Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Jawa Barat memiliki potensi sumber daya alarn panas bumi yang luar biasa besar dan merupakan yang terbesar di Indonesia. Potensi panas bumi di Jawa Barat mencapai 5411 MW atau 20% dari total potensi yang dimiliki Indonesia. Sebagian potensi panas bumi tersebut bahkan telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik seperti:

PI-TP Kamojang di dekat Garut, memiliki unit 1, 2, 3 dengan kapasitas total 140 MW. Potensi yang masih dapat dikembangkan sekitar 60 MW.

PLTP Darajat, 60 km sebelah tenggara Bandung dengan kapasitas 55 MW PLTP Gunung Safak di Sukabumi, terdiri dari unit 1, 2, 3, 4, 5, 6 dengan kapasitas total 330 M1K

PI-TP Patuha di Pangalengan dengan kapasitas 110 MW.

Pemanfaatan energi panas bumi memang tidak mudah.Energi panas bumi yang umumnya berada di kedalaman 1.000-2.000 meter di bawah permukaan tanah sulit ditebak keberadaan dan "karakternya".Investasi untuk menggali energi panas bumi tidak sedikit karena tergolong berteknologi dan berisiko tinggi.Investasi untuk kapasitas di bawah satu MW, berkisar US$ 3.000-5.000 per kilowatt (kW).Sementara untuk kapasitas di atas satu MW, diperlukan investasi US$ 1.500-2.500 per kW.Tantangan selanjutnya adalah akibat sifat panas yang "site specific" kondisi geologis setempat. Karakter produksi dan kualitas produksi akan berbeda dari satu area ke area yang lain. Penurunan produksi yang cepat, sebagai contoh, merupakan karakter produksi yang harus ditanggung oleh pengusaha atau pengembang, ditambah kualitas produksi yang kurang baik, dapat menimbulkan banyak masalah di pembangkit.Misainya, lebih besar di kandungan hilir atau gas yang tinggi

mengakibatkan

investasi

pembangkitnya.

1 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

Gunung

Patuhaterletak di

45 km barat

daya

dari Bandung,

Jawa

Barat dengan koordinatgeografis 70 7 '18,68 "S, 1070 21' 39,47" E 70 12 '44,25 "S, 1070 27' 8.19" E. Mt. Patuha (2.414 m di atas permukaan laut) ini terletak di zona cincin api. Jenis gunung ini adalah Stratovolcano andesitik. Jenis batuan ini terutama berasal dari lava andesit dan solfatar, fumarol, batuan piroklastik. Permukaan daerah manifestasi panas tanah beruap panas, sinter silika bumi

dan ubahan

hidrotermal (Fatihin,2011). Mt. Patuha adalah gunung berapi aktif, yang memiliki potensi hingga 482MW (Hidayati, 2009).

Gambar 1 Patuha Daerah

Kawah Putih memiliki pH yang rendah dan memiliki kandungan klorida tinggi sekitar 17 000 ppm karena terletak pada ketinggian 2.240 di atas permukaan laut.Sumber air panas yang terletak di wilayah Ciwalini dan Cimanggu. Sumber inimemiliki kandungan Na-HCO3-Cl-SO4 (Patuha Lapangan Panas Bumi, 2009).

2 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

1.2.Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut : 1. Sejarah panas bumi pada daerah Patuha 2. Geologi panas bumi daerah Patuha 3. Geofisika panas bumi daerah Patuha 4. Geokimia panas bumi daerah Patuha 5. Hidrogeologi panas bumi daerah Patuha 6. Manifestasi panas bumi daerah Patuha 7. Lingkungan panas bumi daerah Patuha

1.3.Manfaat Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah wawasan bagi penulis dan para pembaca dibidang penyebaran panas bumi di Indonesia khususnya di daerah Gunung Patuha.

1.4.Tujuan Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui Penyelidikan Panas Bumi di daerah Patuha. 2. Untuk mengetahui manifestasi disekitar daerah panas bumi Patuha. 3. Untuk mengetahui dampak lingkungan panas bumi di daerah Patuha.

3 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Panas Bumi pada Daerah Patuha Idrus Alhamid (1989) mengidentifikasikan tentang 10

semburanhidrotermal di daerah panas bumi Patuha yang lebih luas. Raut tersebut dapat dilihat pada sketsa morfologi Gambar-1.1.Daerah sekitar gunungapi dialiri oleh tiga sungai ialah; Ciwidey, Cibuni dan Cipandak.Mata air panas ditemukan di Alun Alun (ALN), Barutunggul (BRT) dan Cimanggu (CMG).Mata air panas tersebut terletak di sebelah utara dan timur kompleks Patuha dan merupakan target utama penelitian, karena; (a) sektor ini menghasilkan tipe air ekstrim di luar danau kawah.(b) menyebar ke dalam daerah catchment area dari sungai Ciwidey, yang diketahui menerima sejumlah polutan yang berasal dari kawah Putih dan air panas (volcanogenic pollution). Penyebaran gejala panas bumi komplek Patuha disajikan dalam tabel-1. Mata air panas BRT,CMG dan CBN terletak pada ketinggian dan jarak yang sama dari Kawah Putih. Lokasi ALN lebih tinggi dan lebih dekat ke arah kawah Putih, untuk diketahui bahwa tak satupun dari para peneliti menyebutkan kehadiran mata air panas Alun Alun.Tabel-1 Penyebaran mata air panas lereng Patuha (ALN, CMG, dan CBN) dan Kawah Ciwidey

4 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

2.2. Geologi Panas Bumi Daerah Patuha Gunung Patuha termasuk ke dalam barisan gunungapi Tersier Akhir dan Kuarter ( > 2000 mdpl ), yang membentuk batas morfologidi antara daerah cekungan intermontana Bandung ( 700 mdpl) sebagian besar berkembang selama Epoch Kuarter dan gunungapi Miosen Pegunungan Selatan sepanjang pantai selatan Jawa Samudra Hindia ( Van Bemmelen, 1949; Dam et al., 1996). Kompleks Patuha ( + 2434 m dpl) terbentuk pada vulkanik Kuarter tua yang kemungkinan menutupi suatu batuan dasar (basement rock) susunan batuan vulkanik Tersier Atas. Menurut Akbar (1989) G. Patuha membentuk tiga unit paling muda, yang lainnya termasuk ke dalam G. Patuhawati dan G. Walang.Lava andesit, kubah lava, breksi dan tufa mendominasi seluruh urutan. Basement terdiri dari tipe batuan vulkanik yang sama. Sedimen selain vulkaniklastik lainnya belum diidentifikasi di bawah permukaan G. Patuha, tetapi interkalasi batupasir dan batu gamping dari Zaman Miosen dikenali di daerah Bandung dan di daerah Pegunungan Selatan ( lihat Dam,1994). Akbar (1989) mengemukakan bahwa batu gamping dapat membentuk basement dari batuan vulkanik Kuarter di daerah Ciwidey. 2.2.1 Alterasi daerah panas bumi Patuha Lapangan panas bumi Patuha merupakan transisi antara kondisi didominasi cairan dan didominasi uap. Sebuah studi petrologic 522 inti dan cutting sampel dari empat wells telah dilakukan dilakukan. Tiga dari sumur berpotongan Utara didominasi uap reservoir di patuha. hasil studi ini menunjukkan bahwa hydrothermal perubahan di atas dan dalam bagian dari vapor dominated utara zona patuha dapat dikelompokkan menjadi empat zona utama terdiri dari : ( 1 ) zona smectite ( terjadi pada permukaan ke ~ kedalaman 700m ) ; ( 2 ) zona transisi ( hadir pada kedalaman antara 700m 900m ) ; ( 3 ) zona illite ( ~ 900m untuk ~ 1390m ) ; dan ( 4 ) zona amphibole ( & gt ; kedalaman 1390m ) , meskipun zona ini mungkin terbatas pada sekitar sebuah dyke . ada juga zona maju argillic perubahan . kehadiran amphibole , epidot dan wairakite , bersama dengan suhu tinggi maju argillic perubahan , dalam suhu yang lebih rendah zona vapor dominated mencerminkan sebelumnya perubahan episode terbentuk ketika

5 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

ini bagian dari sistem lebih magmatically related dan water dominated . perubahan yang terkait dengan kondisi saat ini vapor dominated di reservoir tidak dapat jelas diidentifikasi . namun , ada overprinting di atas reservoir di mana sebuah zona condensate telah terbentuk. Perubahan mineral di utara patuha dapat diklasifikasikan menjadi dua suite berdasarkan ubahan cairan kimia ph netral dan asam.Perubahan cairan dengan pH netral dikelompokkan menjadi zona berdasarkan kejadian dan distribusi perubahan mineral dengan kedalaman. Zona didefinisikan termasuk: smectite zona, zona transisi, zona illite dan amfibol. Demikian pula, kemunculan perubahan cairan asam mineral dengan kedalaman diklasifikasikan menjadi: zona cristobalite, zona kaolinite, alunite, kaolinite calcite cristobalite/kuarsa pirit zona dan zona anhydrite diaspore pyrophyllite. Kumpulan cairan dengan pH neutral perubahan yang secara umum mendominasi seluruh bagian yang lebih baik.Cristobalite dan kaolinite, alunite dan kaolinite calcite cristobalite/kuarsa pirit zonaditemukan di atas reservoir didominasi uap dan zona anhydrite diaspore pyrophyllite ditemukan hanya di atas reservoir didominasi uap.Perubahan argillic yang cepat terjadi sebagai overprint. Di wells MBA-1, MBD-5 dan MBE-3, kaolinite silika anhydrite alunite natro, alunite pirit terjadi dengan smectite calcite pada kedalaman 50 untuk 650 m TVD. Dalam MBA-1, di sisi lain, pyrophyllite, anhydrite dan diaspore terdapat di kedalaman sekitar 700 sampai 1250 m TVD dan yang terjadi dengan Ilit, kuarsa, chlorite(-smectite), epidote, wairakite, calcite, pirit, amfibol dan cordierite.

Jenis perubahan zona kumpulan mineral yang menjadi ciri bawah permukaan dari bagian utara Patuha dapat diklasifikasikan sebagai argillic, propylitic atau advanced argillic. Secara umum , terutama terdiri dari smectite argillic perubahan yang kecil dan tersebar luas di caprock illite smectite yang ada di bawah.Dalam reservoir dominasi uap, perubahan propylitic sebagian besar hadir. Mineral yang terjadi dalam reservoir termasuk berlimpah seperti chlorite (smectite), illite, kuarsa, epidote, wairakite dan kadang-kadang pirit, calcite dan albite. Bagian reservoir di MBA-1 dan MBE 3 dicirikan dengan Ilit yang berlimpah, sedangkan reservoir di MBD-5 didominasi oleh Ilit-smectite.

6 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

Kehadiran epidot dan wairakite di dalam zona vapordominated menunjukkan bahwa mengubah fluida pada waktu itu ada yang cair ( browne , tahun 2007 , written comm . ) dan mineral ini umumnya seperti kondisi reservoir didominasi uap.pemeriksaan petrographic mengungkapkan bahwa epidot dan wairakite di zona uap yang tidak berubah . berdasarkan kejadian dan sifat dari mineral ini dalam reservoir , jelaslah bahwa sekunder mineral hadir pada kedalaman tidak dalam kesetimbangan dengan kondisi saat ini . saat ini diperkuat oleh fakta bahwa wwr sh , yang dibor di luar zona vapor dominated dan yang lain wells , yang mengebor ke uap didominasi zona , telah sangat mirip perubahan assemblages . bukti ini titik untuk fakta bahwa uap zona di utara patuha adalah liquid dominated.

Gambar 3. Distribusi Zona Alterasi Patuha.

Keberadaan wairakite yang kuat menunjukkan zona boiling dan juga telah ditemukan di zona vapordominated di karaha telaga bodas (allis dan moore, 2000). mendidih ini juga ditunjukkan dengan adanya cairan vapor rich inklusi selenggarakan dalam kuarsa , calcite , epidot, dan urat mineral wairakite. Empat jenis hydrothermal cairan yang ditunjukkan telah hadir untuk memperhitungkan berbagai mineral assemblages .satu yang paling umum adalah saline neutral ph cairan .yang lain melibatkan asam hydrothermal cairan , dua di

7 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

antaranya terjadi di mana ada suhu rendah dan memiliki suhu rendah perubahan kumpulan dan oleh karena itu adalah baru atau saat ini . yang lain berisi mineral indikasi banyak lebih temperatur lebih tinggi dari saat ini berlaku dan relict . titik tercermin dalam kimia dari sumur di mana tidak ada indikasi sangat asam cairan di vapordominated reservoir . Kumpulan kaolinite + calcite + cristobalite / kuarsa + pirit adalah demikian juga dibentuk oleh asam uap condensate tetapi berbeda dengan acid sulfate solusi yang membentuk kumpulan sebelumnya , mineral ini yang dihasilkan oleh asam karbonat yang dibentuk oleh uap air dan gas ke poorlyoxygenated subsurface groundwaters kondensasi ( nicholson , 1993 ).

2.3. Geofisika Panas Bumi Daerah Patuha

Dengan menggunakan metode FFD, didapatkan kelurusan-kelurusan yang berasosiasi dengan struktur yang ada di daerah tersebut (Gambar 5) atau merupakan refleksi gambaran dari topografi berupa kelurusan sungai, kelurusan lembah, struktur sesar maupun rekahan, kontak batuan dan kemunculan manifestasi panas bumi. Trend kelurusan di daerah Panas bumi Patuha umumnya memiliki arah baratdaya - timurlaut, barat - timur, utara-selatan, sesuai dengan arah sesar pada peta geologi (Gambar 2).

8 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

Gambar 5. Hasil penarikan kelurusan di daerah Panas Bumi Patuha dari empat sudut cahaya yang berbeda (hijau = 00, kuning = 450, merah = 900, Ungu = 3150).

Gambar 2. Peta Geologi daerah Patuha dan sekitarnya, Jawa Barat, dengan sebaran manifestasinya (dimodifikasi dari Suswati, drr., 2000).

9 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

Berdasarkan hasil perhitungan nilai densitas dengan menggunakan metoda FFD, daerah Panas Bumi Patuha dapat dikelompokkan menjadi 2 kelas densitas, yaitu densitas tinggi (2800- 4200 m/km2) yang ditunjukkan dengan warna kuning, dan densitas rendah (< 2800 m/km2) dengan warna hijau (Gambar 6). Daerah dengan densitas tinggi berada di sekitar daerah Cibuni, Rancabolang, dan Kawah Ciwidey.Daerah berwarna hijau merupakan daerah non anomali.Daerah bernilai tinggi berasosiasi dengan lava dan piroklastik.Kenampakan topografi

menunjukkan adanya beberapa sesar dan rekahan yang mengontrol deformasi di daerah ini, dan Kawah Ciwidey serta Cibuni struktur kawah mengontrol deformasinya.Sesar dan rekahan sedikitmengontrol daerah Rancabolang dan Kawah Tiis. Sebagai bahan kompilasi digunakan peta anomali magnetik (Gambar 7), dengan rentang nilai anomali positif 0 - 3000 nT dan anomali negatif -800 0 nT. Dalam eksplorasi panas bumi, yang menjadi perhatian adalah adanya anomali magnet negatif, karena daerah dengan anomali negatif berasosiasi dengan daerah alterasi yang merupakan batuan penudung (clay cap), berfungsi sebagai penutup reservoir.Daerah anomali negatif berada di sekitar Kawah putih, Kawah Ciwidey, dan sebagian di Cibuni dan Kawah Tiis.Daerah yang memiliki perubahan nilai yang tinggi/konturrrapat, diinterpretasi sebagai struktursesar atau rekahan.Daerah anomali negatif berasosiasi dengan zona sumber panas di bawah

permukaan.Temperatur tinggi dapat mengakibatkan batuan kehilangan sifat kemagnetannya sehingga mengakibatkan daerah sumber panas memiliki anomali magnet negatif.
Peta kompilasi daerah Panas Bumi Patuha (Gambar 8), menunjukkan kecocokan antara data fault and fracture density, peta anomali magnetik dan peta geologi. Daerah dengan densitas tinggi mempunyai jumlah kelurusan yang banyak.Daerah ini terletak pada kemiringan terjal - menengah, dan umumnya mengontrol manifestasi yang ada seperti fumarol di Kawah Ciwidey dan Cibuni.Daerah ini juga umumnya dilewati oleh struktur sesar.Manifestasi yang muncul berasal dari daerahdengan densitas sesar dan

rekahan yang tinggi yang menyebabkan fluida dalam reservoir mengalir hingga permukaan.Daerah Kawah Putih dengan manifestasi fumarol dan Rancabolang dengan manifestasi mata air panas memiliki nilai densitas struktur sekitar 26002800 m/km2.Daerah ini termasuk ke dalam nilai yang mendekati anomali.Kontrol

10 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

utama yang terlihat adalah kerapatan kontur anomalinya yang menunjukan daerah yang potensial memiliki sumberdaya panas bumi.Berdasarkan anomali magnetik, daerah ini juga dekat dengan sumber panas di bawah permukaan.Berdasarkan kompilasi data, didapatkan prakiraan daerah prospek panas bumi berada di daerah Cibuni, Kawah Putih, dan Kawah Ciwidey.

Gambar 6.Peta interpretasi kelurusan dengan menggunakan metoda FFD.

11 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

Gambar 7.Peta anomali magnetik (hasil pengukuran langsung di daerah Penelitian).

12 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

Gambar 8.Kompilasi peta kelurusan, peta anomali magnetik, dan peta geologi daerah Panas Bumi Patuha, Jawa barat.

13 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

2.5. Hidrogeologi Daerah Patuha Konfigurasi tiga dimensi sistem akuifer-akuitar batuan dasar (basement) atau hidrostratigrafi suatu daerah adalah informasi dasar yang harus diketahui dalam pengelolaan air tanah di daerah tersebut. Analisis hidrostratigrafi dilakukan berdasarkan satuan batuan, terutama formasi, yang memudahkan korelasi dan konstruksi geometri di permukaan maupun di bawah permukaan. Dasar analisis ini berbeda dari dasar analisis oleh beberapa peneliti sebelumnya, misalnya Harnandi drr. (2006) dan Soetrisno (1996) yang menggunakan kedalaman. Di daerah penelitian, Formasi Cibeureum adalah akuifer utama, sedangkan Formasi Kosambi adalah akuitar, serta batuan dasar adalah Formasi Cikapundung dan beberapa satuan batuan lain. Di bagian tengah daerah penelitian, yaitu di Kota Bandung .menurut Koesoemadinata dan Hartono (1981), Formasi Cibeureum adalah akuifer utama dengan sebaran berbentuk kipas yang bersumber dari Gunung Tangkubanparahu. Formasi ini terutama terdiri atas perulangan breksi dan tuf dengan tingkat konsolidasi rendah serta beberapa sisipan lava basal, dengan umur Plistosen Akhir Holosen. Breksi dalam formasi ini adalah breksi vulkanik yang disusun oleh fragmen-fragmen skoria batuan beku andesit basal dan batu apung. Berdasarkan sejarah geologi, di daerah penelitian pada Kuarter Akhir (Dam, 1994), terdapat beberapa kipas lain yang bersumber dari Gunung Malabar dan Kompleks Gunung Wayang di bagian selatan. Iwaco-Waseco dan PU (1990), berdasarkan penafsiran SPOT, telah memetakan sebaran kipas-kipas tersebut di permukaan, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1. Litologi yang ditemui pada kipas vulkanik tersebut terdiri atas breksi vulkanik, tuf, dan pasir yang juga merupakan akuifer utama. Berdasarkan kemiripan dengan Formasi Cibeureum, litologi penyusun kipas-kipas ini dimasukkan sebagai bagian formasi yang sama. Dengan alasan yang sama, Qyu dan Qc dalam peta geologi yang disusun oleh Silitonga (1973) yang terdapat di bagian utara, juga dimasukkan dalam formasi ini. Dalam peta geologi pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa di permukaan formasi ini terdapat di bagian utara dan selatan. Satuan-satuan lain yang membentuk batuan dasar adalah batuan gunung api Kuarter (kecuali Formasi Cibeureum dan Formasi Cikapundung), batuan

14 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

gunung api Tersier, batuan sedimen Tersier, dan batuan terobosan yang tercakup dalam peta-peta geologi yang disusun oleh Alzwar drr. (1992), Sujatmiko (2003), serta Kusmono drr. (1996).

2.6. Manifestasi Panas Bumi Daerah Patuha Permukaan manifestasi dari panas bumi Patuha sumber daya terdiri dari fumarol ("kawah"), termal mata air, dan pembuangan gas dingin (Gambar 5). Ini mencakup tiga bidang fumarole di Kawah Cibuni, Putih dan Ciwidey, yang terletak di ketinggian antara 1,800-2,250 meter a.s.l.. Mata air panas telah diidentifikasi di ketinggian rendah, antara 1,600-1,850 meter dpl, di sisi selatan, barat dan barat laut dari dataran tinggi vulkanik. Suatu daerah gas dingin debit hadir antara Ciwidey dan Kawah Kawah Putih di 1.950 meter a.s.l. elevasi, dan juga di sisi selatan dataran tinggi vulkanik di 1.800 meter a.s.l. elevasi. Sampling dan analisis air panas terkait dengan banyak fitur panas bumi di Patuha adalah dilakukan oleh Fauzi et al (1994). Uap panas termal air di Kawah Cibuni dan Kawah Ciwidey daerah fumarolic yang encer asam sulfat perairan dengan diabaikan klorida dan nilai pH 2-3. Salah satu mata air panas di dekat Kawah Cibuni adalah acidsulfate-, encer klorida air dengan kurang dari 400 ppm klorida. Sebaliknya, air danau kawah di Kawah Putih adalah salinitas yang tinggi, hiperasam klorida-sulfat cairan, dengan nilai pH serendah 0,5 dan klorida mendekati level 13.000 ppm (Sriwana et al, 2000). Gumpalan mengambang belerang dengan inklusi sulfida umum di air danau. Cairan tersebut biasanya akibat dari kondensasi uap magmatik mengandung gas-gas terlarut sangat asam dan air HCl dan SO2. Penguapan pada permukaan danau yang hangat lanjut konsentrat cairan tersebut. Termal mata air di sisi utara gunung berapi dataran tinggi relatif encer, pH netral Na-Ca-SO4HCO3-Cl perairan, dengan total padatan terlarut di bawah ini 2.000 ppm. Klorida nilai dalam perairan ini musim semi berkisar 150-700 ppm, dengan proporsi variabel sulfat dan bikarbonat.

15 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

Gambar 5. Beberapa Tipe Manifestasi Panasbumi Di Permukaan

2.7. Tatanan Lingkungan Unsur-unsur polutan yang berasal dari alam yang sebagian besar akibat dari kegiatan manusia menyebar sepanjang lereng timur G. Patuha. Penyebaran Unsur Kimia dari Daerah Kenampakan Panasbumi dan lumpur Belerang di Gunung Patuha T. Sriwana, M. J. Van Bergen, S. Darma Ciwidey, Jawa Barat Hulu sungai Ciwidey terletak di daerah Kawah Ciwidey (+ 1929 mdpl ), uap lapangan fumarola yang menyebabkan komposisi air berubah karena adanya interaksi dengan lepasnya fluida dan batuan ubahan. Karena aliran buangan sangat kecil (aliran tahunan 0.04 m3/s) , efek kontaminasi ini dengan cepat menurun sebanding dengan bertambahnya jumlah air ke arah hilir Sungai Ciwidey. Sungai Ciwidey adalah satu satu anak sungai Citarum Sungai ini mempunyai daerah tangkapan air (catchment area) seluas 204 km2, di mana 12% dari panjang sungai terdapat di daerah hulu sungai dan panjang total kira-kira 35 km. Elevasi berkisar dari 2000 m dpl dekat titik sumber lapangan vulkanik Kuarter pada lereng kompleks Patuha sampai 660 m pada anak sungai Citarum. Bagian hulu sungai Ciwidey dan umumnya anak- anak sungainya mengalir melalui endapan aliran piroklastika yang membentuk footslope dekat kampong

16 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

Ciwidey, di mana penampang tebingnya memperlihatkan struktur coarse bedding. Lebih jauh ke hilir sungai melalui suatu lembah di lapangan vulkanik Tersier sebelum masuk ke dataran Bandung dekat kecamatan Soreang. Ke arah hilir dari Soreang , sungai membentuk saluran kubangan kecil dan endapannya didominasi oleh sedimen aluvial berbutir halus, sampai sungai ini bergabung dengan sungai Citarum. Curah hujan tahunan 3 m/tahun dan memperlihatkan fluktuasi musiman. Sejumlah anak sungai mengalirkan airnya ke sungai Ciwidey dengan debit tahunan rata-rata 9.1 m3/s di Cukang Haur (dekat lokasi CWD-10 antara Ciwidey dan Soreang, gambar 2), debit rata-rata bulanan berkisar antara 2.4 m3/s di bulan Agustus Septermber dan 16 m3/s di bulan Maret April (Puslitbang Pengairan dalam Iwaco Waseco,1991). Sepanjang aliran sungai Ciwidey terdapat beberapa saluran irigasi yang digunakan untuk kebutuhan pertanian yang dapat mengairi daratan sekitar 61 km2 umumnya berupa sawah, perkebunan, sayuran dan untuk suplai kolam ikan. Saluran irigasi di bagian atas sungai Ciwidey dipergunakan untuk mengatur suplai air pada saluran sungai buatan selama musim kering. Sepanjang alirannya hingga kecamatan Soreang tidak tercatat kegiatan industri yang mempengaruhi mutu air sungai Ciwidey. Endapan Lumpur Belerang Pusat polusi terletak pada kira-kira 6 km dari titik letusan. Di sini sepanjang batas sungai, suatu daerah pengendapan buatan ( + 1460 m ) menandai tempat pabrik belerang lama yang telah ditinggalkan sejak 1942 setelah bekerja selama 20 tahun. Lumpur belerang berasal dari Kawah Putih, suatu danau kawah asam dari G.Patuha, dari mana lumpur tersebut dialirkan melalui saluran pada bibir kawah dan parit uamg dibangun sepanjang 4 km pada lereng gunungapi. Lumpur tersebut diendapkan pada sebuah kolam pengendap dekat pabrik. Sekarang lumpur membentuk teras- teras buatan. Endapan tersebar pada daerah seluas 0.1 km2 dengan ketebalan beberapa meter. Tumbuhan menutupi bagian endapan lumpur tapi beberapa tapi beberapa bagian dari kolam tampak gersang. Daerah kolam termasuk kedap air, sehingga air kolam bertambah selama musim penghujan. Retakan lumpur

17 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

terbentuk selama musim kemarau yang membantu infiltrasi air ketika musim hujan mulai. Influxes dari dua sumber mencemari Sungai Ciwidey di lokasi (1) Sungai Citiis, suatu sungai asam mengandung air yang kaya belerang dan khlorin yang diperkirakan sebagian besar dari mata air panas Alun-alun ( +1900 m) di lereng gunungapi Patuha; dan (2) satu air sungai mengaliri daerah endapan lumpur belerang saluran irigasi dibangun sedemikian rupa sehingga S. Citiis yang asam dapat secara langsung bergabung dengan S. Ciwidey atau mengalir ke dalam saluran irigasi dan di tepi bagian barat sungai ini digunakan untuk maksud lainnya. Luas areal sekitar 0.1 km2 dengan endapan lumpur belerang setebal kira kira 1.5-2 meter ditutupi oleh tumbuhan semak dan beberapa bagian terlihat kering dan gundul. Komposisi kimia dan mineralogi sama dengan komposisi danau pada masa sekarang yang didominasi oleh belerang native yang berasosiasi dengan mineral lainnya yang mengendap dari air danau dalam jumlah yang lebih kecil. Kumpulan ini meliputi silika,, berbagai sulfida dan barit. Dengan analogi terhadap pengaliran tambang asam, interaksi di antara air meteorik dan material ini menghasilkan suatu aliran sungai yang membawa kontaminan yang tidak larut. Lumpur berbutir halus, pengangkutan bahan pencemar juga akan terjadi dalam bentuk suspensi, khususnya selama musim penghujan.

18 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

BAB III PENUTUP

Kesimpulan : Wayang-Windu merupakan salah satu lapangan panas bumi aktif di Jawa Barat dengan sistem reservoar dominan dua fasa. Hingga tahun 2003 telah dilakukan pemboran dengan total 30 sumur, yang dipergunakan untuk mensuplai kebutuhan pembangkit listrik tenaga panasbumi (PLTP) berskala 110 MWe. Asal fluida dan daerah resapan merupakan informasi yang penting dalam pengelolaan sistem panasbumi, untuk mengetahui interaksi dan hubungan reservoar terhadap berbagai sumber air/fluida.Interpretasi data isotop stabil (18O dan 2H) memberikan informasi untuk penentuan daerah resapan, pergerakan dan penyebaran fluida yang masuk ke dalam reservoar. Interpretasi tersebut menunjukkan bahwa fluida sistem panasbumi G. Patuha berasal dari air meteorik dan memperlihatkan terdapatnya dua daerah resapan, yaitu: daerah resapan untuk reservoar panasbumi (sumur produksi dan fumarol) serta daerah resapan untuk mata air panas. Infiltrasi air meteorik ke reservoar terjadi pada kisaran elevasi antara 1.317m hingga 1.606m di atas permukaan laut (dpl). Daerah resapan untuk mata air panas terletak pada kisaran elevasi 1.987m hingga 2.837m (dpl), dengan litologi di bagian utara diperkirakan lebih permeabel dibandingkan dengan di bagian tengah. Fase uap dari fluida panasbumi terbentuk melalui proses boiling dengan komposisi isotop yang telah berubah, bergerak ke atas dan muncul sebagai fumarol, sedangkan fluida panasbumi yang mengalami proses dilution/mixing secara ekstensif dengan air meteorik muncul di permukaan sebagai mataair panas.

Saran : Di daerah panas bumi Patuha merupakan area geothermal yang sudah

dimanfaatkan namun belum maksimal manifestasinya. Untuk itu diperlukan

19 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

pengembangan potensi manifestasi panas bumi tersebut, mengingat di daerah tersebut terdapat manifestasi berupa mata air panas. DAFTAR PUSTAKA

Harijoko Agung, dkk. (2010). Characteristics of Hydrothermal Alteration in Part of the Northern Vapor-Dominated Reservoir of the Patuha Geothermal Field, West Java.Proceedings World Geothermal Congress 2010. Hutasoit M. Lambok (2009). Kondisi Permukaan Air Tanah dengan dan tanpa peresapan buatan di daerah Bandung: Hasil Simulasi Numerik.Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 3 September 2009: 177-188 Kusumah, Y.I., Suryantini, Wibowo, H.H. (2009) . Horizontal Derivative from Gravity Data as a Tool for Drilling Guide Target in Patuha Geothermal Field, Indonesia. In preparation for WGC 2010. Bujung, Cyrke A.N,. Singarimbun, A., Muslim, Dicky., Hirnawan., Sudrajat, A.(2011). Identifikasi prospek panas bumi berdasarkanFault and Fracture Density (FFD): Studi kasus Gunung Patuha, Jawa Barat.Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 1 April 2011 2011: 67 - 75

20 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

http://www.jurnalinsinyurmesin.com/index.php?option=com_content&view=article&id =52&Itemid=28

21 Kelompok 07 -Gunung Patuha-

Anda mungkin juga menyukai