Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TERSTRUKTUR

BUDIDAYA TANAMAN HIAS


Praktek Pertanian Pola Green House SYAHTA PERDAMENTA BARUS NPP 20.0147 KELAS C

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI KAMPUS BUKITTINGGI

Budidaya Tanaman Hias Secara Efisien


Budidaya tanaman hias secara efisien. Ulasan hasil penelitian ini dimaksudkan sebagai informasi dalam mengusahakan tanaman hias terutama berkenaan dengan budidaya secara efisien baik dalam pengelolaan bibit, pupuk, media maupun lingkungan tumbuh.

Hasil penelitian mengemukakan bahwa bunga potong krisan spray yang berkualitas dapat diperoleh dengan perlakuan hari panjang 7,5 menit terang dan 22,5 menit gelap yang berlangsung selama 8 kali dengan intensitas cahaya 40 Lux. Pembelahan subang gladiol dengan berat 20-40 g dapat menghemat 50% bibit. Sedangkan pemupukan 22,5 kg N/ha pada gladiol dengan cara tugal atau sebar dalam alur dapat menghemat 350-550 kg N/ha. Okulasi mata berkayu pada saat penyetekan mawar menguntungkan dari segi efisiensi waktu. Pemberian nitrogen dua bulan sekali pada melati menghasilkan pola produksi bunga dengan fluktuasi lebih tajam dibanding tiga dan empat bulan. Sabut kelapa, kompos tandan kosong kelapa sawit, sekam padi, kompos daun bambu, bagas tebu, dan kulit buah kakao merupakan media atematif yang efisien untuk tanaman hias anggrek, tanaman pot, dan bunga potong.

KRlSAN Untuk memperoleh kualitas bunga krisan yang baik, tanaman perlu dipacu pertumbuhan vegetatifnya dengan periode cahaya lebih panjang dari pada hari normal. Penambahan cahaya dimaksudkan agar stadia vegetatif lebih lama, sehingga akan dihasilkan tangkai bunga yang lebih panjang, bunga yang lebih besar dan tajuk yang rimbun untuk dapat menunjang bunga, meningkatkan keserempakan berbunga dan tanaman lebih kompak. Penambahan hari panjang dapat dilakukan dengan penyinaran buatan setelah matahari terbenam atau pada periode gelap antara jam 22:00 - 02:00 selama 3-4 jam dengan intensitas 32-108 lux. Penambahan panjang hari dengan penyinaran buatan memerlukan biaya yang cukup besar, sehingga perlu dicari metode yang lebih ekonomis, antara lain dengan

pola night break. Pola night break merupakan penyinaran di malam hari sebagai rekayasaan hari panjang. Berdasarkan hasil penelitian Marwoto et al. (1997) untuk menghasilkan bunga potong krisan spray yang berkualitas, perlakuan kondisi hari panjang dengan pola night break dengan 7,5 menit terang dan 22,5 menit gelap yang berlangsung selama 8 kali atau dengan sandi (7,5-22,5) 8 X adalah yang paling efisien dengan intensitas cahaya lampu 40 lux (lampu dengan daya listrik 60 watt). Dibandingkan dengan pola yang dilakukan pengusaha, yaitu 8 menit terang dan 18 menit gelap selama 8 kali (8-1) 8 X maka pola night break (7,5-22,5) 8 X memerlukan 60 menit terang sedangkan pola penguasaha 72 menit terang sehingga dapat menghemat waktu 12 menit. Dengan demikian untuk keperluan night break dengan pola pengusaha per hari diperlukan energi listrik per tunel (501m2 dengan 200 lampu) = 200 X 1,2 jam X 150 watt = 36 KWh. Atas dasar tarif listrik Rp 125,50,-/KWh, maka biaya untuk night break adalah Rp 4.518,00,-. Sedangkan dengan pola night break Balithi, yaitu 60 menit terang dengan menggunakan lampu 60 watt maka keperluan energi untuk night break adalah 200 X 60 menit X 60 watt = 12 KWh, jadi listrik untuk night break per hari hanya 12 X Rp 125,50,- = Rp 1 .506,-/tunel. Dengan demikian diperoleh penghematan Rp 3.012,00,-/hari atau Rp 114.456,00,-/tunnel/musim tanam atau Rp 2.209.120,-/ha/musim tanam atau penghematan/penurunan biaya listrik 66, 67% per musim.

GLADI0L Tanaman gladiol diperbanyak dengan subang (Corm). Setiap subang mempunyai beberapa mata tunas, namun setelah ditanam tidak semua tunas tumbuh menjadi tanaman baru akibat terjadinya dominansi tunas -tunas utama. Meskipun subang gladiol dapat menghasilkan beberapa anakan, namun bila dibiarkan tumbuh semua akan terjadi persaingan tumbuh dan ruang untuk menghasilkan subang baru sehingga produksi subangnya rendah. Untuk perbanyakan tanaman dan mengatasi keterbatasan bibit dapat dilakukan dengan pembelahan subang. Sutater (1991) melaporkan bahwa

penggunaan bibit dengan pembelahan subang berukuran berat 20 - 40 g menghasilkan kualitas bunga (panjang tangkai dan lama peragaan bunga) yang tidak berbeda nyata dengan bibit gladiol yang tidak dibelah (utuh) yang berukuran 40 60 g (Tabel 1). Dengan demikian penggunaan subang yang dibelah dapat menghemat 50 persen.

Tabel1. Pengaruh Pembelahan Subang terhadap Panjang Tangkai, jum!ah Kuntum dan Bobot Basah Subang Gladiol

Ukuran Subang

Panjang Tangkai (cm)

Jumlah Kuntum

Bobot Basah Subang (g)

Utuh 40 60 g Bibit belah 20 - 40 g

85,72 a

10,08 a

30,91 b

86,32 a

10,01 a

33,59 b

Bibit belah 10 - 20 g

84,45 a

9,63 a

25,92 a

Teknik budidaya gladiol terutama pemupukan menunjukkan bahwa para petani kecil melakukan pemupukan hanya berdasar pengalaman dan pemberiannya dengan cara sebar, sehingga kurang efektif diserap tanaman. Sutater dan Sutapradja, (1991) mengemukakan bahwa pemberian pupuk N lebih dari 22,5 kg/ha tidak meningkatkan

peubah pertumbuhan tanaman gladiol kultivar Dr. Mansoer dan Queen Occer (Tabel 2). Pemberian pupuk N sebesar 22,5 kg/ha sudah menghasilkan jumlah kuntum bunga 12,15 buah per tangkai dan memenuhi mutu standar. Dengan dosis tersebut tanaman gladiol sudah menghasilkan bunga yang memenuhi kriteria permintaan pasar, sehingga pemberian pupuk tidak berlebihan seperti yang dilakukan petani di Jawa Barat, yaitu mencapai 400 - 600 kg/ha urea. Dengan demikian cara pemupukan secara tunggal atau sebar dalam alur akan meningkatkan efisiensi pemupukan karena kehilangan hara dari pupuk akibat penguapan dan pencucian dapat ditekan dan penggunaan pupuk urea (N) lebih efisien karena dapat dihemat 350-550 kg/ha.

Tabel 2. Pengaruh Dosis Pupuk N terhadap Jum!ah Kuntum dan Panjang Tangkai Bunga Gladiol Kultivar Queen Occer Di Cisarua, 1991

Dosis Pupuk N

Jumlah Kuntum Bunga

Panjang Tangkai Bunga

22,5 kg/ha 72,5 kg/ha

12,15 12,20

82,27 83,39

122,5 kg/ha

12,32

82,98

172,5 kg/ha

11,98

82,76

Umumnya petani mengusahakan bunga giadiol dengan tujuan untuk memperoleh bunga dan bibit. Ameriana et al. (1991) mengemukakan bahwa apabila usahatani hanya ditujukan untuk memperoleh bunga saja, maka usahatani akan mengalami kerugian (R/C ratio = 0,70), sedangkan apabila usahatani dilakukan sampai dengan memperoleh bibit maka usahatani tersebut menguntungkan (R/C ratio = 1,17). Usahatani gladiol akan efisien dan memberikan keuntungan yang layak dengan asumsi waktu tanam + 5 bulan, apabila harga bunga Rp40,- per tangkai, luas minimum usahataninya 0,535 ha, pada saat harga bunga Rp 100,- per tangkai adalah 0,117 ha. Sedangkan pada saat harga bunga Rp 15,- per tangkai berapa pun luas lahan yang diusahakan, maka usahatani gladiol akan mengalami kerugian.

MAWAR Secara konvensional tanaman mawar diperbanyak dengan okulasi, namun metode ini memerlukan waktu lama. Secara umum okulasi baru dilakukan pada umur 6 bulan. Supriyadi dan Sutater, (1991) mengemukakan bahwa batang bawah baru dapat diokulasi pada umur 4 bulan dengan tingkat keberhasilan 88%. Untuk perbanyakan dalam jumlah besar, okulasi mata berkayu pada saat penyetekan lebih menguntungkan dari segi efisiensi waktu, namun memerlukan perawatan yang baik terutama penanganan kelembaban udara dan kelembaban media tumbuh (Sutater dan Margono, 1993). Okulasi mata berkayu pada tanaman mawar dapat dilakukan mulai penyetekan batang bawah (0 hari). Namun hasil terbaik diperoleh bila okulasi mata berkayu dilakukan pada setek batang bawah berumur 4 minggu (TabeI3).

Tabel 3. Pengaruh Waktu Okulasi Mata Berkayu Terhadap Persentase Hidup, Diameter Batang, Umur Keluar Bunga Pertama, Panjang Tangkai Dan Diameter Bunga Umur Persentase Diameter Umur Panjang Diameter

Batang Bawah (minggu) 0

Hidup

Batang

(10

Keluar Bunga Pertama

Tangkai

Bunga (cm)

MSO)*) (cm)

83 bc

1,9 c

44,0 c

4,6 ab

6,8 ab

93 ab

1,7 cd

55,2 ab

5,0 ab

7,2 ab

100 a

3,0 a

62,0 a

5,8 a

8,6 a

6 8

100 a 70 c

2,1 b 1,9 c

46,6 c 36,8 d

4,4 ab 5,3 ab

6,3 ab 6,9 ab

10
*)

70 c

1,4 d

22,8 e

3,8 b

5,3 b

= minggu setelah okulasi

MELATI Melati merupakan tanaman tahunan dan dapat berproduksi sepanjang tahun asalkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi terpenuhi. Satsijati et al., (1997) mengemukakan bahwa pola produksi bunga melati dipengaruhi oleh level nitrogen dan interval pemberiannya. Dengan level dan interval pemberian maka pola produksi bunga dapat diatur berdasarkan jadwal waktu menurut kebutuhan konsumen sehingga dapat dilakukan budidaya yang lebih efisien. Tabel 4 menggambarkan pola produksi bunga dengan interval pemberian KN03 60 g/pot/tahun yang memberikan hasil bunga tertinggi dibanding perlakuan 30 g/pot/tahun. Interval pemberian nitrogen dua bulan sekali menghasilkan pola produksi bunga dengan fluktuasi hasil yang lebih tajam

dibanding interval pemberian nitrogen tiga bulan sekali. Puncak hasil bunga pada bulan Juli, disusul bulan Oktober. Sedangkan interval pemberian nitrogen empat bulan sekali memberikan hasil bunga lebih rendah dibanding interval pemberian dua dan tiga bulan sekali dan rnencapai puncaknya pada bulan Agustus.

Tabel 4. Pengaruh Inteval Pemberian Pupuk N (60 G KNO3/Pot/Tahun) terhadap Pola Produksi Bunga

April

Mei

Juni

Juli

Agus

Sept

Okt

Jumlah

Kontrol Interval 2 bln

73 112

69 100

84 225

161 340

58 228

44 94

240 354

729 1453

Interval 3 bln Interval 4 bln

130

120

225

371

160

205

301

1512

65

56

83

191

265

89

190

930

PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI MEDIA TANAMAN HIAS Media merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting untuk pertumbuhan tanaman agar tanaman mendapat unsur hara dan air yang cukup dalam proses pertumbuhannya. Fungsi media tumbuh adalah sebagai tempat tumbuh tanaman dan

tempat penyimpanan hara dan air yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Dengan demikian media tumbuh yang baik harus memenuhi persyaratan, antara lain tidak lekas melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai drainase, dan aerasi baik, mampu menyimpan air dan hara, mudah didapat, ringan, dan murah harganya, Paket penelitian pemanfaatan limbah sebagai media tumbuh tanaman hias dimaksudkan untuk mendapatkan media tumbuh maupun media tumbuh altematif yang cocok untuk pertumbuhan tanaman hias terutama anggrek, tanaman hias pot, dan bunga potong sehingga diperoleh nilai tambah dan akrab lingkungan. Dengan demikian dapat diperoleh budidaya yang lebih efisien terutama kaitannya dengan ketersediaan bahan media di suatu lokasi. Beberapa limbah yang telah dicoba dalam paket penelitian tanaman hias ini antara lain sekam padi, sabut kelapa, tandan kosong kelapa sawit, kulit buah kakao, bagas tebu, serutan kayu, daun bambu, pakis, dan mos dengan hasil sebagai berikut. Sabut kelapa mudah didapat, daya menyimpan air sangat baik, kapasitas tukar unsur hara baik, dan mempunyai resistensi tinggi terhadap biodegradasi. Bahar dan Widiastoety (1994) melaporkan bahwa potongan sabut kelapa merupakan campuran media yang baik untuk mengurangi penggunaan pakis dan mos yang semakin langka. Tingkat ketuaan sabut kelapa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif anggrek Aranda Berthabraga (Tabel 5). Sedangkan pada anggrek Dendrobium Sonia Deep Pink (Tabel 6 ) dapat dipakai sebagai media altematif pengganti dari arang.

Tabel 5. Pertambahan Tinggi Tanaman, Panjang Daun, Lebar Daun, dan Jumlah Daun Anggrek Aranda Berthabraga Selama 4 Bulan Jenis mediaJ Jeins media Tinggi tanaman (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Jumlah daun

Potongan arang kayu

3,3 a

1,45 a

0,10 a

7a

(Kontrol) Potongan sabut kelapa muda 4, 2 a 1,05 a 0,D7 a 7a

Potongan sabut kelapa sedang

1,8 a

0,36 b

0,05 a

4a

Potongan sabut kelapa tua

2,2 a

0,67 a

0,08 a

5a

Tabel 6. Pertambahan Jumlah Tunas, Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Panjang Daun dan Lebar Daun Anggrek Dendrobium Sonia Deep Pink .

Jenis media

Jumlah tunas

Tinggi tanaman (cm)

Panjang daun (cm)

Lebar daun (cm)

Jumlah daun

Bagastebu

2,97 a

15,74 c

1,76 b

0,72 a

0,83 a

Arang

2,40 a

21,27 a

2,57 a

0,86 a

1,50 a

Serutan kayu jati Sabut kelapa

2,37 a

l7,93 bc

2,73 a

0,63 a

0,59 a

2,23 a

18,92 ab

3,55 a

1,06 a

1,45 a

Sabut kelapa sawit

2,38 a

17,63 bc

3,48 a

1,01 a

1,33 a

Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah dari tandan buah segar kelapa sawit sebesar 27% yang rata-rata pertahun nilainya 2,7 juta ton TKKS. Wuryaningsih et al. (1995) melaporkan bahwa campuran TKKS: Pupuk Kandang = 1 : 1 atau TKKS + NPK 6 g/pot merupakan komposisi terbaik untuk pertumbuhan tanaman hias pot Spathiphyllum. Dwiatmini et al. (1996) mengemukakan bahwa TKKS dapat dipakai sebagai media alternatif sekam padi pada tanaman krisan (Tabel 7). Cacahan tandan kosong kelapa sawit dapat digunakan sebagai pengganti sekam padi dalam budidaya krisan bunga potong, asalkan sudah menjadi kompos sejak sebelum tanam. Sekam padi harganya murah, ringan, drainase dan aerasinya baik, tahan dekomposisi, dapat digunakan dalam bentuk segar maupun dibakar yang dikenal dengan arang sekam. Penggunaan sekam segar maupun sekam bakar yang diberi pupuk kandang merupakan media yang baik untuk Spathiphyllum. Sekam segar ini juga dapat dicampur dengan kompos kaliandra, andam dan daun bambu, sehingga mengurangi jumlah pemakaian kompos karena harga sekam lebih murah dan mudah didapat. Kompos daun bambu harganya murah, ringan, aerasi baik dan banyak digunakan oleh petani tanaman hias di daerah Cipanas. Wuryaningsih dan Herlina (1994) melaporkan bahwa campuran tanah : kompos daun bambu : pupuk kandang = 1: 3 : 1

merupakan komposisi yang baik untuk tanaman hias Spathiphyllum. Bagas tebu merupakan limbah pabrik tebu yang sangat berlimpah karena luas perkebunan tebu sekitar 361,77 ha. Bagas tebu mempunyai kapasitas menahan air dan C/N yang tinggi sehingga diduga cocok untuk media tumbuh. Penggunaaan 10 kg/2m2 dapat menggantikan sekam padi pada tanaman krisan (Tabel 7). Sutater et al., 1996 mengemukakan bahwa bagas tebu dapat digunakan sebagai pengganti pupuk kandang pada budidaya mawar. Kulit buah kakao juga mempunyai potensi sebagai media altematif pada tanaman krisan (Tabel 7).

Tabel 7. Tinggi Tanaman,Jumlah Bunga dan Bobot Kering Tanaman Krisan Hasil Per/akuan

Jenis media

Tinggi Tanaman (cm)

Jumlah Bunga

Bobot Kering (g)

Tanah (T)/Kontrol T+ 1O S

83,40 ab

24,29 a

9,26 a

83,41 ab

25,06 a

10,14 a

T+ 10 TKS

78,58 be

25,22 a

8,81 a

T + 10 BT

77,21 c

24,11 a

8,43 a

T+ 10 KBK T+5S+5TKS

85,26 a 85,52 a

22,18 a 23124 a

9,70 a 8,89 a

T+5 BT

S+5

77,47 be

21,93 a

8,66 a

T + 5 S + 5 KBK

82,63 abe

25,42 a

7,51 a

T = Tanah; S = Sekam padi; TKS = Tandan Kosong Kelapa Sawit; Bagas Tebu dan KBK = Kulit Buah Kakao.

Prospek Pengembangan Tanaman Hias Famili Araceae

Perkembagan tanaman hias sekarang ini sangat pesat, khususnya untuk jenis jeinis tanaman hias dari familia Acerace seperti Anthurium, Aglaonema, Alocasia, Caladium, Phylodendron dan jenis - jenis tanaman hias lainnya. Pada beberapa bulan belakang kisaran haraga Anthurium sangat tinggi, sepert Anthurium Wave of Love yang harganya dapat mencapai puluhan juta rupiah. Namun kita jangan melihat hal tersebut menjadi peluang dalam berbisnis tanaman hias. Karena trend tanaman hias akan bergulir sewaktu - waktu, hal ini terlihat dari pasaran bibit Anthurium Wave of Love yang sebelumnya seharga Rp.30.000,- sekarang mencapai Rp. 12.500,-. Kepada para pemula yang menyukai tanaman hias janganlah membeli tanaman hias pada saat harga tinggi, karena niscaya harga tersebut akan turun.

KESIMPULAN Dari uraian dan pembahasan budidaya efisiensi pada tanam an hias dapat di simpulkan bahwa penghematan input produksi dapat dilakukan melalui

pengaturan pemberian cahaya pada budidaya krisan, pemberian pupuk yang lebih hemat pada gladiol, penggunaan bibit subang gladiol yang di belah, metode stenting untuk okulasi benih mawar serta penggunaan media altematif untuk media tanaman pot yang mudah diperoleh dan harganya tidak mahal, yaitu limbah pertanian seperti sabut kelapa, sekam, bagas tebu, dan kulit kakao.

Anda mungkin juga menyukai