thorax dan cek darah laboratorium dalam batas normal. Diagnosis kerja adalah pre op ORIF clavicula sinistra dengan status fisik ASA I. Setelah informed consent ditandatangani, pasien diminta puasa pre operasi 8 jam, tidak menggunakan perhiasan dan tidak menggunakan gigi palsu. Pada operasi ORIF yang dilakukan, anestesinya menggunakan general anestesia. Teknik anestesinya semi closed, nafas spontan assist, dengan LMA (Laryngeal Mask Airway) no. 4. Induksi dengan menggunakan propofol 100 mg, ko-induksi dengan midazolam 2,5 mg dan fentanyl 50 mcg. Pemeliharaan dengan 02, N2O, Halotene. Jenis cairan yang digunakan adalah ringer lactate. Kebutuhan cairan durante operasi jam I adalah 1132 cc. Obat-obatan yang diberikan meliputi ondansetron 4 mg dan ketorolak 30 mg. operasi berlangsung selama 40 menit. Saat di ruang PACU, pada 15 menit kedua pasien mencapai Adrette Score 8, sehingga sudah dapat dipindahkan kembali ke ruang rawat. Instruksi pasca bedah meliputi head up dengan 2 bantal, infus ringer lactate 20 tpm, antibiotik sesuai dokter operator, analgetik ketorolak 30 mg/8 jam, anti muntah ondansetron 4 mg/8 jam, awasi KU dan VS, jika peristaltik (+) normal boleh minum. Diagnosis Pre op ORIF clavicula sinistra dengan status fisik ASA I Terapi Pada operasi ORIF yang dilakukan, anestesinya menggunakan general anestesia. Teknik anestesinya semi closed, nafas spontan assist, dengan LMA (Laryngeal Mask Airway) no. 4. Induksi dengan menggunakan propofol 100 mg, ko-induksi dengan midazolam 2,5 mg dan fentanyl 50 mcg. Pemeliharaan dengan 02, N2O, Halotene. Jenis cairan yang digunakan adalah ringer lactate. Kebutuhan cairan durante operasi jam I adalah 1132 cc. Obat-obatan yang diberikan meliputi ondansetron 4 mg dan ketorolak 30 mg. operasi berlangsung selama 40 menit. Saat di ruang PACU, pada 15 menit kedua pasien mencapai Adrette Score 8, sehingga sudah dapat dipindahkan kembali ke ruang rawat. Instruksi pasca bedah meliputi head up dengan 2 bantal, infus ringer lactate 20 tpm, antibiotik sesuai dokter operator, analgetik ketorolak 30 mg/8 jam, anti muntah ondansetron 4 mg/8 jam, awasi KU dan VS, jika peristaltik (+) normal boleh minum.

Diskusi Masalah anestesi dan reanimasi pada operasi di daerah lengan atas adalah posisi miring pada pembedahan. Penatalaksanaan anestesi dan reanimasi meliputi : a. Evaluasi Penilaian status pasien

Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang lain sesuai dengan indikasi b. Waspadai kemungkinan adanya cedera di tempat lain

Persiapan Pra Operatif Persiapan rutin Penanggulangan nyeri

c.

Premedikasi Diberikan sesuai dengan kebutuhan

d.

Pilihan Anestesi Reposisi tertutup dan rawat jalan, sesuai dengan tatalaksana anestesia rawat jalan

Operasi terbuka pada lengan atas dan klavikula, berikan anestesia umum inhalasi (imbang) PET dan nafas kendali Operasi terbuka pada lengan bawah : o Anak-anak : anestesia umum inhalasi PET nafas kendali o Dewasa : blok plexus atau regional intravena atau inhalasi sungkup muka atau intravena diazepam-ketamin e. Pemantauan selama anestesia Sesuai dengan standar pemantauan dasar intraoperatif f. Terapi Cairan:

Jarang terjadi perdarahan, akan tetapi kalau terjadi perdarahan <20% dari perkiraan volume darah pasien, berikan cairan pengganti kristaloid atau koloid, tetapi apabila terjadi perdarahan >20% dari perkiraan volume darah pasien, berikan tranfusi darah. g. Pemulihan Anestesi

Segera setelah operasi, hentikan aliran obat anesthesia, berikan oksigen 100% Bersihkan jalan nafas Ekstubasi dilakukan setelah pasien nafas spontan dan adekuat serta jalan nafas sudah bersih h. Pasca bedah/anestesi Dirawat diruang pulih, sesuai dengan tata laksana pasca anestesi Perhatian khusus ditujukan pada upaya untuk menanggulangi nyeri pasca bedah Pasien dikirim kembali ke ruangan atau pulang, apabila memenuhi kriteria pemulihan Kesimpulan Pada operasi terbuka pada lengan atas dan klavikula, berikan anestesia umum inhalasi (imbang) PET dan nafas kendali. Perhatian khusus ditujukan pada upaya untuk menanggulangi nyeri pasca bedah. Daftar pustaka 1. Mangku, Gede, dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta : Indeks

2. Trubus, Kurniyanto. (2011). Anestesiologi dan Reanimasi. Bantul : SMF Anestesiologi dan Reanimasi RSUD Panembahan Senopati Bantul

PERSIAPAN PASIENPersiapan pasien dapat dilakukan mulai di ruang perawatan (bangsal), dari rumah pasien ataupundari ruang penerimaan pasien di kamar operasi. Bergantung dengan berat ringannya tindakan pembedahan yang akan dijalankan serta kondisi pasien.Pasien dengan operasi elektif sebaiknya telah diperiksa dan dipersiapkan oleh petugas anestesi pada H-2 hari pelaksanaan pembedahan. Sedangkan pasien operasi darurat, persiapannya lebihsingkat lagi. Mungkin beberapa jam sebelum dilaksanakan pembedahan.Pasien

dianamnesa tentang penyakit yang dia derita, penyakit penyerta, penyakit herediter, pengobatan yang sedang dia jalani, riwayat alergi, kebiasaan hidup (olahraga, merokok, minumalkohol dll). Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratoriumdan radiologi).Perlu pula dianamnesa riwayat pembedahan, pembiusan serta komplikasi yang dialami pasien.Berapa lama dia menjalani perawatan. Misal, pasien yang pernah menjalani operasi pengangkatan nevus tapi pasca operasinya dirawat di ruang rawat intensif (ICU), maka petugasanestesi harus waspada. Pasien ini memiliki masalah yang serius.PERSIAPAN PEMBEDAHANSecara umum, persiapan pembedahan antara lain :1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT.2. Pengosongan kandung kemih.3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi). 4. Pemeriksaan fisik ulang5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.6. Premedikasi secara intramuskular - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena jikadiberikan beberapa menit sebelum operasi.Lama puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI).Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresilambung.Persiapan operasi harus optimal dan sempurna walaupun waktu yang tersedia amat sempit.Keberhasilan anestesi sangat ditentukan oleh kunjungan pra anestesi.KUNJUNGAN PRA ANESTESIKunjungan (visite) pra anestesi bertujuan :1. Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta, riwayat penyakit sekarangdan penyakit dahulu.2. Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien. 3. Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum (optimalisasi keadaan umum).4. Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai.5. Merancang perawatan pasca anestesi.6. Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi.7. Memperhitungkan bahaya dan komplikasi.8. Menentukan status ASA pasien.Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan mobiditas dan mortalitas.ANAMNESISDalam anamnesis, dilakukan :1. Identifikasi pasien2.

Riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, riwayat alergi.3. Riwayat anestesi dan pembedahan yang lalu.Ketika pasien menyatakan alergi terhadap suatu obat/zat, maka petugas anestesi perlumengkonfirmasi apakah kejadian tersebut betul-betul alergi ataukah hanya rasa tidak enak setelah penggunaan obat tersebut.Alergi perlu diwaspadai karena alergi dapat menimbulkan bahaya besar seperti syok anafilaktik dan edema angioneurotik. Narkotika dan psikotropika (terutama sedatif) saat ini sudah sering disalahgunakan olehmasyarakat awam. Hal ini perlu diwaspadai oleh petugas anestesi. Oleh karena itu, dalamanamnesis, petugas harus mampu memperoleh keterangan yang jujur dari pasien.Pada pasien dengan operasi darurat, mungkin di Instalasi Gawat Darurat dia telah mendapatkannarkotika dan sedatif, namun petugas di IGD terlupa menuliskan di buku rekam medis pasien.Agar tidak terjadi pemberian yang tumpang tindih, sebaiknya petugas anestesi juga menanyakanhal tersebut kepada petugas IGD.PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANGPemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik pada prinsipnya dilakukan terhadap organ dan bagian tubuh seperti :1. Keadaan umum : berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital.2. Status gizi : obesitas, kaheksia3. Status psikis4. Sistemik :a. Kepala leher :i. Mulut : bentuk lidah, derajat Mallampati ii. Gigi geligi : gigi palsu, gigi goyahiii. Mandibula : bentuk mandibula.iv. Hidung : tes patensi lubang hidung, obstruksi.v. Leher : bentuk leher (kesan : pendek / kaku), penyakit di leher (sikatrik, struma, tumor) yangakan menyulitkan intubasi.vi. Asesori : lensa kontak. b. Toraks (Jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit pernapasan dan sirkulasi.c. Abdomen : sirosis, kembungd. Ekstremitas : melihat bentuk vena, tanda-tanda edema.e. Tulang belakang /vertebra : jika akan dilakukan anestesi subarakhonoid ataupunepidural. Apakah ada skoliosis, athrosis, infeksi kulit di punggung ?f.

Sistem persarafan.Abdomen yang kembung bisa disebabkan oleh udara atau cairan (sirosis). Kembung pada bayiakan berakibat fatal karena bayi akan kesulitan untuk bernapas. Sehingga perlu penatalaksanaan pra bedah terhadap bayi yang kembung.Jantung harus diperiksa secara teliti, apakah terdapat penyakit jantung ? Jika ada, apakah masihdalam fase kompensasi atau dekompensasi ? Jantung yang dalam fase kompensasi, masih relatif aman untuk dianestesi.PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaanlaboratorium terbagi menjadi pemeriksaan rutin dan khusus.Data laboratorium yang harus diketahui diantaranya :hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif)leukosithitung jenisgolongan darahclotting time dan bleeding timeAtas indikasi dilakukan skrining : HBSAg

Anda mungkin juga menyukai